Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1. Definisi Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan atau kognitif yang merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan fisik
dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun dengan dorongan sikap perilaku
setiap orang sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi
terhadap tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2005).

2.1.2. Tingkatan Pengetahuan Dalam Domain Kognitif


Menurut Notoatmodjo (2005), tingkat pengetahuan terdiri dari 6 (enam)
tingkatan, yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang
termasuk mengingat kembali tahap suatu yang spesifik dari keseluruhan bahan
yang dipelajari atau rangsangan. Jadi tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Pengetahuan wanita yang diteliti tentang Pap Smear pada tingkat
tahu bermaksud mereka dapat mengingat hal yang penting berkaitan dengan
pemeriksaan Pap Smear seperti ingat apa tujuan pemeriksaan ini.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai sutau kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

Universitas Sumatera Utara


menyebutkan contohnya wanita atau responden bisa menyimpulkan, meramalkan
tentang hal yang berkaitan dengan pemeriksaan Pap Smear.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan suatu materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisa (Analysis)
Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek didalam
struktur organisasi tersebut dam masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan-
kemampuan analisis dapat dikaitkan dari penggunaan-penggunaan kata kerja
seperti kata kerja seperti menggambarkan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya tentang hal-hal yang penting berkaitan pemeriksaan Pap Smear.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan
kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari
formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu
materi atau objek. Pengukuran pengetahuan wanita tentang pemeriksaan Pap
Smear dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang
materi yang ingin diukur melalui kuesioner yang diberikan.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


a. Usia
Usia merupakan lamanya hidup dalam hitungan waktu (tahun). Wanita yang
sudah menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 18
tahun) mendekati resiko terkena kanker leher rahim. Seharusnya wanita dewasa
tingkat pengetahuannya mengenai Pap Smear akan lebih tinggi dan baik
berbanding dengan mereka yang masih muda atau anak-anak. Hal ini adalah

Universitas Sumatera Utara


karena diasumsi bahwa mereka lebih banyak dan lama terpapar dengan informasi
mengenai Pap Smear. Selain itu, wanita yang usianya lebih tinggi akan cenderung
untuk mengambil berat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan alat
reproduksinya
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses belajar yang pernah ditempuh secara formal
didalam lembaga pendidikan. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan terhadap
motivasi untuk melakukan papsmear, karena semakin tinggi tingkat pendidikan,
maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan kesadaran pada orang tersebut
dalam menerima informasi. Tingkat pendidikan tinggi akan mengubah cara
penilaian seseorang tentang Pap Smear sehingga timbul keinginan atau motivasi
seseorang itu untuk melakukan pemeriksaan ini. Berbeda dengan mereka yang
berpendidikan rendah, di mana mungkin ramai yang menderita kanker serviks dan
mati akibat penyakit pada organ reproduksinya karena rendahnya pengetahuan
dan kesadaran mereka untuk melakukan Pap smear.
c. Sumber Informasi
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam
penyampaian informasi, merangsang pikiran dan kemampuan. Media informasi
untuk komunikasi massa terdiri dari media cetak yaitu surat kabar, majalah dan
buku, dan media elektronik seperti radio, tv dan internet. Sumber informasi dari
buku-buku ilmiah adalah lebih baik jika dibandingkan dengan sumber dari
majalah dan surat kabar karena informasinya lebih diyakini kebenarannya. Selain
itu, sumber informasi dari media elektronik seperti internet juga berbeda
kebenarannya di mana terdapat situs-situs yang menampilkan informasi yang
berbeda. Oleh sebab itulah, wanita yang ingin mendapatkan informasi tentang
pemeriksaan Pap Smear harus memilih sumber informasi yang tepat.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Pap Smear
2.2.1. Definisi
Pap Smear merupakan suatu jenis pemeriksaan sitologi di mana sampel sel
diambil dari bagian serviks pasien wanita menggunakan alat-alat khas seperti wooden
spatula, spatel Ayre dan Carvex sampler. Sampel dari servik yang telah diambil akan
dioleskan di atas objek kaca untuk dilihat dibawah mikroskop bagi melihat jika ada
perubahan pada sel-sel permukaan serviks yang normal menjadi abnormal. Pap
Smear pertama sekali diperkenalkan oleh Dr. George Papanicolou dan Dr. Aurel
Babel pada tahun 1928 dan pemeriksaan ini mulai populer sejak tahun 1943 (Purwoto
& Nuranna, 2002).

