Anda di halaman 1dari 22

PELATIHAN KETRAMPILAN MANAJEMEN MARAH UNTUK AGRESI VERBAL ORANG

DEWASA DENGAN GANGGUAN PSIKOTIK SINGKAT

EFFECTIVENESS OF ANGER MANAGEMENT SKILL TRAINING TO REDUCE VERBAL


AGGRESSION ON PERSON WITH BRIEF PSYCHOTIC DISORDER

Yanuarty Paresma Wahyuningsih


Program Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang
Email: emmakim28@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this study is to test the effectiveness of anger management skill training to reduce verbal
aggression level. With a single case design, a 24 years man who had a brief psychotic disorder participated
this study. Data were collected by interview, observation, and behavior checklist. Anger management
skill training was delivered in six sessions. Data analysis showed that the verbal aggression frequency of
the patient decrease, from five times to once a day.

Key words: anger management skill training, verbal agression, brief psychotic disorder

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan keterampilan manajemen marah dalam
menurunkan tingkat agresi verbal pasien dengan model single case desain. Subjek adalah seorang laki-laki
berusia 24 tahun yang mengalami gangguan psikotik singkat. Metode asesmen yang dilakukan pada subjek
adalah wawancara, observasi dan behavior checklist. Intervensi yang diberikan adalah anger management
skill training yang dilakukan sebanyak 6 sesi. Hasil dari intervensi ini menunjukkan adanya perubahan
yaitu berkurangnya frekuensi agresi verbal dari lima kali sehari menjadi sekali sehari.

Kata kunci: manajemen marah, agresi verbal, gangguan psikotik singkat

Psikotik singkat merupakan salah sasi perilaku atau perilaku katatonik


satu gangguan yang berlangsung dari satu (Nevid, Rathus, & Greene, 2014).
hari hingga satu bulan dan ditandai Gangguan psikotik singkat ini dapat
dengan setidaknya satu dari ciri-ciri terjadi pada individu di usia muda, yaitu
seperti adanya waham, halusinasi, dis- antara usia 20 hingga 30 tahun (Kring,
organisasi pembicaraan atau disorgani- Johnson, Davison, & Neale, 2010).

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 67


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Gangguan psikotik singkat merupakan yang tidak rasional dari lingkungan, yaitu
penyakit akut di mana seorang individu saat subjek diajak ke pondok pesantren.
mengalami setidaknya salah satu atau Selain simtom-simtom positif, indi-
lebih gejala utama psikosis, seperti vidu dengan gangguan psikotik juga
halusinasi, delusi, disorganisasi dalam berisiko mengembangkan perilaku agresi,
berbicara serta perilaku katatonik baik itu verbal maupun nonverbal.
(American Psychiatric Association, 2013). Adapun faktor risiko tersebut dapat
Gejala-gejala psikotik singkat muncul dilihat melalui karakteristik kepribadian,
minimal satu hari dan/atau kurang dari adanya komorbiditas penyakit lain atau
satu bulan (Kring dkk, 2010). faktor lingkungan (Nederlof, Koppenol-
Gangguan psikotik ini dapat terjadi Gonzalez, Muris, & Hovens, 2013). Hal
karena adanya kerentanan dari faktor ini dialami oleh subjek pada kasus yang
kepribadian maupun kegagalan dalam diceritakana di atas. Agresi verbal yang
mengatasi sumber stres atau masalah terjadi pada individu dengan gangguan
(Memon & Larson, 2009). Gangguan psikotik singkat pada kasus tersebut
psikotik pada kasus ini juga terjadi disebabkan oleh pengaruh faktor ekster-
karena disertai faktor belajar yang salah. nal. Faktor tersebut adalah kondisi di
Menurut teori belajar, individu melaku- mana subjek kehilangan pekerjaannya
kan pengamatan terhadap perilaku model dan merasa kehilangan penguatan berupa
disertai proses penerimaan informasi dukungan dari teman yang pernah
yang tidak rasional (Bandura, 1977). mengajaknya ke pondok.
Setelah mengamati dan melakukan apa
saja yang dilakukan oleh model, individu Gambaran Kasus Subjek
tersebut memperoleh penguatan sehing- Subjek adalah seorang laki-laki
ga memproduksi perilaku tersebut terus- berusia 24 tahun dan berdomisili di
menerus (Bandura, 1989). Pada sebuah Sidoarjo. Sejak lulus dari STM (Sekolah
kasus, seseorang mengalami gangguan Teknik Menengah), subjek bekerja seba-
psikotik singkat disebabkan oleh proses gai montir di bengkel. Dinamika terben-
belajar yang salah dari lingkungannya. tuknya gangguan psikotik singkat pada
Individu tersebut mengalami gejala-gejala subjek dapat dijelaskan melalui perspek-
positif, seperti delusi, halusinasi dan tif diathesis stres disertai faktor lainnya,
perilaku katatonik karena adanya proses yaitu adanya proses belajar yang keliru
penerimaan dan pengolahan informasi yang dilakukan subjek.

68 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

Berdasarkan perspektif diathesis Setelah bebas dari penjara, subjek


stres, individu dapat mengalami gang- disarankan oleh orangtuanya untuk tidak
guan patologis seperti psikotik disebab- lagi menemui teman-teman lama di
kan oleh adanya interaksi antara keren- tempatnya bekerja dan diminta untuk
tanan genetik, kepribadian dan stresor menganggur sementara waktu. Subjek
lingkungan (Myin-Germeys dkk, 2001; kadang masih menemui dan membantu
Brennan & Walker, 2001). Stresor ling- temannya walaupun itu kemungkinan
kungan yang menjadi salah satu faktor dapat membahayakan dirinya. Subjek
penyebab gangguan psikotik subjek menyatakan bahwa tidak lama setelah
berawal ketika subjek dipindahtugaskan kejadian tersebut, subjek memilih untuk
ke pangkalan bengkel yang ada di daerah menghindari teman-teman dan tempat-
Rungkut Surabaya. Saat pindah ke tempat tempat mana saja yang sering dikunjungi-
pangkalan tersebut, subjek mulai meng- nya saat masih bekerja. Kepribadian yang
alami masalah. Teman-teman kerja mem- tidak stabil disertai buruknya kemam-
fitnah subjek lalu mengadukannya ke bos puan dalam mengatasi masalah, yaitu
pemilik bengkel hingga akhirnya dipecat. dengan menghindari situasi penuh tekan-
Setelah dipecat, subjek kemudian ber- an, semakin memperparah kerentanan
wirausaha dan bekerja sama dengan individu terhadap gangguan psikopato-
beberapa teman lainnya sebagai tukang logis seperti psikotik singkat (Ciorner,
servis keliling. Subjek juga bermaksud Bumbu, & Spinu, 2011). Hal ini tercer-
baik untuk membantu temannya yang min dalam hasil tes kepribadian (TAT)
tidak bekerja. Keterbatasan biaya menye- bahwa subjek cenderung suka menolong
babkan subjek dan teman-teman harus orang lain yang dianggap lemah dan
meminjam peralatan dari bengkel. Sete- membutuhkan bantuannya meskipun
lah meminjam peralatan, teman-teman berada dalam posisi membahayakan diri-
kerja subjek merusak dan mencuri per- nya. Subjek juga cenderung menghindar
alatan tersebut. Tidak mau bertanggung ketika menghadapi situasi atau konflik
jawab, teman subjek mengadukan yang sangat membuatnya tertekan.
kepada bos pemilik bengkel bahwa Kerentanan subjek terhadap gangguan
subjeklah yang mencuri dan merusaknya. psikotik ini juga disebabkan oleh ketidak-
Akhirnya subjek dimasukkan ke penjara stabilan dirinya. Hal ini seperti yang
selama dua minggu. terlihat pada hasil tes kepribadiannya
(grafis), yaitu subjek adalah pribadi

