Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN

7 (TUJUH) DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

HALUSINASI

A. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca


indera (Isaacs, 2002).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana


klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah


(Stuart, 2007).

Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan


sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

B. Penyebab

1. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon


neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan


dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.

- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya


atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan


kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:


kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor


lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Manifestasi Klinis

1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri

2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain

3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata

4. Tidak dapat memusatkan perhatian

5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),


takut

6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

(Budi Anna Keliat, 2005)

D. Akibat

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko


mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut
Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang
lain.

Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada


diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :

Data subjektif :
a) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam

b) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif :

a) Wajah tegang, merah

b) Mondar-mandir

c) Mata melotot rahang mengatup

d) Tangan mengepal

e) Keluar keringat banyak

f) Mata merah

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat


halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga
bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan.

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan


rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali


masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya


berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang
sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

F. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


Ketidakefektifan koping Klien dan Keluarga

Gangguan Sensori Perseptual : Halusinasi

G. Asuhan Keperawatan

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa


pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal.
Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,


kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

8. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

a) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta


membersihkan dan merapikan pakaian.

b) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

c) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

d) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

9. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.

10. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,


pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

11. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

12. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,


psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
13. Daftar masalah keperawatan

a) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi

c) Isolasi sosial : menarik diri

H. Analisa data

Data Subyektif Data Obyektif

1. Klien mengatakan melihat 1. Tampak bicara dan ketawa sendiri.


atau mendengar sesuatu.
2. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Klien tidak mampu
mengenal tempat, waktu, 3. Berhenti bicara seolah mendengar atau

orang. melihat sesuatu. Gerakan mata yang cepat.

2. Klien mengatakan merasa 4. Tidak tahan terhadap kontak yang lama.

kesepian. 5. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih

3. Klien mengatakan tidak saat bicara.

dapat berhubungan sosial. 6. Tidak ada kontak mata.

4. Klien mengatakan tidak 7. Ekspresi wajah murung, sedih.


berguna.
8. Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya
5. Klien mengungkapkan sendiri.
takut.
9. Kurang aktivitas.
6. Klien mengungkapkan apa
10. Tidak komunikatif.
yang dilihat dan didengar
mengancam dan 11. Wajah klien tampak tegang, merah.
membuatnya takut.
12. Mata merah dan melotot.

13. Rahang mengatup.

14. Tangan mengepal.

15. Mondar mandir.


I. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :

Gangguan persepsi sosial: Halusinasi

J. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Gangguan persepsi Setelah dilakukan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK


sensori: halusinasi tindakan keperawatan
Klien
selama 3 x 24 jam
klien mampu · Bina hubungan saling percaya

mengontrol halusinasi · Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap


dengan kriteria hasil:
· Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya
- Klien dapat membina
· Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
hubungan saling
percaya
- Klien dapat · Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya
mengenal pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien tentang halusinasinya
halusinasinya; jenis, meliputi :
isi, waktu, dan
SP I
frekuensi halusinasi,
respon terhadap ü Identifikasi jenis halusinasi Klien
halusinasi, dan ü Identifikasi isi halusinasi Klien
tindakan yg sudah
ü Identifikasi waktu halusinasi Klien
dilakukan
ü Identifikasi frekuensi halusinasi Klien
- Klien
dapat menyebutkan ü Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
dan mempraktekan
ü Identifikasi respons Klien terhadap halusinasi
cara mengntrol
ü Ajarkan Klien menghardik halusinasi
halusinasi yaitu
dengan menghardik, ü Anjurkan Klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
bercakap-cakap kegiatan harian
dengan orang lain,
SP II
terlibat/ melakukan
kegiatan, dan minum ü Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
obat
ü Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
- Klien dapat orang lain
dukungan keluarga
ü Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
dalam mengontrol
halusinasinya SP III

- Klien dapat minum ü Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien


obat dengan bantuan ü Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan
minimal yang biasa dilakukan Klien di rumah)

- Mengungkapkan ü Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian


halusinasi sudah
SP IV
hilang atau terkontrol
ü Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien

ü Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur

ü Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

ü Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.