2.2.2 Akurasi Dan Manfaat


Menurut Oats dan Abraham (2005), pemeriksaan Pap Smear ini relatif
sederhana, cepat dan tidak menyebabkan rasa nyeri pada pasien-pasien yang datang
untuk melakukan pemeriksaan ini. Diestimasikan kesalahan dari hasil pemeriksaan
ini ataupun false-negativenya cuma 5-15% dan bisa dikurangi dengan melakukan
prosedur pemeriksaan yang lebih berhati-hati dan teliti.
Melalui pemeriksaan Pap Smear yang dilakukan secara reguler, ia dapat
membantu mendeteksi dini kanker serviks pada wanita-wanita yang mempunyai
resiko untuk mendapat kanker serviks. Pemeriksaan Pap Smear berguna sebagai
penyaring (skrining) dan pelacak adanya perubahan sel kearah keganasan secara dini
sehingga kelainan prakanker dapat dideteksi sekaligus membantu mengurangkan
pembiayaan pengobatan yang menjadi relatif lebih mudah dan murah (Hillegas,
2005). Selain itu, pemeriksaan ini juga bisa mendeteksi infeksi virus seperti Human
Papiloma Virus (HPV) dan infeksi dari bakteri-bakteri yang bisa menyebabkan
penyakit menular seksual seperti Chlamydia dan Gonorrhea (Oats dan Abraham,
2005).

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Petunjuk Pemeriksaan
Waktu yang paling sesuai untuk pemeriksaan Pap Smear masih menjadi suatu
tanda tanya karena terdapat beberapa perbedaan yang dapat dilihat dari pedoman
skrining yang dikeluarkan oleh organisasi professional di United State. Namun,
dikatakan bahwa untuk kasus kanker serviks yang disebabkan Human Papiloma
Virus (HPV), maka wanita disarankan untuk mula datang melakukan pemeriksaan
Pap Smear ini seawal usia 21 tahun dan mereka diharuskan untuk datang melakukan
pemeriksaan ini sekurang-kurangnya satu kali dalam masa 3 tahun bermula pada usia
21 tahun. Jika hasil pemeriksaan dikatakan normal oleh dokter yang
bertanggungjawab menjalankan pemeriksaan ini, maka pasien bisa berhenti
melakukan pemeriksaan Pap Smear ini pada usia 65 tahun hingga 70 tahun.
Walaupun begitu, status kesehatan wanita ini perlulah dalam keadaan yang baik serta
terdapat konfirmasi bahwa dalam masa 5 hingga 10 tahun menjalani skrining, tidak
pernah dijumpai perubahan malignan dari epithelium serviksnya (Bieber et al., 2006).
Berbeda dengan rekomendasi dari National Workshop in Canada dan American
Cancer Society in 2002, skrining serviks mula dilakukan pada usia 21 tahun
walaupun insiden untuk wanita berusia 20-an tahun menderita karsinoma serviks
invasif rendah. Bagi negara-negara yang sedang berkembang, skrining ini mula
dianjurkan untuk wanita yang berusia 35 tahun karena insiden kasus kanker serviks
rendah untuk wanita usia dibawah 35 tahun (Bieber et al., 2006).

