HIPERBILIRUBINEMIA
2. Epidemiologi
a. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I
b. Kejadian ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.
c. Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin
> 5mg/dl dalam 24 jam.
d. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
Proses hemolisis darah
Infeksi berat
3. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang
tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan
hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati
serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke
dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya
adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam
urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-
7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan
yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
4. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
6. Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan
berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
Hemoglobin
Globin Hema
Bilivirdin Feco
8. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan
dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap
sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
9. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.
10. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2) Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar.
5) Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
Riwayat asfiksia
7) Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme
saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi
gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin),
inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal, rubella,
sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali
pusat, atau trauma kelahiran.
Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Berikan informasi tentang 1. Memperbaiki kesalahan konsep,
keluarga mengenai selama ......x 24 jam, diharapkan penyebab,penanganan dan implikasi meningkatkan pemahaman, dan
kondisi, prognosis dan pengetahuan keluarga bertambah masa datang dari hiperbilirubinemia. menurunkan rasa takut dan perasaan
kebutuhan tindakan dengan kriteria hasil : Tegaskan atau jelaskan informasi bersalah. Ikterik neonates mungkin
berhubungan dengan Mengungkapkan pemahaman sesuai kebutuhan. fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan
kurangnya paparan tentang penyebab, tindakan, dan protocol perawatan tergantung pada
informasi kemungkinan hasil penyebab dan factor pemberat.
hiperbilirubinemia 2. Tinjau ulang maksud dari mengkaji 2. Memungkinkan orangtua mengenali tanda-
Melatih orang tua bayi bayi terhadap peningkatan kadar tanda peningkatan kadar bilirubin dan
memandikan, merawat tali pusat bilirubin ( mis., mengobservasi mencari evaluasi medis tepat waktu.
dan pijat bayi . pemucatan kulit di atas tonjolan
tulang atau perubahan perilaku )
khususnya bila bayi pulang dini.
3. Diskusikan penatalaksanaan di 3. Pemahaman orangtua membantu
rumah dari ikterik fisiologi ringan mengembangkan kerja sama mereka bila
atau sedang, termasuk peningkatan bila bayi dipulangkan. Informasi membantu
pemberian makan, pemajanan orangtua melaksanakan penatalaksanaan
langsung pada sinar matahari dan dengan aman dan dengan tepat serta
program tindak lanjut tes serum. mengenali pentingnya aspek program
penatalaksanaan.
4. Berikan informasi tentang 4. Membantu ibu untuk mempertahankan
mempertahankan suplai ASI melalui pemahaman pentingnya terapi.
penggunaan pompa payudara dan Mempertahankan supaya orangtua tetap
tentang kembali menyusui ASI bila mendapatkan informasi tentang keadaan
ikterik memerlukan pemutusan bayi. Meningkatkan keputusan berdasarkan
menyusui. informasi.
5. Kaji situasi keluarga dan system 5. Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk
pendukung.berikan orangtua bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama
penjelasan tertulis yang tepat tentang kehidupan, dimana kadar bilirubin serum
fototerapi di rumah, daftarkan teknik antara 14 – 18 mg/dl tanpa peningkatan
dan potensial masalah. konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
6. Buat pengaturan yang tepat untuk tes 6. Tindakan dihentikan bila konsentrasi
tindak lanjut dari bilirubin serum bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl,
pada fasilitas laboratorium. tetapi kadar serum harus diperiksa ulang
dalam 12-24 jam untuk mendeteksi
kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.
7. Diskusikan kemungkinan efek-efek 7. Kerusakan neurologis dihubungkan dengan
jangka panjang dari kernikterus meliputi kematian, palsi
hiperbilirubinemia dan kebutuhan serebral, retardasi mental, kesulitan sensori,
terhadap pengkajian lanjut dan pelambatan bicara, koordinasi buruk,
intervensi dini kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail
atau warna gigi hijau kekuningan
Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Periksa resus darah ABO 1. Inkompatibilitas ABO mempengaruhi
terhadap keterlibatan selama...........x24 jam, diharapkan 20% dari semua kehamilan dan paling
SSP berhubungan kadar bilirubin menurun dengan umum terjadi pada ibu dengan golongan
dengan peningkatan kriteria hasi l: darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B
bilirubin indirek dalam Kadar bilirubin indirek dibawah 12 melewati sirkulasi janin, menyebabkan
darah yang bersifat mg/dl pada bayi cukup bulan pada aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa
toksik terhadap otak. usia 3 hari dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu
Resolusi ikterik pada akhir minggu melewati plasenta dan bergabung pada SDM
pertama kehidupan janin, menyebabkan hemolisis lambat atau
SSP berfungsi dengan normal segera
2. Tinjau catatan intrapartum terhadap 2. Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan
factor resiko yg khusus, seperti berat pembalikan barier darah-otak,
badan lahir rendah (BBLR) atau memungkinkan ikatan bilirubin terpisah
IUGR, prematuritas, proses pada tingkat membrane sel atau dalam sel
metabolic abnormal, cedera vaskuler, itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap
sirkulasi abnormal, sepsis, atau keterlibatan SSP
polisitemia
3. Perhatikan penggunaan ekstrator 3. Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan
vakum untuk kelahiran. Kaji bayi kulit kepala janin dan hemolisis yang
terhadap adanya sefalohematoma dan berlebihan dapat meningkatkan jumlah
ekimosis atau petekie yang bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan
berlebihan ikterik
4. Tinjau ulang kondisi bayi pada 4. Asfiksia dan siadosis menurunkan afinitas
kelahiran, perhatikan kebutuhan bilirubin terhadap albumin.
terhadap resusitasi atau petunjuk
adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia,
atau asidosis
5. Pertahankan bayi tetap hangat dan 5. Stress dingin berpotensi melepaskan asam
kering, pantau kulit dan suhu inti lemak. Yang bersaing pada sisi ikatan pada
dengan sering albumin, sehingga meningkatkan kadar
bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan)
6. Mulai memberikan minum oral awal 6. Keberadaan flora usus yang sesuai untuk
dengan 4 sampai 6 jam setelah pengurangan bilirubin terhadap
kelahiran, khusus bila bayi diberi urobilinogen; turunkan sirkulasi
ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda enterohepatik bilirubin Hipoglikemia
hipoglikemia. Dapatkan kadar memerlukan penggunaan simpanan lemak
Dextrostix, sesuai indikasi. untuk asam lemak pelepas-energi, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian
ikatan pada albumin.
7. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan 7. Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapa
prenatal; perhatikan kemungkinan mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin
hipoproteinemia neonates, khususnya membawa 16 mg bilirubin tidak
pada bayi praterm. terkonjugasi. Kekurangan albumin yang
cukup meningkatkan jumlah sirkulasi
bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah otak.
8. Perhatikan usia bayi pada awitan 8. Ikterik fisiologis biasanya tampak antara
ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, hari pertama dan kedua dari kehidupan,
fisiologis, akibat ASI, atau patologis) ikterik karena ASI biasanya tampak antara
hari keempat dan keenam kehidupan,
mempengaruhi hanya 1%-2% bayi
menyusui.
9. Gunakan meter ikterik transkutaneus. 9. Ikterik patologis tampak dalam 24 jam
pertama kehidupan dan lebih mungkin
menimbulkan perkembangan
kernikterus/ensefalopati bilirubin.
Memberikan skrining noninvasif terhadap
ikterik, menghitung warna kulit dalam
hubungannya dengan bilirubin serum total.
10. Kaji bayi terhadap kemajuan tanda- 10. Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan
tanda dan perubahan perilaku; tahap (dihubungkan dengan ikterik patologis)
I meliputi neurodepresan (mis., mempunyai afinitas terhadap jaringan
letargi, hipotonia, atau ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal
penurunan/tidak adanya reflek). jaringan otak. Perubahan prilaku
Tahap II meliputi neurohiperefleksia berhubungan dengan kernikterus biasanya
(mis,. Kedutan,kacau mental, terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan
opistotonus, atau demam). Tahap III dan jarang terjadi sebelum 36 jam
ditandai dengan tidak adanya kehidupan.
manifestasi klinis. Tahap IV meliputi
gejala sisa seperti palsi serebra atau
retardasi mental
11. Pantau pemeriksaan laboratorium, 11. Memantau kemajuan penanganan
sesuai indikasi :
a. Bilirubin direk dan indirek. a. Bilirubin tampak dalam 2 bentuk:
bilirubin direk; yang di konjugasi oleh
enzim hepar glukoronil transferase, dan
bilirubin indirek, yang di konjugasi dan
tampak dalam bentuk bebas dalam
darah atau terikat pada albumin. Bayi
potensial terhadap kernikterus
diprediksi paling baik melalui
peningkatan kadar bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek 18-
20 mg/dl pada bayi cupup bulan, atau
lebih besar dari 13-15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit, adalah
bermakna
b. Tes Coombs darah tali pusat b. Hasil positif dari tes Coombs indirek
direk/indirek menandakan adanya antibody (Rh-
positif atau anti-A atau anti-B) pada
darah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek menandakan
adanya sensitisasi (Rh-positif, Anti-A,
atau Anti-B) SDM pada neonates
c. Penurunan konsisten dengan hemolisis
c. Kekuatan combinasi
karbondioksida (CO2) d. Hemolisis berlebihan menyebabkan
d. Jumlah retikulosit dan smear jumlah retikulosit meningkat. Smear
perifer. mengidentifikasi SDM abnormal atau
imatur
e. Peningkatan kadar Hb/Ht ( Hb lebih
e. Hb/Ht besar dari pada 22 g/dl; Ht lbih besar
dari 65%) menandakan polisitemia,
kemungkinan disebabkan oleh
pelambatan pengkleman tali pusat,
transfusi maternal-ibu transfuse
kembaran-kembaran, ibu diabetes, atau
stress intrauterus kronis pada hipoksia,
seperti trlihat pada bayi BLR atau bayi
dengan penurunan sirkulasi plasenta.
Hemolisis kelebihan SDM
menyebabkan peningkatan kadar
bilirubi dengan 1 g Hb menghasilkan
35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14
mg/dl) mungkin dihubungkan dengan
hidrops fetalis atau dengan
inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam
uterus serta menyebabkan hemolisis,
edema, dan pucat.
f.Kadar rendah protein serum (kurang
f. Protein serum total dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan
kapasitas ikatan terhadap bilirubin.
g. Membantu dalam menentukan risiko
g. Hitung kapasitas ikatan plasma kernikterus dalam kebutuhan tindakan.
bilirubin-albumin Bila nilai bilirubin total dibagi dengan
kadar protein total serum kurang dari
3,7 bahaya kernikterus sangat
rendah.Namun, resiko cedera
tergantung pada derajat prematuritas,
adanya hipoksia atau asidosis, dan
aturan obat (mis.Sulfonamide,
kloramfenikol).
h. Pendapat bervariasi apakah
h. Hentikan menyusui ASI selama menghentikan menyusui ASI perlu bila
24-48 jam, sesuai indikasi. terjadi ikterus. Namun, mencerna
Bantu ibu sesuai kebutuhan formula meningkatkan motilitas.
dengan pemompaan panyudara Gastrointestinal dan ekskresi feses dan
dan memulai lagi menyusui pigmen empedu, dan kadar bilirubin
serum mulai tun dalam 48 jam setelah
penghentian menyusui.
12. Merangsang enzim hepatic untuk
12. Berikan agens indikasi enzim meningkatkan bersihan bilirubin
(fenobarbital, etanol) bila
dibutuhkan.
Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Pantau masukan dan haluan cairan; 1. Peningkatan kehilangan air melalui feses
kekurangan volume keperawatan selama .....x 24 jam, timbang berat badan bayi 2 kali dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.
cairan akibat efek cairan tubuh neonatus adekuat dengan sehari.
samping kriteria hasil : 2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi 2. Bayi dapat tidur lebih lama dalam
fototerapi berhubungan Tugor kulit baik (mis: penurunan haluaran urine, hubungannya dengan fototerapi,
dengan pemaparan sinar Membran mukosa lembab fontanel tertekan, kulit hangat atau meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal
dengan intensitas tinggi. kering dengan turgor buruk, dan pemberian makan yang sering tidak di
Intake dan output cairan seimbang
mata cekung). pertahankan.)
Nadi, respirasi dalam batas normal 3. Perhatikan warna dan frekuensi 3. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta
(N: 120-160 x/menit, RR : 35 defekasi dan urine. urine kehijauan menandakan keefektifan
x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C )
fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi
bilirubin. Feces yang encer
meningkatkatkan risiko kekurangan volume
cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.
4. Tingkatkan masukan cairan per oral 4. Meningkatkan input cairan sebagai
sedikitnya 25%. Beri air diantara kompensasi pengeluaran feces yang encer
menyusui atau memberi susu botol. sehingga mengurangi risiko bayi
kekurangan cairan.
5. Pantau turgor kulit 5. Turgor kult yang buruk, tidak elastis
merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
6. Berikan cairan per parenteral sesuai 6. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau
indikasi mencegah dehidrasi berat.
Risiko terjadi Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Pantau kulit neonates dan suhu inti 1. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
gangguan suhu tubuh selama ......x 24 jam, diharapkan tidak setiap 2 jam atau lebih sering sampai sebagai respon terhadap pemajanan sinar,
akibat efek samping terjadi gangguan suhu tubuh dengan setabil( mis; suhu aksila) dan Atur radiasi dan konveksi.
fototerapi berhubungan kriteria hasil : suhu incubator dengan tepat
dengan efek mekanisme Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor nadi, dan respirasi 2. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena
regulasi tubuh. (36,50C-370C ) dehidrasi akibat paparan sinar dengan
Nadi dan respirasi dalam batas intensitas tinggi sehingga akan
normal ( N : 120-160 x/menit, RR : mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga
35 x/menit ) peningkatan nadi dan respirasi merupakan
aspek penting yang harus di waspadai.
Membran mukosa lembab
3. Monitor intake dan output 3. Intake yang cukup dan output yang
seimbang dengan intake cairan dapat
membantu mempertahankan suhu tubuh
dalam batas normal.
4. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C 4. Suhu dalam batas normal mencegah
jika demam lakukan kompres/ axilia terjadinya cold/ heat stress
5. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam 5. Untuk mengetahui keadaan umum bayi
sesuai yang dibutuhkan sehingga memungkinkan pengambilan
tindakan yang cepat ketika terjadi suatu
keabnormalan dalam tanda-tanda vital.
6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika 6. Antipiretik cepat membantu menurunkan
demam. demam bayi.
Risiko tinggi cedera Setelah diberikan asuhan keperawatan, 1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi 1. Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan
akibat komplikasi selama ......x 24 jam, diharapkan tidak sebelum transfuse bila vena tali pusat dan vena umbilicus sebelum
tindakan transfusi tukar terjadi komplikasi dari transfusi tukar umbilical digunakan. Bila tali pusat transfuse untuk akses I. V dan memudahkan
berhubungan dengan dengan kriteria hasil : kering, berikan pencucian salin pasase kateter umbilical.
prosedur invasif, profil Menyelesaikan transfusi tukar selama 30-60 menit sebelum
darah abnormal. tanpa komplikasi prosedur
Menunjukkan penurunan kadar 2. Pertahankan puasa selama 4 jam 2. Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi
bilirubin serum. sebelum prosedur atau aspirat isi dan aspirasi selama prosedur.
lambung
3. Jamin ketersediaan alat resusitatif. 3. Untuk memberikan dukungan segera bila
perlu
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, 4. Membantu mencegah hipotermia dan
selama dan setelah prosedur. vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi
Tempatkan bayi di bawah penyebar ventrikel, dan menurunkan vikositas darah.
hangat dengan servomekanisme.
Hangatkan darah sebelum
penginfusan dengan menempatkan di
dalam incubator, hangatkan baskom
berisi air ataau penghangat darah.
5. Pastikan golongan darah serta faktor 5. Transfuse tukar paling sering dihubungkan
Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan dengan masalah inkompatibilitas Rh.
darah dan factor Rh darah untuk
ditukar.
6. Jamin kesegaran darah. Darah yang 6. Darah yang lama lebih mungkin mengalami
diberi heparin lebih disukai. hemolisis, karenanya meningkatkan kadar
bilirubin. Darah yang diberikan heparin
selalu baru, tetapi harus dibuang bila tidak
digunakan dalam 24 jam.
7. Pantau nadi, warna dan frekuensi 7. Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi
pernapasan/kemudahan sebelum, potensial kondisi tidak stabil ( mis; apnea
selama dan setelah atau disritmia/henti jantung ) dan
transfuse.Lakukan pengisapan jika mempertahankan jalan napas.
diperlukan.
8. Catat tanda-tanda atau kejadian 8. Membantu mencegah kesalahan dalam
selama transfuse, pencatatan jumlah penggantian cairan. Jumlah darah ditukar
darah yang diambil dan diinjeksikan. kira-kira 170 ml/kg BB. Volume ganda tukar
transfuse menjamin bahwa antara 75 % dan
90 % sirkulasi SDM digantikan.
9. Pantau tanda-tanda keseimbangan 9. Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat
elektrolit ( mis; gugup, aktivitas terjadi selama dan setelah transfuse tukar.
kejang, dan apnea; hiperefleksia,;
bradikardia; atau diare )
10. Kaji bayi terhadap perdarahan 10. Penginfusan darah yang diberi heparin
bedlebihan dari lokasi I V setelah mengubah koagulasi selama 4-6 jam setelah
transfuse. transfuse tukar dan dapat mengakibatkan
perdarahan.
11. Pantau pemeriksaan laboratorium 11. Memantau kemajuan penanganan
sesuai indikasi :
a. Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah a. Bila Ht kurang dari 40 % sebelum
transfuse transfuse, pertukaran sebagian SDM
kemasan dapat mendahului pertukaran
penuh. Penurunan kadar setelah
transfusi menadakan kebutuhan
terhadap transfuse kedua.
b. Kadar bilirubin serum segera b. Kadar bilirubin dapat menurun sampai
setelah prosedur, kemudian setiap setengah segera setelah prosedur, tetapi
4 jam dapat meningkat dengan cepat
setelahnya, memerlukan pengulangan
transfuse.
c. Protein serum total c. Mengalikan kadar dengan 3,7
menetukan derajat peningkatan
bilirubin yang memerlukan transfuse
tukar
d. Kalsium dan kalium serum d. Darah mengandung sitrat sebagai anti
koagulan yang mengikat kalsium,
sehingga menurunkan kadar kalsium
serum. Selain itu, bila darah lebih dari
2 hari, destruksi SDM melepaskan
kalium, menciptakan risiko
hiperkalemia dan henti jantung.
e. Glukosa e. Kadar glukosa rendah mungkin
dihubungkan dengan glikolisis
anaerobik kontinu dalam SDM donor.
Tindakan segera perlu untuk mencegah
efek buruk/kerusakan SSP.
f. Kadar pH serum f. PH serum dari darah donor secara khas
6,8 atau kurang. Asidosis dapat tejadi
jika darah segar tidak digunakan dan
hepar bayi tidak dapat memetabolisme
sitrat yang digunakan antikoagulan,
atau bila darah donor melanjutkan
glikolisis anaerobik dengan produksi
asam metabolit.
12. Berikan albumin sebelum transfuse 12. Meskipun masih kontroversial, pemberian
bila diindikasikan albumin dapat meningkatkan ketersediaan
albumin untuk berikatan dengan bilirubin,
karenanya menurunkan kadar bilirubin
serum sikulasi yang bebas. Dari 2 sampai
4 ml kalsium glukonat dapat diberikan
setelah setiap 100 ml penginfusan darah
untuk memperbaiki hipokalsemia dan
meminimalkan kemungkinan iritabilitas
jantung.
13. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : 13. Memperbaiki asidosis dan mengimbangi
Kalsium glukonat 5 % efek-efek antikoagulan dari darah yang
Natrium bikarbonat diberi heparin.
Protamin sulfat
Perubahan proses Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kenali kekhawatiran dan 1. Dapat menurunkan stress
keluarga berhubungan selama .........x24 jam, terjadi kebutuhan orang tua untuk informasi
dengan hospitalisasi pengurangan ansietas keluarga, dengan dan dukungan
anak kriteria hasil : 2. Gali perasaan dan masalah 2. Memudahkan dalam pemilihan
seputar hospitalisasi dan penyakit intervensi
Kecemasan keluarga berkurang anak
3. Berikan informasi seputar 3. Untuk menurunkan ansietas yang
Secara verbal keluarga mengatakan kesehatan anak dialami keluarga
cemas berkurang 4. Berikan dukungan sesuai 4. Meningkatkan kemampuan koping
kebutuhan 5. Meningkatkan pemahaman keluarga
5. Anjurkan perawatan yang
berpusat pada keluarga dan anjurkan
anggota keluarga agar terlibat dalam
perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan
Nasional.
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba
Medika.
Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.