Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan panggul pada wanita jarang mendapat perhatian yang

serius. Hal ini diakibatkan karena pemikiran sebagian besar wanita yang

mengidap disfungsi dasar panggul bahwa suatu konsekuensi yang wajar

akibat proses kehamilan, persalinan, dan pertambahan usia. Padahal jika

permasalahan ini tidak di tangani dengan baik akan mengakibatkan

penurunan kualitas hidup seorang wanita. Diperkirakan lebih dari 50%

wanita yang pernah melahirkan normal akan mengalami keadaan ini dalam

berbagai tingkatan. Angka kejadian dari masalah kesehatan panggul sulit

ditentukan karena tidak semua diantara mereka yang mengalami masalah

tersebut melaporkannya pada dokter. 1,2

Masalah kesehatan organ panggul yang paling banyak diperbincangkan

yakni masalah prolapsus uteri. Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari

tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fasia yang dalam keadaan

normal menyokong organ uterus, atau turunnya uterus melalui dasar panggul

atau hiatus genitalis. Penyebab prolapsus uteri multifaktor, secara umum

antara lain; frekuensi partus yang tinggi, partus dengan penyulit, asites atau

tumor-tumor daerah pelvis, usia tua, defisiensi hormonal (hipoestrogen)

akibat menopause, batuk kronis, obesitas, aktivitas angkat berat, konstipasi

kronis dan disfungsi neuromuskuler. 2,3

1
Insiden dari prolapsus organ pelvis yang tepat sulit ditentukan.

Diperkirakan wanita yang telah melahirkan 50% akan menderita prolapsus

genitalia dan 20% dari kasus ginekologi yang menjalani operasi akan

mengalami prolapsus genitalia. Prolapsus uteri merupakan salah satu bagian

dari prolapsus genetalia, dimana frekuensi prolapsus genetalia di beberapa

Negara berlainan, seperti di laporkan diklinik D’Gynecologie et Obtetrique

Geneva insidennya 5,7%, dan pada periode yang sama di Hamburg 5,4%.

Dilaporkan di Mesir, India dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada

orang Negro Amerik dan Indonesia kurang. Pada sku Bantu di Afrika Selatan

jarang sekali terjadi, namun dewasa ini di Indonesia telah dilakukan

penelitian tentang prolapsus uteri dan hasilnya menujukkan peningkatan

terhadap angka kejadian prolapsus uteri. Djafar Sidik pada penelitiannya

selama dua tahun (1968-1970) mendapatkan 65 kasus prolapsus genitalia

dari 5.371 kasus ginekologi di RS dr. Pingardi Medan. Junizaf melaporkan

ada 186 kasus prolapsus uteri baru di RSCM pada tahun 1986. Sedangkan

Erman melaporkan kasus prolapsus genitalia di RS. M. Jamil Padang selama

lima tahun (1993-1998) sebanyak 94 kasus. Penelitian yang dilakukan di

Rumah Sakit umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh menunjukkan hasil

terdapat 71 kasus prolapsus uteri selama 4 tahun (2007 sampai 2011),

sedangkan di Makkassar sendiri penelitian yang dilakukan di RSU Wahidin

Sudirohusodo dari tanggal 24 Jauari sampai 7 Februari 2011 di dapatkan

hasil 67 kasus prolapsus uteri. 1,2,3,4,5

2
Penelitian yang dilakukan di RSU Wahidin Sudirohusodo tersebut diatas

menunjukkan dari 67 sampel yang mengalami prolapsus uteri, distribusi

umur terendah yaitu di bawah 50 tahun sebesar 16 sampel, dan tertinngi 36-

50 tahun yaitu 30 sampel. Berdasarkan distribusi suku yang terendah yaitu

suku Mandar dengan 10 sampel dan tertinggi yakni suku Makassar dengan

28 sampel. Berdasarkan distribusi pekerjaan yang paling tinggi yaitu ibu

rumah tangga dengan 15 sampel dan yang paling sedikit yakni petani dengan

5 sampel. Berdasarkan distribusi jumlah kelahiran yang terendah adalah

nulipara yakni 12 sampel dan yang tertinggi yakni multipara yaitu 34

sampel. Berdasarkan berat bayi mempelihatkan hasil bahwa berat badan bayi

lebih dari 4 kg 35 sampel, dan dibawah dari 4 kg yakni 20 sampel.1

Dari hal diatas maka penulis melakukan penelitian tentang bagaimana

karakteristik penderita prolapsus uteri di RS Islam Faisal di Makassar priode

tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka

rumusan masalah dari penelitian ini adalah “ Bagaimana karakteristik pasien

prolapsus uteri di RS Islam Faisal Makassar priode 2011”


1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik pasien prolapsus uteri di RS Islam

Faisal Makassar priode 2011.


