Anda di halaman 1dari 5

KOLESTEATOMA

DEFINISI DAN KLASIFIKASI KOLESTEATOMA


Kolesteatoma dapat digambarkan secara umum dengan adanya kantung epitel skuamosa
yang terisi debris keratin dalam telinga tengah. Terdapat 2 tipe kolesteatoma yang dikenal
:
a. Kolesteatoma kongenital:
Adalah kista epitel yang timbul didalam salah satu tulang kepala (biasanya tulang
temporal) tanpa adanya kontak dengan dunia luar.Dapat tumbuh di tulang temporal
bagian dalam atau skuama. Disebutkan jumlahnya meningkat dalam ruang mastoid atau
atik.
b. Kolesteatoma didapat atau akuisita :
Kolesteatoma didapat primer. Jenis ini berkembang sebagai kelanjutan dari perforasi
membran timpani pars flasida. Mula – mula mengisi ruang prussak, kemudian dapat
membesar sehingga memenuhi atik, antrum mastoid dan sebagian telinga tengah.
Kolesteatoma didapat sekunder. Merupakan kelanjutan dari otitis atelektasis, bila terjadi
retraksi membran yang atrofi mengakibatkan kantung berisi debris keratin disertai
destruksi tulang yang lebih lanjut. Biasa dijumpai adanya granulasi pada tepi posterior
superior tepat di lateral anulus. Bila penyakit telah mencapai tingkat ini, biasanya terjadi
infeksi dengan cairan yang keluar terus menerus.

A. INSIDEN
Kolesteatoma akuisita frekuensinya lebih banyak daripada kolesteatoma kongenital. Laki-
laki lebih banyak daripada perempuan. Pada anak sebagian besar terjadi pada usia 3–14
tahun, dewasa rata-rata 30-39 tahun3.

B. ETIOLOGI
Masih banyak perbedaan pendapat mengenai etiologi kolesteatoma.
1. Bezold dan Wittmack, dengan teori retraksi, dimana oklusi tuba eustachii menyebabkan
retraksi dari membrana shrapnell kedalam atik dan retraksi ini akan membentuk kantung
yang menampung debris epidermal dan ini merupakan cikal bakal dari kolesteatoma.
2. Habberman (1888), berpendapat kolesteatoma mungkin terbentuk dari pertumbuhan
kedalam epitel berkeratin dari kanalis eksterna yang terjadi melalui bagian atas dari suatu
perforasi membrana timpani yang luas, setelah suatu penyakit otitis media kronik , ini
disebut teori imigrasi. Pendapat ini didukung oleh Manasse (1917) dan Shambaugh (1959).
3. Morgenstein, menyusun teori etiologi kolesteatoma sebagai berikut :
a. kolesteatoma kongenital :
kolesteatoma terjadi karena sisa epitel embrional dari berbagai tulang kalvarium dan hal
ini dapat terjadi diruang telinga tengah atau mastoid dengan membrana timpani yang
utuh.
b. Metaplasia :
Infeksi akut berulang atau infeksi kronik dari ruang timpani, dapat menyebabkan
pertumbuhan metaplasia skuamosa dari mukosa.
c. Retraksi membran shrapnell:
Bila terjadi tekanan negatif paada ruang telinga tengah pars flasida akan tertarik ke ruang
prussak. Tekanan ini terjadi akibat obstruksi kronis dari tuba eustachii, selain
menyebabkan otitis media sekretoria, juga menyebabkan retraksi yang dalam dari
membrana shrapnell kedalam regio epitimpani, Jadi epitel skuamosa dari membran
shrapnell juga tertarik kedalam. Jika lubang dari kantung ini cukup besar maka debris
dari epitel skuamosa akan masuk kanalis eksternus, tetapi bila mengecil maka debris akna
terperangkap didalm kantung dan akhirnya membentuk kolesteatom yang ekspansif.
d. Invasi melalui perforasi marginal
Perforasi didaerah marginal dari membrana timpani menyebabkan terjadinya hubungan
langsung antara epitel skoamosa kanalis eksterna dengan mukosa telinga tengah. Karena
kekuatan tumbuh epitel skuamosa lebih kuat maka epitel skuamosa akan masuk epitel
tengah (mastoid) dalam bentuk lapisan dipermukaan mukosa telinga tengah (mastoid).
Kolesteatoma atau lapisan ini tidak mudah menghilang begitu saja dan toidak mampu
melepas debrisnya.
4. Bluestone ,dkk, membagi etiologi kolesteatoma dalam 3 bentuk :
a. Kongenital : kolesteatoma merupakan sisa jaringan epitel embrional, berwarna putih,
struktur seperti kista, terletak medialdari membrana timpani yang utuh . Tidak ada
riwayat radang telinga tengah dan disfungsi tuba eustachii.
b. Implantasi: kolesteatoma terjadi akibat iatrogenik dari pemasangan drain tube, atau
merupakan sekuele dari perforasi membrana timpani oleh benda asing
c. Acquired: bentuk ini terjadi sebagai akibat kelanjutan perforasi membrana timpani
karena obstruksi tuba eustachii.
5. Ewing : menyatakan kolesteatoma tumbuh sekunder sebagai akibat langsung dari
masuknya epitel pada waktu trauma. Pendapat ini dapat menerangkan terjadi
kolesteatoma pada hidung, sinus paranasal atau intrathecal setelah suatu operasi hidung,
sinus atau injeksi streptomisdin intratechal pada tbc meningen.
6, Shambaugh : membagi etiologi kolesteatoma menjadi :
a. Kongenital kolesteatoma : merupakan sisa dari jaringan ektodermal
b. Kolesteatoma didapat primer, ditemukan pada daerah atik akibat retrakksi ke
epitimpanum dari membran shrapnell karena adanya sumbatan pada tubaeustachii
disebut juga “attic retraction cholesteatoma”.
c. Kolesteatoma didapat sekunder, terdapat adanya perforasi membran timpani didaerah
marginal atau kwadran posterior atau superior dan melalui perforasi ini epitel skuamosa
tumbuh kedalam atik, antrum dan mastoid. Jenis ini dapat juga terjadi pada perforasi
sentral dari membran timpani .

C. PATOGENESIS
Bila kantong atau kista epitel skuamosa telah terbentuk dalam rongga telinga tengah,
selanjutnya akan terbentuk lapisan – lapisan deskuamasi epitel dengan kristal kolesterin
mengisi kantong tersebut. Matriks epitel yang mengelilinginya meluas kedalam ruang
ruang yang ada di atik, telinga tengah dan mastoid. Perluasan proses ini diikuti kerusakan
tulang dinding atik , tulang – tulang pendengaran dan septa mastoid untuk memberi
tempat bagi kolesteatom yang bertambah besar.
Kerusakan atau erosi tulang disebabkan oleh enzim osteolitik atau kolagenase yang
disekresi oleh jaringan ikat subepitel. Proses osteolitik ini disertai osteogenesis dalam
mastoid dengan adanya sklerosis, sehingga membatasi ruangan yang tersedia bagi
perluasan kolesteatoma. Proses sklerosis ini diperhebat oleh infeksi yang menyertainya.
Kolesteatoma tanpa infeki tidak menggangu pneumatisasi sehingga timbul masalah yang
sulit yaitu mastoid dengan pneumatisasi luas tetapi terisi oleh kolesteatoma , terutama
pada kolesteatoma kongenital.
Infeksi pada kolesteatoma selain menyebabkan sklerosis mastoid yang cepat tetapi juga
peningkatan proses osteolitik. Hal ini menimbulkan bahaya perluasan penyakit ke kanalis
semisirkularis, kanalis fasialis atik dan tegmen mastoid serta lempeng sinus lateralis dan
juga penghancuran tulang – tulang pendengaran.

D. DIAGNOSIS
Dari patofisiologi di atas terlihat bahwa perlu ditegakkan diagnosis yang tepat sebelum
pengobatan dilaksanakan pada kolesteatoma. Diagnosis adanya kolesteatoma ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesa diagnosis kolesteatoma sulit ditegakkan secara dini terutama yang jenis
kongenital dan akuisita primer. Hal ini disebabkan penderita tidak mengeluh sakit
sebelum kolesteatoma meluas dan terjadi infeksi. Kolesteatoma sering dihubungkan
dengan penyakit telinga kronik (OMK). Alloanamnesis atau autoanamnesis dapat berupa:
• keluar cairan dari telinga atau telinga berair (otorea) yang tidak kering-kering
• nyeri telinga dan atau nyeri kepala
• rasa penuh di telinga
• adanya komplikasi akibat perluasan penyakit misalnya facial paresis4,5,6.
• kurang pendengaran, pada kolestetoma kongenital terdapat riwayat ketulian yang
progesif perlahan-lahan tanpa adanya infeksi sebelumnya4,5,6 .
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada:
• Kolestetoma kongenital.
Penonjolan keputih-putihan pada membran, kwadran postero-superior. Sebelum terjadi
infeksi, membran timpani masih dalam keadaan intak atau belum terdapat perforasi.
• Kolesteatoma didapat primer.
Perforasi pars flacida disertai kerusakan dinding atik lateral dan daerah ini sering
tertutup kista. Pada kasus lanjut didapatkan perforasi di daerah pars tensa .
• Kolesteatoma didapat sekunder.
Retraksi membran timpani yang atrofi mengakibatkan terjadinya kantong berisi debris
keratin disertai destruksi tulang. Adanya granulasi posterosuperior tepat di lateral anulus.
Cairan telinga keluar terus menerus.
Tidak jarang pada anak-anak sering ditemukan polip, jaringan granulasi 5,6.
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan antara lain:
1. Audiometri
 Perforasi biasanya menyebabkan tuli konduktif 15-20 dB.
 Kerusakan rangkaian tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB bila
disertai perforasi membran.
 Diskontinyuitas tulang pendengaran dengan membran utuh menyebabkan tuli konduktif
55-65 dB.
 Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tanpa melihat keadaan hantaran tulang,
menunjukan kerusakan koklea yang parah5,6.
2. Radiologi
Gambaran radiologik konvensional tampak massa kistik, tranlusen dengan tepi sklerotik
dan terdapat erosi tulang. Pada CT scan adanya lesi dini dapat diketahui, juga lokasi dan
perluasannya. Dengan pemeriksaan CT scan dapat membedakan kolestatoma dengan
keganasan (glomus tumor), tetapi tidak bisa membedakan dengan kolesterol granuloma.
Untuk membedakannya dengan melakukan pemeriksaan magnetic resonance imaging
(MRI), pemeriksaan laboratorium dan histologi7.

E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kolesteatoma pada anak dan dewasa adalah sama yaitu dengan
pengangkatan atau operasi segera setelah diagnosis ditegakkan. Perawatan awal
kolesteatoma membersihkan telinga, pemberian antibiotik, dan tetes telinga dengan tujuan
untuk menghentikan drainage di dalam telinga (pengendalian infeksi), serta evaluasi
pertumbuhan kolesteatoma. Pendekatan yang digunakan pada garis besarnya digolongkan
dalam Canal-Wall Up dan Canal-Wall down. Tujuan operasi adalah mengeliminer atau
menghentikan proses penyakit dan mencegah kambuhnya kembali, yang diantaranya
disebabkan oleh masih tertinggalnya kolesteatoma waktu pengangkatan. Faktor lain yang
perlu diperhatikan adalah faktor-faktor kronik yang dapat mengganggu proses
penyembuhan seperti adanya polip, jaringan granulasi, fungsi tuba yang jelek7.

II.1. DEFINISI
II.1.1 Otitis media adalah radang mukoperios rongga telinga tengah. (3)
II.1.2 Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan selule
mastoid. (4)
II.1.3 Otitis media adalah radang rongga telinga tengah tanpa melihat penyebab atau
patogenesis. (1)

II.2. ANATOMI TELINGA TENGAH


Telinga tengah terdiri dari :
II.2.1 Membran timpani
Terdiri dari :
a. Pars flacida (Sharpnell’s membran) terdiri dari stratum korneum dan stratum
mukosum.
b. Pars tensa terdiri dari stratum korneum, stratum mukosum dan stratum fibrosum.
II.2.2 Cavum timpani
a. Bentuk kubus ireguler dengan volume  0,25 cc
b. Berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva dengan antrum mastoidea
melalui aditus ad antrum.
c. Pembagian : epitimpani, mesotimpani, hipotimpani
d. Isi cavum timpani (visera timpani)
1. Tulang pendgran makus, incus, stapes
2. Ligamen : malei lateral, malei superior, inkudis posterior
3. Tendo : tensor timpani, stapedius
4. Saraf : korda timpani cabang N VII, N. stapedius

II.2.3 Tuba Auditiva Eustachii


Merupakan penghubung antara cavum timpani dan nasofaring terdiri dari :
a. Pars osseus : 1/3 lateral (12 mm) dan selalu terbuka.
b. Pars kartilaginosa : 2/3 medial dan selalu tertutup.

Anda mungkin juga menyukai