Anda di halaman 1dari 19

Penyakit Jantung Reumatik dan Penatalaksanaannya

Vilda Anastasia

102014167

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510.Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

Email: anastasiavilda@gmail.com

Pendahuluan
Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat
demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis
atau insufisiensi atau keduanya. Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi
sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan
jaringan ikat. Proses sistemik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak
organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat.
Demam rematik akut ditandai dengan gejala- gejala akut yang jelas, sedangkan yang
inaktif hanya demam yang ditandai tanpa tanda- tanda radang. Penyakit jantung rematik
diakibatkan oleh gejala sisa dari demam rematik sebelumnya, yang merupakan jenis penyakit
jantung yang didapat, bukan bawaan. Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi
paling penting dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri
dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung.
Paling banyak dijumpai pada populasi anak- anak dan dewasa muda.
Anamnesis
Anamnesis adalah teknik wawancara antara dokter dan pasien dengan didasari oleh
rasa empati. Anamnesis dibagi menjadi dua yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis.
Autoanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan antara dokter dengan pasien itu sendiri
secara langsung. Alloanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan antara dokter dengan
orang terdekat pasien yang mengetahui penyakit pasien atau yang merawat pasien.1
Yang pertama adalah menanyakan identitas pasien seperti nama, alamat, pekerjaan,
tanggal lahir, jenis kelamin agama dan sebagainya. Dalam kasus ini, pasiennya adalah
seorang remaja perempuan berusia 16 tahun, identitas lain tidak disertakan. Selanjutnya
adalah menanyakan keluhan utama pasien, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari

1
yang lalu. Keluhan sesak didahului batuk, mudah lelah, dan sering berdebar-debar sejak 1
bulan yang lalu. Sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah pasien
beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal kepala. Keluhan-keluhan tersebut tidak disertai
adanya demam. Riwayat penyakit dahulu sering sakit tenggorokan saat pasien masih kecil,
tidak ada riwayat sering mengalami batuk-pilek, berat badan yang sulit naik, ataupun
menetek yang hanya sebentar-sebentar. Riwayat penyakit keluarga tidak disertakan. Riwayat
persalinan pasien lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis dan tidak biru saat lahir.
Anamnesis belum lengkap sehingga sebaiknya didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan lainnya.1

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien dan kesadaran
serta tanda tanda vitalnya meliputi tekanan darah, frekuensi nadi dan suhu tubuh serta
pernapasan.1
Pemeriksaan diberi perhatian khusus pada adanya sianosis, kelainan pertumbuhan dan
apakah ada bukti distress pernapasan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik jantung. Jantung harus diperiksa secara
sistematis mulai dengan inspeksi dan palpasi serta perkusi untuk menentukan batas batas
jantung kanan, kiri, atas atau bawah. Kemudian pada auskultasi harus didengarkan seluruh
siklus jantung, menentukan bunyi jantung pertama (S1), sistol, bunyi jantung kedua (S2),
diastole. Kemudian harus didengarkan dengan teliti setiap bunyi dan semua tipe bunyi dan
bising yang mungkin ada dengan memusatkan perhatian pada bunyi dan bising yang
bersangkutan sehingga bunyi lain betul-betul tidak terdengar. Teknik ini disebut “diseksi”
dan digunakan pada setiap lokasi di atas prekordium.1,2
Data yang didapatkan dari anamnesis pada pasien adalah:
 Identitas
Pasien seorang perempuan berusia 16 tahun
 Keluhan Utama
Sesak napas sejak 2 hari yang lalu
 Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak napas sejak 2 haru yang lalu. Keluhan didahului batuk, mudah lelah, dan sering
berdebar-debar sejak 1 bulan yang lalu. Sesak meningkat setelah akivitas fisik dan

2
membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal kepala. Keluhan
tidak disertai demam.
 Gejala Penyerta
Tidak ada
 Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
 Riwayat pribadi
Saat kecil pasien sering sakit tenggorokan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ASTO (Anti-Streptolysin Titer O), CRP, Leukosit
2. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen thorak dapat memberi informasi tentang besar dan bentuk jantung, aliran darah
paru, edema paru, dan anomaly paru. Pengukuran ukuran jantung yang paling sering
digunakan adalah lebar maksimal bayangan jantung pada foto thorak posteroanterior yang
diambil selama midinspirasi. Garis vertikal ditarik ke bawah di tengah bayangan sternum, dan
garis tegak lurus ditarik dari garis sternum ke tepi kanan dan kiri jantung terluar; jumlah
panjang garis-garis ini adalah lebar maksimal jantung. Lebar maksimal dada diperoleh
dengan menarik garis horizontal antara tepi dalam kanan dan kiri rongga dada (iga) pada
setinggi puncak diafragma kanan. Bila lebar jantung maksimal lebih besar dari setengah lebar
dada maksimal (rasio kardiothoraks >50%), jantung biasanya membesar. Besar jantung harus
dievaluasi hanya bila foto diambil selama inspirasi dengan pasien dalam posisi tegak.1,2
3. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA ini dapat dideteksi :
 Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur SGA negative pada fase
akut. Bila positif ini pun belum pasti membantu diagnosis sebab kemungkinan akibat
kekambuhan dari kuman SGA itu atau infeksi Streptokokkus dengan strain lain.
 Antibody Streptokokkus lebih menjelaskan adanya infeksi streptokokkus dengan
adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-ase. Titer ASTO positif bila besarnya
>210 Todd pada orang dewasa dan > 320 Todd pada anak-anak, sedangkan titer pada
DNA-ase 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-anak. Dan