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 69


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

tertutup, mudah merasa kecewa dan nasi dan lauk tahu tempe, mengaji tanpa
putus asa, mudah menarik diri, serta henti dan lainnya, dipelajari subjek
ketidakmampuannya untuk bersikap melalui proses pengamatan di lingkungan
tegas dalam mengambil keputusan dalam pondok pesantren. Sebelum perilaku itu
situasi penuh tekanan. dipelajari, subjek terlebih dahulu mena-
Faktor internal berupa kerentanan uh perhatian pada model yang ada di
kepribadian dan stresor dari lingkungan lingkungannya (Olson & Hergenhahn,
tersebut semakin diperparah oleh faktor 2008). Subjek merasa takjub terhadap
kesalahan dalam belajar yang dilakukan teman dekat dan para kyai yang ada di
oleh subjek saat mengikuti ajakan pondok tersebut lalu mempelajari peri-
temannya masuk ke pondok pesantren. laku serta mematuhi seluruh perintah
Menurut orangtua subjek, pondok pesan- mereka.
tren tersebut terletak di sebuah tempat Individu juga memperhatikan mo-
yang jauh dari pusat kota dan tidak del karena perilaku yang pernah dipela-
banyak diketahui masyarakat. Subjek jari oleh model memberikan penguatan
merasa bahwa masuk pondok adalah di masa lalu sehingga individu pengamat
cara terbaik agar subjek dapat terbebas meyakini bahwa perilaku serta proses
dari beban pikiran. Selama berada di berpikir yang sama akan mendapatkan
pondok, subjek mulai mempelajari penguatan pada situasi berikutnya
banyak kekeliruan. Meskipun demikian, (Bandura & Harris, 1966). Hal ini seperti
subjek tetap mengamati dan melakukan yang dialami oleh subjek yang menaruh
berbagai ritual di pondok tersebut. perhatian pada para kyai dan teman-
Perspektif behaviorisme mengemu- teman karena model yang diamati
kakan bahwa individu dan lingkungan tersebut memiliki status yang lebih tinggi
merupakan dua hal yang saling berkaitan dan dihormati.
dan mempengaruhi satu sama lain untuk Melalui proses mengamati orang
menciptakan sebuah perilaku (Bandura, lain, individu juga memperoleh penge-
1977). Individu dapat mengalami gang- tahuan, keterampilan, strategi, sikap dan
guan karena adanya proses belajar dan kepercayaan. Pembelajaran yang dilaku-
penyerapan informasi yang salah atau kan oleh subjek terjadi secara alami
tidak rasional dari lingkungan. Perilaku- dengan cara menerima informasi lalu
perilaku ritual seperti membakar benda melakukan modifikasi pantas tidaknya
di dalam kamar, makan hanya dengan subjek melakukan apa yang subjek amati

70 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

dan sesuai atau tidak dengan kebutuhan- dapat menjauhkannya dari pengaruh jin
nya (Schunk, 2008). Pada saat menjalan- jahat dan terbebas dari berbagai masalah.
kan seluruh ritual di pondok, subjek tidak Setelah proses retensi berjalan,
hanya sekadar mengobservasi apa yang subjek kemudian melakukan representasi
dilihatnya. Subjek juga menerima infor- terhadap perilaku dan keyakinan model
masi dari temannya bahwa apabila yang mendapat perhatian sebelumnya.
subjek mau melakukan semua ritual Representasi yang dilakukan oleh indivi-
tersebut, maka subjek akan terbebas dari du pengamat terdiri atas dua jenis, yaitu
berbagai masalah maupun pengaruh jin dengan membuat simbol atau verbalisasi
jahat. Informasi yang diterima oleh (Bandura, 1989). Subjek melakukan
individu selama proses belajar diproses representasi dalam bentuk verbalisasi.
secara kognitif. Individu akan bertindak Perilaku yang dipelajari subjek dari kyai
sesuai dengan informasi tersebut karena maupun teman-teman di pondok diingat
itu dianggap sebagai kebutuhan dan oleh subjek dan dianggap sebagai suatu
demi kebaikan dirinya (Bandura, 1989). proses pembebasan diri dari berbagai
Proses penyerapan informasi ini dapat masalah. Verbalisasi ini merupakan salah
terjadi karena subjek memiliki kapasitas satu cara individu untuk menetapkan
intelektual yang cukup baik. Berdasarkan simbolisasi terhadap aspek penting dari
hasil tes inteligensi (CFIT) diperoleh skor perilaku model yang diamati ke dalam
106 yang menunjukkan bahwa kapasitas kata-kata (Feist & Feist, 2006). Repre-
intelektual subjek tergolong rata-rata. sentasi verbal yang tertanam dalam diri
Kemampuan intelektual yang dimiliki subjek adalah saat temannya berpesan
subjek membuatnya mampu menyerap bahwa apabila terjadi konflik dengan
informasi apapun dengan mudah, tetapi orang lain atau memiliki masalah pribadi
dalam kasus ini subjek menyerap atau keluarga, lebih baik diatasi dengan
informasi yang buruk, salah atau negatif. melakukan ritual yang sudah dipelajari di
Informasi yang salah ini kemudian pondok. Dengan demikian, subjek
menimbulkan keyakinan irasional pada menganggap bahwa subjek akan
diri subjek. Hal ini sesuai dengan terhindar dari berbagai masalah dan
pernyataan yang pernah disampaikan dijauhkan dari bahaya jin jahat apabila
oleh subjek bahwa subjek berkeyakinan rutin melakukan ritual tersebut. Proses
bahwa semua ritual yang dijalankannya representasi pesan yang irasional inilah
yang menyebabkan munculnya delusi

