Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon.
Secara fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada
pergerakan dan posisi. Otot terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka, otot
jantung dan otot polos. (Joyce M Black, 2017). Trauma muskuloskeletal adalah
suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot
karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri
merupakan penyebab utama dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan tulang
dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu :
1. Tulang panjang
Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di
ekstermitas atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia,
fibula, metatarsal, metakarpal dan falangs merupakan tulang panjang.
2. Tulang pendek
Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta
berbentuk kubus.
3. Tulang pipih
Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis girdle
dimana tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan
permukaan yang luas untuk melekatnya otot.
4. Tulang irregular
Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel telinga,
tulang wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang lain dalam
struktur dan komposisi. (Joyce M Black, 2017)
Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung
letak dari trauma. Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu fraktur,
strain, sprain, dislokasi dan amputasi
1. Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas
yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak
disekitarnya juga akan terganggu.(Joyce M Black, 2014)
a. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera
tulang. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak sehingga
terjadi kontaminasi bakteri
b. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang. Jadi pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi
cedera. (Brunner, 2016)
2. Strain
Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon.
Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan
berlebihan atau stres yang berlebihan. (Brunner, 2016)
3. Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
mengepit atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun
masih menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Sprain merupakan peregangan atau robekan
ligamen, fibrosa dari jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang
dengan tulang lainnya. (Joyce M Black, 2017)
B. Etiologi
Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas,
olahraga, jatuh dan kecelakaan industri.
1. Fraktur
Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada
suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak
dibandingkan yang mampu ditanggunya. (Joyce M Black, 2017)
a. Trauma langsung
Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah
tekanan misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius dan ulna.
b. Trauma tidak langsung
Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur
dimana pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya,
jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau
radius distal patah.
2. Strain
Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung
misalnya (jatuh dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar
dari posisinya kemudian meregang. (Joyce M Black, 2017)
3. Sprain
Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma tidak
langsung. (Joyce M Black, 2017)
C. Manifestasi klinis
1. Fraktur
a. Deformitas
Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Deformitas adalah perubahan bentuk, pergerakan
tulang jadi memendek karena kuatnya tarikan otot-otot
ekstermitas. (Joyce M Black, 2017)
b. Nyeri
Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak
diimobilisasi. (Brunner, 2016)
c. Pembengkakkan atau edema
Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta
ekstravasasi cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke
jaringan sekitar.
d. Hematom atau memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
e. Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2017)
2. Strain
a. Nyeri
b. Kelemahan otot
c. Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau
komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya
fungsi otot. (Joyce M Black, 2017)
3. Sprain
a. Adanya robekan pada ligament
b. Nyeri
c. Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2017)
D. Patofisiologi
1. Fraktur
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur,
jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang
mungkin hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem,
seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat
terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang akan terganggu. Otot
dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat dan bahkan
mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Perdarahan terjadi karena
cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran
sumsum (medula), hemotoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan
dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan terjadi vasodilatasi,
edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan leukosit. (Joyce M
Black, 2017)
2. Strain
Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung maupun trauma tidak
langsung, cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,
kontraksi otot yang berlebihan, otot yang belum siap terjadi pada bagian
groin muscles (otot pada kunci paha) dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot
yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.
3. Sprain
Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah yang
disebut sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami
robek dan kemudian akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut
akan membuat pembuluh darah pecah dan akan menyebabkan hemotama
serta nyeri.
E. Pemeriksaan Penunjang,
1. X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur
2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
4. Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal
5. Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
darah atau cedera.(Amin Huda Nurarif, 2015)
F. Penatalaksanaan
1. Fraktur
a. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan.
Perkiraan waktu untuk imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan
tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Amin Huda
Nurarif, 2015).
lat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :
1) Bidai
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan
atau fiksasi tulang yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk
mencegah pergerakan tulang yang patah. Syarat pemasangan bidai
dimana dapat mempertahankan kedudukan 2 sendi tulang didekat
tulang yang patah dan pemasangan bidai tidak boleh terlalu kencang
atau ketat, karena akan merusak jaringan tubuh. (Yanti Ruly
Hutabarat, 2016)
2) Gips
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips
memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi
eksoterm dan gips akan menjadi keras.
b. Reduksi
Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah
reduksi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi. Reduksi merupakan manipulasi tulang untuk
mengembalikan kelerusan, posisi dan panjang dengan mengembalikan
fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua fraktur harus
direduksi. (Joyce M Black, 2017). Reduksi terbagi atas dua bagian,
yaitu:
1) Reduksi tertutup
Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi
tertutup harus segera dilakukan setelah cedera untuk menimilkan
efek deformitas dari cedera tersebut. (Brunner, 2016)
2) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur
disejajarkan. Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan dengan
fiksasi internal untuk fraktur femur dan sendi. Alat fiksasi internal
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang. (Brunner, 2016)
c. Traksi
Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera,
sementara kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi
dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya trasi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. (Brunner,
2016)
2. Strain
a. Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48
jam pertama
b. Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada
hubungan tendon-tulang
c. Pemasangan balut tekan
d. Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus
diminimalkan. (Joyce M Black, 2017)
3. Sprain
a. Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat
penyembuhan
b. Meniggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan
c. Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-
48 jam pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan
vasokontriksi akan mengurangi perdarahan dan edema (Jangan
berlebihan nanti akan mengakibatkan kerusakan kulit). (Brunner, 2016)

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL

I. Konsep Keperawatan
A. Pengakjian
1. Anamnesa
a. Keluhan nyeri
b. Riwayat trauma adequate
c. Adanya fungsio laesa atau fungsi jaringan terganggu
2. Pemeriksaan fisik
a. Insepksi
1) Edema
2) Hematoma
3) Deformitas
b. Palpasi
1) Nyeri tekan
2) Kripitasi
B. Diagnosa
1. Nyeri akut
a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulang.
b. Penyebab
Agen pencedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
c. Gejala dan tanda mayor
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi menigkat. (PPNI, 2016)
2. Gangguan mobilitas fisik
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri
b. Penyebab
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Penurunan kekuatan otot
3) Gangguan musculoskeletal
4) Nyeri
c. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif : Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas
2) Objektif : kekakuan otot menurun dan rentang gerak
d. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif :
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif :
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi dan gerakan terbatas. (PPNI,
2016)
3. Kerusakan integritas kulit
a. Definisi : Kerusakan pada epidermis atau dermis
b. Batas karakteristik
1) Benda asing yang menusuk permukaan kulit
2) Kerusakan integritas kulit
c. Faktor yang berhubungan
1) Eksternal : faktor mekanik mis. daya gesek, tekanan dan
imobilitas fisik
2) Internal : Tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan
fraktur terbuka. (T Heather Herderman, 2015)
C. Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
a. Tujuan : pain level, pain control and comfort level
b. Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
dan mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c. Intervensi
Pain management
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termaksud
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitas
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
6) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
7) Kurangi faktor presipitasi nyeri
8) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi dan interpersonal)
9) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
10) Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi
11) Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
12) Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri
13) Tingkatkan istirahat
14) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
15) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesik manajemen
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3) Cek riwayat alergi
4) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
7) Pilih rute secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur
8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10) Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala. (Amin Huda
Nurarif, 2015)
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang,
penurunan kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal dan nyeri
a. Tujuan : Joint movement (active), mobility level, self care (Adls)
b. Kriteria hasil :
1) Klien meningkatkan dalam aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4) Memperagakan penggunaan alat
c. Intervensi :
1) Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat
respon pasie saat latihan
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
3) Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tehnik
ambulasi
5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6) latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Adls secara mandiri
sesuai kemampuan
7) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan pasien
8) Berikan alat bantu jika klien memerlukan
9) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan. (Amin Huda Nurarif, 2015)
3. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit
dan fraktur terbuka
a. Tujuan : Tissue integrity (skin and mucous), membranes and
hemodyalis akses
b. Kriteria hasil :
1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi dan pigmentasi) tidak ada luka atau lesi pada
kulit dan perfusi jaringan baik
2) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang
3) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit
dan perawatan alami
c. Intervensi :
Pressure management
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2) Hindari kerutan pada tempat tidur
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
5) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
6) Monitor status nutrisi pasien
7) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Insision site care
1) Membersihkan, memantau dan menigkatkan proses penyembuhan
pada kulit luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples
2) Monitor proses kesembuhan area insisi
3) Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
4) Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas
steril dan gunakan preparat antiseptic sesuai program
5) Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, dkk. 2016. Nursing Intervasions Classification (NIC). Jakarta : EGC

Burner dan Sudarth. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta; EGC

Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining


The Knowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015- 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC

M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2017. Keperawatan Medical Bedah
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada
Media Edukasi

Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta : EGC

Nanda. 2018. Panduan Diagnosa Keperawatan 2018-2020. Jakarta : Prima Medika.

Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2. Jogjakarta;
Medication Jogja

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor; IN MEDIA
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA MUSKULOSKELETAL
DI RUANG IGD RSUD PROVINSI NTB

DISUSUN OLEH :

ULUL AZMI YULIANA SANDA

NIM: 150 STYJ 18

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM PRAKTIK PRODI NERS

MATARAM

2019

Anda mungkin juga menyukai