ABSTRACT
The purpose of this study is to test the effectiveness of anger management skill training to reduce verbal
aggression level. With a single case design, a 24 years man who had a brief psychotic disorder participated
this study. Data were collected by interview, observation, and behavior checklist. Anger management
skill training was delivered in six sessions. Data analysis showed that the verbal aggression frequency of
the patient decrease, from five times to once a day.
Key words: anger management skill training, verbal agression, brief psychotic disorder
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan keterampilan manajemen marah dalam
menurunkan tingkat agresi verbal pasien dengan model single case desain. Subjek adalah seorang laki-laki
berusia 24 tahun yang mengalami gangguan psikotik singkat. Metode asesmen yang dilakukan pada subjek
adalah wawancara, observasi dan behavior checklist. Intervensi yang diberikan adalah anger management
skill training yang dilakukan sebanyak 6 sesi. Hasil dari intervensi ini menunjukkan adanya perubahan
yaitu berkurangnya frekuensi agresi verbal dari lima kali sehari menjadi sekali sehari.
Gangguan psikotik singkat merupakan yang tidak rasional dari lingkungan, yaitu
penyakit akut di mana seorang individu saat subjek diajak ke pondok pesantren.
mengalami setidaknya salah satu atau Selain simtom-simtom positif, indi-
lebih gejala utama psikosis, seperti vidu dengan gangguan psikotik juga
halusinasi, delusi, disorganisasi dalam berisiko mengembangkan perilaku agresi,
berbicara serta perilaku katatonik baik itu verbal maupun nonverbal.
(American Psychiatric Association, 2013). Adapun faktor risiko tersebut dapat
Gejala-gejala psikotik singkat muncul dilihat melalui karakteristik kepribadian,
minimal satu hari dan/atau kurang dari adanya komorbiditas penyakit lain atau
satu bulan (Kring dkk, 2010). faktor lingkungan (Nederlof, Koppenol-
Gangguan psikotik ini dapat terjadi Gonzalez, Muris, & Hovens, 2013). Hal
karena adanya kerentanan dari faktor ini dialami oleh subjek pada kasus yang
kepribadian maupun kegagalan dalam diceritakana di atas. Agresi verbal yang
mengatasi sumber stres atau masalah terjadi pada individu dengan gangguan
(Memon & Larson, 2009). Gangguan psikotik singkat pada kasus tersebut
psikotik pada kasus ini juga terjadi disebabkan oleh pengaruh faktor ekster-
karena disertai faktor belajar yang salah. nal. Faktor tersebut adalah kondisi di
Menurut teori belajar, individu melaku- mana subjek kehilangan pekerjaannya
kan pengamatan terhadap perilaku model dan merasa kehilangan penguatan berupa
disertai proses penerimaan informasi dukungan dari teman yang pernah
yang tidak rasional (Bandura, 1977). mengajaknya ke pondok.
Setelah mengamati dan melakukan apa
saja yang dilakukan oleh model, individu Gambaran Kasus Subjek
tersebut memperoleh penguatan sehing- Subjek adalah seorang laki-laki
ga memproduksi perilaku tersebut terus- berusia 24 tahun dan berdomisili di
menerus (Bandura, 1989). Pada sebuah Sidoarjo. Sejak lulus dari STM (Sekolah
kasus, seseorang mengalami gangguan Teknik Menengah), subjek bekerja seba-
psikotik singkat disebabkan oleh proses gai montir di bengkel. Dinamika terben-
belajar yang salah dari lingkungannya. tuknya gangguan psikotik singkat pada
Individu tersebut mengalami gejala-gejala subjek dapat dijelaskan melalui perspek-
positif, seperti delusi, halusinasi dan tif diathesis stres disertai faktor lainnya,
perilaku katatonik karena adanya proses yaitu adanya proses belajar yang keliru
penerimaan dan pengolahan informasi yang dilakukan subjek.
tertutup, mudah merasa kecewa dan nasi dan lauk tahu tempe, mengaji tanpa
putus asa, mudah menarik diri, serta henti dan lainnya, dipelajari subjek
ketidakmampuannya untuk bersikap melalui proses pengamatan di lingkungan
tegas dalam mengambil keputusan dalam pondok pesantren. Sebelum perilaku itu
situasi penuh tekanan. dipelajari, subjek terlebih dahulu mena-
Faktor internal berupa kerentanan uh perhatian pada model yang ada di
kepribadian dan stresor dari lingkungan lingkungannya (Olson & Hergenhahn,
tersebut semakin diperparah oleh faktor 2008). Subjek merasa takjub terhadap
kesalahan dalam belajar yang dilakukan teman dekat dan para kyai yang ada di
oleh subjek saat mengikuti ajakan pondok tersebut lalu mempelajari peri-
temannya masuk ke pondok pesantren. laku serta mematuhi seluruh perintah
Menurut orangtua subjek, pondok pesan- mereka.
tren tersebut terletak di sebuah tempat Individu juga memperhatikan mo-
yang jauh dari pusat kota dan tidak del karena perilaku yang pernah dipela-
banyak diketahui masyarakat. Subjek jari oleh model memberikan penguatan
merasa bahwa masuk pondok adalah di masa lalu sehingga individu pengamat
cara terbaik agar subjek dapat terbebas meyakini bahwa perilaku serta proses
dari beban pikiran. Selama berada di berpikir yang sama akan mendapatkan
pondok, subjek mulai mempelajari penguatan pada situasi berikutnya
banyak kekeliruan. Meskipun demikian, (Bandura & Harris, 1966). Hal ini seperti
subjek tetap mengamati dan melakukan yang dialami oleh subjek yang menaruh
berbagai ritual di pondok tersebut. perhatian pada para kyai dan teman-
Perspektif behaviorisme mengemu- teman karena model yang diamati
kakan bahwa individu dan lingkungan tersebut memiliki status yang lebih tinggi
merupakan dua hal yang saling berkaitan dan dihormati.
dan mempengaruhi satu sama lain untuk Melalui proses mengamati orang
menciptakan sebuah perilaku (Bandura, lain, individu juga memperoleh penge-
1977). Individu dapat mengalami gang- tahuan, keterampilan, strategi, sikap dan
guan karena adanya proses belajar dan kepercayaan. Pembelajaran yang dilaku-
penyerapan informasi yang salah atau kan oleh subjek terjadi secara alami
tidak rasional dari lingkungan. Perilaku- dengan cara menerima informasi lalu
perilaku ritual seperti membakar benda melakukan modifikasi pantas tidaknya
di dalam kamar, makan hanya dengan subjek melakukan apa yang subjek amati
dan sesuai atau tidak dengan kebutuhan- dapat menjauhkannya dari pengaruh jin
nya (Schunk, 2008). Pada saat menjalan- jahat dan terbebas dari berbagai masalah.
kan seluruh ritual di pondok, subjek tidak Setelah proses retensi berjalan,
hanya sekadar mengobservasi apa yang subjek kemudian melakukan representasi
dilihatnya. Subjek juga menerima infor- terhadap perilaku dan keyakinan model
masi dari temannya bahwa apabila yang mendapat perhatian sebelumnya.
subjek mau melakukan semua ritual Representasi yang dilakukan oleh indivi-
tersebut, maka subjek akan terbebas dari du pengamat terdiri atas dua jenis, yaitu
berbagai masalah maupun pengaruh jin dengan membuat simbol atau verbalisasi
jahat. Informasi yang diterima oleh (Bandura, 1989). Subjek melakukan
individu selama proses belajar diproses representasi dalam bentuk verbalisasi.
secara kognitif. Individu akan bertindak Perilaku yang dipelajari subjek dari kyai
sesuai dengan informasi tersebut karena maupun teman-teman di pondok diingat
itu dianggap sebagai kebutuhan dan oleh subjek dan dianggap sebagai suatu
demi kebaikan dirinya (Bandura, 1989). proses pembebasan diri dari berbagai
Proses penyerapan informasi ini dapat masalah. Verbalisasi ini merupakan salah
terjadi karena subjek memiliki kapasitas satu cara individu untuk menetapkan
intelektual yang cukup baik. Berdasarkan simbolisasi terhadap aspek penting dari
hasil tes inteligensi (CFIT) diperoleh skor perilaku model yang diamati ke dalam
106 yang menunjukkan bahwa kapasitas kata-kata (Feist & Feist, 2006). Repre-
intelektual subjek tergolong rata-rata. sentasi verbal yang tertanam dalam diri
Kemampuan intelektual yang dimiliki subjek adalah saat temannya berpesan
subjek membuatnya mampu menyerap bahwa apabila terjadi konflik dengan
informasi apapun dengan mudah, tetapi orang lain atau memiliki masalah pribadi
dalam kasus ini subjek menyerap atau keluarga, lebih baik diatasi dengan
informasi yang buruk, salah atau negatif. melakukan ritual yang sudah dipelajari di
Informasi yang salah ini kemudian pondok. Dengan demikian, subjek
menimbulkan keyakinan irasional pada menganggap bahwa subjek akan
diri subjek. Hal ini sesuai dengan terhindar dari berbagai masalah dan
pernyataan yang pernah disampaikan dijauhkan dari bahaya jin jahat apabila
oleh subjek bahwa subjek berkeyakinan rutin melakukan ritual tersebut. Proses
bahwa semua ritual yang dijalankannya representasi pesan yang irasional inilah
yang menyebabkan munculnya delusi
bahwa kejenuhan itu akan membunuh- peka terhadap stimulus internal maupun
nya secara perlahan. Setelah dua minggu eksternal, mudah marah baik diwujudkan
dirawat di RSJM, gejala-gejala positif dalam perilaku ataupun melalui verbal.
psikotik singkat yang dialaminya seperti Beberapa faktor eksternal yang dapat
halusinasi, delusi dan beberapa perilaku meningkatkan risiko agresi pada individu
katatoniknya sudah tidak lagi muncul. psikotik antara lain komorbiditas gang-
Satu minggu sebelum dipulangkan ke guan kepribadian, tidak patuh pada peng-
rumah, agresi verbal subjek muncul obatan yang diberikan, hiperaktivitas dan
kembali dan hal itu bertahan hingga pengangguran atau kehilangan pekerjaan
subjek dipulangkan ke rumah. Individu (Milton, Amin, Singh, Harrison, Jones, &
psikotik juga rentan mengembangkan Croudace, 2001). Hal ini sesuai dengan
perilaku agresi baik verbal ataupun non- keadaan subjek di mana subjek pernah
verbal. Perilaku agresi ini disebabkan kehilangan pekerjaan. Selain itu, perilaku
oleh adanya sindrom agitasi yang dialami agresi pada subjek ini bertahan karena
oleh tiap individu dengan gangguan adanya penguatan negatif dari
psikotik (Sachdev & Kruk, 1996). Hal ini lingkungan. Penguatan negatif tersebut
juga sesuai dengan hasil tes kepribadian adalah hilangnya dukungan dari teman
yang menunjukkan bahwa meskipun dekat yang pernah membawanya ke
subjek adalah pribadi yang introvert, pondok serta tidak adanya dukungan dari
tetapi subjek juga memiliki dorongan orangtua agar subjek menemui teman-
untuk bertindak agresi ketika terlibat nya. Dinamika permasalahan subjek
dalam sebuah konflik. tersebut dapat dilihat lebih jelas melalui
Agitasi tersebut menyebabkan Bagan 1.
individu psikotik mudah gelisah, sangat
1. Mudah kecewa dan putus asa 1. Difitnah oleh teman saat bekerja
2. Mudah menghindar dan menarik diri di bengkel
3. Kurang mampu bersikap tegas 2. Dibenci oleh bos pemilik bengkel
4. Kurang mampu mengambil keputusan 3. Diberhentikan dari pekerjaannya
dalam situasi penuh tekanan
Problem Psikologis:
Satu minggu setelah pulang dari RSJM, sering
Gangguan Psikotik Singkat marah-marah (mengeluarkan kata bodoh dan
membantah dengan intonasi tinggi)
kemarahan (Neetu & Ahmad, 2014). mengurangi kemarahan atau agresi verbal
Pada intervensi ini, individu juga dilatih subjek. Terapis kemudian membantu
untuk memahami pola kemarahannya subjek mengenali apa yang dimaksud
agar mereka dapat mengatasinya dengan dengan agresi dan apa saja bentuk-
baik. Pelatihan Ketrampilan Manajemen bentuk agresi.