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 71


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

pada subjek. Subjek meyakini bahwa banyak menuntut, tidak menetapkan


subjek adalah utusan yang bertugas aturan-aturan baku dan cenderung
melindungi keluarganya dari pengaruh menghindari kontrol terhadap apa yang
jin jahat. dilakukan oleh anak (Hoskins, 2014).
Berdasarkan asumsi dari teori bela- Orangtua tidak pernah berani menuntut
jar sosial, individu kemudian memprak- subjek untuk menghentikan perilakunya
tekkan perilaku yang sudah diamatinya karena takut apabila subjek akan
ke hadapan orang-orang sekitar (Bandura, menyerang mereka. Selain itu, subjek
1989). Hal ini seperti yang dilakukan juga memperoleh dukungan dari teman
oleh subjek. Setelah keluar dari pondok dekatnya yang sudah memberikan jamin-
dan pulang ke rumah, subjek memprak- an bahwa subjek beserta keluarganya
tekkan berbagai ritual sebelumnya ke akan terbebas dari masalah.
dalam kehidupan sehari-hari. Subjek Satu minggu sebelum dimasukkan
sering marah atau ngomel sendiri, ke RSJM, subjek masih tetap melakukan
mengamuk dan mengurung diri kamar- ritual-ritualnya. Informasi lain yang per-
nya. Subjek juga selalu membaca Al- nah subjek peroleh dari teman dekat
Qur’an dalam waktu yang lama sehingga (yang pernah mengajaknya ke pondok)
membuatnya lupa sholat dan tidak adalah ada jin jahat yang sedang
makan. Saat itu, subjek menganggap menguasai keluarganya. Informasi yang
bahwa perilaku tersebut akan membawa tidak rasional tersebut kemudian
kebaikan bagi diri maupun keluarganya menyebabkan subjek mempercayainya
sehingga akan terhindar dari bahaya. hingga muncul halusinasi. Subjek
Beberapa perilaku yang ditiru dari mendengar seperti ada sebuah bisikan
model semakin memperoleh penguatan yang menyuruhnya untuk meninju wajah
dari lingkungan. Penguatan yang diper- ayahnya karena sang ayah sedang
oleh individu pengamat dapat berupa dirasuki jin jahat. Subjek pun benar-
motivasi positif maupun negatif dari benar menuruti bisikan tersebut dengan
orang-orang sekitar (Feist & Feist, 2006). meninju wajah ayahnya.
Hal ini seperti yang terjadi pada subjek. Saat awal masuk RSJM, perilaku
Subjek mempertahankan sejumlah peri- mengamuk dan marah-marah sendiri
laku katatonik tersebut karena didukung masih sering muncul. Subjek mengatakan
oleh pola pengasuhan orangtua yang bahwa subjek marah pada kejenuhan
permisif. Orangtua yang permisif tidak yang subjek rasakan dan menganggap

72 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

bahwa kejenuhan itu akan membunuh- peka terhadap stimulus internal maupun
nya secara perlahan. Setelah dua minggu eksternal, mudah marah baik diwujudkan
dirawat di RSJM, gejala-gejala positif dalam perilaku ataupun melalui verbal.
psikotik singkat yang dialaminya seperti Beberapa faktor eksternal yang dapat
halusinasi, delusi dan beberapa perilaku meningkatkan risiko agresi pada individu
katatoniknya sudah tidak lagi muncul. psikotik antara lain komorbiditas gang-
Satu minggu sebelum dipulangkan ke guan kepribadian, tidak patuh pada peng-
rumah, agresi verbal subjek muncul obatan yang diberikan, hiperaktivitas dan
kembali dan hal itu bertahan hingga pengangguran atau kehilangan pekerjaan
subjek dipulangkan ke rumah. Individu (Milton, Amin, Singh, Harrison, Jones, &
psikotik juga rentan mengembangkan Croudace, 2001). Hal ini sesuai dengan
perilaku agresi baik verbal ataupun non- keadaan subjek di mana subjek pernah
verbal. Perilaku agresi ini disebabkan kehilangan pekerjaan. Selain itu, perilaku
oleh adanya sindrom agitasi yang dialami agresi pada subjek ini bertahan karena
oleh tiap individu dengan gangguan adanya penguatan negatif dari
psikotik (Sachdev & Kruk, 1996). Hal ini lingkungan. Penguatan negatif tersebut
juga sesuai dengan hasil tes kepribadian adalah hilangnya dukungan dari teman
yang menunjukkan bahwa meskipun dekat yang pernah membawanya ke
subjek adalah pribadi yang introvert, pondok serta tidak adanya dukungan dari
tetapi subjek juga memiliki dorongan orangtua agar subjek menemui teman-
untuk bertindak agresi ketika terlibat nya. Dinamika permasalahan subjek
dalam sebuah konflik. tersebut dapat dilihat lebih jelas melalui
Agitasi tersebut menyebabkan Bagan 1.
individu psikotik mudah gelisah, sangat

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 73


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Internal Factors (Personality): External Factors (Stressor):

1. Mudah kecewa dan putus asa 1. Difitnah oleh teman saat bekerja
2. Mudah menghindar dan menarik diri di bengkel
3. Kurang mampu bersikap tegas 2. Dibenci oleh bos pemilik bengkel
4. Kurang mampu mengambil keputusan 3. Diberhentikan dari pekerjaannya
dalam situasi penuh tekanan

Ikut dengan teman lamanya masuk ke pondok pesantren ilegal

Mengamati, mengingat dan menirukan apa Behavioral Factors:


yang diajarkan oleh teman dan kyai di pondok
sehingga muncul keyakinan bahwa apabila Temannya mengajarkan bahwa subjek harus
subjek melakukan semua yang ditirukan mengikuti semua yang diajarkan di pondok
tersebut, maka dia dan keluarganya akan pesantren tersebut agar permasalahannya
terbebas dari pengaruh jin jahat dan terbebas selesai. Hal-hal yang ditiru oleh subjek antara
dari berbagai masalah lain:

1. Makan nasi hanya dengan lauk tahu atau


tempe
Simtom 2. Membakar sampah/barang di atas tempat
tidur
1. Muncul delusi bahwa ia adalah penangkal 3. Mengaji satu hari penuh tanpa berhenti
yang bisa menolong keluarganya dari 4. Meyakini bahwa dengan menirukan apa
pengaruh jin jahat. yang dilakukan teman, dia akan terbebas
2. Muncul halusinasi yang memintanya untuk dari masalahnya.
meninju wajah ayahnya karena di dalam 5. Makan serpihan batu bata
diri ayahnya ada makhluk jahat pada saat 6. Menghisap batu akik ukuran kecil
itu.
3. Perilaku katatonik:
a. Mengaji berhari-hari tanpa henti dan
tanpa diselingi aktivitas lain. Penguatan
b. Berdiam diri di kamar mandi berjam- 1. Teman satu pondok menjanjikan bahwa
jam tiap hari masalah subjek pasti akan selesai setelah
4. Durasi episode gangguan terjadi kurang melakukan serangkaian ritual di pondok.
dari 1 bulan (halusinasi dan delusi 2. Orangtua membiarkan karena takut
muncul tiga minggu sebelum masuk diserang
RSJM dan tidak muncul lagi setelah 3. Tidak ada dukungan sosial (dari teman-
masuk RSJM & mendapat pengobatan) teman)

Problem Psikologis:
Satu minggu setelah pulang dari RSJM, sering
Gangguan Psikotik Singkat marah-marah (mengeluarkan kata bodoh dan
membantah dengan intonasi tinggi)

Bagan 1. Dinamika Terbentuknya Gangguan dan Permasalahan

74 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

Pelatihan Keterampilan Manajemen Berdasarkan uraian di atas, maka


Marah pada laporan kasus ini hendak melihat
Salah satu bentuk terapi perilaku sejauh mana perilaku agresi pada orang
yang digunakan untuk mengurangi agre- dewasa dengan kasus psikotik ini dapat
si, yaitu dengan teknik Anger Manage- dikurangi dengan pemberian intervensi
ment Skill Training (Pelatihan Ketram- Anger Management Skill Training.
pilan Manajemen Marah) yang dicetus-
kan oleh Novaco (1975). Di dalam Anger METODE PENELITIAN
Management individu diajarkan untuk
mengidentifikasi hal-hal yang dapat Desain Penelitian
membuatnya marah serta cara untuk Penelitian ini menggunakan pende-
mengelola pikiran dan perasaan agar katan kualitatif dengan metode riset aksi
menjadi lebih tenang. Pelatihan Ketram- (action research) di mana pelaksanaan-
pilan Manajemen Marah ini didasarkan nya dilakukan dengan siklus mulai dari
oleh teori sosial kognitif yang menjelas- perencanaan, melaksanakan tindakan,
kan bahwa perilaku marah atau agresi observasi, refleksi, rencana ulang, melak-
yang muncul dapat disebabkan oleh sanakan tindakan selanjutnya dan sete-
proses belajar yang dilakukan oleh rusnya (McKniff & Whitehead, 2002).
individu sehingga individu tersebut perlu Padak dan Padak (2001) mengemu-
belajar kembali cara-cara mengurangi kakan bahwa pada terdapat beberapa
atau menahan amarahnya dengan meng- tahap pada pendekatan actioj research.
amati atau mempelajari perilaku baru Pertama: tahap perencanaan. Terapis me-
yang lebih positif. Intervensi ketrampilan rumuskan tujuan yang akan dicapai
manajemen marah ini juga efektif untuk bersama klien dan menentukan perla-
mereduksi perilaku agresi pada kasus ibu kuan yang akan diberikan atau dilaksa-
yang memiliki anak ADHD (Valizadeh, nakan. Terapis mengidentifikasi permasa-
2010), pada kasus individu dengan lahan yang dialami oleh klien berdasar-
penyalahgunaan zat (Rahmati, Akbar, & kan hasil wawancara terhadap diri klien
Faghirpoor, 2013), kasus orang dewasa maupun terhadap keluarga dan orang
dengan retardasi mental (Neetu & sekitar klien. Terapis juga melakukan
Ahmad, 2014) dan agresi yang terjadi pengukuran terhadap tingkat agresi
pada siswa (Hedayati & Taghiloo, 2015). verbal klien. Kedua: tahap pelaksanaan
tindakan, yaitu memberikan perlakuan

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 75


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

yang telah disepakati di awal sesuai (Thematic Apperception Test) untuk


dengan rancangan model intervensi yang mengungkap dinamika kepribadian da-
telah disusun. Ketiga: Tahap observasi. lam hubungan interpersonal, dorongan
Pada tahap pengamatan atau observasi, emosi serta konflik pribadi yang dominan
terapis mengumpulkan informasi tentang dalam diri subjek. Kelima: Checklist
proses intervensi yang dilakukan dalam perilaku untuk mengetahui sejauhmana
setiap pertemuan. Hasil observasi diguna- terjadi perubahan penurun-an agresi
kan sebagai refleksi terhadap berbagai verbal pada subjek. Keenam: Tes Grafis
kekurangan dalam intervensi yang telah untuk mengungkap kepri-badian subjek
diberikan. Keempat: Tahap terakhir, yaitu yang ada kaitan dengan
refleksi yaitu mencari kekurangan atau permasalahannya.
hambatan yang terjadi saat pelaksanaan
intervensi dimulai pada pra terapi hingga Prosedur Intervensi
pasca terapi. Refleksi ini dilakukan Pada kasus ini, intervensi yang
dengan cara terapis dan klien saling digunakan adalah Pelatihan Ketrampilan
bertukar pikiran mengenai segala hal Manajemen Marah (anger management
yang berkaitan dengan proses dan hasil skill training). Pelatihan Ketrampilan
intervensi. Manajemen Marah (PKMM), yang dipra-
karsai oleh Novaco (1975), adalah suatu
Metode Pengambilan Data bentuk strategi untuk mereduksi perasaan
Ada beberapa metode pengumpul- emosional dan ekspresi kemarahan yang
an yang digunakan. Pertama: Wawancara mungkin dapat merusak diri sendiri,
klinis yaitu wawancara yang dilakukan orang lain serta lingkungan. Ini merupa-
guna mengumpulkan informasi secara kan salah satu metode manajemen
mendalam baik melalui subjek maupun perilaku yang dilandasi oleh perspektif
orang-orang sekitar subjek. Kedua: Ob- perilaku kognitif bahwa individu perlu
servasi harian guna mengetahui kondisi diajarkan cara mengelola emosi dan
subjek di lingkungan sekitarnya. perilaku amarahnya dengan melakukan
Ketiga: CFIT (Culture Fair Intelli- latihan atau pembelajaran berulang-ulang
gence Test) untuk mengetahui kapasitas (Novaco, 1975; King dkk, 1999). Strategi
intelektual guna memprediksi seberapa ini menggabungkan antara terapi psiko-
jauh pemahaman subjek terhadap inter- logis dan latihan sehingga efektif untuk
vensi yang akan diberikan. Keempat: TAT meminimalisasi derajat dan efek dari

