LAPORAN KASUS
MANAJEMEN FISIOTERAPI SPONDILITIS
PADA PASIEN TUBERKULOSIS
OLEH :
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
D. Problem Fisioterapi ........................................................................ 28
E. Program Fisioterapiz ...................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 29
A. Hasil................................................................................................ 29
B. Pembahasan .................................................................................... 29
C. Intervensi Fisioterapi ...................................................................... 32
D. Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi ............................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35
LAMPIRAN ........................................................................................................ 37
iii
iv
5
BAB I
PENDAHULUAN
Spondilitis Tuberkulosis
dari Spanyol dan Peru pada tahun 1779. Infeksi Mycobacterium tuberculosis
timbul secara cepat ataupun lambat. Paralisis dapat timbul secara cepat
disebabkan oleh abses, sedangkan secara lambat oleh karena perkembangan dari
kifosis, kolaps vertebra dengan retropulsi dari tulang dan debris (Paramarta,
2008).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Vertebra
terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh diskus intervebra
dan ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian
dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing-masing arkus vertebra dengan
lamina dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligamen di
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas
tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang
tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra
sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea) (Snell R.S, 2006).
2
Gambar 1. Kolumna Vertebra
(Sumber : Putz, R. Et all, 2006)
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
Jika dilihat dari sisi samping pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
merupakan satu struktur yang mampu melenting, melainkan satu kesatuan yang
kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang
Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang
yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin
3
Tulang vertebra merupakan struktur kompleks yang secara garis besar
terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina,
kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat
antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (facet joint)
(Premkumar K, 2004).
lainnya dimungkinkan oleh adanya sendi, umumnya disebut sendi faset, biasa
oleh jaringan ikat dan menghasilkan cairan untuk memelihara dan melicinkan
sendi. Pada permukaan superior dan inferior prosessus unkinat terdapat pula
4
sendi faset, lebih dikenal dengan nama sendi unkovertebra dari luschka (joint of
Luschka) yang juga penting dalam biomekanikal dan stabilitas tulang vertebra
Cartilage Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah
dapat menjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada fleksi
maupun nukleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri (Rizo D,C,
2001).
pada mumi dari Spanyol dan Peru pada tahun 1779. Infeksi Mycobakcterium
5
tuberculosis pada tulang belakang terbanyak disebarkan melalui infeksi dari
cukup tinggi yang dapat timbul secara cepat ataupun lambat. Paralisis dapat
timbul secara cepat disebabkan oleh abses, sedangkan secara lambat oleh
gejala klinis pasien adalah hal yang penting, nnmun tidak selalu dapat
diandalkan untuk diagnosis dini. Nyeri adalah gejala utama yang paling
6
demam, dan komplikasi neurologis dapat muncul saat destruksi berlanjut
(Saputra,2015).
tuberkulosis dan 1,8% dari total kasus tuberkulosis. Pada tahun 2005, World
tuberkulosis yang tinggi, usia tua, anak usia dibawah 15 tahun dan kondisi-
7
kondisi defisiensi imun lainnya. Pada pasien-pasien HIV positif, insiden
bersifat acid – fast non - motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan,
sehingga sering disebut juga sebagai basil atau bakteri tahan asam (BTA)
dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional.
tumbuh secara lambat dalam media egg - enriched dengan periode 6-8
mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
2006).
thorakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder
memerlukan waktu pemaparan yang cukup lama dan intensif dengan sumber
8
penyakit (penular). Seseorang yang kesehatan fisiknya baik, memerlukan
yaitu waktu yang diperlukan dari mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yang lembab, gelap
dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam.
Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa
tahun. Adapun faktor resiko dari penyakit ini antara lain : endemic
9
a. Stadium implantasi setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya
terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral
vertebra.
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6
minggu.
c. Stadium destruksi lanjut pada stadium ini terjadi destruksi yang massif,
kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk
cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.
dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses
paraplegia yaitu:
atau berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf
sensoris.
10
2) Derajat II : Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita
anestesia.
atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung
2007).
11
dengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya di tempat aliran darah
sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat paha. Dapat pula
belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul. Tulang rawan ini akan terkikis
menipis hingga tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri,
kerusakan pada tulang rawan sendi, pelapis ujung tulang yang berfungsi
sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang tulang berbenturan saat
hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring kearah
depan.
Kedua hal ini bisa menyebabkan penekanan saraf sekitar tulang belakang
bahkan bisa sampai kelumpuhan. Badan tulang belakang yang kolaps dan
dibelakang dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus. Bahaya yang
belakang yang dapat disertai lumpuhnya saraf yang mengurus organ yang
12
hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru.
Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau pasca
melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosis yang sudah ada
primer tuberkulosis dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering
adalah berasal dari sistem pulmoner dan genito urinarius. Pada anak-anak
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbal yang
bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau
pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua
vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau
lebih vertebra. Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal
13
b. Sentral : Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi
hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.
(berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik
darah vertebral.
d. Bentuk atipikal : Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus
14
6. Manifestasi Klinis Spondilitis Tuberkulosis
menurun.
b. Suhu subfebrile terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada
malam hari.
torakal.
berupa:
15
7. Komplikasi Spondilitis Tuberkulosis
spinalis.
16
b. Metastasis tulang belakang dengan tidak mengenai diskus dan
rangka.
penyakit.
(blastomikosis)
bakteri lain.
17
tuberkulosis karena ruang diskusnya tetap dipertahankan.
yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang
berbatas jelas.
pada pasien dengan kasus DM, seorang fisioterapis dapat melakukan proses
2. Diagnosa Fisioterapi
diagnosanya sendiri yang terkait dengan masalah gerak dan fungsi gerak
efektif.
18
3. Program Fisioterapi
pasien serta dosis tindakan tersebut. Seorang fisioterapi juga harus selalu
4. Intervensi Fisioterapi
dan benar agar tercapai hasil terapi yang diinginkan sehingga pasien
pasien yang tercapai tetapi harapan dari seorang fisioterapi untuk membantu
dengan baik.
5. Evaluasi Fisioterapi
19
intervensi, biasanya setiap tiga kali dan atau setelah enam kali setelah
tindakan fisioterapi.
patofisiologi kondisi pasien atau adanya problem baru yang muncul dimana
6. Modifikasi Fisioterapi
7. Dokumentasi Fisioterapi
banyak ditemukan dilahan praktek. Dan data tersebut bisa menjadi bukti
20
pasien.seorang fisioterapi harus memiliki tanggung jawab terhadap setiap
Intervensi yang pertama kali dilakukan di rumah sakit bagi pasien baru
adalah pengambilan data medis klinik, yang mana hal tersebut menjadi
selanjutnya adalah apakah ada gangguan gerak dan fungsi gerak berkaitan
dengan gejala klinik dari perubahan patofisiologi tersebut. Jika ternyata ada,
patofisiologi dari sisi gerak dan fungsi gerak maka secara kemitraan dan
21
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. DC
Umur : 16 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Vital Sign
22
B. Pemeriksaan Fisioterapi Model CHARTS
1. Chief of Complain
2. History Taking
Pasien memiliki riwayat jatuh saat kelas 3 SD, posisi jatuh kebelakang
dan pada saat pasien kelas 5 SD terjatuh dengan posisi duduk. Pada saat
pasien jatuh, pasien tidak mengatakan kepada kedua orang tuanya. Tidak ada
oedem atau luka pada saat pasien jatuh. Pada saat pasien meluruskan
inferior nya. Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit Jeneponto. Pasien
tidak ada perubahan. Pasien merasakan nyeri pada telapak kaki, dibagian
lutut kanan dan nyeri yang dirasakan lebih terasa pada malam hari. Pasien
sering mengeluhkan mual. Pasien terkadang merasakan nyeri pada dada saat
Riwayat Penyakit :
2. Kolesterol (-)
4. Hipertensi (-)
5. Jantung (-)
23
3. Asymmetric
a. Inspeksi Statis
b. Inspeksi Dinamis
dilakukan
c. Quick Test
24
Fleksi mampu mampu mampu mampu mampu mampu
Ekstensi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Deviasi
Wrist terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Ulnar
Deviasi
terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Radial
Fleksi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Ekstensi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Abduksi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Hip
Adduksi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Eksorotasi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Endorotasi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Fleksi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Knee
Ekstensi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Dorso fleksi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Plantar fleksi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Ankle
Inversi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Eversi terbatas Terbatas terbatas terbatas terbatas terbatas
Tabel 1. Pemeriksaan Fungsi Gerak
e. Palpasi Dasar
1) Suhu : Hangat
2) Oedem : (+) pada ankle dextra
3) Kontur kulit : normal
4) Tenderness :(-)
4. Restrictive
a. Limitasi ROM : pada ektremitas superior dan inferior.
b. Limitasi ADL : walking, dressing, self care, toileting, eating.
c. Pekerjaan :(-)
d. Rekreasi : ( + ) bermain bola.