3
antibody ini dapat terdeteksi pada minggu kedua-ketiga setelah fase akut DR atau 4-5
minggu setelah infeksi kuman SGA di tenggorokkan.
Pada fase akut dapat ditemukan leukositosis laju endap darah yang meningkat, protein
C-reaktif, mukoprotein serum.1,2
4. Elektrokardiogram (EKG)
EKG standar 12 sadapan adalah rekaman aktivitas listrik dari sel otot jantung pada setiap
sadapan pada permukaan tubuh. EKG merupakan uji skrining yang berguna bila digunakan
bersama rontgen dada dan pemeriksaan fisik yang cermat. EKG juga memberika informasi
mengenai status metabolic sel jantung (misalnya hiperkalemia). Analisis EKG meliputi
frekuensi, irama, gelombang P, interval PR, kompleks QRS, interval QT dan segmen ST.
 Gelombang P
Gelombang P menggambarkan depolarisasi atrium. Bagian pertama gelombang P
disebabkan oleh depolarisasi atrium kanan.
 Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS
dan menggambarkan waktu yang diperlukan gelombang listrik untuk berjalan dari
puncak atrium kanan sampai miokardium ventrikel. Waktu terbanyak dihabiskan pada
nodus AV. Interval PR meningkat sesuai usia.
 Kompleks QRS
Kompleks QRS menggambarkan depolarisasi ventrikel. Tidak seperti pada atrium,
aktivasi ventrikel kanan dan kiri sebenarnya dimulai secara simultan pada septum
kanan dan kiri, setengah sampai duapertiga ke bawah, terjadi juga pada dinding bebas
ventrikel kiri dan endokardium ventrikel kanan yang bersebelahan. Tanda-tanda
berikut menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri:
- Depresi segmen S-T dan inverse gelombang Tdi hantaran prekordial kiri ( V5, V6,
dan V7), dikenal sebagai gambaran strain ventrikel kiri; tanda-tanda ini memberi
kesan adanya lesi berat dan kelainan miokardium yang berarti
- Bertambah besarnya gaya awal ke kanan (missal, gelombang Q dalam di hantaran
prekordial kiri)
- Voltase gelombang S bertambah di V3R dan V1 dan/atau gelombang R di V6-7
Penting ditekankan bahwa evaluasi hipertrofi ventrikel kiri tidak boleh didasarkan
pada kriteria voltase saja. Konsep kelebihan beban sistolik dan diastolic, walaupun
tidak selalu sesuai (konsisten), juga berguna dalam mengevaluasi pembesaran

4
ventrikel kiri. Kelebihan beban berat ventrikel kiri dikesankan oleh perulusan segmen
ST dan gelombang T inverse pada hantaran prekordial kiri; kelebihan beban diastolic
dapat berakibat peningkatan gelombang R, gelombang Q besar, dan gelombang T
normal pada prekordium kiri.
 Interval QT
Interval QT diukur dari permulaan kompleks QRS sampai akhir gelombang T.Lama
interval QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT terkoreksi harus
kurang dari 0,45 detik.1,2

Diagnosis Kerja
Penyakit Jantung Reumatik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam
reumatik atau kelainan karditis reumatik. Demam reumatik merupakan suatu penyakit
inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau
kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat
mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan system saraf pusat.2,3
Perjalanan penyakit jantung reumatik dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronis.
Pada stadium akut, katup mebengkak dan kemerahan akibat adanya reaksi inflamasi. Dapat
terbentuk lesi di daun katup. Setelah inflamasi akut mereda, terbentuk jaringan parut. Hal ini
dapat menyebabkan deformitas katup dan pada sebagian kasus menyebabkan daun-daun
katup menyatu sehingga orificium menyempit. Dapat terjadi stadium kronis yang ditandai
inflamasi berulang dan pembentukan jaringan parut yang terus berlanjut.
Manifestasi klinis penyakit Demam Reumatik ini akibat kuman Streptococcus Group-
A (SGA) beta hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten satu sampai tiga minggu.3
Faktor-faktor pesdiposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik terdapat pada individu sendiri serta pada keadaan lingkungan.
Diagnosis demam reumatik ditegakkan berdasarkan Kriteria Jones yaitu ditemukan
bukti infeksi Streptococcus grup A (usap tenggorok positif dan peningkatan titer antibodi
streptokokus) dan 2 kriteria mayor / 1 kriteria mayor & 2 kriteria minor. 2,3

