Anda di halaman 1dari 12

2.

1 Bibir Sumbing (Cleft Lip)


2.3.1 Definisi
Labioschizis adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah pada bibir atas
diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir
yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang
dari bibir ke hidung.
Palatoschizis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena
kegagalan dua sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.
Labioschizis dan labiopalatoschizis merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. Kegagalan penyatuan tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial
akan menimbulkan labioschizis (bibir sumbing) yang terjadi unilateral maupun
bilateral. Bila tonjolan hidung medialis , bagian yang membentuk dua segmen
antara maksila, gagal menyatu, terjadi celah yang disebut palatoschizis (celah langit
- langit)

2.3.4 Klasifikasi
2.3.4.1 Klasifikasi berdasarkan The Royal College of Surgeons of England
(2000)
Bibir sumbing diklasifikasikan berdasarkan lengkap/tidaknya celah yang
terbentuk :
1. Komplit : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung
2. Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/jumlah kelainan:
a. Unilateral : apabila celah sumbing terjadi hanya pada salah satu bibir
b. Bilateral : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
Bisa tanpa atau disertai belah langit-langit.
2.3.4.2 Klasifikasi Veau

1
Palatoschisis yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan:
a. Golongan I : Celah pada langit-langit lunak
b. Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras di belakang
foramen insisivum
c. Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi
d. Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada dua sisi

2.3.4.3 Klasifikasi Kernahan


Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y. klasifikasi ini dikembangkan
untuk mengatasi kekurangan klasifikasi verbal dan numeric dan memungkinkan
identifikasi kondisi pasien preoperatif secara tepat.2,3

Keterangan
a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri bibir
b) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolar
c) Area 3 dan 6 menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivum
d) Area 7 dan 8 menunjukkan palatum keras
e) Area 9 menunjukkan palatum lunak.

2.3.2 Epidemiologi
 Perbedaan ras, geografis dan etnik mempengaruhi prevalensi celah bibir dan
langitan.
 Diseluruh dunia, celah orofasial terjadi pada 1 : 700 kelahiran dan
prevalensi celah bibir dengan atau tanpa celah langitan jauh lebih banyak

2
daripada celah langitan terisolasi.8
 Prevalensi tinggi : kulit putih. Rendah : hitam.
 laki-laki : perempuan (3:2).
 Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-
langit 1:750-1000 kelahiran, Asia 1:500 kelahiran, Caucasian 1: 750
kelahiran, African American 1:2000 kelahiran.

2.3.3 Etiologi
Penyebab labiopalatoschizis belum diketahui dengan pasti dan memiliki
faktor risiko yang bervariasi (multifaktorial)
1. Genetik
40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labiopalatoschizis akan
mengalami labiopalatoschizis (AS dan eur). Kemungkinan seseorang bayi
dilahirkan dengan labiopalatoschizis meningkat jika (ibu, ayah, saudara
kandung) mempunyai riwayat labiopalatoschizis.
 Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya
malformasi kongenital yang ganda.
 Pada penderita bibir sumbing yg diakibatkan trisomi 13 atau Sindroma
Patau. menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung,
dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1
dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Faktor usia ibu
3. Faktor lingkungan
Zat kimia (rokok dan alkohol). Gangguan metabolik seperti diabetes
mellitus dan penyinaran radioaktif.
4. Insufisiensi zat.
(defisiensi asam folat, vitamin C dan Zn) serta penggunaan vitamin A
secara berlebihan dapat menigkatkan risiko melahirkan anak dengan labio /
palatoschizis.
5. Zat Kimia.

3
Pemberian aspirin, kortisol dan insulin pada masa kehamilan trimester
pertama dapat menyebabkan terjadinya celah. Obat – obatan seperti
thalidomide, kortikosteroid dan obat penenang (diazepam, phenytoin) serta
alkohol, kafein juga dapat menyebabkan kelainan ini.
6. Infeksi.
Terutama pada infeksi toksoplasma dan klamidia. Selain itu, Frases
mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, namun
hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.
7. Trauma.
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan fisik dapat
menyebabkan terjadinya celah. Stres yang timbul menyebabkan
terangsangnya ACTH sehingga merangsang kelenjar adrenal mengeluarkan
hidrokortison yang dapat menganggu pertumbuhan janin.