1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui proporsi operasi pasien prolapsus uteri yang

dirawat di RS Islam Faisal Makassar.


b. Untuk mengetahui distribusi pasien prolapsus uteri yang dirawat

di RS Islam Faisal Makassar berdasarkan umur.

3
c. Untuk mengetahui distribusi pasien prolapsus uteri yang dirawat

di RS Islam Faisal Makassar berdasarkan paritas.


d. Untuk mengetahui distribusi pasien prolapsus uteri yang dirawat

di RS Islam Faisal Makassar berdasarkan suku.


e. Untuk mengetahui distribusi pasien prolapsus uteri yang dirawat

di RS Islam Faisal Makassar berdasarkan pada pekerjaan


f. Untuk mengetahui distribusi pasien prolapsus uteri yang dirawat

di RS Islam Faisal Makassar berdasarkan tingkat pendidikan.


g. Untuk mengetahui distribusi pasien prolapsus uteri yang dirawat

di RS Islam Faisal Makassar berdasarkan staging prolapsus uteri.


h. Untuk mengetahui distribusi pasien prolapsus uteri yang dirawat

di RS Islam Faisal Makassar berdasarkan jenis penatalaksanaan

yang dilakukan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam menentukan kebijakan

dibidang kesehatan.
2. Sebagai bahan masukan bagi institusi digunakan untuk pengembangan

program pendidikan sehingga dapat memberikan pelayanan yang aktual

dan profesional pada masyarakat.


3. Sebagai bahan bacaan atau sumber informasi yang diharapkan dapat

memberi sumbangsi pada penelitian selanjutnya.


4. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dalam memperluas

wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan

yang diperoleh.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Prolapsus uteri adalah tururnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena

kelemahan otot atau fascia dalam keaadaan normal menyokongnya. Atau

turunnya uterus dari otot panggul atau hiatus genetalis.3

2.2. Epidemiologi

Prolapsus uteri merupakan salah satu bagian dari prolapsus genetalia,

dimana frekuensi prolapsus genetalia di beberapa Negara berlainan, seperti di

laporkan diklinik D’Gynecologie et Obtetrique Geneva insidennya 5,7%, dan

pada periode yang sama di Hamburg 5,4%. Di laporkan di Mesir, India dan

Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika dan

Indonesia kurang. Pada suku Bantu di Afrika Selatan jarang sekali terjadi. Di

5
Indonesia prolapsusu uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah

melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Djafar Siddik

pada penyelidikan selama dua tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus

prolapsus genetalia dari 5.372 kasus ginekologi di rumah sakit Dr.Pirngadi di

Medan, terbanyak pada grande meltipara dalam masa menopause, dan

31,74% pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur 40 tahun.

Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada wanita nullipara. 5

Total pasien ginekologi yang di rawat di ruang rawat RSUDZA Banda

Aceh dari tahun 2007-2010 adalah 2163 orang dimana 71 orang diantaranya

merupakan penderita prolapsus uteri. Prolapsus uteri menduduki angka kasus

terbanyak ke enam dibagian ginekologi yaitu 3,28% jika dibandingkan

dengan kasus-kasus yang lainnya. 3

Pada penelitian Wahyudi dkk mendapatkan jumlah pengetahuan

masyarakat sebanyak 53%, mengatakan bahwa masyarakat yang berada di

Asia khususnya di Indonesia yang kebanyakan merupakan suku Batak dan

Melayu merupakan kekuatan tersendiri pada penelitiannya, yang menyatakan

bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengetahuan yang

menyangkut masalah kewanitaan. 6

Sedangkan pefalensi menurut Women’t Healt And Education Center

mengatakan prolapsus organ panggul adalah kondisi ginekologis sangat

umum dan diperkirakan bahwa terjadi pada 50% dari perempuan yang

melahirkan, dan kasus kelemahan otot panggul sekitar 10-38% dari

perempuan yang sudah melahirkan, insiden meningkat dengan bertambahnya

6
umur. Sayangnya, hanya satu dari lima pasien dapat mengakses perawatan

medis untuk gejala mereka. Insiden ini menempatkan beban sosial ekonomi

yang parah di masyarakat. 7

Hendrik dkk menyebutkan wanita yang melahirkan bayi dengan berat >

4000 gram cenderung mengalami prolapsus organ pelviks. Prolapsus dengan

PPOQ stage II terjadi pada 66% pada bayi besar > 4000 gram di bandingkan

dengan hanya 53% pada wanita yang berat badan bayi normal, Hal yang

sama diperoleh oleh. Tegerset 2006 di mana hubungan berat badan bayi

>4000 gram berkaitan dengan terjadinya POP simtomatik. 4,5

Swift mengatakan bahwa wanita premonopause umumnya memiliki stage

lebih rendah dari pada wanita paska menopause yang tidak memperoleh TSH

(terapi sulih hormon), namun Swift tidak menemukan perbedaan stage POPQ

yang bermakna secara statistik antara pasien paska menopause yang

menerima ataupun tidak menerima TSH. Histeroktomi total pervaginam

nampaknya memperbesar resiko prolapsus organ pelvis dibandingkan wanita

yang pernah menjalani histerektomi per abdominal. 4

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa resiko prolapsus uteri berbeda