Tabel1. Kriteria Jones untuk Diagnosis DemamReumatikAkut(kapita selekta 2014)

KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR

∙ Karditis ∙ Artralgia

5
∙ Poliartritis ∙ Demam
∙ Chorea sydenham ∙ Pernah menderita demam reumatik
∙ Eritema marginatum ∙ Lab: LED >, CRP +, leukositosis
∙ Nodul subkutan ∙ EKG: PR interval memanjang

Kebanyakan serangan demam rematik adalah “self limited”. Timbulnya kembali


gejala akut (reaktivasi) adalah akibat berulangnya kembali penyakit setelah infeksi
Streptococcus baru. Penyakit jantung reumatik kronik juga dapat ditemukan tanpa adanya
riwayat demam reumatik akut. Hal ini dapat ditemukan baik pada anak maupun dewasa
dengan kelainan katup yang khas untuk penyakit jantung reumatik, namun pasien
menyangkal pernah mengalami gejala yang mengarah ke demam reumatik akut. Mungkin
pasien tersebut mengalami apa yang disebut “serangan karditis reumatik subklinis” sehingga
tidak berobat dan tidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan-kelainan yang dapat terjadi
antara lain:
a. Insufisiensi mitral
Valvulitis mitral sebagian besar sudah terjadi pada hari- hari pertama serangan
demam reumatik akut. Sebagian akan sembuih sempurna, tetapi sebagian lain- lain
meninggalkan gejala sisa berupa insufiensi mitral. Kebocoran katup mitral terjadi akibat
proses penyembuhan valvulitis mitral yang menyebabkan daun katup menebal sehingga tidak
dapat menutup dengan sempurna selama fase sistol. Juga terjadi perlengketan antara tepi
daun katup. Pelebaran ventrikel kiri, kerusakan m. papilaris serta korda tendinae menambah
kebocoran tersebut. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya
regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Perubahan hemodinamik
tergantung pada besarnya kebocoran tersebut.1,3
Insufisiensi mitral mungkin sekali tidak menumbulkan keluhan dan anak dapat
melakukan aktivitas normal. Pada insufisiensi mitral sedang sampai berat, manifestasi klinis
bergantung pada beratnya lesi. Gejala dapat ringan sampai sangat berat. Biasanya anak
tampak lekas capek dan dispnea setelah melakukan aktivitas fisik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan aktivitas ventrikel kiri yang meningkat. Bunyi
jantung I dapat normal atau melemah, sedangkan bunyi jantung II terdengar mengeras pada
insufisiensi mitral berat. Pada auskultasi ditemukan bising pansistolik derajat 2 sampai 6 di
apek yang menjalar ke aksila sampai ke belakang dan mengeras bila pasien miring ke kiri.

6
Pada insufisiensi mitral berat dapat terdengar bising mid-diastolik di apeks akibat stenosis
mitral relative.1,3
b. Stenosis Mitral
Adalah perlekatan daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufiensi mitral, juga
dapat menyebabkan stenosis mitral. Perubahan m. Papilaris, cincin atrioventricularis dan
korda tandinae berperan dalam terjadinya stenosis. Perubahan pada sistem katup tersebut
sering kali mengakibatkan terjadinya insufisiensi dan stenosis bersamaan. Obstruksi katup
mitral akan menghalangi masuknya darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Beban volume
atrium kiri akan menyebabkan dilatasi atrium kiri dan tekanan atrium kiri yang berlebihan
akan di kembalikan ke vena pulmonalis sehingga memungkinkan terjadi hipertensi pulmonal.
Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah, hipertrofi ventrikel kanan yang
dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Pada stenosis mitral murni tanpa insufisiensi, beban
ventrikel kiri normal atau bahkan berkurang.
Stenosis mitral merupakan kelainan yang cenderung progresif, karena itu biasanya
gejalanya makin lama makin nyata. Stenosis mitral pada anak biasanya asimtomatik. Pada
stenosis yang berat, gejala penurunan toleransi latihan akan Nampak. Dapat terjadi
hemoptisis akibat pecahnya pembuluh paru akibat hipertensi pulmonal.
Pada pemeriksaan fisik dapat teraba aktivitas jantung kanan yang meningkat yang
menandakan terjadinya hipertofi ventrikel kanan. Pada auskultasi terdengar bunyi jantung I
mengeras. Bising yang khas untuk stenosis mitral adalah bising diastolic apical dengan bising
presistolik. Bising ini sering didahului oleh opening snap, bersifat rumbling, bernada rendah
dan mengeras bila miring ke kiri setelah latihan. Bising lain yang dapat terdengar pada
stenosis mitral berat adalah bising diastolic dini bersifat blowing, bernada tinggi terdapat di
tepi kiri sternum, disebut sebagai bising Graham-Steele. Bising ini menunjukkan tedapatnya
insufisiensi pulmonal yang dapat terjadi bila stenosis mitral telah disertai hipertensi
pulmonal.1,3
c. Insufisiensi Aorta
Kelainan katup aorta pada demam reumatik hampir selalu berupa insufisiensi aorta.
Pada sebagian kecil dapat disertai stenosis aorta, tetapi stenosis aorta murni tidak pernah
ditemukan. Kelainan ini dapat sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan yang terjadi
setelah proses radang reumatik pada katup aorta. Sebagian darah yang dipompakan oleh
ventrikel kiri ke aorta akan kembali (regurgitasi) ke ventrikel kiri akibat kebocoran katup
aorta. Hal ini terjadi saat awal diastol, akibatnya ventrikel menderita beban volume sehingga
mengalami dilatasi. Untuk mendapatkan curah jantung, maka ventrikel kiri bekerja lebih kuat