Marah ini telah banyak digunakan untuk Sesi kedua adalah proses iden-
membantu mengatasi masalah agresi pa- tifikasi masalah dan pemicunya. Pada
da orang dewasa dengan disabilitas inte- sesi ini terapis meminta subjek untuk
lektual (King dkk, 1999), orang dengan mengenali masalah atau situasi yang
disabilitas belajar (Moore dkk, 1997) dapat memicu kemarahannya dalam
maupun untuk anggota keluarga yang bentuk verbal. Terapis mengarahkan
mengalami gangguan penyalahgunaan subjek untuk mengenali situasi yang
alkohol (Ju-Yong & Yun-Jong, 2010). seperti apa yang dapat membuat subjek
Pelatihan Ketrampilan Manajemen marah. Terapis juga memberikan pen-
Marah ini terdiri atas 6 sesi. Pada pelak- jelasan mengenai konsekuensi jangka
sanaannya, terapis memberikan 7 sesi. pendek dan jangka panjang apabila sub-
Sesi pertama, terapis membangun rapport jek berhasil mengelola agresi verbalnya.
kemudian menjelaskan kepada subjek Terapis kemudian memberikan pema-
mengenai tujuan dilakukan latihan haman kepada subjek bahwa kemarahan-
mengelola kemarahan ini untuk mem- nya berdampak pada hubungan dengan
bantu mengurangi agresi (kemarahan) orang-orang sekitar misalnya subjek
verbalnya seperti yang tampak dalam dapat menyinggung perasaan orang lain
bentuk berkata-kata negatif (berkata apabila subjek marah.
bodoh) dan membantah ucapan orang Sesi ketiga adalah melakukan eva-
lain dengan intonasi tinggi seperti mem- luasi atau mengulangi kembali apa saja
bentak. Terapis juga menjelaskan prose- yang telah dipelajari subjek pada sesi
dur apa saja yang akan dijalani oleh pertama dan kedua sebelumnya. Terapis
subjek selama terapi sehingga subjek meminta subjek untuk mengingat dan
perlu memperhatikan setiap instruksi menyampaikan kembali target perubahan
terapis dengan sebaik-baiknya. Pada sesi yang hendak dicapai, apa saja bentuk-
ini terapis juga mengajak subjek bentuk agresi atau kemarahan, situasi apa
membuat kesepakatan mengenai target saja yang dapat memicu kemarahan
perubahan yang hendak dicapai, yaitu subjek dan dampak yang ditimbulkan
oleh kemarahan subjek serta konsekuensi subjek untuk bersikap tenang dan
yang diperoleh bila subjek dapat me- mengajarkan subjek untuk melakukan
ngendalikan atau mengelola kemarahan- relaksasi pernapasan, yaitu subjek meng-
nya dengan baik. hirup napas dalam dan mengeluarkannya
Sesi keempat adalah terapis ber- melalui mulut secara berulang. Setelah
sama dengan subjek melakukan bermain melakukan relaksasi, terapis meminta
peran (role play), berbicara ke diri (self- subjek untuk belajar memaafkan dirinya
talk), dan latihan relaksasi pernapasan. dan orang lain, yaitu dengan menyadari
Pada tahap bermain peran, terapis ber- dan menerima bahwa diri subjek mau-
sama dengan subjek dan adik perempuan pun orang lain sama-sama memiliki
subjek memeragakan peran dalam se- kekurangan dan sama-sama memiliki
buah situasi di mana terapis berperan mulut yang bisa membuat penilaian
sebagai teman yang jahat —yang ber- sekehendak hati. Oleh sebab itu, subjek
maksud untuk mengadu domba subjek. perlu memaafkan agar kemarahannya
Sedangkan adik perempuan subjek terhadap diri sendiri maupun orang lain
berperan sebagai bos pemilik bengkel berkurang. Proses memaafkan ini dapat
tempat subjek bekerja. Subjek berperan mencegah subjek dari hal-hal yang
sebagai diri subjek sendiri. Saat tahap bersifat dendam sehingga kemarahan
bermain peran berlangsung, terapis, sub- akan berkurang.
jek, dan adik perempuan subjek berusaha Selanjutnya terapis mengajarkan
untuk memeragakan peran masing-ma- berbicara ke diri yang positif (positive
sing dengan serius dan alami sehingga self-talk) kepada subjek. Subjek diminta
dari bermain peran itu subjek dapat untuk mengganti kalimat negatif yang dia
mengeluarkan amarahnya. Pada tahap ucapkan saat marah dengan kalimat yang
bermain peran ini terapis hendak melihat lebih positif yaitu dengan berkata,
bagaimana proses munculnya kemarahan “Astaghfirullah” dan mengajarkan subjek
subjek secara nyata baik dalam bentuk untuk berkata, “Bersabar itu lebih baik
mengeluarkan kata-kata negative, seperti daripada marah”. Terapis juga meng-
“bodoh” dan “goblok” serta bagaimana ajarkan kepada subjek untuk mengurangi
subjek membantah pembicaraan orang kemarahannya dalam bentuk membantah
lain dengan nada membentak. dengan menggantinya dengan kalimat
Setelah tahap bermain peran yang lebih sopan. Apabila subjek tidak
selesai, terapis kemudian segera meminta menyukai sesuatu, maka terapis meng-
16
14
12
10
mengucapkan kalimat
8 negatif
membantah pembicaraan
6
orang lain saat kesal
4
0
pra terapi mgu 1 terapi mgu 2 terapi follow-up
Selanjutnya pada sesi follow-up, nitif individu. Oleh sebab itu, perilaku
keluarga melaporkan bahwa perilaku sederhana cenderung mudah untuk ditiru
mengucapkan kalimat negatif masih (Bandura, 1989). Proses pengamatan dan
muncul sebanyak 4 kali dan perilaku pembelajaran perilaku verbal baru yang
membantah pembicaraan muncul seba- disajikan dalam bentuk sederhana ini
nyak 3 kali. Agresi verbal tersebut masih diharapkan mampu ditiru dan dijadikan
muncul disebabkan oleh faktor personal acuan oleh subjek untuk mengurangi
subjek. Subjek masih sulit untuk agresi verbalnya.
memberikan penghargaan berupa pujian Pelibatan fungsi kognitif pada
pada dirinya sendiri sebagai penguatan. proses belajar sosial meliputi beberapa
Subjek merasa tidak berani memuji diri- tahap, yaitu atensi, representasi, produksi
nya sendiri karena menganggap kegiatan dan motivasi (Feist & Feist, 2006;
tersebut hanya akan membuatnya som- Bandura, 1986). Pada rangkaian sesi
bong. Oleh karena itu, terapis lebih Anger Management Skill Training,
menekankan agar orangtua dan adik individu mula-mula perlu mengenali
perempuan subjeklah yang harus lebih perilaku agresinya (Novaco, 1975).
sering memberikan penghargaan pada Subjek mengidentifikasi bahwa agresi
subjek sebagai penguatan positif agar verbalnya merupakan kata-kata negatif
agresi verbal subjek berkurang. Subjek yang diucapkan guna menyalahkan
lebih memperhatikan penguatan yang kondisinya saat ini. Setelah itu, subjek
diberikan orang terdekat, orang yang diarahkan untuk melakukan role play
lebih tua maupun yang memiliki status guna menirukan perilaku verbal baru
lebih tinggi daripada dirinya. yang diamati melalui terapis. Pada sesi
tersebut, subjek diberikan kesempatan
PEMBAHASAN memperhatikan agresi verbal yang
diperagakan sendiri serta perilaku verbal
Teori belajar sosial mengemukakan baru yang diamati dari model yaitu
bahwa individu mempelajari sesuatu terapis. Hasil yang diperoleh adalah
melalui pengalaman langsung atau obser- subjek dapat mengetahui kapan agresi
vasi (Bandura, 1986). Proses pengamatan verbalnya muncul dan mampu meniru-
ini tentunya tidak berlangsung begitu kan dengan baik kalimat-kalimat positif
saja, melainkan melibatkan fungsi kog- guna mengurangi agresi verbalnya.
secara permanen sebab saat subjek sudah Bandura, A., & Harris, M.B. (1966).
berhasil mengendalikan kemarahannya, Modification of syntactic style.
subjek kurang suka diberikan pujian Journal of Experimental Child Psy-
sebagai penghargaan atas upanya. chology, 4, 341-352.
Ju-Yong, S., & Yun-Jung, C. (2010). The Milton, J., Amin, S., Singh, S.P., Harrison,
effect of an anger management G., Jones, P., Croudace, T.,
program for family members of Medley, I., & Brewin, J. (2001).
patients with alcohol use disorders. Aggressive incidents in first-episode