diantara kelompok etnis sehingga pendekatan modifikasi faktor resiko dan

pencegahan prolapsus juga akan berbeda. Setelah mengontrol usia, BMI dan

variabel kesehatan dan fisik lainnya, penelitian WHI (Women’s Health

Initiatives) mendapatkan wanita Amerika turunan Afrika mempunyai resiko

terendah sedangkan ras Hispanik dengan resiko tertinggi untuk prolapsus

uterus. Sze dkk dalam penelitiannya mendapatkan ras Asia dan kulit hitam

7
lebih sedikit yang menginginkan usaha operasi pebaikan untuk prolapsus

genetalia dibanding ras kulit putih. Dalam penelitian WHI, tingkatan

pendidikan, jenis pekerjaan, penyakit kronis satatus histerektomi, lama

menopause, durasi pemakaian terapi sulih hormone konsumsi kopi dan

aktifitas fisik tidak menunjukkan hubungan atau minimal berhubungan

dengan terjadinya prolapsus organ pelvis. 8

Paritas berkaitan erat dengan peningkatan resiko untuk prolapsus organ

pelvis Hendrik dkk.(2000), bahan penelitian WHI (Women’s Health

Initiatives) mendapatkan persalinan pertama memberikan odds ratio 2,13

untuk kejadian prolapsus uteri dan penambahan OR 1,10 untuk setiap

persalinan berikutnya namun demikian resiko ini tidak bertambah lagi

setelah persalinan. 4,8

2.3. Anatomi Organ Panggul

Organ panggul terdiri dari fallopian tube, bladder, pubic bone, g-spot,

clitoris, urethra, vagina, ovary, sigmoid colon, uterus, fornix, cervix,

rectum, anus. 9

8
Gambar: 2.1. Anatomi organ panggul.9

2.4. Etiologi dan Faktor

Terdapat beberapa faktor yang menjadi etiologi dari prolapsus uteri

yakini; partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan

penyulit, tarikan pada janin dimana pembukaan belum lengkap, pusat Crede

yang berlebihan mengeluarkan plasenta, dan sebagiannya. Jadi tidak

mengherankan bila prolapsus uteri terjadi segera sesudah partus atau dalam

masa nifas. Selain itu asites dan tomor-tumor di daerah pelvis mempermudah

terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara,

faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan

penunjang uterus. 10,11


Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.

Persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi

dinding vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta,

reparasi otot-otot dasar panggul yang tak baik. Pada menopause, hormone

estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan

melemah. Oleh karena itu prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-

tingkat. Menurut peneliti faktor genetik juga berpengaruh terhadap prolapsus

uteri. 10,12
Terdapat beberapa faktor yang memperbesar risiko relaksasi pelvis

seperti kegemukan, merokok, angkat berat, dan trauma non obsetric.

Kegemukan memperbesar risiko relaksasi pelvis melalui peningkatan

tekanan dalam rongga perut. Persalinan biasa menyebabkan kerusakan pada

9
fasia endopelvis. Merokok dapat menurunkan kadar estrogen dan

menyebabkan batuk-batuk kronis. Kekurangan estrogen pada menopause

menyebabkan kelemahan jaringan penunjang pelvis. Angkat berat untuk

jangka waktu yang lama dan berulang menyebabkan tingginya tekanan dalam

rongga perut. Trauma non obsetric bisa juga merusak fasia endopelvis. 13

2.5. Patologi

Prolapsus uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis,

meliputi otot, ligamen, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya

disebabkan oleh trauma obstetri dan laserasi selama persalinan. Proses

persalinan pervaginam menyebabkan peregangan pada dasar pelvis, dan hal

ini merupakan penyebab paling signifikan dari prolapsus uteri. Selain itu,

seiring proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan

pelvis kehilangan elastisitas dan kekuatannya.14

Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam prolapsus uteri,

ditunjukkan oleh peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan

sindrom Ehlers-Danlos. Pada neonatus, prolapsus uteri disebabkan oleh

kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara kongenital.14

2.6. Tanda dan Gejala

Gejala yang timbul pada pasien prolapsus uteri sangat berbeda- beda dan

bersifat individual. Kadang kala penderita yang satu dengan prolapsus yang

10
cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebailiknya penderita lain

dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. 10


Keluhan-keluhan yang hampir sering dijumpai pada saat anamnesis: 10
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di

bagian luar dari organ pelvik.


2. Nyeri di panggul dan di pinggang (backache). Biasanya rasa nyeri

menghilang jika berbaring.


3. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian

bila lebih berat juga pada malam hari


4. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
5. Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,

mengejan.
6. Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel.
7. Defekasi dapat terjadi setelah diadakan tekanan pada rektokel dari

vagina.
8. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganngu penderita waktu

berjalan dan bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana menimbulkan

lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio uteri.


9. Leokorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan

karena infeksi serta luka pada porsio uteri


10. Perasaan berat dirongga panggul dan rasa penuh di vagina.

2.7. Diagnosis

2.7.1. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan
pulih saat berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan
gejala memberat saat siang hari. Gejala-gejala tersebut antara lain:15
1. Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis.
2. Protrusi atau penonjolan jaringan.
3. Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan
kesulitan orgasme.

11
4. Nyeri punggung bawah.
5. Konstipasi.
6. Kesulitan berjalan.
7. Kesulitan berkemih.
8. Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam
berkemih.
9. Nausea.
10. Discharge purulen
11. Perdarahan
12. Ulserasi

2.7.2. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk
pemeriksaan rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang
digunakan adalah spekulum Sims atau spekulum standar tanpa bilah
anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien
meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil
pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung kemih
kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih
penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolapsus. Prolapsus uteri ringan
dapat dideteksi hanya jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual.
Evaluasi status estrogen semua pasien. 15
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi
serius yang mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti
infeksi, strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi saluran kemih
dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi saluran
kemih, terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih timpani. Jika
terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks purulen.15

2.7.3. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang
serius (infeksi, obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan

12
tidak diperlukan untuk kasus tanpa komplikasi. Urinalisis dapat
dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur getah
serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge
purulen. Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga
terdapat keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda obstruksi saluran
kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk
menilai fungsi ginjal. 15

2.7.4. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika
anamnesis dan pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat
mengeksklusi hidronefrosis. MRI dapat digunakan untuk menentukan
derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan. 15

2.8. Staging Berdasarkan POP-Q

Salah satu baku emas untuk menentukan staging prolaps adalah Pelvic

Organ Prolapse Quantification (POPQ) yang mengukur hiatus genitalia,

korpus perineal, dan panjang vagina total. Hiatus genitalia diukur dari

pertengahan meatus uretra eksternal hingga posterior garis tengah himen.

Badan perineal diukur dari batas posterior hiatus genital hingga pembukaan

mid anal. Panjang vagina total adalah kedalaman terbesar dari vagina dalam

cm saat apeks vagina direduksi hingga posisi normal. Semua pengukuran

kecuali panjang vagina total diukur saat pasien mengedan. 16

Deskripsi dan stadium prolapsus berdasarkan POP-Q: 16

Aa Dinding vagina anterior, 3 cm proksimal -3 s.d. +3


dari himen
Ba ujung terdepan prolaps dinding anterior -3 s.d. +tvl
vagina
C ujung distal serviks atau tunggul vagina +/-tvl

13
(bila serviks tidak ada)
D ujung distal forniks posterior +/-tvl
Ap dinding vagina posterior, 3 cm proksimal -3 s.d. +3
hymen
Bp ujung prolaps dinding vagina posterior -3 s.d. +tvl
Gh hiatus genital, yaitu jarak tegak lurus antara tidak ada
pertengahan meatus uretra ke hymen batas
posterior
Pb badan perineal, yaitu jarak tegak lurus antara tidak ada
pertengahan anus ke hymen posterior batas
Tvl panjang vagina total, yaitu forniks posterior tidak ada
atau tunggul vagina ke himen batas

Gambar 2.2 Penentuan Staging Sistem POP-Q

Sistem pembagian stadium prolaps organ pelvik: 16


1. Stadium 0: titik Aa, Ap, Ba, dan Bp semuanya -3 cm dan titik yang
lain (C,D)<-(X-2) cm

14
2. Stadium I: kriteria stadium 0 tidak dipenuhi dan ujung prolaps yang
terendah <-1cm
3. Stadium II: ujung terendah prolaps > -1 cm, namun < +1 cm
4. Stadium III: ujung terendah prolaps >+1 cm, namun <+(X-2) cm
5. Stadium IV: ujung terendah prolaps > + (X-2) cm
X = panjang total vagina dalam cm pada stadium 0, III, dan IV.

2.8. Penatalaksanaan

2.8.1. Pengobatan Medis

Pengobatan bergantung pada usia wanita tersebut, keinginannya

untuk mendapatkan anak dan derajat prolaps. Wanita muda dengan

derajat prolapsus ringan tanpa gejala dapat menunda terapi hingga

prolapsnya memburuk atau mendekati menopause. Lebih baik tidak

menangani prolapsus secara bedah jika pasien menginginkan anak lagi.

Karena persalinan dapat dilakukan seksio sesarea untuk mencegah

kerusakan sambil memperbaiki. 14


Pengobatan dengan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi

cukup membantu. Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa

keluhan, penderita masih ingin mendapat anak lagi, penderita menolak

untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi.