7
untuk memompakan darah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri. Ejeksi ventrikel kiri
yang sangat kuat menyebabkan meningginya tekanan sistolik dan regurgitasi darah dari aorta
ke ventrikel kiri menyebabkan tekanan diastolic menurun; dengan demikian tekanan nadi
menjadi lebar.
Insufisiensi aorta ringan mungkin bersifat asimtomatik. Pada kasus yang lebih berat
anak mengeluh lekas capek, palpitasi, dispnea setelah latihan dan banyak berkeringat. Gagal
jantung kiri dapat terjadi pada insufisiensi aorta murni yang berat.
Pada pemeriksaan fisik torak biasanya normal. Pada palpasi tampak aktivias ventrikel
kiri yang meningkat; mungkin dapat diraba getaran bising diastolic. Yang khas pada
auskultasi adalah didapatkannya bising diastolic dini bernada tinggi di sela iga II kiri dengan
penjalaran ke tepi kiri sternum. Kadang-kadang juga dapat terdengar paling baik di apeks
atau di sela iga II kanan. Bising ini akan lebih jelas terdengar bila anak duduk sambil
membungkuk. Akibat ejeksi ventrikel kiri yang kuat, sering terdengar bising ejeksi di daerah
aorta sehingga terdengar sebagai to dan from murmur. Tekanan nadi akan bertambah akibat
meningkatnya tekanan sistolik dan menurunnya tekanan diastolic.3,4
Diagnosis Banding
1. Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect merupakan defek yang terjadi pada septum yang memisahkan
atrium kiri dan atrium kanan dan membenarkan aliran balik vena pulmonal dari atrium kiri ke
atrium kanan.
Manifestasi klinis dan diagnosis:
Pada pemeriksaan boleh didapatkan pulsasi yang teraba pada arteri pulmoner dan
kedengaran bunyi klik ejeksi disebabkan perbesaran arteri pulmonal. Pada auskultasi
didapatkan murmur middiastolik pada linea sternalis bawah disebabkan peningkatan aliran
katup tricuspid.Regurgitasi mitral juga mungkin kedengaran.Pada umumnya ditemukan berat
badan yang normal.Bunyi jantung II terpisah luas pada inspirasi dan ekspirasi.Pada foto
toraks ditemukan atrium kanan menonjol dan pembesaran jantung ringan. Pada EKG pula
ditemukan Right Bundle Branch Blok (RBBB), deviasi sumbu QRS ke kanan dan
pemanjangan PR interval.2
2. Ventrikel Septum Defek (VSD/DSV)
Pembukaan abnormal pada septum yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan. Defek
septum ventrikel merupakan salah satu kelainan kongenital jantung yang paling sering
ditemukan saat kelahiran tetapi jarang ditemukan sebagai lesi soliter saat dewasa. Hal
ini terjadi karena kebanyakan DSV pada anak bersifat:

8
1. Besar dan non-restriktif (memungkinkan ekuilibrium tekanan antar ventrikel)
sehingga menyebabkan gagal jantung dan membutuhkan operasi penutupan
segera
2. Kecil dan menutup secara spontan
Sistem klasifikasi DSv biasanya menggunakan pembagian embriologik septum
ventrikel menjadi inlet, outlet, muscular dan pars membranosa. Defek tersering adalah
defek perimembranosa.
Pasien DSV kecil biasanya tidak bergejala, dengan pengecualian pasien yang
mengalami endocarditis infektif atau dengan sindrom Eisenmenger. Tanda klasik
yang dapat ditemukan adalah bising pansistolik keras, sering dapat teraba, di batas
sternum kiri bawah. Pada pasien dengan prolapse kuspis aorta, bising regurgitasi aorta
dapat terdengar.

