Alo Putri
Alo Putri
LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH:
Eka Putri Fajari Yati, S. Kep.
NIM 182311101068
2. Faring
3. Laring
4. Trakhea
5. Bronkus
1. Bronkus
3. Bronkiolus Terminalis
4. Bronkiolus respiratori
6. Paru Paru
7. ALVEOLUS
2. Sistem Sirkulasi
a. Sirkulasi Sistemik
b. Sirkulasi Pulmonal
3. Etiologi
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Edema paru kardiogenik
Edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
a. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena
adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika
terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah
serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu
memompa darah lagi seperti biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati
dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis),
penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti
kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel
kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu
keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada
keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi
beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah
yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi
untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat
(stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi).
Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju
paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan
pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri
koronaria.
2) Edema paru non kardiogenik
Edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi
paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain:
a. Infeksi pada paru
b. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c. Paparan toxic
d. Reaksi alergi
e. Acute respiratory distress syndrome (ards)
f. Neurogenik
4. Klasifikasi
a) Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
b) Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
c) Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin
hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 2006).
5. Patofisiologi
Alo kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmhg. Mekanisme
fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan
membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di
alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang
potensial mengalami alo adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan
tekanan atrium kiri >25 mmhg.
Sedangkan alo non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel
kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli.
Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih
dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada
alveolus dalam menjalankan fungsinya.
6. Manifestasi klinis
Gejala yang paling umum CKD dengan ALO adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-
tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin
termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada
normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan, dapat pula terjadi perikarditis yang
disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat
gangguan elektrolit
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-
paru dengan stethoscope, mungkin akan terdengar suara-suara paru yang
abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang
terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli
selama bernapas).
7. Penatalaksanaan
a) Posisi 1/2 duduk
b) Oksigen (90-100%) sampai 12 l/mnt
f) Bila perlu tekanan darah turun : dopamin 2-5 ug/kgBB/ menit atau
dobutamin 2-10 ug/kgBB/mnt untk menstabilitaskan hemodinamik.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
b) Foto thorax
c) Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia
supra ventrikular atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi
adanya iskemia, infark miokard dan LVH yang berhubungan dengan
ALO kardiogenik.
d) Pemeriksaan ekokardiografi
B. Pathhway
Trauma Timbul serangan Penurunan surfactan
endetelium paru
dan epitelalveolar
atelektasis
Kerusakan jaringan
Peningkatan
paru Abnormalitas
permebialitas
ventilasi-perfusi
Penurunan
Edema pulmonal
pengembangan paru Gangguan
pertukaran gas
Alveoli terendam
Hipoksemia
Kelebihan volume
Proses
cairan
penyembuhan
Intoleransi
aktifitas
Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
gagal ginjal kronik menurut Le Mone & Burke (2000) dan Smeltzer dan Bare
(2001) ada berbagai macam, meliputi :
a) Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status marital, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang
rawat, nomor rekam medis, diagnosa medis dan alamat.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama berupa keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan
pengkajian. Klien dengan gagal ginjal kronik biasanya datang dengan
keluhan nyeri pada pinggang, buang air kecil sedikit, bengkak/edema
pada ekstremitas, perut kembung, sesak.
c) Riwayat penyakit sekarang
Informasi sejak timbulnya keluhan sampai dirawat dirumah sakit.
Berkaitan dengan keluhan utama yang dijabarkan dengan PQRST yang
meliputi hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Kualitas dan
kuantitas dari keluhan, penyebaran serta tingkat kegawatan atau skala
dan waktu.
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler
hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik.
c.Pengkajian fisik
1) Keluhan umum: lemas, nyeri pinggang.
2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri: beratbadan menurun, lingkar lengan atas
(LILA) menurun.
4) Tanda vital: tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
1. Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
2. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
3. Hidung: pernapasan cuping hidung
4. Mulut: ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah
serta cegukan, peradangan gusi.
6) Leher: pembesaran vena jugularis
7) Dada dan toraks: penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal
dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner,
friction rub perikardial.
8) Abdomen: nyeri area pinggang, asites.
9) Genital: atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas: capitally revil > 3 detik, kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot.
11) Kulit: ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura),
edema.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik adalah :
1) Urine
a. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada.
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun
e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3 - 4) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerolus.
2) Darah
a. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr.
b. Sel darah merah menurun pada defisien eritropoetin seperti
azotemia.
c. GDA, PH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hidrogen
dan amoniak atau hasil akhir katabolisme protein, bikarbonat
menurun, PaCO2 menurun.
d. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan.
e. Magnesium fosfat meningkat.
f. Kalsium menurun.
g. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
h. Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.
e. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan difusi jaringan
2. Kelebihan volume cairan b/d adanya cairan di dalam alveolus
3. Intoleransi aktivitas b/d berkurangnya suplai oksigen
f. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan difusi jaringan
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2 X 24 jam masalah
gangguan pertukaran gas dapat teratasi.
Kriteria Hasil : -Sesak nafas berkurang
-Respirasi dalam batas normal
Intervensi
1) Berikan posisi semi fowler/fowler
2) Berikan lingkungan yang nyaman
3) Kaji keluhan sesak
4) Kaji ttv
5) Pantau hasil agd
6) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
g. Evaluasi
Diagnosa I
1) Px tidak sesak nafas lagi
2) Respirasi dalam batas normal
Diagnosa II
1) Tidak terjadi adanya oedema di kaki
2) Turgor kulit px baik
Diagnosa III
1) Px tidak merasa lemas lagi
2) Px mampu beraktivitas tanpa gangguan
C. Discharge Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:
1. Obat: beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis, waktu
pemberian obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan
vitamin tanpa instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika
merasakan ada efek samping dari obat segera cek ke rumah sakit.
Perhatikan aktivitas ketika selesai meminum obat yang memiliki efek
samping mengantuk.
2. Diet: pertahankan diet seperti yang dianjurkan petugas kesehatan seperti
mengkonsusmsi makanan tinggi kalori dan rendah protein. Hal ini
daikarenakan protein dipecah oleh asam amino dengan bantuan enzim
kemudian diproses oleh ginjal. Semakin banyak protein yang dicerna
maka semakin banyak asam amino yng disaring oleh ginjal sehingga
membuat ginjal bekerja lebih berat. Kebutuhan kalori harus dipenuhi
guna mencegah terjadinya pembakaran protein tubuh dan merangsang
pengeluaran insulin. Banyak mengonsumsi makanan rendah natrium dan
kalium. Hal ini disebabkan karena natrium berhubungan dengan
peningkatan tekanan darah. Rendah kalium guna mencegah timbulnya
kegawatan jantung karena hiperkalemia.
3. Latihan: Melatih membuat jantung lebih kuat, menurunkan tekanan
darah, dan membantu membuat klien tetap sehat. Cara terbaik untuk
mulai berolahraga perlahan-lahan dan lakukan lebih berat untuk
membuat klien lebih kuat.
DAFTAR PUSTAKA