JURUSAN KESEHATAN POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2018 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan. Selain itu, keragaman sosio-kultur masyarakat Indonesia juga berpotensi menimbulkan gesekan sosial yang dapat berakibat terjadi konflik sosial. Bencana alam banyak memakan korban baik korban luka, korban hilang, korban yang meninggal dan korban yang masih hidup sehingga masih bisa mengungsi. Dampak bencana tersebut, baik bencana alam maupun konflik sosial, mengakibatkan terjadinya kedaruratan di segala bidang termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan gizi. Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk. Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat. bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi yang ada. Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita. Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) dan lansia merupakan kelompok yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Oleh karena itu penanganan gizi dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat. Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra bencana), pada situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan pemanfaatan anggaran operasional penanggulangan bencana Kementerian Kesehatan. Penyelenggaraan makanan pada saat terjadi bencana alam merupakan situasi darurat, dimana harus dibuat sistem penyelenggaraan makanan, agar kegiatan pemberian makanan terlaksana. Pemberian makanan dalam keadaan darurat dilakukan dengan pengolahan bahan makanan seadanya yang didapatkan dari bantuan orang lain, sehingga menu yang disajikan menyesuaikan dengan bahan makanan yang ada. Penyelenggaraan makanan darurat merupakan peyelenggaraan makanan yang dipersiapkan pada waktu terjadi keadaan darurat yang ditetapkan oleh Kepala Wilayah setempat. Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, pada dasarnya penyediaan makanan darurat sifatnya sementara dan dalam waktu yang relatif singkat. Prinsip dasar penyediaan makanan matang apa bila bencana terjadi memusnahkan sebagian besar perlindungan dan peralatan penduduk, sehingga masyarakat tidak mungkin untuk menyelenggarakan makanannya sendiri. Tugas penyediaan makanan dilakukan oleh team yang dibentuk oleh Kepala Wilayah atau Camat/Bupati yang bertindak sebagai koordinator pelaksanaan penanggulangan bencana alam, yang dipusatkan pada pos komando yang ditetapkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksut dengan sistem penyelenggaraan makanan darurat? 2. Bagaimana prosedur pengelolaan penyelenggaraan makanan darurat? 3. Menu apa saja yang dapat dimasak dan diberikan kepada korban bencana dalam keadaan darurat? 4. Bagaimana cara mencegah terjadinya penurunan status gizi korban bencana? 1.3 Tujuan 1. Dapat mengetahui apa itu sistem penyelenggaraan makanan darurat. 2. Mengetahui prosedur pengelolaan yang dilakukan dalam penyelenggaraan makanan darurat. 3. Mengetahui menu yang biasa dimasak dan diberikan kepada korban bencana. 4. Mengetahui cara penanganan gizi pada saat terjadi bencana.