3. Miokarditis
Miokarditis adalah penyakit inflamasi dari miokardium yang mempunyai banyak
manifestasi klinis.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis:
Pasien dengan miokarditis biasanya datang dengan keluhan nyeri dada, demam,
berkeringat, menggigil dan dyspnea.Pada angiografi jantung, biasanya ditemukan curah
jantung yang menurun.Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan lekositosis. Selain itu,
terdapat palpitasi dan boleh juga akhirnya menjadi gagal jantung.2
A. Endokarditis Infektif
Kolonisasi mikroba pada katup jantung menyebabkan terbentuknya vegetasi yang
rapuh dan terinfeksi, dengan kerap kali menimbulkan kerusakan katup.
 Endokarditis infektif akut disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat
virulen ( misalnya Staphylococcus aureus), mikroorganisme ini membentuk
koloni pada katup jantung yang sebelumnya normal dengan menimbulkan
infeksi yang disertai nekrosis, ulserasi, dan bersifat invasive. Secara klinis
terdapat demam yang progresif cepat disertai kekakuan, malaise, dan
kelemahan. Vegetasi yang besar dapat menimbulkan komplikasi emboli;
slenomegali sering ditemukan. Sekalipun terapi sudah diberikan, kematian
tetap terjadi dalam waktu beberapa hari hingga beberapa minggu pada 50%
hingga 60% pasien.

9
 Endokarditis infektif subakut secara khas disebabkan oleh mikroorganisme
dengan virulensi yang sedang hingga rendah (acap kali Streptococcus
viridians)yang membentuk koloni pada katup jantung yang abnormal atau
yang pernah mengalami jejas. Destruksi katup terjadi lebih ringan daripada
endokarditis infektif subakut. Pola ini berjalan secara tersembunyi dengan
keluhan tidak enak badan (malaise) yang tidak spesifik, demam yang tidak
begitu tinggi, penurunan berat badan dan sindrom mirip flu. Vegetasi yang
terbentuk cenderung berukuran kecil sehingga komplikasi emboli lebih jarang
terjadi. Penyakit ini cenderung memiliki perjalanan penyakit yang lama,
sekalipun tanpa terapi dan mempunyai angka mortalitas yang lebih rendah
dibandingkan endokarditis akut.

Epidemiologi
Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo)
adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan
bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 5-
15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara
orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun,
dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen.5
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling
banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak
usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik
tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.
Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab utama stenosis mitral dengan 60%
stenosis mitral murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih
sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini
memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini
memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi.
Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi
murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni
insufisiensi.3
Etiologi

10
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun
(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi Streptococcus β
hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik
demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan ulang.2,3
Infeksi bakteri ini biasanya menyebabkan Faringitis dan sebagian kecil infeksi pada
kulit (pioderma). Tidak semua Streptococcus β hemolitikus Grup A dapat menyebabkan
demam rematik, seperti serotype M type 4, 2, 12.Streptococcus β hemolitikus dikenali oleh
karena morfologi koloninya dan kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri
dari sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membran, yang disusun terutama dari
lipoprotein. Diluar membran sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga komponen:
1. Komponen bagian dalam adalah peptigoglikan yang memberi kekakuan dinding sel.
2. Polisakarida dinding sel atau KH spesifik grup. KH ini terbukti memiliki determinan
antigenik bersama dengan glikoprotein pada katup jantung manusia.
3. Komponen ketiga terdiri dari mosaik protein yang dilabel sebagai protein M yakni
antigen spesifik tipe dari streptococcus grup A. adanya protein M ini menghambat
fagositosis.
Streptocoocus menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler, termasuk dua hemolisis
atau streptolisin S yang stabil pada oksigen, serta streptolisin O yang labil terhadap oksigen.2
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan
penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan
lingkungan.2,3
Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetic
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-
laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis
kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit

11
putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor
lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada
anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katup mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.2,4
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi
yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk
perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang didugV a semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.

12
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
Patofisiologi
Demam rematik akut adalah penyakit akut inflamasi multisistim yang timbul
terlambat (beberapa minggu) merupakan suatu komplikasi non-supuratif dari faringitis yang
disebabkan oleh Streptococcus hemolitikus group A (SGA).Penyakit ini ditandai oleh
Zketerlibatan jantung, sendi, sistim saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit. Selain jantung,
yang lainnya hanya terlibat sementara dan ringan.2,3
Konsekuensi terpenting dari demam rematik adalah deformitas kronik katup jatung
dengan karakter utama pembentuk penyakit katup fibrotik (biasanya stenosis mitral) yang
menyebabkan disfungsi permanen dan berat terkadang fatal dan menimbulkan masalah
jantung dekade selanjutnya.5
Demam rematik akut
Terdapat 2 teori dari terjadinya demam rematik yang pertama adalah sitotoksik dan
teori imunologi.Teori sitotoksik menduga toksin dari SGA terlibat dalam patogenesis demam
rematik akut dan PJR. SGA memproduksi beberapa enzim yang sitotoksik terhadap sel
jantung mamalia, seperti streptolisin O, yang memiliki efek sitotoksik langsung pada sel
mamalia pada kultur jaringan. Namun demikian salah satu masalah utama adalah hipotesis
sitotoksik tidak dapat menjelaskan periode laten diantara faringitis SGA dan onset dari
demam rematik akut.
Patogenesis yang di mediasi imun pada demam rematik akut dan PJR diduga adanya
reaksi silang antara komponen SGA dan sel mamalia. Diperkirakan terjadi reaksi silang oleh
karena adanya kemiripan molekul (molekul mimikri) antara protein M (subtipe
1,3,5,14,18,19 dan 24) dari SGA dengan antigen glikoprotein jantung, sendi dan jaringan
lainnya.
Penyakit Jantung Rematik (PJR)
Protein M pada SGA (M1,M5,M6, dan M19) bereaksi silang dengan glikoprotein
pada jantung seperti miosin dan tropomiosin, laminin dan endotelium.
Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks koil
protein yang merupakan bagian dari struktur membran katup. Katup yang paling sering
terkena secara urutan mulai dari yang tersering adalah mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal.
Dalam banyak kasus katup mitral diikuti 1 atau 3 katup lainnya.

13
Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati endotelium
katup diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan pelepasan TNF dan
Interleukin.
Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai jaringan yang
terutama dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan Aschoff. Badan Aschoff ini
terdiri dari fokus-fokus eosinofil yang menelan kolagen dikelilingi limfosit, terutama sel T
terkadang plasma sel dan makrofag besar yang disebut sel Anitschkow, yang merupakan
patognomonik dari demam rematik. Sel yang berbeda ini memiliki sitoplasma yang
berlimpah dan nuklei sentral bulat-panjang dimana kromatin ditengah, ramping, seperti pita
bergelombang yang disebut caterpillar cell.
Selama fase akut, inflamasi difus dan badan Aschoff dapat ditemukan pada ketiga
lapisan dari jantung, perikardium, miokardium dan endokardium yang disebut sebagai
pankarditis.
Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau serofibrinous
sehingga diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya akan bersih tanpa sekule.
Pada miokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada jaringan intersitial dan sering juga
perivaskular. Keterlibatan terus menerus endokardium dan katup sisi kiri oleh fokus-fokus
inflamasi menghasilkan nekrosis fibrinoid di dalam cusps atau sepanjang korda tendinae
dimana terletak vegetasi kecil berukuan 1-2 mm yang disebut veruka di sepanjang garis
penutupan. Proyeksi iregular seperti kutil ini mungkin timbul dari presipitasi fibrin pada
daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang terjadi dan degenerasi kolagen dan
menyebabkan gangguan kecil fungsi jantung.4,5
Lesi subendokardial, mungkin akan eksaserbasi oleh regurgitasi jets yang memulai
penebalan iregular disebut plak Mac Callum biasanya pada atrium kiri. PJR kronik memiliki
karakter inflamasi akut dan subsekuen fibrosis.Dalam partikel kecil, daun katup menjadi
menebal dan retraksi menyebabkan deformitas permanen.Perubahan anatomi yang utama
pada katup mitral atau trikuspid adalah penebalan daun katup, fusi komisural dan
pemendekan, serta penebalan dan fusi dari korda tendinae, membentuk seperti mulut ikan
(fish-mouth defromity). Pada penyakit kronis, katup mitral selalu abnormal, tetapi keterlibatan
katup lain seperi aorta mungkin secara klinis adalah yang paling penting.
Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat neovaskularisasi yang
mengurangi lapisan awal dan susunan daun katup avaskular.Badan Aschoff digantikan oleh
jaringan parut fibrosis sehingga bentuk diagnostik dari lesi ini jarang ditemukan pada
spesimen jaringan autopsi dari pasien dengan PJR kronik.