Keluarga

· Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga dalam merawat Klien

· Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan jenis halusinasi yang dialami
Klien serta proses terjadinya

· Jelaskan dan latih cara-cara merawat Klien halusinasi

· Latih keluarga melakukan cara merawat Klien halusinasi secara langsung

· Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat


LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang


diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri
(Stuart, 2005)

Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas,
2010)

B. Penyebab

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis.

b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan


peran kerja, harapan peran kultural.

c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan


orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.

2. Faktor Presipitasi

a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan


kejadian yang mengancam kehidupannya.

b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan


dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian

d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk,
penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan tumbang
normal moral dan prosedur medis keperawatan

C. Manifestasi Klinis

Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :

1. Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain

2. Mengkritik diri sendiri dan orang lain

3. Gangguan dalam berhubungan

4. Rasa diri penting yang berlebihan

5. Perasaan tidak mampu

6. Rasa bersalah

7. Pandangan hidup yang pesimis

8. Penolakan terhadap kemampuan personal

9. Menarik diri secara social

10. Khawatir dan menarik diri dari realitas

D. Akibat

Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun
tidak mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik
diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:

a. Farmakologi.

b. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku,
terapi keluarga, terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok
yang tujuannya adalah memperbaiki perilaku klien dengan harga diri
rendah.

c. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan


perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar
dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien


dengan gangguan konsep diri berfokus pada tingkat penilaian kognitif terhadap
kehidupan yang terdiri dari :

1. Persepsi

2. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan

3. Menyadari masalah dan perubahan sikap

Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan


klien meningkatkan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya yaitu :

1. Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan


keterbukaan dan saling percaya.

2. Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu


klien untuk menerima perasaan dan pikirannya.

3. Perencanaan realita (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di


yang dapat merubah bukan rang lain.

4. Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien


melakukan tindakan yang perlu untuk merubah respon maladaptif dan
mempertahankan respon adaptif.
F. Pohon Masalah

Deficit Perawatan Diri

Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

Isolasi social: menarik diri

Penurunan motivasi diri

Gangguan citra tubuh

G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga


datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan


jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,


kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas


motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan


kembali.

b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta


membersihkan dan merapikan pakaian.

c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,


lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,


psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

H. Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif

- Adanya ungkapan yang - Kontak mata kurang, sering


menegatifkan diri menunduk

- Mengeluh tidak mampu - Mudah marah dan


melakukan peran dan fungsi tersinggung
sebagaimana mestinya
- Menarik diri
- Ungkapan mengkritik diri
- Menghindar dari orang lain
sendiri, mengejek dan
menyalahgunakan diri sendiri

I. Diagnose Keperawatan

Harga Diri Rendah


J. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Harga Diri Rendah Setelah 2x pertemuan, pasien SP 1


mampu
· Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki
- Mengidentifikasi kemampuan
· Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
dan aspek positif yang dimiliki,
· Pilih kemampuan yang akan dilatih
- Memiliki kemampuan yang
dapat digunakan, · Diskusikan dengan pasien beberapa aktifitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan
- Memilih kegiatan yang
sehari-hari
sesuai kemamampuan
· Bantu pasien menetapkan aktifitas mana yang dapat pasien
- Melakukan kegiatan yang
lakukan secara mandiri
sudah dipiih
· Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
- Merencanakan kegiatan yang
sudah · Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2

· Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)

· Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan

· Latih kemampuan yang dipilih

· Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3

· Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 & SP 2)

· Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan

· Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien


LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian

Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok


mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito, 2008).

Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).

Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).

B. Penyebab

1. Faktor Predis Posisi

Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :

a. Faktor Perkembangan

Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu /


pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk


mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap
mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang
tua atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele,
sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu
mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .

c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor


pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang
berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah
kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit)
dapat menyebabkan isolasi sosial.

d. Faktor biologi

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden


tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga
menderita skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi

Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal
maupun eksternal meliputi.

a. Stressor sosial budaya

Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,


terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara .

b. Stressor Giokimic

Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf


dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat


interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.

d. Stressor psikologis

Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan individu


untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya
masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.