2.3.5 Patogenesis
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, celah bibir dan
palatum nyata sekali berhubungan erat secara embriologis, fungsional dan genetik.
Prosesnya karena terdapat hipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan
penyatuan prosesus nasalis media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul
akibat terjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau mefusikan lempeng palatum.
Cacat ini berupa celah pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai ke gusi,
rahang dan langitan, sehingga besarnya cacat bervariasi. Juga dapat terjadi pada dua
sisi. Diagnosis dalam bahasa latin tergantung dari cacatnya, misalnya bila mengenai
bibir, gusi dan rahang disebut Labiognatopalatoschizis.
Dua teori yang muncul tentang embryogenesis bibir sumbing :
a. Teori klasik
Kegagalan fusi processus maksila dan processus nasalis medialis
selama interval waktu menghasilkan celah palatum primer.
b. Teori penetrasi mesodermal (dikemukakan oleh Stark)
Penutupan palatum didasari oleh penetrasi mesodermal, tanpa
migrasi dan penguatan oleh mesodermal ini, akan terjadi kerusakan epitel

4
dan bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah
kembali sehingga terjadi pemisahan yang berakibat adanya celah bibir /
palatum.

2.3.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi pada labiopalatoschizis yaitu :


a. Masalah asupan makanan
Memegang bayi dengan posisi tegak lurus dapat membantu proses
menyusu bayi. Menepuk – nepuk bayi secara berkala juga dapat membantu.
Bayi yang hanya menderita labioschizis atau dengan celah kecil pada
palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatoschizis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus (cairan dalam dot dapat keluar
dengan tenaga hisapan kecil)
b. Masalah dental
Anak yang lahir dengan labioschizis mungkin mempunyai masalah
tertentu yang berhubungan dengan kehilangan malformasi dan malposisi dari
gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk. 2,4,9
c. Infeksi telinga
Anak dengan labiopalatoschizis lebih mudah untuk menderita infeksi
telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot – otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.2,9
d. Gangguan berbicara
Anak mungkin mempunyai kesulitan berbicara atau memproduksi suara
/ kata “p, b, d, t, h, k, g, s, sh dan ch” dan terapi bicara (speech therapy) biasanya
sangat membantu.2,4,9

2.3.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis adanya celah bibir / bibir sumbing maupun celah
palatum terlihat dari tampilan klinis anak tersebut dan dinilai apa saja bagian yang

5
mengalami defek. Sebanyak 86% anak dengan labioschizis bilateral disertai dengan
palatoschizis dan 68% labioschizis unilateral disertai palatoschizis.13
1. Labioschisis inkomplit / komplit
2. Labiognathoschisis
3. Labiognathopalatoschisis
4. Palatoschisis

2.3.7.1 Diagnosis prenatal


Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah
digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat
invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Teknik lain seperti
ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim
pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi juga sudah baik, tapi dibatasi
pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal
merupakan alat yang paling sering digunakan karena aman dan ketersediaannya
lebih baik. Selain pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan saat bayi lahir,
Labioschizis juga dapat dideteksi selama kehamilan dengan USG rutin.12

2.3.7.2 Diagnosis postnatal

Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosis pada saat
kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang
dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya
terdapat pada otot palatum molle, yang terletak pada bagian belakang mulut dan
tertutupi oleh lapisan mulut (mouth's lining) karena letaknya yang tersembunyi, tipe
celah ini tidak dapat didiagnosis hingga beberapa waktu.2

1.3.8 Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan pada labioschisis
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi 2,4,9

6
a. Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi
Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten yaitu bb>10 pon, hb
10gr%, usia >10 mg, leukosit <10.000
b. Edukasi kepada orang tua
c. Celah bibir direkatkan dengan menggunakan plaster khusus non
alergenik.
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh
akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi
ke arah depan akibat dorongan lidah prolabium,

2. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah
umur 3 bulan, ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan yang
memuaskan dan bebas dari infeksi oral, saluran nafas atau sistemik.2,9
Tujuan pembedahan/operasi :2
a. Menyatukan bagian-bagian celah.
b. Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas.
c. Mengurangi regurgitasi hidung.
d. Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila.

Berdasarkan Standard of Procedure sub Bagian Bedah Plastik FK Unpad/RSHS,


terapi/tindakan pada labiopalatoschizis:
1. Operasi pertama : Labioplasty usia > 3 bulan (syarat rule of ten terpenuhi)
2. Operasi kedua : palatoplasty pada usia 1-2 tahun
3. Operasi revisi labio/palato/rhino setelah 6 bulan
4. Operasi ketiga : alveolar bone graft pada usia 6-8 tahun, donor bone chips
pari tulang panggul, approach dalam
5. Speech therapy dapat dimulai setelah operasi pertama dan berlanjut sampai
anak lancar berbicara dengan baik

7
3. Penanganan Prabedah dan Pasca Bedah

2.3.9 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami
labiopalatoschizis yaitu:2
a. Labioschizis dapat menyebabkan masalah kosmetik, serta susunan gigi
yang tidak beraturan.
b. Palatoschizis dapat menyebabkan mudahnya mengalami penyakit ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut) serta berbicara sengau.
c. Otitis media berulang dan ketulian sering kali terjadi, jarang dijumpai kasus
karies gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat
kesalahan penempatan arkus maksilaris dan letak gigi geligi.
d. Cacat bicara bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara
anatomi telah dilakukan dengan baik.

2.3.10 Prognosis
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi
atau disembuhkan. 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana
mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara
menunjukkan hasil peningkatan yang baik.

8
Stenosis Esofagus
1) Definisi
Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen esofagus karena terbentuknya
fibrosis pada dinding esofagus, biasanya terjadi akibat inflamasi dan nekrosis
karena berbagai penyebab. Stenosis esofagus adalah penyempitan lumen esofagus
karena tumor atau penyebab lain

Dalam praktek sehari-hari sangat sulit dibedakan antara striktur dan stenosis ini,
sehingga kedua istilah ini dipakai untuk semua penyempitan esophagus yang
dapat menyebabkan gangguan menelan

2) Klasifikasi
Stiktur esofagus berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi striktur esofagus
maligna dan benigna. Striktur esofagus maligna terutama disebabkan oleh
keganasan pada esofagus, tapi juga dapat disebabkan oleh keganasan di luar
esofagus sedangkan striktur esofagus benigna disebabkan oleh berbagai penyebab
seperti Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD), zat kaustik/korosif, pasca
anastomosis esofagus, pasca radiasi dan esofagitis kronis

Berdasarkan strukturnya, striktur esophagus dapat dibagi menjadi dua kategori


yaitu striktur komplek dan striktur simpel. Striktur komplek merupakan striktur
yang asimetris, irreguler, dengan diameter < 12mm sedangkan striktur simpel
adalah striktur yang simetris atau konsentrik dengan diameter ≥ 12mm. Striktur
komplek sering disebabkan oleh keganasan, zat kaustik, pasca radiasi, pasca
anstomosis esofagus dan GERD yang berat, sedangkan striktur simpel sering
disebabkan oleh GERD yang ringan, Schatzki’s ring atau web esofagus

3) Epidemiologi
 Di Amerika serikat, striktur esofagus ini banyak disebabkan oleh
GERD yaitu sekitar 7-23% dari penderita GERD yang tidak diobati
 (1989) dilaporkan bahwa insiden peptic esophageal stricture meningkat
di Jerman yaitu sekitar 10-20%.
 Argentina (2004) melaporkan insidennya sekitar 0.8% dari seluruh
pasien GERD dengan rata-rata umur 44-77 tahun dan lebih sering
pada laki-laki : wanita adalah 2,7:1.
 Di Indonesia pada tahun 1994 dari 21 pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas, terdapat 6 (28,57%) kasus striktur
esofagus. Penyebab striktur tersebut adalah tumor esofagus
(14,29%) diikuti oleh bahan korosif (9,25%) dan pasca skleroterapi
varises esofagus (4,76%).
 Di RS. Dr. M Djamil Padang, kasus striktur esofagus sangat jarang
ditemukan. Selama 5 tahun terakhir (2006-2010) hanya ditemukan 6
kasus striktur esofagus.

9
4) Etiologi
Striktur esofagus dapat terjadi kongenital atau didapat. Hal ini
disebabkan oleh kerusakan pada dinding esofagus yang diikuti oleh
penebalan lapisan- lapisan dinding esofagus dan terbentuknya
jaringan parut
Striktur esofagus kongenital disebut juga stenosis esofagus kongenital.
Insidennya sangat jarang, hanya 1:25.000-50.000 kelahiran hidup.
Kondisi ini diperkirakan akibat abnormalitas perkembangan
embriogenik dari kanalisasi esofagus yang disebabkan oleh anoksia
intrauterin. Gejala kliniknya sudah terlihat pada bayi baru lahir berupa
14
disfagia, muntah dan adanya aspirasi pneumoni. Kelainan ini dapat
juga disertai dengan fistula trakeoesofagus dan atresia esofagus.
Terdapat 3 tipe histologi dari stenosis esofagus kongenital yaitu (1)
penebalan fibromuskuler, (2) Cartilaginous ring, dan (3)membranous
15
web.
Striktur esofagus yang didapat terbagi menjadi dua yaitu striktur
esofagus benigna dan maligna. Penyebab striktur esofagus benigna
yang tersering adalah peptic esophageal striktur (70-80%) sedangkan
striktur maligna paling sering disebabkan oleh keganasan esofagus
3,5,16
terutama Squamous sel karsinoma dan adenokarsinoma.
17
Menurut Wang YG dkk (2002) yang melakukan penelitian terhadap
55 pasien striktur esofagus yang akan dilakukan dilatasi, didapatkan
25 pasien dengan striktur esofagus benigna dan 30 pasien dengan
striktur maligna. Penyebab striktur esofagus benigna terbanyak adalah
post anastomosis striktur sedangkan striktur esofagus maligna
terbanyak disebabkan oleh keganasan pada esofagus bagian tengah.

5) Patogenesis
Peptic esofageal sricture merupakan salah satu komplikasi jangka
8
panjang dari GERD. Sekitar 40-65% kasus GERD akan berkembang
menjadi esofagitis erosif dan bila tidak diobati sekitar 4-23% esofagitis
6
erosif ini akan berkembang menjadi striktur esofagus.
Faktor predisposisi terbentuknya striktur ini tidak begitu jelas, tapi
beberapa studi menerangkan bahwa peptic esophageal stricture dapat
terjadi pada refluks yang lama, adanya kelainan motilitas esofagus dan
tekanan spingter bawah esofagus yang rendah. Striktur ini akan
terbentuk bila inflamasi telah meluas ke seluruh lapisan esofagus
(panmural inflammation). Lokasi striktur biasanya terdapat pada bagian
distal esofagus (97%), pada squamocolumnar junction dan hanya 3%
6,8
yang terdapat pada bagian tengah esofagus.
Caustic esophageal stricture disebabkan tertelannya zat korosif pada
anak-anak atau dewasa. Penyebab tersering adalah tertelan basa kuat
dan asam konsentrasi tinggi. Luas dan beratnya kerusakan tergantung

10
pada jenis zatnya, jumlah, konsentrasi, bentuk fisik zat dan lamanya
18
kontak zat tersebut dengan mukosa esofagus. Striktur ini dapat
terjadi pada bagian atas, tengah dan bawah esofagus atau di
sepanjang esofagus bahkan dapat terjadi multipel. Lokasi caustic
esophageal stricture yang paling sering menurut Paul dan Juhl (1972)
dan Sutton (1969) yang dikutip dari Smith HS adalah pada tempat
persilangan esofagus dengan bronkus utama kiri dan pada bagian
19
bawah esofagus. Striktur esofagus ini dapat terjadi dalam 6 minggu
20
sampai 10 bulan setelah tertelan zat korosif.
6) Striktur esofagus maligna dapat terjadi pada semua bagian esofagus
dan paling sering terjadi di bagian distal lalu diikuti bagian tengah dan
proksimal. Keganasan esofagus ini dapat berasal dari lapisan mukosa,
submukosa atau bisa juga disebabkan oleh metastase keganasan di
luar esofagus. Keganasan mukosa paling sering berupa karsinoma sel
skuamosa dan hanya sebagian kecil adenokarsinoma. Metastase
keganasan di luar esofagus dapat berasal dari paru, payudara dan
2,3
ovarium.
7) Manifestasi klinis
8) Disfagia merupakan gejala yang utama dari striktur esofagus. Pada
umumnya pasien mengeluhkan kesulitan menelan makanan padat.
Lamanya disfagia, progresivitasnya dan ada atau tidaknya keluhan
yang menyertainya seperti penurunan berat badan dan perdarahan,
16
harus turut dievaluasi.
9) Lamanya disfagia juga dapat digunakan sebagai parameter klinik
dalam membedakan striktur maligna dan benigna, dimana pada striktur
maligna disfagia biasanya terjadi akut, progresif dan disertai dengan
penurunan berat badan sedangkan pada striktur benigna disfagia
21
terjadi kronik, intermiten dan tidak progresif.
10) Selain disfagia, juga ditemukan keluhan heartburn pada 75% penderita
peptic stricture. Selain itu juga ditemukan odinofagia, impaksi makanan
2,8
dan nyeri dada.
11) Diagnosis
 1. Barium Meal
12) Pemeriksaan barium meal memegang peranan penting dalam
mendeteksi adanya striktur esofagus. Pemeriksaan ini dapat
memberikan informasi mengenai lokasi striktur, panjang dan
diameternya serta keadaan dinding esofagus. Disamping itu
pemeriksaan ini juga dapat menunjukan adanya kelainan-kelainan
pada esofagus seperti divertikulum dan hernia esofagus. Pemeriksaan
ini memiliki sensitivitas 100% pada striktur dengan diameter kurang
5,21
dari 9 mm dan 90% pada striktur yang lebih dari 10 mm.
13) Pemeriksaan barium meal menggunakan kontras barium sulfat yang
dapat berupa cairan atau tablet. Tablet barium berukuran 12 mm, bila
terjadi retensi tablet barium di atas lokasi striktur dapat menunjukan

11
bahwa striktur tersebut berukuran

12

Anda mungkin juga menyukai