Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ACUTE LUNG


OEDEMA (ALO) DI RUANG HCU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr.
HARYOTO LUMAJANG

OLEH:
Eka Putri Fajari Yati, S. Kep.
NIM 182311101068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
Desember, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
a) Pengertian Sistem Pernapasan
Pernapasan (Respirasi) adalah peristiwa menghirup udara
dari luar yang,mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara
yang banyak memngandung karbondioksida sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi
dan menghembuskan disebut ekspirasi.

Sistem respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan


oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan
pertukaran gas. Melalaui peran sistem respirasi oksigen di ambil
dari atmosfir, di transport masuk ke paru-paru dan terjadi
pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli,
selanjutnya oksigen akan di difusi masuk kapiler darah untuk di
manfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme.
b) Anatomi Sistem Pernafasan
Berikut anatomi system pernafasan sebagai berikut :
1. Rongga Hidung

Hidung merupakan organ utama saluran pernapasan yang


langsung berhubungan dengan dunia luar yang berfungsi
sebagai jalan masuk dan keluarnya udara melalui proses
pernapasan. Selain itu hidung juga berfungsi untuk
mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk,
sebagai filter dalam membersihkan benda asing yang masuk
dan berperan untuk resonansi suara, sebagai tempat reseptor
alfaktorius.

2. Faring

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan


pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher.

3. Laring

Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak


antara orofaring dan trakea , fungsi dari laring adalah sebagai
jalan masuknya udara, membersihkan jalan masuknya
makanan ke esofagus dan sebagai produksi suara. Laring
sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas epiglotis:
daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring
selama menelan dan glotis: ostium antara pita suara dalam
laring

4. Trakhea

Trakea merupakan organ tabung antara laring sampai


dengan puncak paru, panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi
servikal 6-torakal 5 disebut juga batang tenggorokan Ujung
trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

5. Bronkus

Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang


dua keparu-paru kanan dan paru-paru kiri.Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar diameternya. Bronkus kiri lebih
horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.

1. Bronkus

Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut


bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2
bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10
bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi
9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian
terbagi lagi menjadi subsegmental yang dikelilingi oleh
jaringan ikat yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.
2. Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi


bronkiolus. Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa
yang memproduksi yang membentuk selimut tidak terputus
untuk melapisi bagian dalam jalan napas

3. Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi


bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir
dan silia).

4. Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus


respiratori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran
transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara
pertukaran gas.

6. Paru Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian


besar berada pada rongga dada bagian atas, di bagian samping di
batasi oleh otot dan rusuk dan di bagianb bawah di batasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Merupakan organ yang elastis
berbentuk kerucut Terletak dalam rongga dada atau toraks Kedua
paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan
basis Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh
fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus.
Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai
dengan segmen bronkusnya.

7. ALVEOLUS

Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan


bertanggung jawab akan struktur paru-paru yang menyerupai
kantong kecil terbuka pada salah satu sisinya dan tempat
pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu
membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.

c) Fisiologi Sistem Pernafasan

Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon


dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna,
oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas;
oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat
berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya
satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan
oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini
dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru – paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini
hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan


metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah
ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan
keluar melalui hidung dan mulut.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang


meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada
waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru – paru
membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2
itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk
memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan
ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah


menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin)
megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah
bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari
hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah
menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida.

2. Sistem Sirkulasi

a. Sirkulasi Sistemik

Sirkulasi sistemik atau peredaran darah besar/Magna sirkulatoria adalah


sirkulasi darah dari jantung (ventrikel kiri) ke seluruh tubuh (kecuali paru-paru).
Darah dari ventrikel kiri dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta, kemudian
pembuluh darah Aorta bercabang-cabang menjadi arteri dan arteri bercabang lagi
membentuk aeteriol/arteri yang lebih kecil yang tersebar dan bisa mengakses ke
seluruh sel tubuh kita. Selanjutnya darah dikembalikan ke jantung bagian kanan
tepatnya ke serambi kanan)/ ventrikel dexter melalui vena cava baik Vena cava
superior (tubuh sebelah atas jantung) maupun Vena cava inferior.
Sirkulasi darah antara jantung dan seluruh tubuh berjalan satu arah.
Darah dari ventrikel kanan dialirkan ke paru-paru kemudian kembali ke jantung
dan diedarkan ke seluruh tubuh dari ventrikel kiri melalui aorta. Aorta akan
bercabang-cabang menjadi arteri, arteriola/pembuluh kapiler. Selanjutnya
dikembalikan ke jantung melalui venula -vena - vena cava (pembuluh balik).