10,17

Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena

umumnya asimtomatik. Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi

konservatif lebih banyak dipilih. Sementara itu, pasien dengan

15
prognosis operasi buruk atau sangat tidak disarankan untuk operasi,

dapat melakukan pengobatan simtomatik saja. 17

2.8.2. Pengobatan Konservatif

2.8.2.1. Latihan-latihan otot dasar panggul

Latihan ini sangat berguna untuk prolapsus yang ringan,

terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat

6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul

dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan

dalam beberapa bulan. Caranya ialah penderita disuruh untuk

menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti

biasanya setelah selesai berhajat, atau penderita disuruh

membayangkan solah-olah mengeluarkan air kencing dan tiba-

tiba menghentikannya. Latihan ini biasanya menjadi efektif

dengan menggunakan perineometer. Menurut Kegel alat ini

terdiri atas obturator yang dimasukkan kedalam vagina, dan

dengan pipa yang dihubungkan dengan suatu manometer.

Dengan demikian kontraksi oto-otot dasar panggul dapat

diukur. 10,17

2.8.2.2 Stimulasi otot-otot dengan tenaga listrik

16
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan

dengan alat listrik dengan cara elektrodenya dapat dipasang

dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam vagina.10,17

2.8.2.3 Pengobatan dengan Pessarium

Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat

paliatif, yaitu menahan uterus di tempatnya selama dipakai.

Oleh karena itu, jika pessarium diangkat, timbul prolapsus

lagi. Ada berbagai macam bentuk dan ukuran pessarium.

Prinsip pemakaian pessarium adalah bahwa alat tersebut

mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas,

sehingga bagian dari vagina tersebut berserta uterus tidak

dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika

pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah,

pessarium dapat jatuh dan prolapsus uteri akan timbul lagi.

Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis ialah

pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul

terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier. Pessarium

ini terdiri atas suatu gagang (stem) dengan ujung atas suatu

mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan di ujung bawah 4

tali. Mangkok ditempatkan di bwah serviks dan tali-tali

dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi

sokongan kepada pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari

17
ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak antara forniks

vagina dengan pinggir atas intraoitus vagina. Ukuran tersebut

dikurangi dengan 1 cm untuk mendapatkan diameter dari

pessarium yang dipakai.10,17


Kontraindikasi pemakaian pessarium ialah adanya radang

pelvis akut atau sub akut,dan karsinoma.10,18


Indikas penggunaan pessarium adalah: 18
1) kehamilan,
2) bila penderita belum siap dilakukan operasi,
3) sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus

dilakukan,
4) penderita menolak untuk operasi, lebih suka terapi

konservatif,
5) untuk menghilangkan symptom yang ada.

2.8.3. Pengobatan Operasi

Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina, maka

jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina

perlu ditangani pula. 10

Dibawah ini dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus

vagina, antara lain:10

1. Sistokel : Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia

anterior.

2. Rektokel : Operasi disini ialah kolpoperineoplastik.

18
3. Sayatan : Sayatan di lakukan pada dinding vagina diteruskan

kebelakang sampai ke serviks uteri.

4. Prolapsus Uteri : Indikasi untuk melakukan operasi pada

prolapsus uteri tergantung dari beberapa factor, seperti umur

penderita, keinginannya untuk masih mendapat anak atau untuk

mempertahankan uterus, tingkat prolapsus.

2.8.4. Macam-macam Operasi

2.8.4.1. Ventrifiksasi

Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin

mempunyai anak, dilakukan operasi untuk membuat uterus

ventrofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum

rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding

perut atau dengan cara operasi Purandare. 10, 11, 14

2.8.4.2. Operasi Manchester

Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks

uteri, dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah

dipotong, di muka serviks; dilakukan pula kolporafia anterior

dan kolpoperioplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk

memendekkan serviks yang memanjang (elongasi colli).

Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus

prematur, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian

yang terpenting dari operasi Menchester adalah penjahitan

19
ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan

tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga

uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan

turunnya uterus dapat dicegah. 10, 11, 14

2.8.3.3. Histerektomi Vaginal

Operasi ini dapat dilakukan pada prolapsus dengan

tingkat lanjut, dan pada wanita yang telah menopause.

Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada

ligamentum rotundum bagian kanan, dan bagian kiri atas

pada ligamentum infudibulo pelvikum, kemudian operasi

akan dilanjutkan dengan kolpari anterior dan

kolpoperineorafi untuk mencegah prolapsus vagina

dikemudian hari. 10, 11, 14

2.8.3.4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)

Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan

perawatan pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua

yang secara seksual tidak aktif, dapat dilakukan operasi

sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan

dinding belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus

letaknya di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak

memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat

20
menimbulkan inkontinensia urine, obstipasi serta keluhan

prolaps lainnya yang juga tidak hilang. 10, 11, 14

2.9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:

2.9.1. Keratinisasi mukosa vagina

Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri disertai dengan

keluarnya dinding dari vagina (inversion), karena itu mukosa

vagina dan serviks uteri menjadi tebal dan berkerut, serta berwarna

keputih-putihan. 10

2.9.2. Dekubitus.

Jika organ uterus keluar dari vagina, ujungnya bergesar dengan

paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan

radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan

demikian perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih

pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi atau biopsi

perlu dilakukan untuk mendapat kepastian terjadinya karsinoma. 10

2.9.3. Hipertofi serfiks uteri dan elangasio kolli.

Jika serviks uteri turun kedalam vagina sedangkan jaringan

penahan dan penyokong uterus masih kuat, maka tarikan ke bawah

dibagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah

serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal

yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli serviks uteri pada

pemeriksaan raba lebih panjang dari biasa. 10

21
2.9.4. Gangguan miksi dan stress incontinence.

Pada sistokel berat miksi kadang-kadang terhalang, sehingga

kandung kemih tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya

uterus dapat juga menyempitkan ureter, sehingga menyebabkan

hidroureter dan hidrinefrosis. Adanya sistokel dapat pula mngubah

bentuk sudut antara kandung kemih dan uretra yang dapat

menyebabkan stress incontinence. 10

2.9.5. Infeksi saluran kemih.

Adanya retensi urin mudah menimbulkan infeksi. Sistisis yang

terjadi dapat meluas ke atas dapat menyebabkan pielitis dan

pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal. 10

2.9.6. Kemandulan

Karena serviks uteri turun sampai dekat introitus vaginae atau

sama sekali keluar dari vaginae, tidak mudah terjadi kehamilan.10

2.9.7. Kesulitan pada waktu partus

Jika wanita dengan prolapsus uteri kemudian hamil, maka pada

waktu persalinan dapat timbul kesulitan pada kala pembukaan,

sehingga kemajuan persalinan terhalang. 10

2.9.8. Hemoroid

Feses yang berkumpul dalam rektokel memudahkan adanya

ostipasi dan timbul hemoroid.10

22
2.9.9. Inkarserasi usus halus.

Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit

dengan kemungkinan tidak dapat di reposisi lagi. Dalam hal ini

perlu dilakukan lapartomi untuk membebaskan usus halus yang

terjepit itu.10

2.10. Dasar Pemikiran Variabel

Dari berbagai penelitian yang ada tentang penderita prolapasus uteri

menunjukkan peningkatan pada kondisis tertentu. Berbagai penelitian

menunjukkan peningkatan penderita prolapsus uteri pada peningkatan umur,

paritas dengan berat bayi yang dilahirkan lebih besar dari 4000 gr, menopaus

(keadaan hormon), obesitas, sering angkat berat (jenis pekerjaan), batuk

kronik, suku.
Umur ibu merupakan variabel yang diteliti karena ibu dengan kondisi

umur yang tua memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami prolapsus uteri

akibat terjadi kemunduran fungsi dari otot-otot penyokong uterus.


Paritas yang tinggi dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Dimana ibu

dengan paritas yang tinggi lebih dapat menyebabkan kelainan-kelainan pada

uterus sehingga lebih memiliki resiko yang tinggi untuk menderita prolapsus

uteri.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu variabel yang penting untuk

diteliti karena semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan

semakin meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi

terjadinya prolapusus uteri.

23
Suku, kita masukkan sebagai fariabel yang kita teliti karena dilihat dari

berbagai penelitian yang ada, menunjukkan ras berpengaruh terhadap angka

kejadian prolapsus uteri.


Pekerjaan merupakan salah satu fariabel yang dapat kita teliti karena jika

kita tinjau jenis pekerjaan yang berat seperti sering mengangkat benda-

benda yang berat maka pekerjaan tersebut lebih beresiko untuk terjadinya

prolapusus uteri.
Peningkatan penderita prolapsus uteri lebih banyak terjadi pada ras yang

ada di Asia, sehingga penanganan yang yang harus di lakukan sesuai dengan

staging dari penyakit prolapsus uteri tersebut.


Oleh karena itu penelitian ini berguna melihat bagaimana karakteristi

dari penderita prolapsus uteri di RS Islam Faisal Makassar. Agar kita

mendapatkan gambaran tentang bagaimana karakteristik penderita prolapsus

dan dapat dilakukan pencegahan setelah kita ketahui faktor-faktor yang

sangat berpengaruh terhadap kejadian prolapsus uteri.


Berdasarkan tinjauan pustaka, variabel yang akan diteliti terdiri dari

variabel dependen yaitu prolapsus uteri sedangkan variabel independennya


UMUR
yaitu umur, paritas, tingkat pendidikan, suku, pekerjaan, staging prolapsus

uteri, penatalaksanaan.
PARITAS
1.11. Kerangka Konsep
Berdasarkan dasar pemikiran menurut variabel yang diteliti seperti
TINGKAT
tersebut diatas, maka dapat disusun pola pikir variabel yang akan diteliti
PENDIDIKAN
PROLAPSUS
sebagai berikut UTERI
SUKU

PEKERJAAN

STAGING PROLAPSUS
UTERI
24
PENATALAKSANAAN
PROLAPSUS UTERI
Grafik 2.1. Kerangka konsep variabel yang diteliti

1.12. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Proporsi pasien prolapsus uteri

Definisi : Jumlah pasien prolapsus uteri yang ada di Rumah Sakit

dengan melihat rekam medik.

Alat ukur : Medical record (MR)

Cara ukur : Menghitung jumlah pasien prolapsus uteri yang ada di

rumah sakit melalu medical record.

2. Umur ibu

Definisi : Rentang waktu sejak dilahirkan sampai saat dirawat

dirumah sakit dengan prolapsus uteri yang tercatat dalam rekam medik.

Alat ukur : Medical record (MR)

Cara ukur : Mencatat umur ibu yang tercantum dalam MR

Hasil ukur : Kriteria obyektif :

1. Umur muda : ≤ 20 tahun (primi muda)


2. Umur ideal : 21-34 tahun
3. Umur tua : ≥ 35 tahun
3. Paritas

Definisi : Jumlah atau banyaknya anak yang telah dilahirkan oleh ibu

tanpa memandang apakah anak lahir hidup atau mati. Data diambil dari

25
status ibu dimana paritas sama dengan nilai “P” pada GPA (Gravida,

Paritas, Abortus).

Alat ukur : Medical Record (MR)

Cara ukur : mencatat jumlah paritas yang tercantum dalam MR

Hasil ukur : Kriteria obyektif :

1. Paritas 0 : Belum pernah melahirkan.


2. Paritas 1 : Jumlah anak yang telah dilahirkan adalah 1.
3. Paritas ≥ 2 : Jumlah anak yang telah dilahirkan adalah 2 atau

lebih.
4. Suku

Definisi : Sekelompok tertentu yang memilik kesamaan

Alat ukur : Medical Record (MR)

Cara ukur : Mencatat asal suku pasien prolapsus uteri yang tercantum

dalam MR

Hasil ukur : Kriteria obyektif :

1. Suku Bugis
2. Suku Mandar
3. Suku Makassar
4. Suku Toraja
5. Suku yang lain
5. Pekerjaan
Definisi : Aktivitas yang dilakukan pasien untuk mendapatkan upah

untuk menafkahi dirinya dan keluarganya


Alat ukur : Medical record (MR)
Cara ukur : Mencatat pekerjaan yang ada dalam MR

Hasil ukur : Kriteria obyektif :

1. Kerja berat antara lain; IRT, pembantu rumah tangga, petani,

pedagang, POLRI, ABRI, kuli bangunan, buruh.

26
2. Kerja ringan antara lain; PNS (selain ABRI/POLRI), pegawai

swasta/wiraswasta.

3. Lain-lain.

6. Tingkat pendidikan

Definisi : Pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh ibu yang

tercatat pada kartu status ibu


Alat ukur : Medical record (MR)
Cara ukur : Mencatat tingklat pendidikan ibu yang tercantum dalam MR
Hasil ukur : Kriteria obyektif :
1. SD atau sederajat
2. SMP atau sederajat
3. SMA atau sederajat
4. Perguruan Tinggi atau Akademi

7. Staging

Definisi : Suatu evaluasi tingkat perkembangan penyakit

Alat ukur : Medical Record (MR)


Cara ukur : mencatat staging penyakit prolapsus uteri yang diderita

yang tercantum dalam MR

Hasil ukur : Kriteria obyektif : Berdasarkan pengukuran POPQ dengan

sisitem three by three gird

8. Peñatalaksanaan

Definisi : Tindakan yang dilakukan dokter dalam menangani pasien

prolapsus uteri

Alat ukur : Medical Record (MR)


Cara ukur : Mencatat penanganan penyakit prolapsus uteri yang

diderita pasien yang tercantum dalam MR

Hasil ukur : Kriteria obyektif :

1. Pengobatan medis

27
2. Pengobatan Konservatif
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
b. Stimulasi otot-otot dengan tenaga listrik
c. Pengobatab dengan pessarium
3. Pengobatan operatif
a. Ventrifikasi
b. Manchaster
c. Histerektomi vaginal
d. Kolpoklesis (operasi Neugebauer-Le Fort)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian deskriptif

dimana metode ini dilakukan dengan subjek terpilih dengan menggunakan

data sekunder dari rekam medik dan disajikan dalam bentuk tabel dan

narasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik serta

proporsi pasien yang mengalami prolapsus uteri di Rumah Sakit Islam

Faisal Makassar yang hasilnya dapat digunakan oleh instansi terkait dalam

melakukan perbaikan dalam hal kesehatan pasien.

