Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Diagnosa klinis merupakan rangkaian pemeriksaan medis terhadap kondisi fisik suatu hewan
atau struktur lain yang terdapat pada tubuh suatu hewan hewan untuk mendapatkan kesimpulan
berupa diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu diagnostika sebagai
pelengkap untuk mendapatkan peneguhan diagnosis (Widodo, 2011).
Tata cara pemeriksaan fisik hewan dapat dilakukan dengan catur indera pemeriksa, yakni
dengan penglihatan, perabaan, pendengaran, serta penciuman (pembauan) antara lain dengan cara
inspeksi, palpasi atau perabaan, perkusi atau mengetuk, auskultasi atau mendengar, mencium atau
membaui, mengukur dan menghitung, pungsi pembuktian, tes alergi, pemeriksaaan laboratorium
klinik serta pemeriksaan dengan alat dignostik lain (Widodo, 2011).
Anamnesis atau history atau sejarah hewan adalah berita atau keterangan atau lebih tepatnya
keluhan dari pemilik hewan mengenai keadaan hewannya ketika dibawa dating berkonsultasi untuk
pertama kalinya, namun dapat pula berupa keterangan tentang sejarah perjalanan penyakit
hewannya jika pemilik telah sering dating berkonsultasi (Widodo, 2011).
Melihat, membau, dan mendengar penting untuk pemeriksaan fisik. Dokter hewan yang baik
menghindari membuat keputusan diagnosa berdasarkan data turunan dari laboratorium yang
melewatkan pemeriksaan fisik karena korelasi semua data relevan untuk determinasi diagnosa yang
tepat. Ketika memungkinkan, suhu dan berat badan hewan seharusnya dicatat sebelum dokter
hewan masuk ruang pemeriksaan. Hal ini dilakukan oleh paramedis yang berkesempatan untuk
komunikasi dengan pemilik hewan atau klien, mengumpulkan informasi yang berhubungan, catat
perubahan berat, dan identifikasi pemilik hewan atau klien.Ini adalah kesempatan yang baik bagi
paramedis untuk mencatat obat yang baru saja diberikan, penggunaan agen profilaksis (misal untuk
cacing hati dan kutu), status vaksinasi hewan, dan status reproduksinya (misal mandul, normal, atau
siklus birahi terakhir).Pemeriksaan fisik mulai ketika dokter hewan memasuki ruang pemeriksaan.
Dokter klinik harus melihat kenampakan umum tentang hewan.(Ettinger, 2010).
Menurut WHO, pengobatan yang rasional adalah suatu keadaan dimana pasien menerima
pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dengan dosis, cara pemberian dan durasi yang
tepat, dengan cara sedemikian rupa sehingga meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses
pengobatan dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi mereka dan masyarakat pada umumnya.
Bila definisi WHO tersebut diterjemahkan, maka ”meningkatkan kepatuhan” berarti bahwa
pemberian pengobatan harus disertai dengan pemberian informasi yang memadai. Dengan kata
lain, informasi obat dan pengobatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses terapi
rasional.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana prosedur diagnosa klinik ?
1.2.2 Bagaimana cara mengisi ambulator ?
1.2.3 Bagaimana mendiagnosa penyakit pasien ?
1.2.4 Bagaimana pemberian terapi yang sesuai dengan penyakit ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui prosedur diagnosa klinik.
1.3.2 Mengetahui cara pengisian ambulator.
1.3.3 Mengetahui pendiagnosaan penyakit.
1.3.4 Mengetahui pemberian terapi yang sesuai dengan penyakit.

1.4 MANFAAT
1.4.1 Untuk lebih memahami prosedur diagnosa klinik.
1.4.2 Untuk lebih memahami cara pengisian ambulator.
1.4.3 Untuk lebih memahami pendiagnosaan penyakit.
1.4.4 Untuk lebih memahami pemberian terapi yang sesuai penyakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Diare


Diare adalah meningkatnya frekuensi dan bentuk feses. Kondisi ini menggambarkan adanya
gangguan umum penyakit yang berhubungan dengan intestinal. Hewan muda biasanya menderita
akibat makanan atau infeksi (Triakoso, 2006)
Diare umum dikenal dengan sebutan mencret, dimana heawan defekasi berulang kali dengan
konsistensi feses encer dan banyak. Ada beberapa macam tipe diare pada usus halus diantaranya :
 Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi bila ada asupan makanan, penyerapan yang
berkurang, solute osmotik aktif dalam lumen yang melampaui kapasitas
resorpsi kolon. Kandungan air feses meningkat sebanding dengan
jumblah solute. Diare osmotik ditandai dengan keluhan yang berkurang
saat puasa dan menghentikan agen penyebab.
Contoh kasus :
a. osmotik laxative, malabrosi karbohidrat
b. Penyakit yang menyerang dinding mukosa usus misalnya enteritis viral akut, atrophy villie
pada enteropati kronis, degradasi bakteri sehingga menyebabkan malabsorbsi.
 Diare Sekretorik
Diare sekretorik terjadi karena gangguan transportasi cairan dengan elektrolit melewati mukosa
enterokolik. Ditandai diare cair dengan folume feses yang besar, tanpa rasa nyeri dan menetap
dengan puasa.
Contoh kasus :
a. Inflamatori Bowel Disease (IBD) terdiri dari kolotif ulseratif, penyakit kronis kolilis
mikroskopis dan difertikulitis, vaskulitis, keracunan dan mengkonsumsi obat tertentu.
b. pertumbuhan flora intestinal yang berlebihan sehingga merangsang sekresi intestinal dan
menghambat absorbsi NaCl.
 Diare Exudatif
Terjadi akibat meningkatnya permeabilitas mukosa intestinal. Beberapa penyakit yang dapat
meningkatkan permeabilitas mukosa intestinal antara lain adalah tukak (ulserasi), keradangan
(inflamasi) dan infiltrasi sel radang pada mukosa intestinal. Kerusakan yang parah pada mukosa
intestinal menyebabkan merembesnya cairan jaringan, protrin serum, darah, mukus kedalam
lumen intestinal melalui lesi tersebut.
Diare exudatif ditandai dengan terjadinya melena (feses berwarna hitam), hematochezia (feses
dengan adanya darah segar) dan gejala protein-lossing enteropathy (kehilangan protein karena
tidak berfungsinya intestinal dengan baik).
Contoh kasus : infeksi parvovirus dan infeksi hookworm.
 Diare Dismotilitas
Perubahan motilitas intestinal dapat menyebabkan diare sebagai konsekuensi dari peningkatan
maupun penurunan waktu transit pada intestinal. Peningkatan waktu transit dapat menyebabkan
penurunan absorbsi cairan oleh intestinal.
Contoh kasus : Chronic Bowel Disease (CBD), radang pada usus halus.
2.2. Penjelasan Diare
a. Penyebab Penyakit
b. Predileksi dan Predisposisi Penyakit
c. Gejala Klinis Penyakit
d. Epidemiologi penyakit
e. Patogenesis penyakit
f. Diagnosa Penyakit
g. Diagnosa Deferensial
h. Pengobatan dan Pencegahan

Anda mungkin juga menyukai