14
Gambar 1: Penyakit Jantung Rematik Akut dan Kronik
Sumber: Robbins Basic Pathology ed.9
PJR Akut dan Kronik.Gambar A. Mitral valvulitis reumatik akut bertumpang tindih dengan
PJR kronik.Veruka terlihat sepanjang garis penutupan daun katup mitral (lihat tanda
panah).Episode valvulitis sebelumnya menyebabkan penebalan fibrous dan fusi korda
tendinae.Gambar B. Tampilan mikroskop dari badan Aschoff pada pasien dengan karditis
rematik akut.Intersitium miokardium memiliki banyak sel inflamasi mononuklear meliputi
beberapa histiosit yang besar dengan nukleoli prominen dan histiosis binuklear prominen dan
sentral nekrosis. Gambar C dan D mitral stenosis dengan penebalan fibrous difu dan distorsi
daun katup, fusi komisural ( lihat tanda panah) dan penebalan pemendekan korda tendinae.
Dilatasi nyata dari atrium kiri terlihat pada atrium kiri.Gambar D Katup terbuka.Adanya
neovaskularisasi pada anterior daun katup mitral (tanda panah).Gambar E spesimen dari aorta
stenosis reumatik, memperlihatkan penebalan dan distorsi dari cusps dengan fusi komisural.
PJR kronik secara keseluruhan adalah penyebab tersering dari stenosis mitral (99%
kasus ). Dengan adanya stenosis mitral, atrium kiri berdilatasi secara progresif dan mungkin
terdapat trombus mural pada tepi atau sepanjang dinding.Kongestif paru yang lama memulai
perubahan vaskular paru dan perubahan parenkimal dan menuju kepada hipertrofi ventrikel
kanan.6

Manifestasi Klinis
Demam reumatik bermanifestasi dalam berbagai gejala dan tanda tunggal atau
kombinasi: 2,3
1. Nyeri tenggorokan : hanya sekitar 35-60% pasien mengingat adanya gejala infeksi
saluran pernapasan atas yang terjadi beberapa minggu sebelumnya
2. Artritis: simetris dan melibatkan sendi sendi besar seperti lutut, mata kaki, siku, dan
pergelangan tangan. Artritis bersifat transien dan dapat terjadi bersamaan atau

15
berpindah dari sendi satu ke sendi yang lain. Awitan biasanya 2-3 minggu setelah
episode faringitis dan memiliki respons yang baik dengan pemberian aspirin.
3. Karditis: terjadi pada 30-60% kasus demam reumatik akut pertama. Lebih sering
terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
takikardia, kardiomegali, bunyi jantung III, regurgitasi mitral, regurgitasi aorta, bising
Carey-Coombs, ronki basah halus dan edema. Kelainan valvular dapat dipastikan
dengan elektrokardiografi. Perikarditis bermanifestasi sebagai efusi perikardial atau
pericardial friction rub.
4. Syndrom chorea: gangguan neurologis yang ditandai dengan gerakan involunter,
kelemahan muskular dan instabilitas emosi. Gerakan jerking yang terjadi biasanya
cepat, tidak terkoordinasi, timbul pada tangan, kaki, atau wajah. Biasanya timbul pada
usia dibawah 20 tahun atau perempuan. Hal ini diakibatkan reaksi autoantibodi
gengan gangliosida otak. Chorea dapat berlangsung hingga 2-3 tahun tetapi tidak
meninggalkan kerusakan permanen.
5. Eritema marginatum : erupsi eritematosa pada batang tubuh dengan pola serpigenosa,
tidak gatal, dan tidak nyeri.
6. Nodul subkutan : jarang terjadi, dihubungkan dengan karditis berat.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
 Eradikasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilakukan setelah
diagnosis diteggakan. Dianjurkan menggunakan Benzathine penisilin G dengan cara
intramuskular dan penisilin oral 3 kali sehari selama 10 hari. Pada penderita yang resisten
terhadap penicilin bisa digantikan dengan eritromisin. Pengobatan terhadap streptococcus ini
harus tetap diberikan meskipun usap tenggorokan negatif. Karena kuman masing mungkin
ada dalam jumlah sedikit dalam jaringan faring dan tonsil. Penisilin tidak berpengaruh
terhadap demam, gejala sendi dan laju endap darah.
Penisilin atau eritromisin, baik untuk eradikasi bakteri saat akut maupun profilakss
sekunder. Benzathin penisilin intramuskular masih merupakan terapi pilihan utama. Untuk
tatalaksana faringitis bakterial lainnya.
1. Aspirin untuk karditis ringan atau sedang (ditentukan oleh derajat kardiomegali dan
foto thoraks). Dosis 100 mg/kgBB per hari (untuk anak) atau 6-8 g/hari (untuk
dewasa). Dosis dapat diturunkan menjadi 60-70 mg/kgBB/hari setelah dosis