1) Hubungan ibu dan anak

Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan kecemasannya pada


anak, misalnya dengan tekanan suara yang tinggi, hal ini membuat anak
bingung, karena belum dapat mengklasifikasikan dan mengartikan pasien
tersebut.

2) Dependen versus Interdependen

Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan konflik, di


satu sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.

C. Manifestasi Klinis

1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.

2) Menghidar dari orang lain (menyendiri)

3) Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.

4) Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.

5) Komunikasi kurang / tidak ada.

6) Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.

7) Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.


8) Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.

9) Menolak berhubungan dengan orang lain.

10) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

D. Akibat

Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan


persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi
sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan
seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak
ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah
pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang
tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.

E. Penatalaksanaan

1. Farmakoterapi

2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)

3. Terapi psikologi

4. Terapi social

5. Bila serangan pertama

a) Membangkitkan dan diagnosis

b) Pemeriksaan psikologi

c) Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi


tiroid
d) Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus temperralit,
neoplasma) (Buku saku psiatri, penerbit buku kedokteran EGC)

F. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi :Halusinasi

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga


datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan


jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,


kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

7. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

8. Kebutuhan persiapan pulang

a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat makan


kembali.

b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta


membersihkan dan merapikan pakaian.

c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

9. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

10. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,


pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
11. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

12. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,


psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

13. Daftar masalah keperawatan

a) Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

b) Isolasi sosial

c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah

H. Analisa Data

Data Subjektif Data objektif

1. Klien mengatakan tidak suka 1. Klien suka melamun,


berada di rumah sakit jiwa.
2. Klien tampak sedih,
2. Klien mengatakan takut dengan
3. Klien suka menyendiri.
teman-temannya.

I. Diagnose Keperawatan

Isolasi Sosial
J. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan SP 1


keperawatan selama 3 x 24
· Bina hubungan saling percaya
jam Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain baik secara · Identifikasi penyebab isolasi sosial

individu maupun secara SP 2


berkelompok dengan kriteria hasil
· Diskusikan bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan
:
orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
- Klien dapat membina hubungan
· Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang
saling percaya.
· Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan
- Dapat menyebutkan penyebab
berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian
isolasi sosial.
dirumah
- Dapat menyebutkan keuntungan
SP 3
berhubungan dengan orang lain.
- Dapat menyebutkan kerugian · Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
tidak berhubungan dengan orang
· Beri kesempatan pada Klien mempraktekan cara berkenalan
lain.
dengan dua orang
- Dapat berkenalan dan bercakap-
· Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan dua orang tetang
cakap dengan orang lain secara
topik tertentu
bertahap.
· Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan
- Terlibat dalam aktivitas sehari-
berbincang-bincang dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
hari
harian dirumah

SP 4

· Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien

· Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu,


manfaat dan efek samping obat)

· Anjurkan Klien memasukan kegiatan


bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian dirumah

· Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain


LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian

Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko


untuk menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart
dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk
mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-
isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian,
luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).

B. Penyebab

1. Faktor predisposisi

Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri


sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):

a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri


hidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif,
penyalagunaan zat, dan skizofrenia).

b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko


bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.

c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan,


kehilangan dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan
tinfdakan bunuh diri.

e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh
diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti
serotonin, adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.

2. Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat
atau membaca melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.

2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4. Impulsif.

5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat


patuh).

6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat


dosis mematikan).

8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan


mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).

10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

D. Akibat

Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri
adalah mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup.
Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada
diri sendiri.

E. Penatalaksanaan

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar


pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi
psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan
gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani
juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi
elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

F. Pohon Masalah

Harga Diri Rendah Kronis

Isolasi Sosial

Risiko Bunuh Diri

Bunuh Diri
G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga


datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan


jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,


kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah


6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan


kembali.

b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta


membersihkan dan merapikan pakaian.

c) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,


pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,


psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

12. Daftar masalah keperawatan

a) Risiko bunuh diri.


b) Bunuh diri.

c) Isolasi sosial.

d) Harga diri rendah.