5. Tissue Impairment
a. Musculotendinogen : kelemahan pada otot ext. inferior.
b. Osteoartrogen : thoracal-lumbalis
c. Neurogen : intercostal nerve, sciatic nerve
d. Psikogenik : cemas
25
6. Tes Spesifik
a. Hamilton Depression Scale
Hasil : 19
Nyeri Diam : 9
Nyeri Gerak :5
Nyeri Tekan : 3
c. Zona Latihan :
Batas Atas
DL = 115 + 20% (220-16-115)
DL = 115 + 20% (89)
DL = 132, 8
Batas Bawah
DL = 115 + 10% (220-16-115)
DL = 115 + 10% (89)
DL = 123,9
f. Indeks Barthel
Hasil :4
C5 0 0 L2 2 2
26
C6 0 0 L3 2 2
C7 0 0 L4 2 2
C8 1 1 L5 2 2
T1 1 1 S1 2 2
i. Tes refleks :
Babinski - -
Oppenheim - -
Chaddok - -
Hoffman - -
Tromner - -
j. Pemeriksaan Laboratorium
27
Ureum 36 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0,89 < 1.1 mg/dl
AST (SGOT) 27 < 38 U/L
ALT (SGPT) 25 < 41 U/L
Albumin 3.8 3.5 – 5.0 g/dl
Natrium (Na) 133 136 – 145 mmol/L
Kalium (K) 2.7 3.5 – 5.1 mmol/L
Klorida (Cl) 85 97 - 111 mmol/L
Tabel 4. Hasil Laboratorium Pasien
C. Diagnosis Fisioterapi
D. Problem Fisioterapi
E. Program Fisioterapi
28
BAB IV
A. Hasil
didapatkan nilai limfosit dibawah normal yaitu 13,5 g/dl dengan nilai rujukan
yaitu 20-45 g/dl. Pada pemeriksaan monosit didapatkan hasil diatas nilai normal
yaitu 17,0 % dengan nilai rujukan seharusnya dalam rentang 1-8 %. Sedangkan
pada pemeriksaan kimia klinik pada tanggal 21 April 2018 didapatkan nilai
Natrium dibawah normal yaitu 133 mmol/L dengan nilai rujukan yang
seharusnya 136-145 mmol/L, selain itu didapatkan nilai Kalium dibawah normal
yaitu 2,7 mmol/L dengan nilai rujukan yang seharusnya 3,5-5,1 mmol/L. Dan
didapatkan nilai Klorida yaitu 85 mmol/L yang artinya dibawah normal dengan
B. Pembahasan
13,5% dengan standar nilai rujukan normal 20-45%. Hasil pemeriksaan limfosit
sel kecil yang bergerak ke daerah inflamasi pada tahap awal dan tahap akhir
proses inflamasi. Sel ini merupakan sumber imunoglobulin yang penting dalam
respon imun seluler tubuh. Sehingga penurunan jumlah limfosit yang signifikan
29
pada pasien dengan kondisi limfopenia, maka segala jenis modalitas elektro
adanya nilai monosit yang berada diatas normal yaitu 17.0% dengan nilai
pasien dengan kondisi limfopenia, maka segala jenis modalitas elektro yang
akibat virus, bakteri atau proses inflamasi yang dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen tubuh, dan gejala pada pasien akan menunjukkan mudah lelah atau
standar :
1. <5000 dan disertai demam : Tidak boleh diberikan latihan (latihan ditunda)
30
3. >11.000 : Latihan diberikan dengan memperhatikan vital sign.
neuromuskular. Nilai normal sodium berada pada 136 – 145 mmol/L. Hasil
kram abdominal, kejang otot, kelemahan, lesu, hipotensi, takikardi, serangan dan
sodium terutama ketika memberikan jenis latihan dan dosis latihan kepada
pasien, sehingga dalam kondisi seperti ini kadar Natrium dalam tubuh perlu
sistem renal dan adrenal. Nilai normal potassium berada pada 3.5 – 5.1 mmol/L.