16
pemberian dua minggu dan dilanjutkan selama 3-6 minggu. Hindari pemberian aspirin
atau kortikosteroid sebelum diagnosis demam reumatik ditegakan.
 Obat anti inflamasi
Yang dipakai secara luas ialah salisilat dan steroid, keduanya efektif untuk
mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Kedua obat tersebut
tidak mengubah lamanya serangan demam reumatik maupun akibat seelanjutnya.
Steroid tidak lebih unggul dari pada salisilat terhadap gejala sisa kelainan jantung.
Saat ini hanya dapat dilihat bahwa steroid lebih cepat memperbaiki keadaan umum
anak, nafsu makan cepat bertambah, laju endap darahnya menurun.
1. Prednison untuk karditis berat (kardiomegali berat, gagal jantung kongestif, atau blok
derajat III) atau tidak responsif dengan salisilat. Dosis 1-2mg/ kg BB per hari 1x/hari
dengan dosis maksimal 80mg/hari. Setelah pemberian 2-3minggu dapat dilakukan
taperring off 20-25% setiap minggu. Mulai pemberian aspirin pada masa tappering off
untuk mencegah perburukan gejala kembali.5,6
Non medikamentosa
Pembedahan
Indikasi terapi bedah pada penyakit jantung reumatik lebih sering kepada dewasa
dibanding anak- anak. Indikasi pada anak ialah:
 Kardiomegali berat
 Kardiomegali progresif
 Gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan terapi medis.5
Pencegahan
Profilaksis sekunder dengan penisilin (benzathin penisilin) atau antibiotik harian
lainnya lama pemberiannya bergantun pada :
1. Tanpa karditis 5 tahun hingga 21 tahun
2. Dengan karditis tetapi tanpa penyakit jantung yang residual (tanpa jantung katup) : 10
tahun lebih.
3. Karditis dengan penyakit jantung residual (penyakit jantung katup presisten);
setidaknya 10 tahu setelah episode terakhir atau profilaksis seumur hidup.5
Komplikasi
 Akut : miokarditis, gangguan sistem konduksi jantung (sinus takikardia, fibrilasi
atrium), valvulitis dan perikarditis.

17
 Kronis : Penyakit jantung katup reumatik ( regurgitasi/ stenosis katup mitral/aorta)
peningkatan resiko endokarditis infeksi dengan atau tanpa fenomena tromboemboli.
Awitan gejala biasanya 10-20 tahun setelah karditis akut atau demam reumatik.3

Prognosis
Manifestasi demam rematik akut mereda dalam 12 minggu pada 80% pasien dan
berpanjangan anjang menjadi 15 minggu pada sisanya. Demam rematik adalah penyebab
kematian utama pada pasien berusia 5-20 tahun di Amerika Serikat 100 tahun yang lalu,
dengan 8-30% karena karditis dan valvulitis tetapi menurun menjadi 4% pada tahun 1930-an.
Dengan berkembangnya antibiotik pada tahun 1960-an mortality rate menurun sampai
hampir 0% dan 1-10% di negara berkembang. Penyakit katup kronik juga mengalami
perbaikan 60-70% pada pasien sebelum masa antibiotik dan menurun menjadi 9-39% setelah
penisilin dikembangkan.
Secara umum, insidens residual PJR dalam 10 tahun adalah 34% pasien tanpa
kekambuhan tetapi 60% pasien dengan kekambuhan demam rematik. Hilangnya murmur
dalam 5 tahun terjadi pada 50% pasien. Pasien mengalami abnormalitas katup 19 tahun
setelah episode demam rematik.Oleh sebab itu, pencegahan kekambuhan demam rematik
adalah jelas sangat penting. 1,2
Kesimpulan
Pasien didiagnosis menderita penyakit jantung rematik (PJR) atau rheumatic heart disease
(RHD). Penyakit jantung reumatik adalah akibat penyakit dari demam reumatik yang pernah
diderita sebelumnya. Demam reumatik ini disebabkan oleh infeksi kuman beta-Streptococcus
hemolyticus.

18
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.
2. Tanto C, Liwang F, Hanifati F. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke- IV. Buku ke 1
Jakarta: Media aesculapius; 2014.
3. Leman, Saharman. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II,ed 5. Jakarta: Internal
Publishing;2009.h.1662-8.
4. Baraas, Faisal. Demam Reumatik. Dalam : Kardiologi Klinis dalam Praktek Diagnosis
dan Tatalaksana Penyakit Jantung pada Anak FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2008.
h.215-22.
5. Wahab AS. Kardiologi anak: penyakit jantung kongenital yang tidak sianotik. Jakarta:
EGC; 2010.h.37-69.
6. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit, ed 7. Jakarta :
EGC; 2009. h 345-6.

19

Anda mungkin juga menyukai