H. Analisa Data

No Data Masalah

1. DS: - klien mengatakan tidak ada harapan Resiko bunuh


hidup lagi diri

- klien merasa tidak berguna lagi

- klien selalu mengatakan tentang


kematian dirinya

- klien kadang menunjukkan secara


verbal tentang rencana bunuh diri

DO: - klien tampak gelisah

- klien tampak sedih

- kontak mata kurang

- klien nampak putus asa


I. Intervensi

No. Diagnosa Rencana Keperwatan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Resiko bunuh Pasien tetap Setelah 3x Sp 1 :


diri aman dan pertemuan
o Identifikasi benda2 yang
selamat
- pasien mampu dapat membahayakan
mengidentifikasi pasien.
benda2 yang
o Amankan benda2 yang
dapat mampu
dapat membahayakan
mengendalikan
pasien.
dorongan bunuh
diri o Lakukan kontrak
treatment.
- pasien mampu
mengidentifikasi o Ajarkan cara

aspek positif dan mengendalikan

mampu dorongan bunuh diri.

menghargai diri Sp 2 :
sebagai individu
o Identifikasi aspek positif
yang berharga.
pasien.
- pasien mampu
o Dorong pasien untuk
mengidentifikasi
berpikir positif terhadap
pola koping
diri
yang konstruktif
dan mampu o Dorong pasien untuk
menerapkannya. menghargai diri sebagai
individu yang berharga.
- klien mampu
membut rencana Sp 3 :
masa depan
yang realistis
dan mampu o Identifikasi pola koping
melakukan yang biasa diterapkan
kegiatan. pasien.

o Nilai pola koping yang


biasa dilakukan.

o Identifikasi pola koping


yang konstruktif.

o Dorong pasien memilih


pola koping yang
konstruktif.

o Anjurkan pasien
menerapkan pola
koping yang
konstruktuif dalam
kegiatan harian.

Sp 4 :

o Buat rencana masa


depan yang realistis
bersama pasien.

o Identifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis.

o Beri dorongan pasien


melakukan kegiatan
dalam rangka meraih
masa depan.
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di
mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan


untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat,
2005).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan


untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

B. Penyebab

1. Faktor Predisposisi

a. Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian


dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak
yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku
perilaku kekerasan

b. Perilaku

Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan


yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan
dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya

Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang
wajar

d. Bioneurologis

Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus


frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut
menyumbang terjadi perilaku kekerasan

2. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali


berkaitan dengan (Yosep, 2009):

a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas


seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial


ekonomi.

c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak


membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan


dirinya sebagai seorang yang dewasa.

e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan


alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.

f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,


perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
C. Manifestasi Klinis

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku


kekerasan adalah sebagai berikut:

1. Fisik

a) Muka merah dan tegang

b) Mata melotot/ pandangan tajam

c) Tangan mengepal

d) Rahang mengatup

e) Postur tubuh kaku

2. Verbal

a) Bicara kasar

b) Suara tinggi, membentak atau berteriak

c) Mengancam secara verbal atau fisik

d) Mengumpat dengan kata-kata kotor

e) Suara keras

3. Perilaku

a) Melempar atau memukul benda/orang lain

b) Menyerang orang lain

c) Melukai diri sendiri/orang lain

d) Merusak lingkungan

e) Amuk/agresif

4. Emosi

a) Tidak adekuat

b) Tidak aman dan nyaman


c) Rasa terganggu, dendam dan jengkel

d) Tidak berdaya

e) Bermusuhan

5. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang


lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. Akibat

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi


mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan.

E. Penatalaksanaan

1. Farmakologi

1) Obat anti psikosis : Phenotizin

2) Obat anti depresi : Amitriptyline

3) Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam

4) Obat anti insomnia : Phneobarbital

2. Terapi modalitas

a) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian :

1) BHSP

2) Jangan memancing emosi klien

3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga

4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat

5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah


yang dialami

b) Terapi kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau


aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan
dan tingkah laku pada orang lain.

c) Terapi music

Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan


kesadaran klien.