b. Sirkulasi Pulmonal

Sirkulasi pulmonal atau disebut juga sistem peredaran darah kecil


adalah sirkulasi darah antara jantung dan paru-paru. (Jantung - Paru paru -
Jantung lagi). Detailnya darah dari jantung (ventrikel kanan) dialirkan ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis, darah ini banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa metabolisme untuk dibuang melalui alveolus
paru-paru ke atmosfer. Selanjutnya darah akan teroksigenasi pada kapiler
paru dan kembali ke jantung (atrium kiri) melalui vena pulmonalis.

Dari pemahaman itu maka


1. Arteri Pulmonalis adalah satu satunya aretri yang kaya Carbon dioksida
2. Vena Pulmonalis adalah satu satunya pembuluh darah vena / balik yang kaya
akan Oksigen

3. Macam-macam peredaran darah:


a) Peredaran darah kecil, melalui: Ventrikel kanan ke arteri pulmonalis ke
paru-paru ke vena pulmonalis ke atrium kiri. Ringkasnya Jantung ke
paru-paru ke jantung

b) Peredaran darah besar, melalui: Ventrikel kiri ke aorta ke arteri ke


arteriola ke kapiler ke venula ke vena ke vena cava superior dan vena
cava inferior ke atrium kanan atau: Ringkasnya dari Jantung ke seluruh
tubuh ke jantung

c) Sistem portae Darah sebelum masuk kembali ke jantung terlebih dahulu


masuk ke dalam suatu organ yang disebut sistem portae. Pada mamalia/
manusia hanya terdapat satu sistem portae yaitu sistem portae hepatica.
pembuluh ini kaya makanan karena mendapatkan makanan dengan
menyerap makanan dari jonjot usus, di katak terdapat sistem porta berupa
Venaporta renalis dari tungkai belakang (kaki) ke ginjal di saring
darahnya baru ke jantung
2. Definisi
Natrium mempunyai peranan penting dalam penimbunan cairan akut.
Urine pada orang sehat biasanya mengandung natrium dengan jumlah milli-
ekuivalen yang tepat sama dengan milli ekuivalen natrium di dalam makanan,
sehingga orang tersebut mempunyai balance natrium yang seimbang. Pada
glomerulonefritis akut (gagal ginjal kronis yang lama), natrium tidak lagi dapat
dieksresikan oleh ginjal yang sakit. Jika penderita tetap makan garam dalam
jumlah yang sama seperti saat sehat, maka jumlah natrium di dalam tubuh akan
meningkat dan tetap tinggal di ruang ekstraseluler. Hal inilah yang akan
menarik air dengan tenaga osmotiknya, sehingga di dalam tubuh terjadi dua
peningkatan volume cairan yaitu ekstraseluler dan darah yang bersirkulasi.
Cairan berlebih inilah yang kemudian menuju ke paru-paru dan dapat
menyebabkan ALO juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara
masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan
respirasi dan ancaman gagal napas. Acute Lung Oedema (ALO) adalah
kegawatan yang mengancam nyawa dimana terjadi akumulasi di interstisial
dan intra alveoli paru disertai hipoksemia dan kerja napas yang meningkat.

3. Etiologi
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Edema paru kardiogenik
Edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
a. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena
adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika
terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah
serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu
memompa darah lagi seperti biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati
dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis),
penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti
kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel
kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu
keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada
keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi
beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah
yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi
untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat
(stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi).
Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju
paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan
pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri
koronaria.
2) Edema paru non kardiogenik
Edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi
paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain:
a. Infeksi pada paru
b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c. Paparan toxic
d. Reaksi alergi
e. Acute respiratory distress syndrome (ards)
f. Neurogenik

4. Klasifikasi
a) Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
b) Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
c) Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin
hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 2006).

5. Patofisiologi
Alo kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmhg. Mekanisme
fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan
membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di
alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang
potensial mengalami alo adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan
tekanan atrium kiri >25 mmhg.
Sedangkan alo non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel
kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli.
Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih
dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada
alveolus dalam menjalankan fungsinya.
6. Manifestasi klinis
Gejala yang paling umum CKD dengan ALO adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-
tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin
termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada
normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan, dapat pula terjadi perikarditis yang
disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat
gangguan elektrolit
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-
paru dengan stethoscope, mungkin akan terdengar suara-suara paru yang
abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang
terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli
selama bernapas).

7. Penatalaksanaan
a) Posisi 1/2 duduk
b) Oksigen (90-100%) sampai 12 l/mnt

c) Jika memburuk (pasien sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak


bisa di pertahankan kurang lebih 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan
aliran tinggi, hipoventilasi,)maka dilakukan intubasi, endotrakeal,
suction, dan ventilator.

d) Infus emergensi, monitor tekanan darah, EKG.

e) Morfin sulfat 40-80 mg IV bolus dapat diulangi / dosis ditingkatkan 4jam


dilanjutkan sampai produksi urine 1ml/kgBB/jam.

f) Bila perlu tekanan darah turun : dopamin 2-5 ug/kgBB/ menit atau
dobutamin 2-10 ug/kgBB/mnt untk menstabilitaskan hemodinamik.

g) Trombolitik / revarkularisasi pada pasien infark miokard

h) Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dg


oksigen

i) Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi,VSD


dan ruptur dinding ventrikel

8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
b) Foto thorax
c) Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia
supra ventrikular atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi
adanya iskemia, infark miokard dan LVH yang berhubungan dengan
ALO kardiogenik.
d) Pemeriksaan ekokardiografi

B. Pathhway
Trauma Timbul serangan Penurunan surfactan
endetelium paru
dan epitelalveolar
atelektasis

Kerusakan jaringan
Peningkatan
paru Abnormalitas
permebialitas
ventilasi-perfusi

Penurunan
Edema pulmonal
pengembangan paru Gangguan
pertukaran gas
Alveoli terendam
Hipoksemia

Kelebihan volume
Proses
cairan
penyembuhan

Intoleransi
aktifitas
Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
gagal ginjal kronik menurut Le Mone & Burke (2000) dan Smeltzer dan Bare
(2001) ada berbagai macam, meliputi :
a) Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status marital, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang
rawat, nomor rekam medis, diagnosa medis dan alamat.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama berupa keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan
pengkajian. Klien dengan gagal ginjal kronik biasanya datang dengan
keluhan nyeri pada pinggang, buang air kecil sedikit, bengkak/edema
pada ekstremitas, perut kembung, sesak.
c) Riwayat penyakit sekarang
Informasi sejak timbulnya keluhan sampai dirawat dirumah sakit.
Berkaitan dengan keluhan utama yang dijabarkan dengan PQRST yang
meliputi hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Kualitas dan
kuantitas dari keluhan, penyebaran serta tingkat kegawatan atau skala
dan waktu.
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler
hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik.

b. Pola kesehatan fungsional


1) Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis
tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan
tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum
suplemen, control tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada
penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan amonia), penggunanan diuretik, demam karena sepsis dan
dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri
kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi,
gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas
pada telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer), gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian,
kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.

c.Pengkajian fisik
1) Keluhan umum: lemas, nyeri pinggang.
2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri: beratbadan menurun, lingkar lengan atas
(LILA) menurun.
4) Tanda vital: tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
1. Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
2. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
3. Hidung: pernapasan cuping hidung
4. Mulut: ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah
serta cegukan, peradangan gusi.
6) Leher: pembesaran vena jugularis
7) Dada dan toraks: penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal
dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner,
friction rub perikardial.
8) Abdomen: nyeri area pinggang, asites.
9) Genital: atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas: capitally revil > 3 detik, kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot.
11) Kulit: ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura),
edema.

d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik adalah :
1) Urine
a. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada.
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun
e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3 - 4) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerolus.
2) Darah
a. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr.
b. Sel darah merah menurun pada defisien eritropoetin seperti
azotemia.
c. GDA, PH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hidrogen
dan amoniak atau hasil akhir katabolisme protein, bikarbonat
menurun, PaCO2 menurun.
d. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan.
e. Magnesium fosfat meningkat.
f. Kalsium menurun.
g. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
h. Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.

e. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan difusi jaringan
2. Kelebihan volume cairan b/d adanya cairan di dalam alveolus
3. Intoleransi aktivitas b/d berkurangnya suplai oksigen

f. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan difusi jaringan
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 X 24 jam masalah
gangguan pertukaran gas dapat teratasi.
Kriteria Hasil : -Sesak nafas berkurang
-Respirasi dalam batas normal
Intervensi
1) Berikan posisi semi fowler/fowler
2) Berikan lingkungan yang nyaman
3) Kaji keluhan sesak
4) Kaji ttv
5) Pantau hasil agd
6) Kolaborasi dalam pemberian oksigen

2. Kelebihan volume cairan b/d adanya cairan di dalam alveolus


Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 X 24 jam masalah
gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi.
Kriteria Hasil :-Tidak terjadi oedema dikaki
-Turgor kulit bagus
Intervensi
1) Monitor intake dan output cairan
2) Monitor pengeluaran urin, catat jumlah, konsentrasi, dan warna
3) Kolaborasi dalam pemberian terapi seperti diuretik, ntg, dll
3. Intoleransi aktivitas b/d berkurangnya suplai oksigen
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 X 24 jam masalah
intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil: -Pasien tidak lemas lagi
-Dapat beraktivitas tanpa gangguan
Intervensi:
1)Anjurkan untuk total bed rest
2)Pantau skala kekuatan otot
3)Berikan lingkungan yang nyaman
4)Kolaborasi dalam memberikan oksigen

g. Evaluasi
Diagnosa I
1) Px tidak sesak nafas lagi
2) Respirasi dalam batas normal

Diagnosa II
1) Tidak terjadi adanya oedema di kaki
2) Turgor kulit px baik

Diagnosa III
1) Px tidak merasa lemas lagi
2) Px mampu beraktivitas tanpa gangguan

C. Discharge Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:
1. Obat: beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis, waktu
pemberian obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan
vitamin tanpa instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika
merasakan ada efek samping dari obat segera cek ke rumah sakit.
Perhatikan aktivitas ketika selesai meminum obat yang memiliki efek
samping mengantuk.
2. Diet: pertahankan diet seperti yang dianjurkan petugas kesehatan seperti
mengkonsusmsi makanan tinggi kalori dan rendah protein. Hal ini
daikarenakan protein dipecah oleh asam amino dengan bantuan enzim
kemudian diproses oleh ginjal. Semakin banyak protein yang dicerna
maka semakin banyak asam amino yng disaring oleh ginjal sehingga
membuat ginjal bekerja lebih berat. Kebutuhan kalori harus dipenuhi
guna mencegah terjadinya pembakaran protein tubuh dan merangsang
pengeluaran insulin. Banyak mengonsumsi makanan rendah natrium dan
kalium. Hal ini disebabkan karena natrium berhubungan dengan
peningkatan tekanan darah. Rendah kalium guna mencegah timbulnya
kegawatan jantung karena hiperkalemia.
3. Latihan: Melatih membuat jantung lebih kuat, menurunkan tekanan
darah, dan membantu membuat klien tetap sehat. Cara terbaik untuk
mulai berolahraga perlahan-lahan dan lakukan lebih berat untuk
membuat klien lebih kuat.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2016.


Nursing Intervention Classification (NIC), 6th Indonesian Edition. United
Kingdom: Elseiver Global Rights.
Herdman, T. H. 2018. NANDA-1 Diagnosa Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Ed. 11. Jakarta: EGC
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Cegah Dan Kendalikan
Penyakit Ginjal Dengan Cerdik Dan Patuh.
http://www.depkes.go.id/article/print/18030700007/cegah-dan-kendalikan-
penyakit-ginjal-dengan-cerdik-dan-patuh.html
LeMone, Priscilla dan Burke, Karen M. 2000. Surgical Nursing: Critical
Thinking in Client Care (ed.2nd). New Jersey: Prentice Hall Health.
Lukman. Nabila et al. 2013. Hubungan Tindakan Hemodialisa dengan Tingkat
Depresi Klien Penyakit Ginjal Kronik di BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. E-Journal Keperawatan (e-Kp). Vol 1. No.1.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th Edition Indonesian Edition. United Kingdom:
Elseiver Global Rights
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba medika
Nuari, N.A., dan D. Widayati. 2017. Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.
Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Rahadjo dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Hemodialisis. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.
Smeltzer, Suzannce C., & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.

Anda mungkin juga menyukai