2.2.4. Persiapan Alat Dan Persiapan Pasien Sebelum Pemeriksaan


Menurut Suzanne (2009), alat persiapan Pap Smear adalah seperti berikut:
a. Spekulum cocor bebek
b. Spatula Ayre
c. Cytobrush
d. Kaca objek
e. Alkohol 95%

Universitas Sumatera Utara


Pasien yang mahu melakukan pemeriksaan Pap Smear seharusnya mendapat
konseling dan panduan daripada tenaga-tenaga kesehatan ataupun dokter yang
bertanggungjawab untuk melakukan pemeriksaan ini sebelum membuat jadwal untuk
Pap Smear. Hal ini karena terdapat beberapa perkara yang harus diketahui dan
dilakukan sebelum pemeriksaan ini dilakukan bagi memastikan hasil pemeriksaan
adekuat dan memuaskan hati dokter dan pasien itu sendiri (Suzanne et al., 2010).

a) Pasien yang mahu menjalani pemeriksaan Pap Smear haruslah datang ketika di
pertengahan siklus menstruasi karena ini merupakan waktu terbaik untuk melihat
perubahan pada epithelium serviksnya.
b) Pasien diperingatkan supaya tidak melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya selama 24 jam sebelum pemeriksaan ini dilaksanakan.
c) Pasien diminta untuk menahan tidak menggunakan krim vagina, obat supositoria
dan mencuci disekitar vagina dalam kurung waktu satu hingga dua hari. Hal ini
bertujuan untuk mengelakkan dari mikroorganisma yang mungkin berbahaya
kepada terhapus dengan tindakan pencucian kawasan vagina tadi karena ini akan
sangat mempengaruhi hasil dari pemeriksaan Pap Smear.
d) Bagi pasien-pasien yang didiagnosa mendapat infeksi vagina atau terjangkit
infeksi HPV, sebaiknya pemeriksaan ini ditunda sampai masalah tersebut diatasi.
e) Pasien-pasien yang mengalami keadaan seperti abortus yang mengancam, abortus
elektif, ataupun yang melahirkan perlu diingatkan untuk menunggu minimal
sampai 4 hingga 6 minggu sebelum datang melakukan pemeriksaan. Hal ini
disebabkan proses penyembuhan serviks dapat menyebabkan hasil sel skuamosa
pada serviks kembali menjadi abnormal (Morgan dan Hamilton, 2003).

2.2.5. Prosedur Pemeriksaan Pap Smear


Pemeriksaan Pap Smear bisa dikerjakan dalam ruang pemeriksaan di klinik,
puskesmas atau hospital oleh ahli-ahli terlatih seperti dokter, pembantu dokter atau
jururawat. Pasien selalunya akan diminta untuk berada dalam posisi letak litotomi

Universitas Sumatera Utara


karena ini akan memudahkan dokter melakukan pemeriksaan genitalia eksternal dan
internal.
Pada letak litotomi, pasien akan berbaring di atas meja ginekologik sambil lipat
lututnya diletakkan pada penyangga dan tungkainya dalam fleksi santai, sehingga
dalam keadaan ini pasien akan berbaring dalam posisi mengangkang. Setelah itu,
lampu senter akan dipasang menerangi ke arah kawasan vagina dan anus. Sebelum
pemeriksaan ke atas serviks dilakukan, dokter akan inspeksi area genitalia eksternal
terlebih dahulu yaitu vagina, urethra dan anus pasien bagi melihat apakah terdapat
kelainan ataupun tidak ada.
Kemudian barulah spekulum ataupun cocor-bebek yang steril dimasukkan ke
dalam lubang vagina secara perlahan-lahan dan berhati sehingga ujung spekulum
tidak menyentuh atau menekan porsio yang mudah berdarah dan bagi tujuan menjaga
kenyamanan pasien. Saiz spekulum yang digunakan berbeda dengan wanita yang
pernah melahirkan dan wanita yang belum pernah melahirkan, malah untuk wanita
yang masih virgo diusahakan untuk menggunakan spekulum yang kecil. Spekulum
yang paling kecil digunakan untuk pasien anak kecil sesuai dengan kecilnya introitus
vaginanya (Prawirohardjo et al., 2008).

Selepas spekulum dimasukkan, kawasan sekitar vagina akan dibersihkan dari


lender ataupun getah vagina karena ini bisa menggangu sampel yang akan diambil
dari serviks. Sampel dari dinding samping vagina dan dari serviks akan diambil
menggunakan spatula Ayre atau bisa juga dengan kapas lidi yang dimasukkan ke
dalam endoserviks, dimulai dari arah jam 12 dan diputar 360° searah jarum jam.
Manakala bahan dari kanalis servikalis pula akan diambil menggunakan cytobrush.
Bahan atau sampel yang diambil ini kemudiannya akan dioleskan di atas kaca objek
yang bersih yang pada sisinya telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45° satu
kali usapan. Kaca objek ini akan segera dimasukkan ke dalam botol khusus yang
berisi larutan etil alkohol 95%. Formulir akan diisi sesuai dengan keterangan-
keterangan dari sampel itu. Kaca benda tadi akan dikeluarkan dari botol khusus tadi

Universitas Sumatera Utara


setelah kira-kira satu jam lalu akan dikeringkan sebelum dikirim ke untuk
pemeriksaan laboratorium sitologi bersama-sama dengan formulir yang telah lengkap
diisi tadi. Apabila sampai ke laboratorium sitologi, sediaann ini selanjutnya akan
dipulas menurut Papanicolaou ataupun menurut Harris-Schorr (Suzanne et al., 2009).

2.2.6. Hasil dan Intrepetasi Pap smear


Ahli sitologi (cytologist) akan memeriksa sampel yang dihantar ke laboratorium
dan akan memberikan maklum balas berkaitan hasil dari pemeriksaan yang telah
dilakukan seperti berikut (Oats dan Abraham, 2005).

a) Tidak memuaskan (unsatisfactory)


Diagnosis tidak dapat dilakukan dari sampel yang dihantar mungkin karena
sampel tersebut mengandungi terlalu sedikit sel, tidak mengandungi sel
endoservikal sama sekali, ataupun proses pembuatan apusan tidak benar. Untuk
sampel seperti ini, mereka meminta untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear
ulang selepas empat minggu.
b) Inflamasi (inflammatory or inconclusive)
Nuklei atau nuclei pada sampel yang dihantar terganggu dan tidak dapat
ditentukan diagnosnya karena effek dari infeksi vagina seperti Trichomoniasis
atau Gardnerella. Dokter akan diminta untuk mengobati infeksi yang dialami
oleh pasien terlebih dahulu kemudian baru mengulangi kembali pemeriksaan ini.
c) Normal
Jika hasil Pap Smear normal, maka pasien diminta untuk datang menjalani
pemeriksaan ini semula setelah satu hingga dua tahun.
d) Diskaryosis ringan (mild dyskaryosis)
Diduga mungkin mengalami Cervical Intraepithelial Neoplasia 1 (CIN 1). Dari
hasil slide apusan mungkin menunjukkan infeksi HPV tanpa diskaryosis, infeksi
HPV dengan diskaryosis atau bisa juga diskaryosis tanpa infeksi HPV.

Universitas Sumatera Utara


e) Diskaryosis sederhana (moderate dyskaryosis)
Diduga mungkin mengalami CIN 2.
f) Diskaryosis berat (severe dyskaryosis)
Diduga mungkin mengalami CIN 3.

Interpretasi dan dokumentasi dari jawaban sitologi :


a. Negatif : Tidak ditemukan sel ganas, ulangi pemeriksaan Sitologi
dengan satu tahun lagi.
b. positif : Terdapat sel-sel ganas.

Menurut Manuaba (2005), Klasifkasi Papanicolaou adalah sistem yang pertama


kali ditemukan oleh Papanicolaou dan sistem ini membagi hasil pemeriksaan menjadi
5 kelas. Dengan adanya perkembangan sitologi dibidang diagnostik, ahli
menganjurkan untuk menggantikan Klasifikasi Papanicoloau ini karena sistem ini
dianggap tidak mencerminkan pengertian neoplasia serviks atau vagina, tidak
mempunyai padanan dengan terminologi histopatologi, tidak mencantumkan
diagnosis non kanker, tidak menggambarkan interpretasi yang seragam, dan
seterusnya tidak menunjukkan suatu pernyataan diagnosis.
Laporan hasil pemeriksaan Pap Smear yang abnormal bisa juga dibuat dalam
bentuk klasifikasi yaitu Klasifikasi Sistem Bethesda 2001. Klasifikasi ini pada
awalnya dirancang dan ditujukan untuk pelaporan spesimen sitologi serviks. Namun
sekarang ini, ia juga diaplikasikan dalam kebanyakan pelaporan jaringan sitologi
dengan terminologi Skuamous Intraepithelial Lesion (SIL) yang terbagi menjadi dua
subdivisi yaitu low grade dan high grade. Lesi low grade (LSIL/LGSIL)
berhubungan dengan CIN 1 (dan juga lesi HPV-induced yang belum terkualifikasi
sebagai CIN 1). Sedangkan lesi high grade (HSIL/HGSIL) berhubungan dengan CIN
II dan CIN III serta Ca insitu.

Universitas Sumatera Utara


The 2001 Bethesda System Categorizing Of Epithelial Cell Abnormalities
Sel skuamosa
a) Atypical glandular cells (ASC)
a. Of undetermined significance (ASC-US)
b. Atypical squamous cells with high-grade intraepithelial lesion (ASC-
HSIL) cannot be ruled out
b) Low grade squamous intraepithelial lesions (LSIL)
c) LSIL mencakup semua lesi prakanker serviks yang mulai dari infeksi HPV,
displasi ringan dan CIN 1
d) High-grade squamous intraepithelial lesions (HSIL)
e) HSIL mencakup semua lesi prakanker serviks yaitu dysplasia sedang (CIN II),
dysplasia berat (CIN III) dan karsinoma insitu.
f) Karsinoma sel skuamosa serviks invasif

Sel glandular
a) Atypical glandular cells (AGC)
b) Atypical glandular cells, favour neoplastic
c) Endocervical adenocarcinoma in situ
d) Adenocarcinoma
(O’Connell dan Dor, 2009)

Apabila hasil pemeriksaan Pap Smear ini telah dikeluarkan dan dikirim kepada
dokter yang bertanggungjawab terhadap pemeriksaan ini, maka langkah selanjutnya
adalah pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada pasien. Pemberitahuan ini bisa
disampaikan kepada pasien melalui panggilan telefon ataupun surat yang dihantar ke
rumah pasien. Hal ini berlaku kepada hasil pemeriksaan Pap Smear yang normal dan
juga yang abnormal. Sekiranya laporan hasil pemeriksaan Pap Smear dijumpai
abnormal, maka menjadi tanggungjawab dokter untuk memberi penjelasan yang
sebaiknya kepada pasien agar mereka paham. Ramai pasien yang akan menjadi

Universitas Sumatera Utara


gelisah atau cemas bila mengetahui mereka mendapat infeksi HPV karena
beranggapan ini merupakan suatu hal yang serius dan bisa mengancam kesehatan
mereka. Maka, sebaiknya dokter menjelaskan kepada pasiennya disebalik maksud
laporan Pap Smearnya dan apa prosedur yang perlu dilakukan pada tahap selanjutnya
(Oats dan Abraham, 2005).

2.3. Kanker Serviks


2.3.1. Definisi
Kanker serviks adalah suatu keganasan yang terjadi pada serviks ataupun leher
rahim, di mana terjadi perubahan pada sel-sel epithelium serviks yang awalnya
normal menjadi abnormal (NCBI, 2010). Hal ini disebabkan sel-sel abnormal tadi
bermultiplikasi tanpa kontrol. Serviks berasal dari bahasa Latin yang artinya leher.
Serviks adalah salah satu bagian dari rahim dan terdiri dari dua bagian yaitu mulut
rahim dan leher rahim, tetapi secara keseluruhan keduanya disebut serviks. Serviks
adalah organ yang menghubungkan rahim dan vagina ( Nurwijaya et al., 2010).

2.3.2. Etiologi Dan Faktor Resiko


Menurut Otto (2003), kebanyakan kasus kanker serviks adalah disebabkan
infeksi dari HPV yang dapat menular dari hubungan seksual. Terdapat banyak tipe
dari HPV, tetapi infeksi HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab paling banyak
kasus kanker serviks. Faktor risiko untuk terjadinya kanker serviks termasuklah:
a) melakukan hubungan seksual pada usia yang terlalu muda (di bawah 18 tahun)
b) perilaku seksual dengan pasangan lebih dari satu (suka berganti-ganti pasangan
seksual)
c) kehamilan pertama sebelum usia 18 tahun
d) kehamilan ganda membuat seorang wanita memiliki risiko yang lebih tinggi
e) status ekonomi yang rendah menyebabkan mereka tidak dapat melakukan
pemeriksaan Pap Smear secara regular
f) sistem imun tubuh yang lemah

Universitas Sumatera Utara


2.3.3. Manifestasi Klinis
Pada fase awal terjadinya kanker serviks, selalunya tidak menunjukkan simptom
ataupun asimptomatik. Pada fase awal cuma menunjukkan gejala seperti:
a) pendarahan abnormal pada vagina selepas melakukan hubungan seksual atau
setelah menopause
b) keluar cairan dari vagina (vaginal discharge) yang bisa berwarna pucat, merah
jambu (pink), cokelat (brown), kemerahan ataupun cairan yang mengeluarkan bau
kurang enak.

Pada tahap yang lebih lanjut akan menunjukan gejala seperti:


a) sakit tulang belakang
b) fraktur tulang
c) cepat lelah
d) pendarahan berat pada vagina
e) sakit pada kaki
f) kurang selera makan
g) nyeri tulang pelvis
h) turun berat badan

2.3.4. Prognosis
Terdapat beberapa faktor yang bisa mempengaruhi prognosis dari kanker serviks
antaranya adalah:
a) jenis kanker pada serviks
b) stadium kanker serviks
c) usia pasien
d) keadaan fisikal pasien
Pasien yang berada ditahap pre-kanker bisa sembuh total jika dideteksi pasa fase
awal dan jika dirawat dengan benar. Prognosis kanker serviks sebenarnya ditentukan
oleh saat dimulainya penyakit ini. Harapan hidup 5 tahun bagi pasien dengan

Universitas Sumatera Utara


diagnosis karsinoma in situ mendekati 100%, dengan kanker terbatas secara lokal
88%, penyakit berkembang ke area regional 52% dan metastasis jauh 14% (Otto,
2003).

2.4.5. Komplikasi
a) Terdapat beberapa tipe kanker serviks yang tidak menunjukkan respon baik pada
pengobatan yang diberikan.
b) Masih terdapat kemungkinan terjadi rekuren (recurrent) selepas pengobatan
c) Kanker serviks tipe rekuren biasanya terjadi pada wanita yang sebelumnya
melakukan pengobatan kanker serviks tetapi mahu mempertahankan uterusnya.
d) Penatalaksanaan kanker serviks seperti melakukan operasi atau radiasi bisa
menimbulkan gangguan fungsi pada abdomen dan kandung kemih serta gangguan
hubungan seksual (NCBI, 2010).

2.4.6. Pencegahan
Bagi wanita semua umur, membatasi jumlah pasangan seks dan penggunaan
kontrasepsi penghalang, seperti kondom sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko
terjadinya kanker serviks. Modifikasi pola makan yang dapat mengurangi risiko
kanker serviks di antaranya dengan mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandungi vitamin A dan C dan asam folat. Selain itu, adalah dengan mencegah
bertambahnya atau mengupayakan penghentian penggunaan tembakau dan alkohol.
Pasien juga disarankan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear secara regular
supaya kanker serviks bisa dideteksi lebih dini (Otto, 2003).
Vaksin Gardasil untuk mencegah terjadinya kanker serviks yang disebabkan
infeksi HPV terutama tipe 16 dan 18 juga telah tersedia pada waktu kini. Menurut
penelitian yang dilakukan sebelum ini, vaksin ini ternyata bisa mencegah kanker
serviks pada stadium awal (NCBI, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai