Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi
kesehatan pekerja. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja
antara lain faktor fisik, faktor kimia, dan faktor biologis. Lingkungan kerja
ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja
(Kurniawati, 2006).
Dermatofitosis ialah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur
dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum
korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia. Terdapat tiga genus penyebab
dermatofitosis, yaitu microsporum, trichophyton, dan epidermophyton (Wolff
and Johnson, 2012). Prevalensi penyakit dermatofitosis di Asia mencapai
35,6% (Kumar et al, 2011).
Di Indonesia sendiri pada tahun 2000-2004 prevalensinya mengalami
peningkatan 14,4% (Hidayati, 2009). Dari keseluruhan insidensi berhubungan
dengan pekerjaan, sehingga sering disebut dermatofitosis akibat kerja antara
lain Tinea pedis (Kumar et al, 2011).
Tinea pedis adalah salah satu infeksi kulit pada sela jari kaki dan telapak
kaki yang disebabkan oleh Trichophyton rubrum (Viegas et al, 2013; Wolff
dan Johnson, 2012). Prevalensi Tinea pedis berdasarkan data statistik dari
beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia seperti RS. Dr. Soetomo,
RSCM, RS. Dr. Hasan Sadikin, RS. Dr. Sardjito didapatkan hasil relatif 16%
(Adiguna, 2004). Di National Skin Care Singapura pada tahun 1999-2003,
presentase Tinea pedis mencapai 27,3% (Tan, 2005). Di Chumitshu Chuo
Hospital Tokyo Jepang, presentase Tinea pedis mencapai 64,2% (Takahashi, 2
2002). Berdasarkan data statistik Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2011 jumlah kunjungan kasus
dermatofitosis hampir tidak ditemukan, karena penyakit ini tidak lagi menjadi
jangkauan fasilitas kesehatan tingkat tiga atau empat seperti RSUD Dr.
Moewardi (Diklat RSUD Dr. Moewardi, 2015). Hasil wawancara dengan

1
dinas kesehatan kota Surakarta, 10 besar penyakit kulit yang ada di seluruh
puskesmas Surakarta menunjukan bahwa Tinea pedis termasuk di dalamnya
(Dinkes, 2015). Banyaknya kasus Tinea pedis tersebut disebabkan karena
kebiasaan pemakaian sepatu tertutup dalam aktivitas atau pekerjaan seharihari
(Ervianti et al, 2002).
Tinea pedis sering menyerang orang dewasa usia 20-50 tahun yang
berkerja di tempat basah seperti tukang cuci mobil dan motor, petani,
pemungut sampah atau orang yang setiap hari harus memakai sepatu tertutup
(Soekandar, 2001). Bertambahnya kelembaban karena keringat, pecahnya kulit
karena mekanis, dan paparan terhadap jamur merupakan faktor predisposisi
yang menyebabkan Tinea pedis (Kumar et al, 2011).
Kurangnya kebersihan memegang peranan penting terhadap infeksi jamur
(Siregar, 2005). Keadaan gizi kurang akan menurunkan imunitas seseorang
dan mempermudah seseorang terjangkit suatu penyakit (Chandra dan Kumari,
1994). Di Indonesia terdapat beberapa pekerjaan dengan pemakaian sepatu
boots diantaranya, petani, pencuci mobil dan motor, anggota brimob dan
pemungut sampah (Soekandar, 2001). Angka kejadian penyakit yang paling
sering di temukan dalam pemakaian sepatu boots antara lain seperti dermatitis
kontak alergi, scabies dan dermatofitosis (Wardani, 2007).
Oleh karena itu, sebagai seorang perawat harus memiliki kompetensi
dalam merawat pasien dengan tinea pedis. Selain itu, seorang perawat harus
mampu menjelaskan terjadinya tinea pedis, termasuk faktor risiko terjadinya
tinea pedis. Dalam makalah ini, dijelaskan mengenai tinea pedis beserta
asuhan keperawatan pada pasien dengan tinea pedis.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu memahami tinea pedis dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan tinea pedis
Tujuan Khusus:
a. Mahasiswa mampu memahami definisi tinea pedis
b. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi tinea pedis

2
c. Mahasiswa mampu memahami etiologi tinea pedis
d. Mahasiswa mampu memahami epidermologi tinea pedis
e. Mahasiswa mampu memahami faktor risiko tinea pedis
f. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi tinea pedis
g. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis tinea pedis
h. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik tinea pedis
i. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan tinea pedis
j. Mahasiswa mampu memahami prognosis tinea pedis
k. Mahasiswa mampu memahami WOC tinea pedis
l. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan umum dan kasus pada
pasien dengan tinea pedis

1.3 Manfaat
Makalah dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran oleh mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien dengan tinea pedis

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea adalah salah satu penyakit kulit yang di sebabkan oleh jamur.Jamur
yang berperan dalam penyakit tinea adalah dermatofita. Dermatopita
merupakan sekelompok jamur miselium yang menginfeksi keratin stratum
korneum rambut dan kuku (Chadrasoma, 2006). Masyarakat umum biasa
menyebut penyakit ini dengan kutu air. Ada juga yang menyebut Athlete’s
Foot.
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku yang di
sebabkan golongan jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit) (Adhi
Djuanda, 2000).
Tinea yang merupakan salah satu dermatosis adalah infeksi fungus
superficial pada kulit yang di sebabkan oleh spesies dermatofilia micosforum,
epidermophyton atau trycospiton. Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur
dermatofit (species microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang
menyerang epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan
rambut.
Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang
rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku
(Sutomo, 2007). Infeksi jamur di daerah superficial pada kulit biasanya
disebut dengan dermatophytosis atau biasanya, kurap. Infeksi jamur terjadi
ketika rentan adanya kontak host yang datang dengan organisme. Organisme
dimana adanya transmisi langsung dengan kontak pada binatang atau infeksi
pada orang lain atau dengan benda mati seperti pada sisir, sarung bantal,
handuk dan topi.

2.2 Klasifikasi
Ada 3 bentuk Tinea pedis
1. Bentuk Intertriginosa
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-
celah jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan
kelembaban di celah-ceIah jari tersebut membuat jamur-jamur hidup

4
lebih subur. Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena
sentuh. Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas
disertai gejala-gejala umum.
2. Bentuk Hyperkeratosis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik
terutama ditelapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila
hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisura-fisura yang dalam pada
bagian lateral telapak kaki.
3. Bentuk Vesikuler Subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar
jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada
vesikel dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta
perasaan gatal yang hebat. Bila vesikel-vesikel ini memecah akan
meninggalkan skuama melingkar yang disebut Collorette. Bila terjadi
infeksi akan memperhebat dan memperberat keadaan sehingga dapat
terjadi erisipelas. Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis, dapat
terjadi pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan.
Penyebab utamanya ialah: T. Rubrum, T. Mentagrofites, dan
Epidermofiton Flokosum.

2.3 Etiologi
Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Epidermophyton,
trichophyton, microsporum, dan C. Albicans yang ditularkan secara kontak
langsung atau tidak langsung (Siregar, 2005)
T. Rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering
menyerupai bentuk sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki; T. Mentagrophyte
seringkali menimbulkan lesi yang vesikular dan lebih meradang sedangkan E.
Floccosum bisa menyebabkan salah satu diantara dua pola lesi diatas.

2.4 Epidermologi
Tinea pedis lebih sering dialami oleh orang dewasa (17%), tapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada anak-anak (4%). Kondisi umum tinea
pedis dialami pada usia sekitar 16-45 tahun pada orang-orang yang memiliki
aktifitas banyak. Laki-laki lebih sering mengalami tinea pedis daripada
wanita.

5
Tinea pedis dapat ditularkan melalui kontak yang dekat dengan penderita,
hewan (hewan peliharaan), terkontaminasi oleh tanah yang bisa terjadi secara
langsung dan/atau tidak langsung. Penularan akan lebih mudah diantara
anggota keluarga yang tinggal serumah yang di dukung dengan lingkungan
yang hangat, lembab dan mengenakan pelindung kaki yang ketat. Tidak
menutup kemungkinan seseorang dengan penyakit seperti imunodefisiensi,
diabetes mellitus, dermatitis atopic, hyperhidrosis, insufisiensi perawatan kaki
dan obesitas dapat mudah tertular tinea pedis (Barankin, 2015).

2.5 Faktor Risiko


Faktor risiko Tinea pedis antara lain:
1. Penggunaan pelindung kaki yang kurang tepat
Penggunaan sepatu tertutup yang lama setiap hari, pemakaian kaus kaki
ketika bekerja, dan paparan jamur. Selain itu pemakaian kaus kaki dengan
bahan yang tidak dapat menyerap keringat dapat menambah kelembaban
di sekitar kaki yang cenderung mendukung jamur dapat tumbuh subur.
2. Kondisi sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan pribadi juga
memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur
pada sosial ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial
ekonomi yang lebih baik)
3. Status gizi yang buruk akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
terhadap penyakit.
4. Kebersihan pribadi (mencuci kaki setiap hari, menjaga kaki selalu kering)
yang kurang diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur (Siregar,
2005).
5. Seseorang dengan penyakit seperti imunodefisiensi, diabetes mellitus,
dermatitis atopic, hyperhidrosis, insufisiensi perawatan kaki dan obesitas
dapat mudah tertular tinea pedis (Barankin, 2015).

2.6 Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan lansung dapat secara fornitis, epitel, rambut yang mengandung
jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat
melalui tanaman kayu yang dihinggapi jamur dan pakaian debu. Agen
penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk
atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan

6
tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinisase yang mencerna keratin,
sehingga dapat memudahkan invasi ke sratum korneum. Infeksi dimulai
dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di dalam jaringan keratin yang
mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan
epidermis dan menimbulkan jaringan peradangan. Pertumbuhannya dengan
pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan
batas yang jelas dan meninggi. Reaksi kulit semula berbentuk papula yang
berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur
antropofilik, zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing
jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap
manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton
rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang liapt paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang
jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur,
tampak pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti
pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana
terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi
yang lebih rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang
baik (Boel, Trelia.Drg. M.Kes. 2003).

2.7 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis tinea pedis dibedakan menjadi 3 (tiga) bentuk, yaitu:
1. Bentuk intertriginasi
Kelainan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi di celah-
celah jari IV dan V. Hal ini terjadi akibat kelembaban di celah-celah jari
tersebut, membuat jamur hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi
fisura yang nyeri bila disentuh. Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan
selulitis atau erisipelis disertai gejala umum.

7
Gambar 1. Tinea pedis pada sela jari kaki
Sumber: (Dawber R, Bristow I, Turner W, 2005)

2. Bentuk hiperkeratoris
Di sini yang tampak lebih jelas ialah terjadinya penebalan kulit
disertai sisik, terutama pada telapak kaki, tepi kaki, dan punggung kaki.
Bila hiperkeratosis hebat dapat terjadi fisura yang dalam pada bagian
lateral telapak kaki. Keadaan ini disebut moccasin foot.

Gambar 2. Tinea pedis pada telapak kaki


Sumber: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/athletes-
foot/symptoms-causes/dxc-20235876

3. Bentuk vesikular Subakut


Kelainan-kelainan yang timbul dimulai pada daerah sekitar sela
jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada
vesikel dan bula yang terletak di bawah kulit, disertai perasaan gatal yang
hebat. Bila vesikel ini akan memecah akan meninggalkan skuama
melingkar yang disebut “COLLORETTE”. Bila terjadi infeksi akan
memperhebat dan memperberat keadaan sehinga dapat terjadi erisipeles.
Semua bentuk yang terdapat pada tinea pedis, dapat terjadi pada tinea
manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan. Penyebab utama
infeksi adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Epidermophyton floccosum. Tinea manus dan Tinea pedis harus
dibedakan dengan Dermatitis kontak akut alergis, skabiesis, psoriasis
pustulosa (Siregar, 2005).

