Anda di halaman 1dari 15

Definisi

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi jaringan epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk

sehingga kolesteatoma bertambah besar.1 Seringkali kolesteatoma dihubungkan dengan kehilangan pendengaran dan infeksi pada telinga yang

menghasilkan cairan pada telinga. Tetapi dapat juga tanpa gejala.2

Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor,

ternyata bukan. Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain adalah: keratoma (Schucknecht), squamous epiteliosis

(Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel. 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista dermoid (Fertillo, 1970), epidermosis (Sumarkin,

1988).1 Seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/terpapar ke dunia

luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen yang pada (serumen plug) di liang

telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperagkap sehingga membentuk

kolesteatom. Kolesteatom ini merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas

aeruginosa.Kolesteatom cepat membesar bila sudah disertai dengan infeksi. Kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ sekitarnya

serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis diperhebat olh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh

pembusukan bakteri.

Walaupun kolesteatom sudah dikenal sejak pertengahan abad ke 19, namun sampai sekarang patogenesis penyakit ini masih belum jelas.

Banyak teori telah dikemukakan oleh para ahli tentang pathogenesis kolesteatom, antara lain: teori invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi

dan teori implantasi.

Klasifikasi dan Patogenesis

Berdasarkan etiologi kolesteatoma dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu kongenital dan didapat (akuisita).

1) Kolesteatom Kongenital
Kolesteatoma kongenital terjadi karena perkembangan dari proses inklusi pada embrional atau dari sel-sel epitel embrional. Karena itu

kolesteatoma ditemui di belakang dari membran tympani yang intak, tanpa berlanjut ke saluran telinga luar dengan tidak adanya faktor-faktor

yang lain seperti perforasi dari membran tympani, atau adanya riwayat infeksi pada telinga.

Berdasarkan teori klasik oleh Derlacki dan Clemis (1965), kolesteatoma kongenital terjadi pada di belakang membran tympani yang intak,

tanpa riwayat infeksi sebelumnya.4 Namun definisi ini telah berubah setelah diketajui bahwa hampir 70% anak akan mengalami sekurang-

kurangnya satu kali episode otitis media.4 Oleh karena itu Levenson, dkk (1989) membuat modifikasi definisi kolesteatoma kongenita (Tabel

1)

Tabel 1. Kriteria Kolesteatoma Kongenital Telinga Tengah 3

1. Terdapatnya masa putih pada membran tympani yang normal


2. Pars tensa dan flaccida yang normal
3. Tidak adanya riwayat otorrhea ataupun perforasi sebelumnya
4. Tidak ada riwayat prosedut otologi sebelumnya
5. Riwayat otitis media sebelumnya bukan merupakan kriteria eksklusi

Tipikal kolesteatom kongenital ditemukan pada bagian anterior mesotympanum atau pada area sekitar tuba eustachius, dan sering terjadi

pada awal kanak-kanak (6 bulan sampai 5 tahun).5 Penelitian Levenson menunjukkan bahwa rata-rata usia terjadinya kolesteatoma kongenital

adalah 4,5 tahun dengan perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan 3:1. Dua pertiga kasus terjadi pada kuadran anteroposterior

membran tympani.3

Etiologi dan patogenesis kolesteatoma belum diketahui dengan jelas. Dua teori yang sering digunakan adalah kegagalan involusi penebalan

epitel ektodermal yang terjadi pada masa perkembangan fetus pada bagian proksimal ganglion genikulatum, serta teori terjadinya metaplasi

mukosa telinga tengah.

1) Kolesteatom Aquisita

Kolesteatoma aquisita dibagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Faktor terpenting dari kolesteatoma aquisita, baik primer maupun

sekunder, adalah epitel skuamous keratinisasi tumbuh melewati batas normal.3 Kolesteatoma aquisita primer merupakan manifestasi dari

perkembangan membran tympani yang retraksi. Kolesteatoma aquisita sekunder sebagai konsekuensi langsung dari trauma pada membrane

tympani.