F. Pohon Masalah

G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa


pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal.
Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek psikososial

a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi


b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan


kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,


pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,


psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

12. Daftar masalah keperawatan

a) Perilaku kekerasan

b) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

c) Perubahan persepsi sensori: halusinasi

d) Harga diri rendah kronis

e) Isolasi social

f) Berduka disfungsional

g) Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif

h) Koping keluarga inefektif


H. Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif

- Klien mengatakan ingin - Sikap tampak kaku dan tegang\


memukul orang lain
- Agresif, agitasi
- Klien mengatakan ingin
- Mengamuk
membunuh
- Peningkatan aktivitas motorik
- Klien mengatakan benci semua
orang - Mengepalkan tinju

- Merusak benda disekitar

I. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Risiko Prilaku Selama perawatan BHSP


Kekerasan diruangan, pasien tidak
SP I:
memperlihatkan
perilaku kekerasan, · Diskusikan penyebab,

dengan criteria hasil tanda dan gejala, bentuk dan


akibat PK yang dilakukan
§ Dapat membina
pasien serta akibat PK
hubungan saling
percaya · Latih pasien mencegah
PK dengan cara: fisik (tarik
§ Dapat mengidentifikasi
nafas dalam & memeukul
penyebab, tanda dan
bantal)
gejala, bentuk dan
akibat PK yang sering · Masukkan dalam jadwal

dilakukan harian
§ Dapat mendemonstrasik
an cara mengontrol PK
SP II:
dengan cara :
· Diskusikan jadwal harian
- Fisik
· Latih pasien mengntrol
- Social dan verbal
PK dengan cara sosial
- Spiritual
· Latih pasien cara menolak
· Minum obat teratur dan meminta yang asertif

§ Dapat menyebutkan dan · Masukkan dalam jadwal


mendemonstrasikan kegiatan harian
cara mencegah PK
yang sesuai
SP III:
§ Dapat memelih cara
mengontrol PK yang · Diskusikan jadwal harian

efektif dan sesuai · Latih cara spiritual untuk

§ Dapat melakukan cara mencegah PK

yang sudah dipilih · Masukkan dalam jadawal


untuk mengontrl PK kegiatan harian

§ Memasukan cara yang SP IV


sudah dipilih dalam
· Diskusikan jadwal harian
kegitan harian
· Diskusikan tentang
§ Mendapat dukungan
manfaat obat dan kerugian
dari keluarga untuk
jika tidak minum obat secara
mengontrol PK
teratur
§ Dapat terlibat dalam
· Masukkan dalam jadwal
kegiatan diruangan
kegiatan harian
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

WAHAM

A. Pengertian

Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-


menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)

Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan


walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
normal. (Stuart dan sundeen, 2004)

Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Harold K, 2004)

B. Penyebab

1. Faktor Predisposisi

a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf


yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks
limbic.
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamat.
d. Virus : paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

2. Faktor Presipitasi

a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan


b. Mekanisme penghantaran listrik abnormal
c. Adanya gejala pemicu
C. Klasifikasi Waham

1. Waham Agama

Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan


secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

2. Waham Kebesaran

Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan


secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

3. Waham Somatik

Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara


berulang yang tidak sesuai kenyataan

4. Waham Curiga

Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang


berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan

5. Waham Sisip Fikir

Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan


kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan

6. Waham Nihilistik

Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang


disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

7. Waham Siar Fikir

Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan
D. Manifestasi Klinis

Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas


penggolongan waham, yaitu:

1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,


kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan

2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain

3. Curiga

4. Bermusuhan

5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)

6. Takut, sangat waspada

7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas

8. Ekspresi wajah tegang

9. Mudah tersinggung

E. Akibat

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai


diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

F. Pohon Masalah

Resiko tinggi melalukan tindak kekerasan

Gangguan isi pikir : waham kebesaran

Koping individu tidak efektif


J. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah
Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga


datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah,
dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan


jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek psikososial

a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi


b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang

a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan


kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,


pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,


psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

12. Daftar masalah keperawatan

a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan


b.Kerusakan komunikasi : verbal
c. Perubahan isi pikir : waham
d.Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
G. Analisa Data

Data Subjektif Perubahan proses pikir :


waham
- klien mengatakan hal-hal yang tidak
sesuai kenyataan

- Klien mengatakan berulang kali

Data Objektif :

- Klien tampak binggung

H. Intervensi

Dx Perencanaan

Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan TUM: 1. Setelah … x 1. Bina hubungan


Proses Pikir : …………. interaksi klien: saling percaya
Waham dengan klien:
…………… o Mau menerima
… kehadiran perawat ¨ Beri salam
di sampingnya.
…………… ¨ Perkenalkan diri,
… o Menyatakan tanyakan nama serta
mau menerima nama panggilan yang
bantuan perawat disukai.
TUK:
o Tidak ¨ Jelaskan tujuan
1. Klien dapat menunjukkan interaksi
membina tanda-tanda curiga
¨ Yakinkan dia dalam
hubungan
keadaan aman dan
saling
perawat siap
percaya
dengan menolong dan
perawat mendampinginya

¨ Yakinkan bahwa
kerahasiaan klien
akan tetap terjaga

¨ Tunjukkan sikap
terbuka dan jujur

¨ Perhatikan keb dasar


dan beri bantuan u/
memenuhinya

2. Klien dapat 2. Klien 1. Bantu klien untuk


mengidentifi menceritrakan ide- mengungkapkan
kasi perasaan ide dan perasaan perasaan dan
yang muncul yang muncul secara fikirannya.
secara berulang dalam
¨ Diskusikan dengan
berulang fikirannya.
klien pengalaman
dalam
(Setelah 2 X yang dialami selama
pikiran klien.
interaksi) ini termasuk
hubungan dengan
orang yang berarti,
lingkungan kerja,
sekolah, dsb.

¨ Dengarkan pernyataan
klien dengan empati
tanpa mendukung /
menentang
pernyataan
wahamnya.
3. Klien dapat 3. Klien dpt 3. Bantu klien untuk
mengidentifi menyebutkan mengidentifikasi
kasi kejadian-kejadian kebutuhan yang tidak
stressor/penc sesuai dengan terpenuhi serta
etus urutan waktu serta kejadian yang
wahamnya. harapan/kebutuhan- menjadi factor
(Triggers nya yg tdk terpenuhi pencetus
Factor) seperti : Harga diri,
¨ Diskusikan dengan
rasa aman dsb.
klien tentang
(2 X interaksi) kejadian-kejadian
transmatik yang
menimbulkan rasa
takut, anxietas
maupun perasaan
tidak dihargai.

¨ Diskusikan dengan
klien cara-cara
mengatasi situasi
tersebut.

¨ Diskusikan dengan
klien apakah ada
halusinasi yang
meningkatkan fikiran
/ perasaan yang
terkait wahamnya.

¨ Hubungkan kejadian-
kejadian tersebut
dengan wahamnya.
4. Klien dapat 4. Klien dapat 4. Bantu klien
mengidentifi membedakan mengidentifikasi
kasi pengalaman nyata keyakinannya yang
wahamnya dengan pengalaman salah tentang situasi
wahamnya. yang nyata (bila klien
sudah siap)
(3x interaksi)
¨ Diskusikan dengan
klien pengalaman
wahamnya tanpa
berargumentasi

¨ Katakan kepada klien


akan keraguan
perawat terhadap
pernyataan klien

¨ Diskusikan dengan
klien respon perasaan
terhadap wahamnya

¨ Diskusikan frekuensi,
intensitas dan durasi
terjadinya waham

¨ Bantu klien
membedakan situasi
nyata dengan situasi
yang dipersepsikan
salah oleh klien

5. Klien dapat 5. Klien dapat 5. Diskusikan dengan


mengidentifi menjelaskan klien pengalaman-
kasi gangguan fungsi pengalaman yang
konsekuensi hidup sehari-hari tidak menguntungkan
dari yang diakibatkan
wahamnya ide-ide / fikirannya sebagai akibat dari
(2x interaksi) yang tidak sesuai wahamnya seperti :
dengan kenyataan
¨ Hambatan dalam
seperti :
berinteraksi dg orang
o Hubungan dengan lain
orang lain
¨ Perubahan dalam
o Pekerjaan prestasi kerja /
sekolah
o Sekolah
¨ Ajak klien melihat
o Prestasi, dsb
bahwa waham
tersebut adalah
masalah yang
membutuhkan
bantuan dari orang
lain

¨ Diskusikan dengan
klien orang/tempat ia
minta bantuan
apabila wahamnya
timbul / sulit
dikendalikan.