28
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di RS Islam Faisal Makassar.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan mulai tanggal 26 Agustus

26 September 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini semua pasien dengan prolapsus uteri

di RS Islam Faisal Makassar periode tahun 2011.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini semua pasien dengan prolapsus uteri di

RS Islam Faisal Makassar periode tahun 2011

3.3.3. Metode Sampling

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah total sampling,

yakni mengambil seluruh anggota populasi yang memenuhi kriteria

sampel untuk dijadikan sampel dalam penelitian.

3.3.4. Kriteria Seleksi :

3.3.4.1. Kriteria inklusi :

a. Rekam medik pasien prolapsus uteri yang tercatat di RS

Islam Faisal Makassar

29
b. Rekam medik yang memenuhi seluruh variabel yang

diteliti.
3.3.4.2. Kriteria eksklusi :
a. Rekam medik yang tidak mempunyai data yang lengkap
b. Rekam medik yang hilang atau tercecer

3.4 Manajemen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan semua rekam

medik pasien dengan diagnosa prolapsus uteri pada tahun 2011.

3.4.1. Pemasukan Data

Data dicatat untuk kemudian dilakukan pengeditan

3.4.2. Pengeditan
Dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh adalah

lengkap.
3.4.3. Pengolahan
Perhitungan statistika dilakukan dengan menggunakan program

Statistical Package For the Social Science (SPSS) 18.0 dan Microsoft

Excel untuk memperoleh hasil statistik deskriptif yang diharapkan.

3.4.4. Penyajian

Data akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Nursid, G. Tingkat Pengetahuan Wanita Tentang Prolapsus Utreri di

Poliklinik Obgyn RS. Wahidin Sudirohusodo. Universitas Muslim

Indonesia. Makassar. 2011


2. Anhar K & Fauzi A. Kasus Prolapsus Uteri di RS. dr. Mohmmad Hoesin

Palembang Selama Lima Tahun (1999-2003). Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang:

2003
3. Said, A.K. dkk. Prolapsus Uteri Pada RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Selama 2007 sampai 2010. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Syahkuala. Indonesia: 2011


4. Wahyudi. Distribusi Sraging dan Faktor Resiko Prolaps Organ Pelvic di

Poliklinik Ginekologi RSUP H. Adam Malik – RSUP DR. Pirngadi

Berdasarkan Sistem POPQ. USU Respiratori. Medan: 2007

31
5. Wiknjosastro H, Sifuddin Barri A, Rahimhadmi T, editor. Ilmu

Kandungan, edisi ke dua. Jakarta: PT. Bina Pustaka. 2009.Hal. 428-445


6. Brave Arya. Prolaps Uteri 2008. Diunduh dari

www.one.indoskripsi.com. Diakses pada tanggal 22 April 2012.


7. Alka Saunik and Lily A. Women’s Health And Education Center Pelvic

Organ Prolasps. University Of Pennsylvania. 2009. Diunduh dari

http://www.womansheadlsection.com/countent/urog/urog009.php3.

Diakses pada tanggal 22 April 20112.


8. Susan, L. dkk. Pelvic Organ Prolapse in The Women’s Health Initiative:

Gravity and Gravidity. 2002. Am J Obstet Gynecol 2002;186:1160-6.


9. Anonime… Anatomy Centre du Plancher Pelvien. 2011. Diunduh dari

http://www.Anatomy_Centre_du_Plancher.htm Diakses pada tanggal

22 April 20112.
10. Junisaf. Prolapsus Genetalia. Dalam: Wiknjosastro H. Editor. Ilmu

Kandungan. Edisi 2. Jakarta: PT. Bina Pustaka. 2008. Hal. 428-445


11. Christina, Y. Ed. Esensial Obsetri dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta:

Hipokrates. 2001. Hal. 249


12. Rizkar, S. Turun Borok pada Wanita. 2009. Diunduh dari

www.rbamandalembang.com. Diakses pada tanggal 22 April 20112.


13. Rayburn William F, Carey J. Christoper. Relaksasi Pelvis. Dalam Obsetri

dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika. 2001. hal. 270


14. Liewellyn-Jones, Derek. Pergeseran Dan Kerusakan dan Prolaps

Uterovagina. Dalam Dasar-Dasar Obsetri dan Ginekologi. Edisi 6.

Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2002. Hal. 280


15. Mailhot T. Uterine prolapsed. 2006. Diunduh dari

http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 22 April 2012


16. Moeloek FA & Hudono ST. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan.

Dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2005.

Hal.402-428

32
17. Mochtar Rustam. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Dalam Sinopsis

Obstetri. Edisi ke dua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1998.

Hal.130-133

33

Anda mungkin juga menyukai