Laporan Pendahuluan DHF
Laporan Pendahuluan DHF
NIM : CKR0170185
II. Etiologi
Pada umumnya masyarakat mengetahui penyebab dari DHF adalah melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue memiliki 4 tipe yaitu, DEN 1, DEN 2,
DEN 3, dan DEN 4 yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini
biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak pada sumber air yang
tergenang. Keenpatnya ditentukan di Indonesia dengan DEN 3 serotipe terbanyak.
Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibody yang terbentuk terhadap
serotip yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotip yang lain.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitive terhadap
inaktivitas oleh disiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70℃. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotip selama
hidupnya. Keempat serotip virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Sudoyo dkk, 2010).
III. Patofisiologi dan Pathway
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah masuk ke dalam tubuh
penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik merah pada
kulit (ptekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpha
(splenomegali). (Tjokronegoro Arjatmo, Utama Hendra, 1996)
IV. Klasifikasi
DHF di klasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis
dibagi menjadi (WHO, 1986) :
1. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah
uji tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
3. Derajat III
Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan darah
menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien
menjadi gelisah.
4. Derajat IV
Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
V. Manifestasi Klinis
1. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2 – 7 hari, ditandai dengan manifestasi
klinis sebagai berikut :
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia / arthralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)
- Leucopenia
- Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini di penuhi.
a. Demam atau riwayat demam akut 2 – 7 hari, biasanya bersifat bifasik.
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
- Uji tourniquet positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi) dan saluran cerna
- Hematemesis / melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
- Peningkatan nilai hematokrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin
- Penurunan nilai hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti :
- Hipoproteinemia
- Asites
- Efusi Pleura
3. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan darah turun < 20 mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin, lembab
(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)
VI. Penatalaksanaan
1. Medis
- Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi
dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang
diberikan antikonvulsan. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan
apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat.
- Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang
akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika pemberian
cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander
banyaknya 20 – 30 ml/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian
infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba,
amplitude nadi sudah cukup besar maka tetesan infus dikurangi menjadi 10
ml/kg BB/jam. (Ngastiyah, 2005)
- Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)
1) Kristaloid
a. Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Laktat (D5/RL)
b. Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Asetat (D5/RA)
c. Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam
larutan Faali (D5/GF)
2) Koloid
a. Dextran 40
b. Plasma
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam. Periksa Hb, Ht dan
Trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan
kompres hangat.
b. Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang
pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan
infus tetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar.
c. Derajat III dan IV
- Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL)
dengan cara di guyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
- Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberkan O2.
- Pengawasan tanda-tamda vital dilakukan setiap 15 menit.
- Pemeriksaan Hb, Ht dan Trombosit dilakukan secara periodik.
- Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
- Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran
darah dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah berhenti.
VII. Komplikasi
1. Gagal jantung (CHF)
2. Gagal ginjal (CRF)
3. Hipotensi
4. Sianosis hati
5. Stroke
6. Sepsis
7. Ensepalitis dengue
8. Edema paru
I. Wawancara / Anamnesa
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke Rumah Sakit. Biasanya pada pasien DHF
didapatkan keluhan seperti demam tinggi, mengiggil, mual.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien denga DHF biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
demam tinggi, menggigil, mual. Perlu ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul dan tindakan apa yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah di derita. Pada DHF, bisa mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam, apakah ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik,
dsb.
f. Riwayat Psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai
demam serta penenangnya.
g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduk dan lingkungan yang kurang
bersih, seperti genangan air dan gantungan baju di kamar.
h. Pola Kebiasaan
- Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang.
- Eliminasi alvi (BAB) : kadang mengalami diare atau konstipasi. Sementara
DHF grade III – IV bisa terjadi melena.
- Eliminasi urine (BAK) : perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
- Tidur dan istirahat : sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur
maupun istirahatnya kurang.
- Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti.
- Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai pengukuran
dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan. Hasil evaluasi dapat berupa :
a. Tujuan Tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b. Tujuan Tercapai Sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standar yang telah ditetapkan.
c. Tujuan Tidak Tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan timbul
masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Tjokronegoro Arjatmo, Utama Hendra. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : FKUI.