76 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

kemarahan (Neetu & Ahmad, 2014). mengurangi kemarahan atau agresi verbal
Pada intervensi ini, individu juga dilatih subjek. Terapis kemudian membantu
untuk memahami pola kemarahannya subjek mengenali apa yang dimaksud
agar mereka dapat mengatasinya dengan dengan agresi dan apa saja bentuk-
baik. Pelatihan Ketrampilan Manajemen bentuk agresi.
Marah ini telah banyak digunakan untuk Sesi kedua adalah proses iden-
membantu mengatasi masalah agresi pa- tifikasi masalah dan pemicunya. Pada
da orang dewasa dengan disabilitas inte- sesi ini terapis meminta subjek untuk
lektual (King dkk, 1999), orang dengan mengenali masalah atau situasi yang
disabilitas belajar (Moore dkk, 1997) dapat memicu kemarahannya dalam
maupun untuk anggota keluarga yang bentuk verbal. Terapis mengarahkan
mengalami gangguan penyalahgunaan subjek untuk mengenali situasi yang
alkohol (Ju-Yong & Yun-Jong, 2010). seperti apa yang dapat membuat subjek
Pelatihan Ketrampilan Manajemen marah. Terapis juga memberikan pen-
Marah ini terdiri atas 6 sesi. Pada pelak- jelasan mengenai konsekuensi jangka
sanaannya, terapis memberikan 7 sesi. pendek dan jangka panjang apabila sub-
Sesi pertama, terapis membangun rapport jek berhasil mengelola agresi verbalnya.
kemudian menjelaskan kepada subjek Terapis kemudian memberikan pema-
mengenai tujuan dilakukan latihan haman kepada subjek bahwa kemarahan-
mengelola kemarahan ini untuk mem- nya berdampak pada hubungan dengan
bantu mengurangi agresi (kemarahan) orang-orang sekitar misalnya subjek
verbalnya seperti yang tampak dalam dapat menyinggung perasaan orang lain
bentuk berkata-kata negatif (berkata apabila subjek marah.
bodoh) dan membantah ucapan orang Sesi ketiga adalah melakukan eva-
lain dengan intonasi tinggi seperti mem- luasi atau mengulangi kembali apa saja
bentak. Terapis juga menjelaskan prose- yang telah dipelajari subjek pada sesi
dur apa saja yang akan dijalani oleh pertama dan kedua sebelumnya. Terapis
subjek selama terapi sehingga subjek meminta subjek untuk mengingat dan
perlu memperhatikan setiap instruksi menyampaikan kembali target perubahan
terapis dengan sebaik-baiknya. Pada sesi yang hendak dicapai, apa saja bentuk-
ini terapis juga mengajak subjek bentuk agresi atau kemarahan, situasi apa
membuat kesepakatan mengenai target saja yang dapat memicu kemarahan
perubahan yang hendak dicapai, yaitu subjek dan dampak yang ditimbulkan

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 77


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

oleh kemarahan subjek serta konsekuensi subjek untuk bersikap tenang dan
yang diperoleh bila subjek dapat me- mengajarkan subjek untuk melakukan
ngendalikan atau mengelola kemarahan- relaksasi pernapasan, yaitu subjek meng-
nya dengan baik. hirup napas dalam dan mengeluarkannya
Sesi keempat adalah terapis ber- melalui mulut secara berulang. Setelah
sama dengan subjek melakukan bermain melakukan relaksasi, terapis meminta
peran (role play), berbicara ke diri (self- subjek untuk belajar memaafkan dirinya
talk), dan latihan relaksasi pernapasan. dan orang lain, yaitu dengan menyadari
Pada tahap bermain peran, terapis ber- dan menerima bahwa diri subjek mau-
sama dengan subjek dan adik perempuan pun orang lain sama-sama memiliki
subjek memeragakan peran dalam se- kekurangan dan sama-sama memiliki
buah situasi di mana terapis berperan mulut yang bisa membuat penilaian
sebagai teman yang jahat —yang ber- sekehendak hati. Oleh sebab itu, subjek
maksud untuk mengadu domba subjek. perlu memaafkan agar kemarahannya
Sedangkan adik perempuan subjek terhadap diri sendiri maupun orang lain
berperan sebagai bos pemilik bengkel berkurang. Proses memaafkan ini dapat
tempat subjek bekerja. Subjek berperan mencegah subjek dari hal-hal yang
sebagai diri subjek sendiri. Saat tahap bersifat dendam sehingga kemarahan
bermain peran berlangsung, terapis, sub- akan berkurang.
jek, dan adik perempuan subjek berusaha Selanjutnya terapis mengajarkan
untuk memeragakan peran masing-ma- berbicara ke diri yang positif (positive
sing dengan serius dan alami sehingga self-talk) kepada subjek. Subjek diminta
dari bermain peran itu subjek dapat untuk mengganti kalimat negatif yang dia
mengeluarkan amarahnya. Pada tahap ucapkan saat marah dengan kalimat yang
bermain peran ini terapis hendak melihat lebih positif yaitu dengan berkata,
bagaimana proses munculnya kemarahan “Astaghfirullah” dan mengajarkan subjek
subjek secara nyata baik dalam bentuk untuk berkata, “Bersabar itu lebih baik
mengeluarkan kata-kata negative, seperti daripada marah”. Terapis juga meng-
“bodoh” dan “goblok” serta bagaimana ajarkan kepada subjek untuk mengurangi
subjek membantah pembicaraan orang kemarahannya dalam bentuk membantah
lain dengan nada membentak. dengan menggantinya dengan kalimat
Setelah tahap bermain peran yang lebih sopan. Apabila subjek tidak
selesai, terapis kemudian segera meminta menyukai sesuatu, maka terapis meng-