keterlambatan kontraksi otot dan keterlambatan impuls listrik terutama pada otot
jantung karena otot jantung sangat peka terhadap keseimbangan potassium. Jadi,
pasien bisa diberikan potassium secara oral dengan aksi cepat sehingga ketika
level sudah dinyatakan stabil biasanya tidak akan ada keterbatasan aktivitas
kecuali jika pasien dinyatakan hiperkalemia, gejalanya dapat berupa aritmia dan
31
henti jantung (cardiac arrest). Sehingga pemberian latihan tanpa koreksi kadar
oksigen dan karbon dioksida di dalam sel darah merah. Nilai normal klorida
C. Intervensi Fisioterapi
32
Ekspansi Thorax Exercise therapy F: 3x sehari
I: 2x8 hitungan
T: breathing exercise
T: 3 menit
Kelemahan otot Exercise therapy F: setiap hari
dan memelihara
I: 3x8 hitungan
ROM sendi
T: PROMEX-AAROMEX
T: 3 menit
Dekubitus Positioning F : 1x/ hari
I : repetitive
T : side lying dextra -
sinistra
T : 5 menit
Gangguan ADL Exercise therapy F : 1x/ hari
I : 3 x 8 rep
T : PNF (toileting,
dressing, self care, dan
pekerjaan).
T : 3 menit
1. Evaluasi
No. Problem Parameter Sebelum Intervensi Setelah 1 Kali Intervensi
1 Nyeri VAS Nyeri diam : 9 Nyeri diam : 9
Nyeri gerak : 5 Nyeri gerak : 5
Nyeri tekan : 3 Nyeri tekan : 3
33
2. Modifikasi
34
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H dan Mukhty. H. Abdul. (2005). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru (hal. 110-
121). Surabaya. Airlangga University Press.
Albar Z. Medical treatment of Spinal Tuberculosis. Cermin Dunia Kedokteran No. 137,
2002 29.
Aras, Djohan. 2013. Buku Ajar Mata Kuliah Proses dan Pengukuran Fisioterapi:
Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi. Makassar: Program Studi S1
Fisioterapi Universitas Hasanuddin.
Aras, Djohan. 2013. Buku Ajar Mata Kuliah Proses dan Pengukuran Fisioterapi.
Makassar: Program Studi S1 Fisioterapi Universitas Hasanuddin.
Guyton, Arthur C dan Jhon E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.
McArdle WD. 2006. Exercise Physiology: Energy, Nutrition, and Human Performance.
4th Edition. USA: William and Wilkins. Hlm. 19-41.
Ozol D, Koktener A, Uyar ME. Active pulmonary tuberculosis with vertebra and rib
involvement: case report. South Med J 2006; 99: 171-3.
Paramarta, I Gede Epi, Putu Siadi Purniti, Ida Bagus Subnada dan Putu Astawa. 2008.
Spondilitis Tuberkulosis. Sari Pediatri, Vol. 0, No. 3.
Premkumar, K., 2004. Anatomy and Physiology. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Rizzo, D.C., 2001. Delmar’s Fundamental of Anatomy and Physiology. USA: Thomson
learning.
Saputra, Roni Eka dan Irsal Munandar. 2015. Spondilitis Tuberkulosa Cervical. Andalas
Jurnal of Health, Vol . 4, No. 2.
35
Savant, V.V. and Reddy, M.S. 2007. Phosphate solubilization by a wild type strain and
UV-induced mutants of Aspergillus tubingensis. Soil Biol. Biochem. 39, 695–
699.
Schnuerer A et al. 2001. Anatomy of The Spine dan Related Structures. Medtronic
Sofamor Danek. 45
Sherwood, Laura Lee. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Ed. 2. Jakarta: EGC.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.
Tisher, T et al. Detailed pathological changes of human lumbar facet joints L1–L5 in
elderly individuals. Eur Spine J (2006) 15: 308–315.
36
LAMPIRAN
HRS-A
37
2 = mengharapkan kematian atau
pikiran-pikiran lain kearah itu,
38
8 Kelambanan (lambat 0 = normal 2
dalam berpikir ,
berbicara gagal 1= sedikit lamban dalam
berkonsentrasi, dan wawancara;
aktivitas motorik 2 = jelas lamban dalam wawancara;
menurun )
3 = sukar diwawancarai; stupor
(diam sama sekali)
1 = kegelisahan ringan;
4 = meremas-remas tangan,
menggigit-gigit kuku, menarik-narik
rambut, menggigit-gigit bibir
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = sedang
3 = berat
4 = ketidakmampuan
39
3 = sikap kekhawatiaran yang
tercermin di wajah atau
pembicaraannya;
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = berat
40
pertolongan orang lain,
4 = delusi hipokondriasi
0 = tidak ada
4 = ketidakmampuan
41
1 = Kecurigaan;
2 = berat
Total skor 19
Indeks Barthel
No. Kemampuan Penilaian Skor
42
3. Mengenai 0 : Selalu 0
Pemeliharaan diri
(muka, rambut, gigi, 1 : Tak pernah
cukur), saya perlu
bantuan
43
menalikan sepatu dll
TOTAL SKOR 4
44