8
Gambar 3. Tinea Pedis, Vesiko bulosa dengan hiperpigmentasi dari lesi
yang inflamasi
Sumber : (Hainer BL, 2003)

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis Tinea Pedis Diagnosis tinea pada umumnya dapat ditegakkan
berdasarkan gejala-gejala klinis yang khas dan pemeriksaan sediaan langsung
dengan KOH 10-20% dan biakan. Untuk mendiagnosis diperlukan skuama
dari bagian tepi lesi yang diambil dengan menggunakan skalpel. Skuama
tersebut ditaruh pada slide yang ditetesi oleh larutan kalium hidroksida.
Diagnosis dibuat dengan memeriksa skuama yang terinfeksi tersebut secara
mikroskopis dan mengisolasi mikroorganisme penyebab dalam media kultur
(Siregar, 2005).
Tinea pedis disebabkan oleh jamur parasit yang memang memilih manusia
sebagai inangnya dan biasanya menginfeksi area yang lembap, seperti jari-jari
kaki. Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh diagnosis penyakit ini
umumnya berdasarkan hasil pengamatan pada area yang terinfeksi tadi.
Gejala-gejala lain juga turut diamati dan dianalisis melalui pemeriksaan fisik
guna mengetahui penyebab dari rasa gatal atau gejala lain yang menyertai.
Pemeriksaan fisik juga akan menyediakan contoh jaringan kulit yang akan
digunakan untuk memastikan penyebab dari infeksi.
Beberapa tes yang dapat dilakukan pada sampel kulit adalah tes KOH atau
tes mikroskopi untuk yang menggunakan potasium hidroksi untuk mendeteksi
penyebab infeksi. Tes ini membantu dokter untuk mencari penyebab lain yang
mempunyai gejala serupa, seperti psoriasis, eksim, eritrasma, kandidiasis,
dermatitis kontak, dan pitted keratolysis. Selain itu, dapat dilakukan biakan
dengan menggunakan agar khusus.

2.9 Penatalaksanaan
1. Keperawatan

9
Penyakit tinea pedis sering kambuh sehingga untuk menghindari faktor
risiko seperti:
a. Gunakan kaus kaki yang dapat menyerap keringat dan diganti tiap
hari. Kaki harus bersih dan kering.
b. Hindari memakai sepatu tertutup, sepatu sempit, sepatu olah raga, dan
sepatu plastik, terutama yang digunakan sepanjang hari.
c. Tidak bertelanjang kaki atau selalu memakai sandal sehingga dapat
menghindari kontak dengan jamur penyebab tinea pedis.
d. Kaki dan sela jari kaki dijaga agar selalu kering, terutama sesudah
mandi dapat diberikan bedak dengan atau tanpa anti jamur.
e. Penggunaan bedak anti jamur juga dapat ditaburkan dalam sepatu dan
kaus kaki agar dapat mengurangi pertumbuhan jamur (Irianto, 2014).
2. Medis
Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal (dioles), ada pula
yang tersedia dalam bentuk oral (obat minum). Jenis obat luar (salep)
seringkali digunakan jika lesi kulit tidak terlalu luas. Salep harus dioleskan
pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum tidur selama dua
minggu, meskipun lesinya telah hilang. Menghentikan pengobatan dengan
salep dapat menimbulkan kekambuhan. Karena jamur belum terbasmi
dengan tuntas. Jika prosesnya cukup luas, selain obat topikal, perlu
ditambahkan obat minum, misalnya griseofulvin, terbinafine, itraconazole,
dll (Irianto, 2013).

2.10 Prognosis
Pengobatan yang diterapkan dalam beberapa minggu pada kaki atau
daerah yang terkena tinea pedis dengan gejala yang baru. Infeksi tinea padis
kronis atau berulang bisa disembuhkan tetapi memerlukan perubahan
signifikan dalam perawatan kaki dan beberapa minggu pengobatan. Kasus
yang lebih parah mungkin memerlukan obat oral. Bahkan setelah pengobatan
berhasil, penderita tetap berisiko terhadap infeksi ulang jika mereka tidak
mengikuti pedoman pencegahan. Sebagian besar kasus tinea pedis sembuh
dalam waktu dua minggu untuk yang akut. Apabila kasus lebih parah dapat
mencapai waktu satu bukan atau bahkan lebih lama. Pengobatan akan baik
apabila dilakukan perawatan yang sesuai (Barankin, 2015).

2.11 WOC (Terlampir)

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM

3.1 Pengkajian
Anemnesis dilakukan untuk mengklasifikasikan suatu pemahaman
sehingga perlu ada kesepakatan antara pemeriksa dan pasien.Wawancara
harus efektif dan harus memahami perasaan pasien sehingga pasien lebih
terbuka. Dibawah ini adalah wawancara pada pasien gangguan sistem
integument:
1. Keluhan Utama
Pasien dengan tinea pedis adalah gatal diantara jari-jari kaki. Penderita
umnya memiliki riwayat berenang pada kolam yang digunakan secara
umum atau kurangnya higienis pada kaki. Selain itu, juga dapat ditemukan
pada orang yang dalam kehidupan sehari-hari banyak bersepatu tertutup
diserai pperawatan kaki yang buruk, serta para pekerja dengan kaki yang
selalu atau sering basah.
2. Pemeriksaan Fisik
Tinea pedis yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Di antara
jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan
ini dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain.
Oleh karena daerah ini lembap, maka sering dilihat maserasi. Aspek klinis
maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini
dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telsh
diserang oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun
dengan menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada
suatu saat kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga
terjadi selulitis, limfagitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas,
yang disertai gejal-gejal umum. Pada bentuk subakut terlihat vesikel,
vesiko-pustul dan kadang bula. Kelainan ini dapat dimulai pada daerah
sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Isi vesikel

11
berupa cairan jernih yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut
meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pola tidur / istirahat b.d gatal/pruritus
2. Gangguan konsep diri (body image) b.d perubahan penampilan fisik
3. Kerusakan integritas kulit b.d lesi akibat efek dari garuk

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Gangguan pola tidur / istirahat b.d gatal/pruritus
Tujuan: klien dapat menjelaskan dan mampu menerapkan tehnik untuk
mempermudah tidur dalam waktu 1x24 jam
Kriteria hasil:
a. Klien dapat menjelaskan faktor-faktor penghambat tidur.
b. Dapat mengidentifikasi tehnik untuk mempermudah tidur.
Intervensi Rasional
Identifikasi faktor-faktor penyebab tidak Untuk mengetahui penyebab
bisa tidur dan penunjang keberhasilan klien tidak bisa tidur.
tidur
Beri penjelasan pada klien dan keluarga Agar klien mengerti dengan
penyebab gangguan pola tidur. pola tidur klien
Anjurkan klien mandi air hangat Agar perkembangan jamur
sebelum tidur dan mengoleskan obat terhenti
salep (sesuai terapi) pada daerah lesi
Kolaborasikan dengan tim medis dalam Untuk membantu proses
pemberian antihistamin/antigatal penyembuhan.

Atur prosedur tindakan medis atau Agar klien mengerti tentang


keperawatan untuk memberi sedikit tindakan yang diberikan
mungkin gangguan selama periode tidur selama priode tidur.

2. Gangguan konsep diri (body image) b.d perubahan penampilan fisik


Tujuan: klien mampu menunjukkan peningkatan konsep diri dalam waktu
3x24 jam
Kriteria hasil:

12
a. Dapat menyatakan dan menunjukkan peningkatan konsep diri.
b. Dapat menunjukkan adaptasi yang baik dan menguasai kemampuan
diri.
Intervensi Rasional
Dorong klien untuk menyatakan Agar klien dapat
perasannya, terutama cara ia merasakan mengekspresikan perasaan
sesuatu, berpikir, atau memandang yang dirasakan
dirinya sendiri.
Dorong klien untuk mengajukan Untuk mengevaluasi atas
pertanyaan mengenai masalah tindakan yang telah diberikan.
kesehatan, pengobatan, dan kemajuan
pengobatan dan kemungkinan hasilnya
Beri informasi yang dapat dipercaya Agar klien yakin dan percaya
dan menguatkan informasi yang telah atas keadaannya
diberikan
Kaji kembali tanda dan gejala gangguan Untuk mengetahui kondisi
harga diri, gangguan citra tubuh, dan atau perubahan yang terjadi
perubahan penampilan peran. pada klien
Beri penjelasan dan penyuluhan tentang Agar klien memahami tentang
konsep diri yang positif konsep diri klien

3. Kerusakan integritas kulit b.d lesi akibat efek dari garuk


Tujuan: kondisi klien menunjukkan kemajuan dalam perbaikan integritas
kulit dalam waktu 7x24 jam
Kriteria hasil:
a. Area terbebas dari infeksi lanjut.
b. Kulit bersih, kering, dan lembab.
Intervensi Rasional
Kaji keadaan kulit Untuk mengetahui kondisi dan
keadan umum klien.
Kaji perubahan warna kulit Untuk mengetahui perubahan kulit
yang dialami klien.
Pertahankan agar area luka tetap Untuk mencegah terjadinya infeksi
bersih dan kering
Anjurkan klien untuk memakai Untuk memodifikasi lingkungan
pakaian ( baju, celana, dalam, kaus untuk mempercepat proses

13
kaki) yang mudah menyerap penyembuhan klien
keringat
Kolaborasi dengan dokter dalam Agar terapi dan pengobatan dapat
pemberian terapi memberi perubahan pada kondisi
yang dialami klien.

14
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1 Kasus
Tn. A (50 tahun) datang ke puskesmas dengan keluhan gatal diantara jari
kaki. Pada pemeriksaandi kaki ditemukan adanya ruam-ruam kulit diantara
jari kaki ke 4 dan 5, ruam-ruam kulit tampak putih yang dilingkari sisik halus
dan tipis. Pasien mengatakan munculnya fisura dan rasa gatal sejak 5 hari
yang lalu. Pasien juga mengatakan mengkonsumsi obat K untuk mengurangi
rasa gatal, namun rasa gatal tidak kunjung hilang. Pasien bekerja sebagai
petani, satu minggu yang lalu pasien membajak sawah dan lupa tidak
memakai pelindung kaki. Karena rasa gatal pada kaki, jumlah jam tidur
pasien berkurang yang awalnya 8 jam sekarang hanya 4 jam sehingga pada
siang hari pasien sering mengantuk, muncul kantung mata dan sering
menguap. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya
koloni bakteri Trichophyton rubrum. Hasil TTV pasien: TD 120/80 mmHg,
suhu 36oC, RR 18x/menit, dan nadi 86x/menit.

4.2 Pengkajian
a. Identitas pasien:
1) Nama : Tn. A
2) Umur : 50 tahun
3) Pekerjaan : Petani
4) Status : Menikah
5) Alamat : Surabaya
b. Keluhan utama: pasien mengatakan merasa gatal di antara jari kaki ke 4
dan 5
c. Riwayat penyakit sekarang: pasien mengatakan merasa gatal sejak 5 hari
yang lalu dan timbul fisura. Satu minggu sebelumna pasien membajak
sawah dan lupa memakai pelindung kaki. Pasien juga mengatakan jam
tidur pasien berkurang akibat rasa gatal.
d. Riwayat peyakit keluarga: tidak ada
e. Riwayat pengobatan: mengkonsumsi obat K untuk mengurangi rasa gatal
f. Pemeriksaan fisik
1) Brearth: 18x/menit
2) Blood: TD 120/80 mmHg, Nadi 86x/menit
3) Brain: normal
4) Bladder: normal
5) Bowel: normal

15
6) Bone: adanya ruam-ruam kulit tampak putih yang dilingkari sisik
halus dan tipis di antara jari kaki ke 4 dan 5

4.3 Analisa data


Data Etiologi Masalah
keperawatan
DS: - Infeksi jamur Trichophyton Kerusakan
DO:
rubrum integritas kulit
ruam-ruam diantara

jari kaki ke 4 dan 5, Tinea pedis/kutu air

ruam-ruam tampak
Pengeluaran keratinase
putih yang dilingkari ↓
Merusak keratin pada lapisan
sisik halus dan tipis
stratum korneum

Menimbulkan squama, ruam-ruam
kulit

Kerusakan integritas kulit
DS: - Infeksi jamur Trichophyton Risiko infeksi
DO:
rubrum
Adanya ruam kulit

berwarna putih, suhu Tinea pedis/kutu air

tubuh 36oC, jumlah
Pengeluaran keratinase
leukosit 4.000/mm3 ↓
Merusak keratin pada lapisan
stratum korneum

Muncul antigen antibodi

Reaksi inflamasi

Pengeluaran mediator kimia

Timbul rasa gatal

Adanya garukan

Rusaknya barier pertahanan tubuh
primer

Risiko infeksi

16
DS: Infeksi jamur Trichophyton Gangguan pola
Pasien mengatakan
rubrum tidur
sering terbangun pada ↓
Tinea pedis/kutu air
malam hari karena

rasa gatal, pasien Pengeluaran keratinase

sering menguap pada
Merusak keratin pada lapisan
siang hari
stratum korneum
DO:

Waktu tidur pasien 4
Muncul antigen antibodi
jam, terdapat kantung ↓
Reaksi inflamasi
mata

Pengeluaran mediator kimia

Timbul rasa gatal pada malam
hari

Pasien terbangun pada malam hari

Gangguan pola tidur

4.4 Diagnosa Keperawatan


a. Kerusakan integritas kulit b.d adanya ruam-ruam kulit
b. Risiko infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat (kerusakan kulit,
trauma jaringan)
c. Gangguan pola tidur b.d adanya gangguan rasa nyaman

4.5 Intervensi Keperawatan


a. Kerusakan integritas kulit b.d adanya ruam-ruam kulit
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakana Pressure Management
a. Jaga kebersihan kulit agar tetap
keperawatan yang optimal,
bersih dan kering
kerusakan integritas kulit pasien
b. Monitor aktivitas dan
teratasi dengan kriteria hasil:
mobilisasi pasien
a. Integritas kulit yang baik dapat
c. Monitor status nutrisi pasien
dipertahankan (sensasi, d. Anjurkan pasien mandi dengan
elastisitas, temperatur, hidrasi, sabun dan air hangat
e. Ajarkan pada pasien dan
dan pigmentasi)
b. Tidak ada luka/ruam-ruam keluarga cara perawatan ruam-
pada sela jari kaki ke 4 dan 5 ruam pada kulit

17
c. Mampu melindungi kulit dan f. Cegah kontaminasi feses dan
mempertahankan kelembapan urin
kulit dan perawatan alami

b. Gangguan rasa nyaman b.d proses inflamasi


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan teknik aseptik
b. Cuci tangan setiap sebelum
keperawatan, pasien tidak
dan setelah tindakan
mengalami infeksi dengan kriteria
keperawatan
hasil:
c. Tingkatkan intake nutrisi
a. Tidak terdapat kemerahan di d. Inspeksi kulit adanya
antara jari kaki ke 4 dan 5 kemerahan, edem, panas, nyeri
b. Suhu 36oC e. Ajarkan pasien dan keluarga
c. Tidak terdapat edema
tentang tanda dan gejala
d. Jumlah leukosit 4.000-
infeksi
10.000/mm3
e. Pasien menunjukkan
kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi

c. Gangguan pola tidur b.d adanya gangguan rasa nyaman


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Sleep Enhancement
keperawatan, gangguan pola a. Determinasi efek-efek medikasi
tidur pasien teratasi dengan terhadap pola tidur
b. Jelaskan pentingnya tidur yang
kriteria hasil:
adekuat
a. Jumlah jam tidur 8 jam
c. Ciptakan lingkungan yang nyaman
b. Perasaan fresh saat
d. Fasilitasi untuk memperhatikan
bangun tidur
aktivitas sebelum tidur (seperti:
c. Tidak terdapat kantung
membaca)
mata
e. Kolaborasi pemberian obat untuk
d. Tidak menguap saat saian
mengurangi rasa gatal
hari

18
BAB V
KESIMPULAN

Kejadian tinea pedis dipengaruhi oleh pekerjaan seseorang, dimana tinea pedis
sering terjadi pada orang yang bekerja di lingkungan yang basah seperti tukang
cuci mobil dan motor, petani, pemungut sampah atau orang yang setiap hari harus
memakai sepatu tertutup. Tinea pedis disebabkan oleh jamur yaitu T. Rubrum.
Tanda-tanda seseorang mengalami tinea pedis yaitu: pada kaki tampak berupa
maserasi, skuamasi serta erosi di celah-celah jari IV dan V, terjadinya penebalan
kulit disertai sisik, terutama pada telapak kaki, tepi kaki, dan punggung kaki, serta
tampak ada vesikel dan bula yang terletak di bawah kulit, disertai perasaan gatal
yang hebat. Beberapa tes yang dapat dilakukan pada sampel kulit adalah tes KOH
atau tes mikroskopi untuk yang menggunakan potasium hidroksi untuk
mendeteksi penyebab infeksi. Adapun tindakan nonfarmakologi yang dapat
dilakukan adalah pencucian kaki setiap hari diikuti dengan pengeringan yang baik
di daerah sela jari. Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal (dioles),
ada pula yang tersedia dalam bentuk oral (obat minum). Oleh karena itu, peran
perawat yaitu memberikan asuhan keperawatan dengan cara merawat luka tinea
pedis dan memberikan edukasi pada pasien untuk meningkatkan personal hyginie
pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bag/SMF Ilmu Kesehatan Penyakit Kulit dan kelamin FK UNAIR/ RSU Dr.
Soetomo Surabaya. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya.
Airlangga University Press, 2007, Hal : 128-129
Barankin, A. K. (2015). Tinea Pedis. Aperito Jurnal of Dermatology, 3.
Budimulja U.Mikosis.Dalam:Djuanda,A.dkk,editor.Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin.Edisi Kelima.2007.Jakarta:Fakultas Kedokteran Indonesia
Corwin EJ.Buku saku patofisiologi.2008.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Dawber R, Bristow I, Turner W. (2005). Text Atlas of Peroidic Dermatology. UK,
Oxford.
Djuanda A. (2005). Tinea Pedis et Manus, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Kelima. Jakarta. Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Hal :
148-150
Hainer BL. (2003). Dermatothyte Infections. Am Fam Physic.
Irianto, K. (2014) Bakteiologi Medis, Mikologi Meis, dan Virologi Medis.
Bandung : Alfabeta
Irianto, Koes. (2013) Parasitologi Medis. Bandung : Alfabeta.
Nanda Internasional.(2009). Diagnosis Keperawatan NANDA 2009-2011. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
Siregar, (2005) Penyakit Jamur Kulit . Jakarta : EGC Lia Astika Sari
http://www.emedicinehealth.com/athletes_foot-health/article_em.htm (Di akses
tanggal 22 April 2017)
http://www.sparkpeople.prognosistineapedis.com (Di akses tanggal 22 April 2017)
http://www.emedicinehealth.com/athletes_foot-health/article_em.htm (Di akses
tanggal 22 April 2017)
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/athletes-foot/symptoms-
causes/dxc-20235876

20

Anda mungkin juga menyukai