Jika terjadi disfungsi tuba Eustachius, maka terjadilah keadaan vakum pada telinga tengah. Sehingga pars flaccida membrana tympani tertarik

dari terbentuklah kantong (retraction pocket). Jika kantong retraksi ini terbentuk maka terjadi perubahan abnormal pola migrasi epitel
tympani, menyebabkan akumulasi keratin pada kantong tersebut. Akumulasi ini semakin lama semakin banyak dan kantong retraksi

bertambah besar ke arah medial. Destruksi tulang-tulang pendengaran sering terjadi pada kasus ini. Pembesaran dapat berjalan semakin ke

posterior mencapai aditus ad antrum menyebar ke tulang mastoid, erosi tegmen mastoid ke durameter dan atau ke lateral kanalis

semisirkularis yang dapat menyebabkan ketulian dan vertigo.3,4,5

Patogenesis kolesteatoma aquisita sekunder diterangkan dengan beberapa teori, yaitu: teori implantasi, teori metaplasi, dan teori invasi

epitelial. Menurut teori implantasi, epitel skuamous terimplantasi ke telinga tengah sebagai akibat pembedahan, adanya benda asing, atau

trauma.

Berasarkan teori metaplasia, epitel terdeskuamasi diubah menjadi epitel skuamosa stratified keratinisasi akibat terjadinya otitis media akut

berulang ataupun kronis. Sedangkan mekanisme menurut teori invasi epitel adalah bahwa kapanpun terjadi perforasi pada mambran tympani,

epitel squamous akan bermigrasi melewati tepi perforasi dan bejalan ke medial sejajar dengan permukaan bawah gendang telinga merusak

epitel kolumnar yang ada.

Telah diyakini bahwa proses ini disebabkan infeksi kronik yang terus berlangsung dalam cavum tympani. Pertumbuhan papiler ke dalam yang

menyebabkan perkembangan kolesteoma bermula pada pars flaccida. Reaksi peradangan pada ruang Prussack (Prussack’s space), yang

biasanya disebabkan ventilasi yang buruk pada daerah ini dapa menyebabkan perusakan membran basal menyebabkan pertumbuhan dan

proliferasi tangkai sel epitel ke dalam.3

Sekali kantong atau kista epitel skuamosa terbentuk dalam rongga telinga tengah, terbentuk lapisan-lapisan deskuamasi epitel dengan kristal

kolestrin mengisi kantong. Matriks epitel yang mengelilinginya meluas ke ruang-ruang yang ada di ruang atik, telinga tengah dan

mastoid. Perluasan proses ini diikuti kerusakkan tulang dinding atik, rantai osikular, dan septa mastoid untuk memberi tempat bagi

kolesteatom yang bertambah besar.

Dulu dianggap bahwa tekanan yang terjadi karena kolesteatom yang membesar menyebabkan destruksi tulang. Kini terbukti bahwa erosi

tulang disebabkan karena adanya enzim osteolitik atau kolagenase yang disekresi oleh jaringan ikat subepitel. Proses osteogenesis ini disertai

osteogenesis dalam mastoid dengan adanya sklerosis. Infeksi pada kolesteatoma bukan hanya menyebabkan sklerosis mastoid yang cepat

tetapi juga peningkatan proses osteolitik.

Daftar Pustaka

1. Djaffar Zainul A. Kelainan Telinga Tengah. In: Soepardi EA, Iskandar N; editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, ed. 5. Jakarta; Fakultas Kedokteran Ilmu Indonesia; 2001.p. 49-62
2. The National Deaf Children`s Society. Cholesteatoma. Avaiable at:http://www.ndcs.org.uk (last access: January 24th, 2006)
3. Underbrink M, Gadre A. Cholesteatoma. In: Quinn FB, Ryan MW; editor. Grand Round Presentation, UTMB, Dept. Of
Otolaryngology. Avaiable at:http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Cholesteatoma-020918/Cholesteatoma.pdf(last access: January
24th, 2006)

Cholesteatoma
From Wikipedia, the free encyclopedia
Cholesteatoma

Classification and external resources

Cholesteatoma

ICD-10 H71.

ICD-9 385.32

DiseasesDB 2553

eMedicine ped/384 ent/220

MeSH D002781

Cholesteatoma is a destructive and expanding growth consisting of keratinizing squamous epithelium in the
middle ear and/or mastoid process.
[edit]Causes

There are two types: congenital and acquired. Acquired cholesteatomas, which are more common, can be
caused by a tear or retraction of CFthe ear drum.

Less commonly the disease may be congenital, when it grows from birth behind the eardrum. Congenital
cholesteatomas are more often found in the anterior aspect of the ear drum, in contrast to acquired
cholesteatomas that usually arise from the pars flaccida region of the ear drum in the posterior-superior aspect
of the ear drum.

[edit]Presentation

The patient may have a recurrent ear discharge. Granulation tissue and a discharge (through a marginal
perforation of the ear drum) may be seen on examination. A cholesteatoma cyst consists of desquamating
(peeling) layers of scaly or keratinised (horny) layers of epithelium, which may also contain cholesterol crystals.
Often the debris is infected with Pseudomonas aeruginosa.

If untreated, a cholesteatoma can eat into the three small bones located in the middle ear
(the malleus, incus and stapes, collectively calledossicles), which can result in nerve deterioration, deafness,
imbalance and vertigo. It can also affect and erode, through the enzymes it produces, the thin bone structure
that isolates the top of the ear from the brain, as well as lay the covering of the brain open to infection with
serious complications.

Both the acquired as well as the congenital types of the disease can affect the facial nerve that extends from
the brain to the face and passes through the inner and middle ear and leaves at the anterior tip of the mastoid
bone, and then rises to the front of the ear and extends into the upper and lower face.

A history of ear infection or flooding of the ear during swimming should be taken seriously and investigated as
cholesteatoma should be considered a possible outcome.

[edit]Symptoms

Common symptoms of cholesteatoma may include: Hearing loss, mucopurulent discharge from the ear (usually
brown/yellow) with a strong odor, bleeding from the ear, dizziness, vertigo, balance disruption, ear
ache, headaches or tinnitus. There can also be facial nerve weakness.

[edit]Treatment

Surgery is performed to remove the sac of squamous debris and a mastoidectomy is performed.
Cholesteatomas of the middle ear may be congenital and in some cases can be removed through the ear
canal. The majority of cholesteatomas require that an incision be made behind the ear to expose the affected
area adequately.
[edit]Prognosis

Even after careful microscopic surgical removal, 10% to 20% of cholesteatomas may recur, which then require
follow-up checks and/or treatment.

[edit]Tumor or not?

The status of cholesteatomas as tumors is currently unresolved. There is some evidence to support the
hypothesis that cholesteatomas are low-grade tumors.[1] However, recent studies have failed to show
consistent DNA instability in cholesteatomas.[2]

Wikimedia Commons has


media related
to: Cholesteatoma

[edit]References

1. ^ Bollmann R, Knopp U, Tolsdorff P (1991). "[DNA cytometric studies of cholesteatoma of the middle
ear]". HNO 39 (8): 313–4. PMID 1938497.

2. ^ Desloge RB, Carew JF, Finstad CL, Steiner MG, Sassoon J, Levenson MJ, Staiano-Coico L, Parisier
SC, Albino AP (1997). "DNA analysis of human cholesteatomas". Am J Otol 18 (2): 155–
9. PMID 9093669.
[edit]External links

 http://www.cholesteatoma.net - Contains Stories From People Who've Had this Condition.

 http://www.entkent.com/cholesteatoma.html - Contains loads of information on Cholesteatomas.

 http://health.groups.yahoo.com/group/cholesteatoma/ - Support group with lots of information and personal


experiences.

 http://www.earsurgery.org - Ear Surgery Information Center - very informative site

http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Tugas+THT

KOLESTEATOMA

I. Definisi

Adalah suatu deskuamasi epitel dan keratinisasi pada telinga tengah, mastoid atau epitympanum.

II. Kriteria Diagnosis


§ Deskuamasi epitelium pada telinga tengah atau mastoid

§ Otorea purulen yang berulang atau menetap

§ Tuli konduktif

§ Retraksi dari membran timpani

III. Patogenesis

Peradangan kronis pada telinga tengah à retraksi membran timpanià perpindahan epitel skromosa terganggu à akumulasi
debris keratin pada kantung kolesteatom à meningkatkan aktivitas osteoclas.

Peradangan lokal à menghambat fungsi tuba eustachius à edema mukosa dan sekresi mucusàgangguan
drainase à membantu perkembangan bakteri Pseudomonas aeruginosa, Streptococci, Staphylococci, Proteus,
Enterobacter dan bakteri anaerob à memacu mediator peradangan à terbentuk siklus yang berkelanjutan.