6. Klien 6. Klien dapat 6.1. Motivasi klien


melakukan melakukan aktivitas memilih dan
teknik yang konstruktif melakukan aktivitas
distraksi sbg yang dapat yang membutuhkan
cara mengalihkan fokus perhatian dan
menghentika klien dari ketrampilan fisik
n pikiran yg wahamnya, sesuai
terpusat pada dengan minatnya
wahamnya (3X interaksi)
6.2. Bicara dengan
klien topik-topik
yang nyata

6.3. Diskusikan
hobi/aktivitas yang
disukainya

6.4. Ikut sertakan


klien dalam aktivitas
fisik yang
membutuhkan
perhatian sebagai
pengisi waktu luang

6.5. Bertanggung
jawab secara personal
dalam
mempertahankan /
meningkatkan
kesehatan dan
pemulihannya

6.6. Beri
penghargaan bagi
setiap upaya klien
yang positif

7. Klien dapat 7.1. Keluarga dapat 7. Diskusikan dengan


dukungan menjelaskan keluarga tentang :
keluarga tentang pentingnya
¨ Pengertian waham
cara-cara merawat
klien di rumah ¨ Penyebab

7.2. Keluarga dapat ¨ Gejala


menjelaskan cara-
cara merawat klien ¨ Cara merawat
di rumah.
¨ Follow up dan obat
(4X pertemuan)

8. Klien dan 8. Klien dapat 6.7. Klien dengan


keluarga menggunakan obat kesadaran sendiri
dapat dengan benar mau mentaati
menggunaka termasuk : program terapi medik
n obat
o Nama dan orangnya 8. Jelaskan dengan
dengan benar
klien / keluarga
o Jenis obat
pentingnya obat bagi
o Dosis kesehatan klien

o Cara penggunaan 9. Diskusikan dengan


obat klien jenis obat, cara

o Waktu penggunaannya, side


efek obat serta kapan
o Side efek dan
dia harus minta
tindakan yang harus
pertolongan apabila
dilakukan bila
terjadi sesuatu yang
terjadi efek samping
tidak diinginkan
obat
sebagai dampak
(3X interaksi) pemakaian obat

10. Jelaskan kepada klien


/ keluarga bahwa
pemberhentian /
perubahan dosis
harus sepengetahuan
dan saran dari dokter
yang merawat.
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam


memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan


aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan


deficit peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan
akemat 2007).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan


untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis.

B. Penyebab

1. Faktor prediposisi

a) Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga


perkembangan inisiatif terganggu.

b) Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan


perawatan diri.

c) Kemampuan realitas turun


Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.

d) Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.


Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.

2. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang


penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal


hygiene adalah:

a) Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri


misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.

b) Praktik Sosial

Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

c) Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d) Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang


baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

e) Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

f) Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan


diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.

g) Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya

C. Manifestasi Klinis

1. Fisik:

· Badan bau, pakaian kotor

· Rambut dan kulit kotor

· Kuku panjang dan kotor

· Gigi kotor disertai mulut yang bau

· Penampilan tidak rapi

2. Psikologis

· Malas, tidak ada inisiatif

· Menarik diri, isolasi diri

· Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina

3. Social

· Interaksi kurang
· Kegiatan kurang

· Tidak mampu berprilaku sesuai norma

· Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi
dan mandi tidak mampu mandiri

D. Akibat

Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri


seperti pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi
isolasi sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi dalam
melakukan perawatan terhadap tubuhnya.