78 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

ajarkan pada subjek untuk menolak (berkata-kata negatif dan membantah


dengan menyelipkan kata “Maaf, tapi…” dengan nada membentak) muncul lebih
agar terdengar lebih santun sehingga banyak atau berkurang. Terapis juga
tidak terkesan membantah. memberikan tugas pengamatan lanjutan
Terapis kemudian mengajak ang- selama satu minggu ke depan dengan
gota keluarga untuk memberikan peng- lembar checklist baru kepada ibu dan
hargaan berupa pujian setelah subjek adik perempuan subjek untuk melihat
berhasil mengelola kemarahannya deng- perubahan frekuensi kemarahan subjek.
an latihan yang telah dilakukan ini. Sesi keenam adalah evaluasi dan
Latihan terutama self-talk dan relaksasi terminasi. Terapis melakukan evaluasi
pernapasan dilakukan sebanyak tiga kali terhadap tugas yang telah dilakukan
dalam satu kali pertemuan. Selanjutnya subjek pada sesi kelima. Setelah itu
terapis memberikan tugas pada subjek terapis menyimpulkan hal-hal yang telah
agar mengulang-ulang kata positif dan dipelajari oleh subjek selama proses
latihan relaksasi pernapasan di luar sesi intervensi, memberikan bekal perilaku
terapi terutama saat tanda-tanda hendak agar subjek mau membiasakan diri untuk
marah itu muncul. Orangtua terutama mengucapkan kalimat positif dan tidak
ibu dan adik perempuan subjek diminta lagi membantah dengan nada memben-
untuk melakukan observasi selama satu tak. Terapis meminta pada keluarga
minggu untuk melihat apakah kemarahan untuk tetap mengontrol subjek meskipun
subjek muncul atau tidak dengan proses intervensi sudah berakhir. Terapis
memberikan lembar pengecekan (check- kemudian menyampaikan pada subjek
list). dan keluarganya untuk mengakhiri inter-
Sesi kelima adalah terapis bersama vensi. Terminasi ini dilakukan ketika
dengan subjek mengulang kembali target perubahan yang diinginkan sudah
latihan yang telah dilakukan pada sesi muncul secara stabil, yaitu ketika kema-
keempat sebelumnya. Terapis dan subjek rahan atau agresi verbal subjek sudah
mengulangi latihan role play, self-talk berkurang.
dan melakukan relaksasi pernapasan. Sesi ketujuh adalah terapis mela-
Pada sesi ini terapis juga mengevaluasi kukan sesi follow-up dua minggu setelah
hasil pengamatan yang telah dilakukan intervensi berakhir. Follow-up dilakukan
oleh ibu dan adik perempuan subjek untuk mengetahui perkembangan subjek
guna melihat apakah kemarahan subjek

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 79


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

dalam mengelola kemarahan atau agresi HASIL PENELITIAN


verbalnya.
Setelah menjalani rangkaian Anger
Teknik Analisis Data Management Skill Training, agresi verbal
Analisis data pada penelitian ini yang dilakukan subjek dapat berkurang.
dilakukan dengan dua teknik, yaitu Hal ini dapat dilihat dari Grafik 1 yang
kualitatif dan kuantitatif. Gambaran per- menunjukkan perubahan (penurunan) in-
bandingan kondisi agresi verbal subjek tensitas perilaku saat sebelum diberikan
pada pra terapi, terapi dan pasca terapi intervensi dan setelah diberikan interven-
dijelaskan secara deskriptif atau kualitatif si yang diukur selama satu minggu. Inten-
(Crewell, 2007). Data yang telah terkum- sitas agresi verbal diukur berdasarkan
pul melalui checklist perilaku kemudian dua ciri yang telah disepakati bersama
diolah dan dianalisis dalam bentuk kuan- (subjek dan keluarga) untuk diubah yaitu
titatif berupa grafik. Martin dan Pear mengucapkan kalimat negatif yang ber-
(2003) mengemukakan bahwa analisis tujuan menyalahkan diri sendiri atau
grafik ini bertujuan memperoleh gambar- orang lain dan membantah pembicaraan
an perubahan dari waktu ke waktu orang lain ketika sedang kesal. Total
mengenai kondisi fenomena atau subjek pengukuran tersebut diperoleh dari jum-
yang dipelajari sehingga hasil intervensi lah kemunculan perilaku dalam tujuh
terlihat lebih jelas. Sementara analisis hari.
data kualitatif dilakukan dengan koding
dan penentuan tema-tema agresi.

80 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

16

14

12

10
mengucapkan kalimat
8 negatif
membantah pembicaraan
6
orang lain saat kesal
4

0
pra terapi mgu 1 terapi mgu 2 terapi follow-up

Grafik 1. Perubahan Perilaku Subjek

Saat dilakukan proses pengamatan pembicaraan orang lain muncul seba-


pada pra terapi, frekuensi munculnya nyak 14 kali dalam satu minggu. Kemu-
agresi verbal subjek adalah sebanyak 15 dian, pada pemberian tugas di minggu
kali dalam seminggu. Pada saat diberikan kedua proses terapi, negative self-talk
tugas pertama setelah menjalani sesi dan perilaku membantah pembicaraan
kelima terapi, subjek mampu menerap- orang lain muncul sebanyak 10 kali
kan cara-cara menahan agresi verbalnya (dalam satu minggu). Pada evaluasi tugas
dengan segera mengucapkan kalimat ini, subjek sudah mampu memahami
positif. Hal ini memberikan dampak pada konsekuensi negatif yang timbul apabila
penurunan frekuensi munculnya agresi ia tetap memelihara agresi verbalnya.
verbal baik itu berupa berkurangnya Subjek menyatakan bahwa meskipun
mengucapkan kalimat negatif maupun amarahnya tidak ditujukan untuk orang
perilaku membantah pembicaraan orang lain, tetapi orang lain terutama anggota
lain saat sedang kesal. Saat dilakukan keluarganya pasti merasa tidak nyaman
pengamatan pasca sesi kelima, perilaku dengan kalimat-kalimat negatif yang
mengucapkan kalimat negatif (negative kerap diucapkannya dengan intonasi
self-talk) muncul sebanyak 13 kali dalam tinggi.
satu minggu dan perilaku membantah

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 81


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Selanjutnya pada sesi follow-up, nitif individu. Oleh sebab itu, perilaku
keluarga melaporkan bahwa perilaku sederhana cenderung mudah untuk ditiru
mengucapkan kalimat negatif masih (Bandura, 1989). Proses pengamatan dan
muncul sebanyak 4 kali dan perilaku pembelajaran perilaku verbal baru yang
membantah pembicaraan muncul seba- disajikan dalam bentuk sederhana ini
nyak 3 kali. Agresi verbal tersebut masih diharapkan mampu ditiru dan dijadikan
muncul disebabkan oleh faktor personal acuan oleh subjek untuk mengurangi
subjek. Subjek masih sulit untuk agresi verbalnya.
memberikan penghargaan berupa pujian Pelibatan fungsi kognitif pada
pada dirinya sendiri sebagai penguatan. proses belajar sosial meliputi beberapa
Subjek merasa tidak berani memuji diri- tahap, yaitu atensi, representasi, produksi
nya sendiri karena menganggap kegiatan dan motivasi (Feist & Feist, 2006;
tersebut hanya akan membuatnya som- Bandura, 1986). Pada rangkaian sesi
bong. Oleh karena itu, terapis lebih Anger Management Skill Training,
menekankan agar orangtua dan adik individu mula-mula perlu mengenali
perempuan subjeklah yang harus lebih perilaku agresinya (Novaco, 1975).
sering memberikan penghargaan pada Subjek mengidentifikasi bahwa agresi
subjek sebagai penguatan positif agar verbalnya merupakan kata-kata negatif
agresi verbal subjek berkurang. Subjek yang diucapkan guna menyalahkan
lebih memperhatikan penguatan yang kondisinya saat ini. Setelah itu, subjek
diberikan orang terdekat, orang yang diarahkan untuk melakukan role play
lebih tua maupun yang memiliki status guna menirukan perilaku verbal baru
lebih tinggi daripada dirinya. yang diamati melalui terapis. Pada sesi
tersebut, subjek diberikan kesempatan
PEMBAHASAN memperhatikan agresi verbal yang
diperagakan sendiri serta perilaku verbal
Teori belajar sosial mengemukakan baru yang diamati dari model yaitu
bahwa individu mempelajari sesuatu terapis. Hasil yang diperoleh adalah
melalui pengalaman langsung atau obser- subjek dapat mengetahui kapan agresi
vasi (Bandura, 1986). Proses pengamatan verbalnya muncul dan mampu meniru-
ini tentunya tidak berlangsung begitu kan dengan baik kalimat-kalimat positif
saja, melainkan melibatkan fungsi kog- guna mengurangi agresi verbalnya.

82 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

Proses tersebut menghasilkan perubahan sehari-hari (Bandura, 1986). Pada proses


yaitu berkurangnya frekuensi agresi tersebut, orang-orang di sekitar subjek
verbal pada subjek. Berdasarkan laporan akan memberikan respon sehingga
anggota keluarga, subjek sangat menaruh subjek akan menilai apakah perilakunya
perhatian pada apa yang dicontohkan benar atau tidak (Feist& Feist, 2006).
oleh terapis sebab subjek menganggap Pada proses terapi, subjek juga diberikan
terapis sebagai salah satu figur yang tugas untuk menerapkan perilaku baru
dihargainya. yang dipelajari di luar sesi terapi atau
Selanjutnya, pada tahap represen- dalam kehidupan sehari-hari. Saat
tasi, individu belajar mentransformasikan observasi berlangsung—yang dilakukan
informasi yang diperoleh melalui model oleh terapis maupun ibu dan adik
yang diamati ke dalam bentuk simbol perempuan subjek—agresi verbal subjek
(Bandura, 1986). Simbol tersebut dapat tidak lagi muncul pada pagi, siang atau
berupa kode bahasa atau kalimat yang sore hari saat bertemu dengan terapis,
akan memudahkan individu untuk melainkan masih muncul pada malam
mempertahankan perhatian pada perilaku hari ketika subjek hendak tidur. Anggota
barunya—yang dipelajari (Feist& Feist, keluarga kemudian mengingatkan untuk
2006). Saat proses terapi berlangsung, bersikap tenang sambil mengucapkan
subjek diajarkan untuk memaafkan kalimat positif. Saat sesi evaluasi, subjek
dirinya dan orang lain. Subjek juga diajak menyatakan bahwa agresi verbal yang
untuk berpikir bahwa kalimat-kalimat diucapkan tersebut secara tidak langsung
negatif dan kasar yang diucapkan hanya membuat ibunya khawatir dan adik
akan menimbulkan dampak buruk bagi perempuannya ikut kesal sehingga subjek
dirinya sendiri maupun orang lain. menganggap bahwa hal itu tidak baik.
Kalimat pemaafan dan pengenalan Ketika individu mengamati apa
mengenai konsekuensi perilaku merupa- yang dilakukan oleh orang lain, secara
kan dua simbol yang dapat diingat jelas langsung juga melihat proses apakah
oleh subjek sehingga agresi verbalnya perilaku tersebut memperoleh penghar-
berkurang dari waktu ke waktu. gaan atau hukuman (Mischel & Shoda,
Pada tahap produksi, individu 1995). Di dalam rangkaian Anger
diajarkan untuk menerapkan perilaku Management Skill Training, subjek diajak
yang telah dipelajari ke lingkungan nyata untuk melakukan role play yaitu dengan

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 83


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

memeragakan perilaku seperti saat agresi Secara keseluruhan, perubahan


verbalnya muncul kemudian diajarkan frekuensi perilaku agresi verbal dapat
untuk menirukan perilaku verbal baru terjadi karena individu telah menjalani
yang diamati melalui terapis. Pemberian proses belajar yang melibatkan unsur
motivasi ini berdasarkan asumsi bahwa pengamatan, adanya pemberian penge-
individu akan mudah atau tertarik meniru tahuan mengenai konsekuensi perilaku
sebuah perilaku jika subjek memperoleh agresi, dan latihan guna memperoleh
penghargaan segera setelah perilaku yang keterampilan perilaku baru yang secara
diharapkan muncul (Bandura, 1965; terus-menerus (Bandura, 1977). Hal ini
Bandura, Ross & Ross, 1963). Saat subjek tercermin pada perubahan frekuensi
berhasil menirukan perilaku verbal baru agresi verbal subjek dari waktu ke waktu.
yang lebih positif, terapis beserta ibu dan Meskipun demikian, frekuensi agresi
adik perempuan subjek segera memberi- verbal tersebut belum dapat hilang secara
kan penguatan positif berupa motivasi permanen. Hal itu terjadi karena subjek
serta pujian. belum dapat memahami arti dari
Penguatan positif juga bertujuan penguatan positif yang diberikan oleh
agar proses belajar yang dilakukan oleh keluarganya. Selama proses belajar ber-
individu dapat bertahan dan tercermin langsung, pemberian penguatan positif
dalam kehidupan nyata di luar sesi dari lingkungan sekitar diasumsikan
pengamatan (Bandura, 1986). Di dalam mampu meningkatkan motivasi individu
kehidupan sehari-hari di luar sesi terapi, untuk memperkuat perilaku baru yang
anggota keluarga subjek melaporkan dipelajari (Bandura, 1989). Asumsi dari
bahwa muncul kalimat kasar baru yang teori belajar sosial ini tidak sesuai dengan
mana subjek seolah menyalahkan diri apa yang terjadi pada subjek. Subjek
sendiri karena harus terus meminum obat masih berpikir bahwa pujian itu dapat
pada malam hari. Hal tersebut hanya membuatnya sombong. Oleh karena itu,
muncul sekali saja. Saat agresi verbal di akhir sesi terapi subjek juga dibekali
subjek muncul, ibu dan adiknya ber- pemahaman bahwa memperoleh peng-
usaha memberikan dukungan agar subjek hargaan dari orang lain atas hal baik yang
mau meminum obat dan tidak lagi berhasil dilakukan dapat mengurangi
menyalahkan kondisinya saat ini. agresi verbalnya.

84 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

SIMPULAN DAN SARAN bong, melainkan sebagai penghargaan


atas usaha yang telah dilakukannya.
Simpulan
Teknik Pelatihan Ketrampilan Ma- DAFTAR PUSTAKA
najemen Marah ini mampu mengurangi
agresi verbal pada subjek dengan American Psychiatric Association. (2013).
gangguan psikotik singkat. Perubahan Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder Fifth edition.
yang terjadi yaitu berkurangnya frekuensi
USA: Author.
agresi verbal pada subjek. Subjek sedikit
demi sedikit mampu mengucapkan kali- Bandura, A. (1977). Social Learning
mat-kalimat positif untuk dirinya sendiri Theory. New Jersey: Prentice-Hall.
maupun pada orang lain. Agresi atau
Bandura, A. (1986). Social Foundations
kemarahan verbal dalam bentuk mem- of Thought and Action: A Social
bantah dengan intonasi tinggi pada Cognitive Theory. New Jersey:
subjek juga sudah berkurang. Saat subjek Prentice-Hall.
bermaksud untuk menolak, subjek mulai
Bandura, A. (1989). Social cognitive
bisa mengucapkan kalimat yang lebih theory. In R. Vasta (Ed.). Annals of
santun sehingga tidak terkesan mem- child development, vol.6. Six
bantah dan membentak. Meskipun theories of child development
demikian, frekuensi kemarahan subjek (pp.1-60). Greenwich, CT: JAI
masih muncul dan belum dapat hilang Press.

secara permanen sebab saat subjek sudah Bandura, A., & Harris, M.B. (1966).
berhasil mengendalikan kemarahannya, Modification of syntactic style.
subjek kurang suka diberikan pujian Journal of Experimental Child Psy-
sebagai penghargaan atas upanya. chology, 4, 341-352.

Bandura, A., Ross, D., & Ross, S.A.


Saran (1963). Transmission of aggression
Anggota keluarga perlu terus through imitation of aggressive
memberikan wawasan bahwa pujian models. Journal of Abnormal and
yang diberikan pada diri subjek bukanlah Social Psychology, 63, 575-582.

sesuatu yang dapat membuatnya som-

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 85


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Brennan, P.A.,& Walker, E.F. (2001). Archives of Psychiatic Nursing,


Vulnerability to schizophrenia: 24(1),38-45.
Risk factors in childhood and
adolescence. In R.E. Ingram & J.M. King, N., Lancaster, N., Wynne, G.,
Price (Eds.), Vulnerability to Nettleton, N., & Davis, R. (1999).
psychopathology: Risk across the Cognitive-behavioral anger mana-
lifespan (pp.329-354). New York: gement training for adults with
Guilford Press. mild intellectual disability. Scandi-
navian Journal of Behavior
Ciorner, A., Bumbu, C., & Spinu, R. Therapy, 28, 19-22.
(2011). Stress and brief psychotic
disorder. Romanian Journal of Kring, A.M., Johnson, S.L., Davison,
Psychiatry, 8 (2),86-88. G.C., & Neale, J.M. (2010).
Abnormal psychology eleventh
Creswell, J. W. (2007). Qualitative edition. New York: John Wiley &
research designers selective and Sons Inc.
implementations. The Counseling
Psychologist Journal, 35 (2), 236- Martin, G., & Pear, J. (2002). Behavior
264. modification: What it is and how
to do it. New Jersey: Pearson
Feist, J., & Feist, G.J. (2006). Theories of Prentice Hall.
personality. Boston: McGraw Hill.
McKniff, J., & Jack, W. (2002). Action
Hedayati, M., & Taghiloo, S. (2015). research: Principles and practice.
Effectiveness of violence mana- London: Routledge Falmer.
gement training in reducing the
anger of students. Indian Journal of Mischel, W., & Shoda, Y. (1995). A
Fundamental and Applied Life cognitive-affective system theory of
Sciences, 5, 2443-2448. personality: Reconceptualizing si-
tuations, dispositions, dynamics,
Hoskins, D.H. (2014). Consequences of and invariance in personality
parenting on adolescent outcomes. structure. Psychology Review, 102,
Journal of Societies, 4, 506-531. 246-268.

Ju-Yong, S., & Yun-Jung, C. (2010). The Milton, J., Amin, S., Singh, S.P., Harrison,
effect of an anger management G., Jones, P., Croudace, T.,
program for family members of Medley, I., & Brewin, J. (2001).
patients with alcohol use disorders. Aggressive incidents in first-episode

86 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016


Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

psychosis. British Journal of Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B.


Psychiatry, 178, 433-440. (2014). Abnormal Psychology in A
Changing World. New York:
Memon, M., & Larson, M. (2009). Brief Wiley.
psychotic disorder. Medscape
Continually Updated Clinical Novaco, R.W. (1975). Anger control: The
Reference. development and evaluation of an
experimental treatment. Lexington:
Moore, E., Adams, R., Elsworth, J., & D. C. Health.
Lweis, J. (1997). An anger mana-
gement group for people with a Olson, M.H., & Hergenhahn, B.R.H.
learning disability. British Journal (2008). Introduction to theories of
of Learning Disability, 5, 53-57. learning 8th edition. Lebanon,
Indiana: Prentice Hall.
Myin-Germeys, I., Van Os, J., Schwartz,
J.E., Stone, A.A., & Delespaul, P.A. Padak, N., & Padak, G. (2001). Research
(2001). Emotional reactivity to to practice: Guidelines for planning
daily life stress in psychosis. Arch. action research projects. Kent,
Gen. Psychiatry, 58, 1137-1144. Ohio: Ohio Literacy Resource
Center.
Nederlof, A.F., Koppenol-Gonzaloez,
G.V., Muris, P., & Hovens, J. Rahmati, F., Akbar, B., & Faghirpoor, M.
(2013). Psychiatrists’s view on the (2013). The effect of anger
risk factors for aggressive behavior management training on reducing
in psychotic patients. Journal of aggression of people who suffering
Clinical Schizophrenia & Related substance abuse narcotic (glass).
Psychoses. 1-7. International Research Journal of
Applied and Basic Sciences, 5
Neetu, S., & Ahmad, N.S. (2014). (9),1205-1214. ISSN 2251-83BX.
Effectiveness of anger management
training program in managing Sachdev, P., & Kruk, J. (1996).
aggressive behavior of adults with Restlessness: The anatomy of a
mental retardation. International neuropsychiatric symptom. Austra-
Research Journal of Social lian N Z Journal of Psychiatry, 30,
Sciences, 3 (9), 1-6. ISSN 2319- 38-53.
3565.

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016 | 87


Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Schunk, D.H. (2008). Learning theories: of children’s with attention deficit


An educational perspective. New hyperactive disorder (ADHD).
Jersey: Pearson Education Inc. Iranian Rehabilitation Journal, 8
(11), 29-33.
Valizadeh, S. (2010). The effect of anger
management skills training on
reducing of aggression in mothers

88 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai