Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN LANJUT


“Penyelengaraan Makanan Darurat”

Dosen Pembimbing :
Muhammad Iqbal. S.Gz. M.P.H

Disusun oleh :
Golongan E

PROGRAM STUDI D-IV GIZI KLINIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya bencana
alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin puting beliung. Bencana
non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan
timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan
kekeringan. Selain itu, keragaman sosio-kultur masyarakat Indonesia juga berpotensi
menimbulkan gesekan sosial yang dapat berakibat terjadi konflik sosial. Bencana alam
banyak memakan korban baik korban luka, korban hilang, korban yang meninggal dan
korban yang masih hidup sehingga masih bisa mengungsi. Dampak bencana tersebut, baik
bencana alam maupun konflik sosial, mengakibatkan terjadinya kedaruratan di segala bidang
termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan gizi.
Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan
prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana
transportasi serta fasilitas umum lainnya. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar
adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban
bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan,
rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya
status gizi kelompok masyarakat. bantuan makanan yang sering terlambat, tidak
berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi
yang ada.
Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan dari dalam dan
luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas,
tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu.
Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan
buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita.
Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) dan lansia merupakan kelompok
yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak
tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih
pada situasi bencana. Oleh karena itu penanganan gizi dalam situasi bencana menjadi bagian
penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana merupakan
rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra bencana), pada
situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan
pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan
pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya,
sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk
menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam rangka
pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan pemanfaatan anggaran
operasional penanggulangan bencana Kementerian Kesehatan.
Penyelenggaraan makanan pada saat terjadi bencana alam merupakan situasi darurat,
dimana harus dibuat sistem penyelenggaraan makanan, agar kegiatan pemberian makanan
terlaksana. Pemberian makanan dalam keadaan darurat dilakukan dengan pengolahan bahan
makanan seadanya yang didapatkan dari bantuan orang lain, sehingga menu yang disajikan
menyesuaikan dengan bahan makanan yang ada. Penyelenggaraan makanan darurat
merupakan peyelenggaraan makanan yang dipersiapkan pada waktu terjadi keadaan darurat
yang ditetapkan oleh Kepala Wilayah setempat. Sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan, pada dasarnya penyediaan makanan darurat sifatnya sementara dan dalam waktu
yang relatif singkat.
Prinsip dasar penyediaan makanan matang apa bila bencana terjadi memusnahkan
sebagian besar perlindungan dan peralatan penduduk, sehingga masyarakat tidak mungkin
untuk menyelenggarakan makanannya sendiri. Tugas penyediaan makanan dilakukan oleh
team yang dibentuk oleh Kepala Wilayah atau Camat/Bupati yang bertindak sebagai
koordinator pelaksanaan penanggulangan bencana alam, yang dipusatkan pada pos komando
yang ditetapkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksut dengan sistem penyelenggaraan makanan darurat?
2. Bagaimana prosedur pengelolaan penyelenggaraan makanan darurat?
3. Menu apa saja yang dapat dimasak dan diberikan kepada korban bencana dalam
keadaan darurat?
4. Bagaimana cara mencegah terjadinya penurunan status gizi korban bencana?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui apa itu sistem penyelenggaraan makanan darurat.
2. Mengetahui prosedur pengelolaan yang dilakukan dalam penyelenggaraan makanan
darurat.
3. Mengetahui menu yang biasa dimasak dan diberikan kepada korban bencana.
4. Mengetahui cara penanganan gizi pada saat terjadi bencana.

Anda mungkin juga menyukai