IV. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Audiometri

Biasanya pasien kolesteatom menderita CHL. Adanya SNHL merupakan peringatan untuk dilakukannya pembedahan

B. Pemeriksaan Radiologi

1. CT scan

2. MRI

V. Diagnosis Banding

§ Otitis Media Kronis

§ Otitis Eksterna

§ Otitis Eksterna Maligna

§ Karsinoma sel squamosa

VI. Komplikasi

Erosi tulang, SNHL, trauma saraf wajah, mastoiditis, abses superiosteal, trombosis sigmoid, meningitis dan abses otak

VII. Terapi

A. Non-Bedah : bertujuan mengurangi tingkat peradangan dan infeksi dengan

1. membuang debris dari liang telinga

2. menjaga agar tidak terkena air

3. menggunakan antibiotik ototopikal.yang dapat mengatasi bakteri yang telah disebutkan.


B. Pembedahan

Tujuan utama adalah untuk menciptakan kondisi telinga yang kering dan aman. Maksudnya proses yang menybabkan
erupsi tulang, peradangan kronis, dan infeksi harus dapat dihilangkan secara permanen. Untuk itu semua matrik
kolesteatom harus dihilangkan. Kegagalan dapat menyebabkan penyakit menjadi kekambuhan atau menetap

Daftar Pustaka:

1. LANGE Medical Text Book. Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
International Edition.

Kolesteatomahttp://medlinux.blogspot.com/2007/08/kolesteatoma.htm
l
DIPOSTING OLEH ADMIN KAMIS, 23 AGUSTUS 2007

Kolesteatoma adalah deskumulasi non neoplasma sel epitel kulit pada cavum timpani, mastoid2 atau
apex petrosus. Meskipun kolesteatoma bukan lesi neoplasma tetapi dapat berbahaya pada penderita1.

Istilah kolesteatoma diperkenalkan pertama kali oleh Johanes Muller pada tahun 1838 untuk menjelaskan
kolesteatoma sebagai dikira sebagai neoplasma lemak di antara sel-sel polihedral1.
Kolesteatoma telah dikenal sebagai lesi bersifat desktruksif pada kranium yang dapat mengerosi dan
menghancurkan struktur penting pada tulang temporal. Sehingga berpotensi menyebabkan komplikasi
pada sistem syaraf pusat3.
Insidensi kolesteatoma tidak diketahui dengan pasti, tetapi keadaan ini merupakan alasan untuk
dilakukan bedah telinga. Kematian karena komplikasi intrakranial kini tidak umum terjadi disebabkan
deteksi dini, intervensi pembedahan dan terapi suportif antibiotik. Kolestatoma masih penyebab umum
tuli konduksi sedang dan permanen pada anak-anak dan dewasa3.
A. Definisi
Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin)4. Deskuamasi tersebut
dapat berasal dari kanalis auditoris externus atau membrana timpani. Apabila terbentuk terus dapat
menumpuk sehingga menyebabkan kolesteatom bertambah besar4. Kolesteatoma dapat terjadi di kavum
timpani dan atau mastoid5.

B. Etiologi
Kolesteatoma biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan baik karena
terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara dari nasofaring ke telinga
tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara luar6. Normalnya tuba ini kolaps pada
keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot yang mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga
menyebabkan tuba tersebut membuka dan udara masuk ke telinga tengah7. Saat tuba eustachian tidak
berfungsi dengan baik udara pada telinga tengah diserap oleh tubuh dan menyebabkan di telinga tengah
sebagian terjadi hampa udara 6. Keadaan ini menyebabkan pars plasida di atas colum maleus
membentuk kantong retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui kantong yang mengalami retraksi
ini sehingga terjadi akumulasi keratin8. Kantong tersebut menjadi kolesteatoma. Kolestoma kongenital
dapat terjadi ditelinga tengan dan tempat lain misal pada tulang tengkorak yang berdekatan dengan
kolesteatomanya 6.
Perforasi telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi kronik atau trauma langsung dapat menjadi
kolesteatoma. Kulit pada permukaan membran timpani dapat tumbuh melalui perforasi tersebut dan
masuk ke dalam telinga tengah7.
Beberapa pasien dilahirkan dengan sisa kulit yang terperangkap di telinga tengah (kolesteatoma
kongenital) atau apex petrosis7.

C. Patogenesis
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain adalah: teori
invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami
bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan; kolesteatoma adalah
epitel kulit yang berada pada tempat yang salah atau menurut pemahaman Djaafar (2001) kolesteatoma
dapat terjadi karena adanya epitel kulit yang terperangkap. Sebagaimana diketahui bahwa seluruh epitel
kulit (keratinizing stratified squamosus epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/
terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga apabila
terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada medial
dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma 4 .

1. Teori invaginasi
Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida karena adanya
tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba 4.
2. Teori imigrasi
Kolesteatoma terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi
membrana timpani ke telinga tengah4. Migrasi ini berperan penting dalam akumulasi debris keratin dan
sel skuamosa dalam retraksi kantong dan perluasan kulit ke dalam telinga tengah melalui perforasi
membran timpani.
3. Teori metaplasi
Terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama4 .
4. Teori implantasi
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat adanya implantasi epitel kulit secara
iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu operasi, setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau
setelah miringotomi 4 \
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah
Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi,
kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap
tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat dengan adanya pembentukan reaksi asam
oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak 4 .
D. Klasifikasi
Kolesteatoma dapat dibagi menjadi dua jenis:
1.Kolesteatom kongenital, yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan
membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di kavum timpani,
daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle 4 .
2.Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir
a. Kolestetoma akuisital primer
kolestetoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana timpani. kolestetoma timbul akibat
terjadi proses invaginasi dari membrana timpani pars plasida karena adanya tekanan negatif ditelinga
tengah akibat gangguan tuba (teori invaginasi) 4 .
b. Kolestetoma akuisital sekunder
kolestetoma terbentuk setelah adanya perforasi membrana timpani. kolestetoma terbentuk akibat dari
masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membrana timpani ke telinga tengah
(teori immigrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama (teori metaplasia) 4 .

E. Gejala Klinis
1. Nyeri
Pasien mengeluh nyeri tumpul dan otore intermitten akibat erosi tulang dan infeksi sekuder9. Perasaan
sakit dibelakang atau didalam telinga dapat dirasakan terutama pada malam hari sehingga dapat
menyebabkan tidak nyaman pada pasien6.
2. Pendengaran berkurang
Kolesteatoma dapat tetap asimtomatik dan mencapai ukuran yang cukup besar sebelum terinfeksi atau
menimbulkan gangguan pendengaran, dengan akibatnya hilangnya tulang mastoid, osikula, dan
pembungkus tulang saraf fasialis10.
3. Perasaan penuh
Kantong kolesteatoma dapat membesar sehingga dapat menyebabkan perasaan penuh atau tekanan
dalam telinga, bersamaan dengan kehilangan pendengaran 6.
4. Pusing
Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah satu sisi wajah (sisi telinga yang terinfeksi)
6.

F. Histologis
Kolesteatoma secara histologis adalah kista sel-sel keratinisasi skuamosa benigna yang disusun atas tiga
komponen, yaitu kistik, matriks dan perimatrik. Kistik tersusun atas sel skuamosa keratinisasi anukleat
berdiferesiansi penuh. Matriks terdiri atas epitel skuamosa keratinisasi seperti susunan kista. Perimatrik
atau lamina propria merupakan bagian kolesteatoma yang terdiri atas sel-sel granulasi yang mengandung
kristal kolesterol. Lapisan perimatriks merupakan lapisan yang bersentuhan dengan tulang. Jaringan
granulasi memproduksi enzim proteolitik yang dapat menyebabkan desktruksi terhadap tulang.1.

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat keluhan pada telinga sebelumnya harus di selidiki untuk memperoleh gejala awal kolesteatoma.
Gejala yang sering dikeluhkan adalah otore, otalgia, obstruksi nasal, tinitus dan vertigo. Riwayat penyakit
dahulu menderita penyakit pada telinga tengah seperti otitis media dan atau perforasi membrana timpani
harus ditanyakan, kehilangan pendengaran unilateral progresif dengan otore yang berbau busuk1,
riwayat operasi sebelumnya8.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan kepala dan leher, dengan perhatian terutama pada
pemeriksaan telinga. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam, perubahan status
mental dan penilaian lainnya yang dapat memberikan petunjuk kearah komplikasi5.
Otomikroskopi merupakan alat pada pemeriksaan fisik untuk mengetahui dengan pasti kolesteatoma.
Diperlukan aural toiletisasi untuk menghilangkan otore, debris atau lapisan kulit sehingga visualisasi
dapat lebih jelas. Membran timpani harus diperiksa dengan teliti. Retraksi sering terdapat pada attic atau
membran timpani kuadran posterosuperior5.
Akumulasi debris skuamosa dapat dijumpai pada kantongnya. Terdapat juga perforasi membrana
timpani, pemeriksaan mukosa telinga tengah untuk menilai ada atau tidaknya udema, dan jaringan
granulasi5.
Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan garputala 512 Hz didapatkan hasil tuli konduksi, sebaiknya
dibandingkan dengan pemeriksaan audiometri5.
3.Audiometri
Audiometri nada murni dengan konduksi udara dan tulang, ambang penerimaan pembicaraan dan
pengenalan kata umumnya dipakai untuk menetapkan tuli konduksi pada telinga yang sakit. Derajat tuli
konduksi bervariasi tergantung beratnya penyakit5. Tuli konduksi sedang > 40dB menyatakan terjadinya
diskontinuitas ossikula, biasanya karena erosi posesus longus incus atau capitulum stapes8.
4.Timpanometri, dapat menurun pada penderita dengan perforasi membran timpani8.
5.Radiologi
Pemeriksaan radiologi preoperasi dengan CT scan tulang temporal tanpa kontras dalam potongan axial
dan koronal8 dapat memperlihatkan anatomi, keluasan penyakit dan skrening komplikasi asimptomatik8.
CT scan tidak essensial untuk penilaian preoperasi, dikerjakan pada kasus revisi pembedahan
sebelumnya, otitis media supuratif kronik, kecurigaan abnormalitas kongenital atau kasus kolesteatoma
dengan tuli sensorunerual, gejala vestibular atau komplikasi lainnya1.
Kolesteatoma kongenital di diagnosa pada anak usia pre sekolah, dapat timbul pada telinga tengah atau
dalam membrana timpani. Kolesteatoma kongenital yang melibatkan telinga tengah diidentifikasi sebagai
massa putih atau seperti mutiara yang letaknya medial terhadap kuadran anteo superior dari membran
timpani intak.5, pars placida dan pars tensanya normal, tidak ada riwayat otore atau perforasi
sebelumnya, tidak ada riwayat prosedur otologi8.
Kolesteatoma akuisital umumnya didiagnosa pada anak dengan usia lebih tua dan dewasa dengan
riwayat adanya penyakit telinga tengah. Kolesteatoma sering ditemukan pada membrana timpani
kuadran postero superior dengan membran timpaninya retraksi dan atau perforasi. Pengurangan
pendengaran terjadi seiring meluasnya penyakit5.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi awal
Terapi awal terdiri atas pembersihan telinga, antibiotika dan tetes telinga. Terapi bertujuan untuk
menghentikan drainase pada telinga dengan mengendalikan infeksi 6. Pada kantong dengan retraksi
yang awal dapat dipasang timpanostomi8.
2. Terapi pembedahan
Kolestoma merupakan penyakit bedah. Tujuan utama pembedahan adalah menghilangkan kolesteatoma
secara total. Tujuan kedua adanya mengembalikan atau memelihara fungsi pendengaran. Tujuan ketiga
adalah memeliharan sebisa mungkin penampilan anatomi normal. Prosedur pembedahan diterapkan pada
individu dengan tanda-tanda patologis. Keluasan penyakit akan menentukan keluasan pendekatan
pembedahan1.
Kolesteatoma besar atau yang mengalami komplikasi memerlukan terapi pembedahan untuk mencegah
komplikasi yang lebih serius. Tes pendengaran dan keseimbangan, rontgen mastoid dan CT scan mastoid
diperlukan. Tes tersebut dilakukan dengan maksud untuk menentukan tingkat pendengaran dan keluasan
desktruksi yang disebabkan oleh kolesteatomanya sendiri 6.
Sebagaimana prosedur pembedahan lainnya, konseling preoperatif dianjurkan. Konseling meliputi
penjelasan tujuan pembedahan, resiko pembedahan (paralisis fasial, vertigo, tinnitus, kehilangan
pendengaran), memerlukan follow up lebih lanjut dan aural toilet 1.
Prosedur pembedahan meliputi:
a. Canal Wall Down Procedure (CWD)
b. Canal Wall Up Procedure (CWU)
c. Trancanal Anterior Atticotomi
d. Bondy Modified Radical Procedure
Berbagai macam faktor turut menentukan operasi yang terbaik untuk pasien. Canal-wall-down prosedur
memiliki probabilitas yang tinggi membersihkan permanen kolesteatomanya. Canal-wall-up procedure
memiliki keuntungan yaitu mempertahankan penampilan normal, tetapi resiko tinggi terjadinya rekurensi
dan persisten kolestatoma. Resiko rekurensi cukup tinggi sehingga ahli bedah disarankan melakukan
tympanomastoidectomi setelah 6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi pertama3.
3. Follow up
Tiap pasien dimonitor selama beberapa tahun. Rekurensi dapat terjadi setelah pembedahan awal. Follow
up meliputi evaluasi setengah tahunan atau tahunan, bahkan pada pasien yang asimptomatik3.
Pasien yang telah menjalani canal-wall-down prosedure memerlukan follow up tiap 3 bulan untuk
pembersihan saluran telinga. Pasien yang menjalani canal- wall-up prosedur umumnya memerlukan
operasi tahap kedua selelah 6-9 bulan dari operasi pertama. Follow up dilakukan 6 bulan sampai dengan
1 tahun untuk mencegah terjadinya kolesteatoma persisten atau rekurensi3.

I. Komplikasi
1. Tuli konduksi
Tuli konduksi merupakan komplikasi yang sering terjadi karena terjadi erosi rangkaian tulang
pendengaran. Erosi prosesus lentikular dan atau super struktur stapes dapat menyebabkan tuli konduksi
sampai dengan 50dB. Kehilangan pendengaran bervariasi sesuai dengan perkembangan
myringostapediopexy atau transmisi suara melalui kantong kolesteatoma ke stapes atau footplate.
Rangkaian tulang-tulang pendengaran selalu intak1.
2. Tuli sensorineural
Terdapatnya tuli sensorineural menandakan terdapatnya keterlibatan labyrinth1.
3. Kehilangan pendengaran total
Setelah operasi sebanyak 3% telinga yang dioperasi mengalami kerusakan permanen karena penyakitnya
sendiri aau komplikasi proses penyembuhan. Pasien harus diberikan penjelasan tentang kemungkinan
kehilangan pendengaran total 1.
4. Paralisis fasialis
Paralisis fasialis disebabkan karena hancurnya tulang diatas nervus fasialis 7. Paralisis dapat berkembang
secara akut mengikuti infeksinya atau lambat dari penyebaran kronik kolesteatomanya. Pemeriksaan CT
tulang temporal diperlukan untuk membantu keterlibatannya. Tempat umum yang terjadi adalah gangglin
genikulatum pada epitimpanicum anterior1.
5. Fistula labyrinthin
Fistula labyrinthin terjadi pada 10% pasien dengan infeksi kronik dengan kolesteatoma. Fistula dicurigai
pada pasien dengan gangguan tuli sensorineural yang sudah berjalan lama dan atau vertigo yang
diinduksi dengan suara atau perubahan tekanan pada telinga tengah1.
6. Intrakranial
Komplikasi intrakranial seperti abses periosteal, trombosis sinus lateral dan abses intrakranial terjadi pada
1% penderita kolesteatoma. Komplikasi intra kranial ditandai dengan gejala otore maladorous supuratif,
biasanaya dengan nyeri kepala kronik, nyeri dan atau demam1.

DAFTAR PUSTAKA

1.Underbrink, M., 2002, Cholesteatoma, UTMB, Dept. of Otolaryngology,


http://www.rcsullivan.com/www/ears.htm.
2.Ajalloueyan, M., 2006, Surgery in Cholesteatoma: Ten years Follow-up, IJMS Vol 31, No 1, March 2006.
3.Roland, P. S., 2006, Middle Ear, Cholesteatoma, http://www.emedicine.com
4.Djaafar, Z. A., 2001, Kelainan Telinga Tengah dalam buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
5.Kennedy, K., 1999, Cholesteatoma: Pathogenesis and Surgical Management,
http://www.otohns.net/default.asp?id=14160.
6.Anonim, 2006, Cholesteatoma, American Academy of Otolaryngology,
http://www.entnet.org/index2.cfm.
7.Anonim, 2002, Cholesteatoma, http://www.earsite.com/tumors/procedure_one.html.
8.Hauptman, G., Makishma, T, 2006, Cholesteatoma, Department of Otolaringology, University of Texas
Medical Branch.
9.Boies, L. R., 1997, Penyakit Telinga Luar dalam buku Boies Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta.
10.Paparella, M. M., Adams, G. L., Levine, S., 1997, Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid alam buku
Boies Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta.
ARTIKEL KEDOKTERAN, THT

http://www.entkent.com/cholesteatoma.html

http://lib.bioinfo.pl/meid:72465

Cholesteatoma :: epidemiology
Latest Paper:

Laryngoscope. 2005 Mar ;115:455-60 15744157

Classification of the external auditory canal cholesteatoma.

Ramin Naim, Fred Linthicum Jr, Ted Shen, Gregor Bran, Karl Hormann

OBJECTIVES/HYPOTHESIS: The external auditory canal cholesteatoma (EACC) is a rare disease in the field of
otolaryngology. Only 1 in 1,000 new otologic patients present with this entity, which was first described by Toynbee.
The aim of this article is to classify EACC by different histopathologic and clinical findings of patients presenting to the
Department of Otolaryngology at the University of Mannheim, Germany. METHODS: From 2000 to 2004, 17 patients
presented to our clinic with EACC. The cholesteatoma were treated surgically, and the specimens were investigated
histologically. Clinical findings were also recorded. We classified four stages: stage I with hyperplasia of the canal
epithelium, stage II including periosteitis, Stage III including a defective bony canal, and stage IV showing an erosion
of adjacent anatomic structure. RESULTS: Eight patients presented with stage II, five patients with stage III, three with
stage I, and only one patient presented with erosion of the mastoid cells, which was determined as stage IV.
CONCLUSION: In summary, our classification serves to describe the different histopathologic and clinical stages of
EACC.

http://www.uptodate.com/patients/content/topic.do?topicKey=~XGm6uQqn27OzJN

EPIDEMIOLOGY

The true incidence of cholesteatoma is not known. Retrospective data suggest a mean
annual incidence of 9.2 cases per 100,000 persons of all ages (range 3.7 to 13.9) [9]. In
studies limited to children, the incidence ranges from approximately 5 to 15 per 100,000
children [2]. Congenital cholesteatomas account for 1 to 5 percent of cholesteatomas in
most published series [10].

In a series of 172 cases of congenital cholesteatoma between 1981 and 2000, the following
observations were made [8]:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10478597

Epidemiology and aetiology of middle ear cholesteatoma.


Kemppainen HO, Puhakka HJ, Laippala PJ, Sipilä MM, Manninen MP, Karma PH.

Department of Otorhinolaryngology, Central Hospital of Mikkeli, Finland.

Abstract
A total of 500 patients with cholesteatoma diagnosed and operated during 1982-91 in the region of Tampere
University Hospital and Mikkeli Central Hospital in Finland were analysed retrospectively. The mean annual incidence
was 9.2 per 100,000 inhabitants (range 3.7-13.9) and during the study period the annual incidence decreased
significantly. The incidence was higher among males under the age of 50 years. There was no accumulation of
cholesteatoma diseases in lower social groups. The majority (72.4%) of cholesteatoma patients had suffered from
otitis media episodes. Tympanostomy was carried out in 10.2% and adenoidectomy or adenotonsillectomy in 15.9%
of all cholesteatoma ears prior to cholesteatoma surgery. Cholesteatoma behind an intact tympanic membrane with
no history of otitis media was verified in 0.6% of patients and in cleft palate patients in 8%. In this study, 13.2% of
patients had ear trauma or ear operation in anamnes.

PMID: 10478597 [PubMed - indexed for MEDLINE]

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3740709
Cholesteatoma: an epidemiologic study among members of kibbutzim in northern
Israel.
Podoshin L, Fradis M, Ben-David Y, Margalit A, Tamir A, Epstein L.

Abstract
In this study 3,056 members (10 years of age and older) of the kibbutzim in the northern part of Israel were examined
in order to determine the prevalence of chronic otitis media and cholesteatoma. In addition to demographic factors,
the influence of altitude was investigated, but the differences were not found to be significant. The prevalence of
chronic otitis media was found to be 0.95% and of cholesteatoma, 0.4%. Of the patients who had chronic otitis media,
41% suffered from cholesteatoma as well. Chronic otitis media was more prevalent in males than females (0.02
greater than p greater than 0.01) in the Ashkenazic than Sephardic populations (0.05 greater than p greater than
0.02), and in industrial and agricultural workers (0.05 greater than p greater than 0.02), as compared to others.
Among cholesteatoma patients a family history was found in 64%. In 71% of patients, illness began in infancy. Fifteen
percent of the patients did not know of their disease until they were examined in this study. These results suggest a
high rate of cholesteatoma among chronic otitis media patients and emphasize the need for performing more
extensive studies to determine the rate of cholesteatoma in the general population. The necessity for preventive ear
examinations, earlier diagnosis, and treatment of cholesteatoma is emphasized.

Anda mungkin juga menyukai