E. Penatalaksanaan

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri

· Bina hubungan saling percaya

· Bicarakan tentang pentingnya kebersihan

· Kuatkan kemampuan klien merawat diri

2. Membimbing dan menolong klien merawat diri

· Bantu klien merawat diri

· Ajarkan keterampilan secara bertahap

· Buatkan jadwal kegiatan setiap hari

3. Ciptakan lingkungan yang mendukung

· Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan perawatan diri

· Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau oleh klien

· Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman


F. Pohon Masalah

Defisit Perawatan Diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi social

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)

G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga


datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan


jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial

a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b. Konsep diri

c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,


kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas


motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan


kembali.

b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta


membersihkan dan merapikan pakaian.

c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,


lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,


psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

12. Daftar masalah keperawatan

a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

b. Isolasi Sosial

c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

H. Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif

· Klien mengatakan · Ketidak mampuan mandi atau


dirinya malas mandi karena membersihkan diri ditandai dengan rambut
airnya dingin,atau di RS kotor,gigi kotor,kulit berdaki,dan berbau
tidak tersedia alat mandi. serta kuku panjang dan kotor.

· Klien mengatakan · Ketidak mampuan berpakaian atau


dirinya malas berdandan. berhias ditandai dengan rambut acak-
acakan,pakaian kotor dan tidak rapi,pakaian
· Klien mengatakan ingin
tidak sesuai tidak bercukur ( laki-laki ) atau
disuapi makan
tidak berdandan ( wanita ).
· Klien mengatakan jarang
· Ketidak mampuan makan secara mandiri
memberiskan alat
ditandai dengan ketidak mampuan
kelaminya setelah BAK
mengambil makan sendiri,makan
maupun BAB.
berceceran,dan makan tidak pada tempatnya.
· Ketidak mampuan BAB atau BAK secara
mandiri ditandai BAK atau BAB tidak pada
tempatnya,tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB atau BAK.

H. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Defisit Perawatan Setelah dilakukan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK


Diri tindakan
Pasien
keperawatan selama
3 x hari, klien dapat · Menjelaskan pentingnya

mandiri melakukan kebersihan dan kerapian diri

perawatan diri · Mendiskusikan ciri-ciri badan


dengan kriteria: bersih dan rapi

· Dapat · Menjelaskan manfaat bsdsn


menjelaskan bersih dan rapi dan kerugian jika
pentingnya jika badan tidak bersih dan tidak
kebersihan dan rapi
kerapian
· Mengajarkan cara menjaga
· Menyebutkan kebersihan dan kerapian diri
ciri-ciri badan
· Memberikan kesempatan pada
yang bersih dan
pasien untuk mendemonstrasikan
rapi
cara menjaga kebersihan dan
· Dapat kerapian diri
menyebutkan
manfaat badan · Menganjurkan pasien
bersih dan rapi memasukan cara menjaga
kebersihan dan kerapian kedalam
· Dapat
jadwal kegiatan harian
menyebutkan
kerugian badan
badan yang tidak
Keluarga
bersih dan tidak
rapi · Mendiskusikan kesulitan yang
dirasakan keluarga dalam merawat
· Dapat
pasien dengan masalah deficit
mempraktikan
perawatan diri
cara melakukan
cara perawatan · Menjelaskan ciri-ciri pasien

diri dengan benar yang mengalami masalah deficit


perawatan diri dan jenis deficit
· Badan bersih
perawatan diri yang sering dialami
dan rapi
oleh pasien dan proses terjadinya
· Badan tidak
· Menjelaskan cara –cara merawat
bau
pasien deficit perawatan diri
· Dapat
· Melatih keluarga mempraktekan
melakukan
cara merawat pasien dengan deficit
aktifitas
perawatan diri
perawatan diri
secara mandiri · Membantu keluarga membuat
jadwal aktifitas perawatan diri bagi
pasien dirumah termasuk minum
obat (discharge planning)
Daftar Pustaka

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta
: Salemba Medika

Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan),
Widya Medika, Jakarta

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.

Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah


Psikososial dengan gangguan jiwa

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:


Nuha Medika Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 –


2006. Jakarta : Prima Medika.
Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC

Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan


Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.

Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai