Climate Institute
Website: climate-institute.org
Email: climateinstitute2015@gmail.com
Thanks to
DAFTAR ISI
Ucapan Terima Kasih ............................................................. i
Daftar Isi ................................................................................ ii
Blue�Carbon
dan
Perubahan�Iklim
2 Blue Carbon & Perubahan Iklim
Sampai saat ini masih terdapat perdebatan mengenai faktor apa saja
yang menyebabkan perubahan iklim. Perdebatan semakin hangat terjadi ketika
berbagai laporan menunjukkan bahwa manusia menjadi faktor yang paling
signifikan dalam menyebabkan fenomena perubahan iklim. Seperti hipotesa
yang dikemukakan dalam UNFCCC (United Nations Framework on Climate
Change Convention/Kerangka Kerja Konvensi PBB Tentang Perubahan Iklim)2
di tahun 1992 menyatakan bahwa konsumsi energi fosil secara berlebihan
yang dilakukan oleh sebagian negara di dunia merupakan salah satu kontribusi
1 Definisi perubahan iklim menurut Enviromental Protection Agency (Amerika Serikat) adalah perubahan
iklim secara signifikan yang terjadi pada periode tertentu. Perubahan iklim mencakup perubahan suhu
yang drastis, curah hujan, pola angin, dan perubahan-perubahan lainnya yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu. Pemanasan global merupakan salah satu faktor terciptanya perubahan iklim yang menyebabkan
kondisi bumi semakin panas saat ini.
2 Pembentukan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) diawali dari
pertemuan KTT Bumi (Earth Summit) pada tanggal 3 – 14 Juni 1992 di Rio de Jeneiro, Brazil yang
dihadiri oleh perwakilan 172 negara. Konferensi tersebut dihadiri tidak kurang dari 35.000 peserta yang
terdiri dari kepala negara, peneliti, LSM, wartawan, akademisi, dan pihak terkait lainnya. Adapun isu
utama yang didiskusikan yaitu isu lingkungan, termasuk di dalamnya pemanasan global, kerusakan hutan
dan spesies langka, serta pengembangan industri yang ramah lingkungan.
Blue Carbon & Perubahan Iklim 3
3 Masalah yang kini dihadapi manusia adalah sejak dimulainya revolusi industri 250 tahun yang lalu, emisi
GRK (Gas Rumah Kaca) semakin meningkat dan menebalkan selubung GRK di atmosfer dengan laju
peningkatan yang signifikan. Hal tersebut telah mengakibatkan adanya perubahan paling besar pada
komposisi atmosfer selama 650.000 tahun. Iklim global akan terus mengalami pemanasan dengan laju
yang cepat dalam dekade-dekade yang akan datang kecuali jika ada usaha untuk mengurangi emisi GRK
ke atmosfer.
4 Mitigasi perubahan iklim merupakan berbagai tindakan aktif untuk mencegah/ memperlambat terjadinya
perubahan iklim/ pemanasan global & mengurangi dampak perubahan iklim/ pemanasan global (melalui
upaya penurunan emisi GRK, peningkatan penyerapan GRK, dll.)
4 Blue Carbon & Perubahan Iklim
bahan-bahan yang menghasilkan emisi gas karbon sangat besar. Selain faktor
dari dalam diri individu, agar tujuan tersebut dapat segera tercapai, diperlukan
adanya regulasi ataupun ketentuan yang sah secara hukum, mengatur hal-
hal yang tidak diperkenankan untuk dilakukan oleh masyarakat dalam suatu
negara. Tentunya peraturan tersebut yang berkaitan dengan tujuan pemerintah
dalam hal strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim itu sendiri.
5 Kebijakan dalam suatu negara berkaitan dengan keputusan yang “harus” dan “tidak harus” dilakukan oleh
pemerintah, “what government do and not to do”.
6 Rahardja dan Manurung (2010) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan eksternalitas (externality)
merupakan suatu kondisi di mana terdapat keuntungan atau kerugian yang dinikmati atau diderita pelaku
ekonomi sebagai akibat pelaku ekonomi yang lain tetapi tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya
formal.
7 Pada tanggal 7-18 November 2016 di Maroko dilangsungkan Conference of Parties United Nations
Framework Convention on Climate Change, Konferensi Para Pihak UNFCCC yang ke-22 atau disebut
juga dengan COP 22. COP kali ini menjadi penting karena akan menurunkan standar normatik pada The
Paris Agreement ke dalam pelbagai strategi yang implementatif. Dengan catatan, strategi-strategi ini
nantinya adalah yang bersifat kolaboratif antar bangsa atau pun jika menyangkut prinsip, disetujui oleh
negara para pihak.
8 Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. “Blue Karbon Indnesia – Potensi Besar yang Belum
Tergarap”. Ditjen PPI Menlhk <http://ditjenppi.menlhk.go.id/index.php/berita-ppi/2791-blue-karbon-
indonesia-potensi-besar-yang-belum-tergarap>. Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018.
Blue Carbon & Perubahan Iklim 5
Salah satu lembaga yang mengkaji isu kebijakan publik yaitu The
Indonesian Institute memaparkan bahwa beberapa materi pokok yang terdapat
di dalam Persetujuan Paris mengenai perubahan iklim antara lain: (1) Tujuan
Persetujuan Paris adalah untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C
dari tingkat pre-industri dan melakukan upaya membatasinya hingga di bawah
1,5°Celcius; (2) Kewajiban masing-masing Negara untuk menyampaikan
Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined
Contributions). Kontribusi penurunan tersebut harus meningkat setiap periode,
dan negara berkembang perlu mendapatkan dukungan untuk meningkatkan
ambisi tersebut; (3) Komitmen Para Pihak untuk mencapai titik puncak emisi
gas rumah kaca secepat mungkin dan melakukan upaya penurunan emisi
secara cepat melalui aksi mitigasi; (4) Pendekatan kebijakan dan insentif
positif untuk aktivitas penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan
serta pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi dan peningkatan cadangan
karbon hutan termasuk melalui pembayaran berbasis hasil; (5) Pengembangan
kerja sama sukarela antarnegara dalam rangka penurunan emisi termasuk
melalui mekanisme pasar dan nonpasar.9
9 The Indonesian Institute Center for Public Policy Research. “COP 22 Maroko dan Indonesia”.<https://
www.theindonesianinstitute.com/cop-22-maroko-dan-indonesia/>. Diakses Secara Online pada 24 Juli
2018
6 Blue Carbon & Perubahan Iklim
Istilah Blue Carbon atau Karbon Biru merujuk pada karbon yang
tersimpan di ekosistem pesisir (laut). Penyimpanan ini terjadi secara alami,
terutama dengan penyerapan CO2 (karbon dioksida) oleh tanaman yang hidup
di air. Menurut World Rainforest Movement “Blue Carbon”, ekosistem pesisir
yang kaya akan tanaman yang mampu menyerap sejumlah besar karbon di
atmosfer dan menyimpannya dalam sedimen di bawah akarnya.11
10 The Blue Carbon Initiative. “About The Blue Carbon Initiatve”. <http://thebluecarboninitiative.org/about-
the-blue-carbon-initiative/>. Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018.
11 World Rainforest Movement. “Blue Carbon and Blue REDD”. <https://wrm.org.uy/wp-content/
uploads/2014/09/BlueCarbon_dan_Blue-REDD_KIARA_Bahasa.pdf>. Diakses Secara Online pada 25
Juli 2018.
Blue Carbon & Perubahan Iklim 7
Konsep blue carbon dibuat sama dengan green carbon (karbon hijau)
yang menggunakan ekosistem hutan sebagai tempat penyimpanan dan
penyerap karbon, bedanya blue carbon dilakukan dengan ekosistem pesisir
dan laut. Baik karbon hijau (green carbon) dan karbon biru (blue carbon) yang
mampu menyerap CO2 dalam jangka waktu tertentu (beberapa dekade atau
abad) ditempatkan pada suatu wadah atau sistem tandon (pool) disebut juga
dengan carbon pool.12
12 Rustam, Agustin dkk,. 2015. “Blue Carbon: Program Inisiatif Blue Carbon Indonesia Kep. Derawan-
Berau, Kalimantan Timur”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan
Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian dan Kelautan, Jakarta.
8 Blue Carbon & Perubahan Iklim
udara bebas dan molekul air yang berasal dari tanah oleh bantuan energi dari
cahaya tampak, sehingga membentuk gula heksosa (C6H12O6) dan oksigen
(O2) yang akan digunakan untuk respirasi makhluk hidup sekitarnya.13
13 Kusminingrum, Nanny. 2008. Potensi Tanaman dalam Menyerap CO2 Dan CO Untuk Mengurangi
Dampak Pemanasan Global. Jurnal Pemukiman. Vol. 3(2): 96-100. Bandung.
14 Benyamin. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Blue Carbon & Perubahan Iklim 9
dilakukan oleh lautan dan organisme yang hidup di dalamnya. Blue carbon
diperkirakan mampu menyerap sekitar 55% karbon yang berada di atmsofer
dan digunakan untuk proses fotosintesis.15
Habitat pesisir yang identik dengan vegetasi hutan mangrove, rawa payau
dan padang lamun ini memiliki banyak kemiripan dengan hutan hujan tropis yakni
sebagai biodiversity hot spots atau pusat keragaman hayati sekaligus penyedia
fungsi ekosistem yang sangat penting termasuk penyerap karbon berkapasitas
tinggi. Hanya sebagian karbon yang tersimpan secara permanen di lingkungan
laut karena sebagian besar karbon mengikuti siklus daur dan hanya terlepas
setelah puluhan tahun. Saat ini, ekosistem pesisir mampu menyimpan karbon
dengan laju setara dengan sekitar 25% peningkatan tahunan karbon dioksida
di atmosfer, yakni sebesar sekitar 2.000 Tera (10¹²) gram karbon per tahun.
Habitat pesisir terbukti dapat mengembalikan area ekosistem karbon biru
yang telah hilang terutama dari aspek ekologi. Pemulihan habitat pesisir dapat
15 Graha, Yoga Ibnu, I Wayan Arthana, dan I Wayan Gede Astawa Karang. 2016. Simpanan Karbon Padang
Lamun di Kawasan Pantai Sanur Kota Denpasar. Vol. 10(1): 46-53. Badan Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Laut Denpasar. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana.
16 Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut (Lokakarya Lamun). Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
10 Blue Carbon & Perubahan Iklim
Blue�Carbon
di
Indonesia
12 Blue Carbon di Indonesia
Pemanfaatan Blue Carbon yang menjadi salah satu arusutama pada Blue
Carbon Partnership pada COP 22 dalam memitigasi dan adaptasi perubahan
iklim menjadi penting bagi Indonesia mengingat kondisi Indonesia yang secara
geografis merupakan negara kepulauan sehingga cukup rentan terhadap
perubahan iklim.19 Indonesia merupakan mega biodiversity kehidupan laut
dan ekosistem pesisir, seperti kawasan coral triangle mencakup 52 persen
ekosistem terumbu karang dunia, ekosistem mangrove sekitar 3,15 juta hektar
atau 23 persen dari mangrove dunia dan 3,30 juta hektar padang lamun
(seagrass) yang terluas di dunia.20
Hal tersebut juga senada dengan pendapat Dr. Nur Masripatin selaku
ketua tim negosiator Delegasi Indonesia dalam Blue Carbon Partnership
yang menyatakan bahwa Blue Carbon memiliki potensi yang cukup besar
dalam mendukung program nasional dalam menurunkan emisi, meningkatkan
ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan, walaupun pengelolaan
dan kapasitas pelaksanaanya masih membutuhkan peningkatan di masa
mendatang.21
19 The Indonesian Institute Center for Public Policy Research. “COP 22 Maroko dan Indonesia”<https://www.
theindonesianinstitute.com/cop-22-maroko-dan-indonesia/>. Diakses Secara Online pada 26 Juli 2018.
20 Mongabay. “Que Vadis Blue Carbon di Indonesia”.<http://www.mongabay.co.id/2014/06/26/que-vadis-
blue-carbon-di-indonesia/>. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018.
21 Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. “Blue Karbon Indonesia – Potensi Besar yang Belum
Tergarap”. Ditjen PPI Menlhk <http://ditjenppi.menlhk.go.id/index.php/berita-ppi/2791-blue-karbon-
indonesia-potensi-besar-yang-belum-tergarap>. Diakses secara online pada 24 Juli 2018.
Blue Carbon di Indonesia 13
22 Media Indonesia, edisi 16 Januari 2016. Hal: 16. Mengangkat Lagi Potensi Karbon Biru. Dalam situs
< http://lipi.go.id/lipimedia/mengangkat-lagi-potensi-karbon-biru/12351>. Diakses secara online pada 24
Juli 2018.
23 Alfred Karafir, Kabupaten Kaimana Menyimpan Potensi Besar Penyerap Gas Karbon Dunia. <https://
papuanews.id/2017/10/01/kabupaten-kaimana-menyimpan-potensi-besar-sebagai-penyerap-gas-karbon-
dunia/>. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018.
14 Blue Carbon di Indonesia
pesisirnya. Hingga kini, masih banyak potensi pesisir yang belum dimanfaatkan
dengan baik oleh Indonesia, blue carbon khususnya di Indonesia saat ini
mengalami penurunan secara signifikan.
24 Mangobay.< http://www.mongabay.co.id/2017/07/21/januari-hingga-mei-2017-tutupan-hutan-leuser-
berkurang-2-686-hektare/>. Diakses pada tanggal 25 Juli 2018.
Blue Carbon di Indonesia 15
Hutan bakau atau sering disebut juga sebagai hutan mangrove merupakan
ekosistem hutan daerah pantai yang terdiri dari kelompok pepohonan yang
mampu hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi. Salah satu ciri tanaman
mangrove memiliki akar yang menyembul ke permukaan. Penampakan
mangrove seperti hamparan semak belukar yang memisahkan daratan dengan
laut. Secara harfiah kata mangrove berasal dari kata mangue (bahasa Portugis)
yang berarti tumbuhan dengan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar.25
Sementara itu dalam literatur lain disebutkan bahwa istilah mangrove berasal
dari kata mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno). Hutan mangrove adalah suatu
kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai
tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan
25 Macnae, W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-
West-Pacific region. Pp. 73-270 in Advances in Marine Biology, F.S. Russell and M. Yonge, eds., Volume
6. London: Academic Press.
16 Blue Carbon di Indonesia
26 Snedaker, S. 1978. Mangroves: their value and perpetuation. Nature and Resources.
Blue Carbon di Indonesia 17
Sumber: jurnalbumi.com
Gambar 2. Peta Sebaran Hutan Mangrove di Dunia
Hutan mangrove tersebar di 123 negara yang memiliki iklim tropis dan
sub tropis. Biasanya mangrove menyukai arus laut hangat sepanjang garis
khatulistiwa, 20° ke utara dan selatan. Terkadang ditemukan hingga lintang
32° ke Utara dan Selatan. Tanaman mangrove sensitif terhadap suhu di bawah
nol. Hutan mangrove tersebar mulai dari benua Amerika, Afrika, Asia hingga
ke Australia.28 Meski wilayah sebaran hutan mangrove cukup luas, hanya
mangrove tropis yang memiliki densitas spesies tinggi. Lebih dari sepertiga
luasan mangrove tropis ada di Asia Tenggara. Dari jumlah itu yang masuk
27 BPSPL Denpasar. “Fungsi dan Peranan Hutan Mangrove dalam Ekosistem Pesisir”.<http://
bpspldenpasar.kkp.go.id/fungsi-dan-peranan-hutan-mangrove-dalam-ekosistem-pesisir>. Diakses Secara
Online pada 24 Juli 2018.
28 World mangrove atlas. United Nations Environment Programme (UNEP).
18 Blue Carbon di Indonesia
DIC (Dissolved Inorganic Carbon) dan tersedimentasi di dasar laut, yang mana
nantinya akan dimanfaatkan sebagai komponen fotosintesis. Diperhitungkan
tumbuhan laut mampu menyerap karbon hingga 50%. Peran Blue Carbon
dalam ekosistem global dapat dilihat pada tabel, laju pengendapan karbon
mampu diserap oleh mangrove dan ekosistem lainnya sebagai Blue Carbon
Sink baik dalam bentuk sendimen maupun vegetasi.32
32 Kawaroe, M. 2005. Kajian Marine Carbon Sink Sebagai Potensi Kelautan yang Belum Populer. Makalah
Pribadi Falsafah Sains (PPS-702). Sekolah Pasca Sarjana IPB. http://rudyc.t.com/pps702-ipb/10245/
mujizat_kawaroe.pdf. Diakses pada 24 Juli 2018.
33 Nellemann, C.,Corcoran, E., Duarte, C.M., Valdés, L., De Young, C., Fonseca, L., and Grimsditch, G.
20 Blue Carbon di Indonesia
2009. Blue Carbon. A Rapid Response Assessment. United Nations Environment Programme, GRID-
Arendal.
34 Kusmana, C. 2010. Respon Mangrove terhadap Perubahan Iklim Global. Aspek Biologi dan Ekologi
Mangrove. KKP. Jakarta
35 Purnobasuki, H. 2006. Peranan Mangrove dalam Mitigasi Perubahan Iklim. Buletin PSL Universitas
Surabaya 18: 9-13
36 Windardi, A.C. 2014. Struktur komunitas hutan mangrove, estimasi karbon tersimpan dan perilaku
masyarakat sekitar kawasan Segara Anakan Cilacap. Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto. Hal 85.
Blue Carbon di Indonesia 21
37 Bengen, D.G. 2004. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir Dan Laut Serta Prinsip
Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan (PKSPL). Institut Pertanian Bogor. Bogor
(ID).
22 Blue Carbon di Indonesia
Sumber: https://www.vecteezy.com/free-vector/mangrove
Vegetasi hutan mangrove terdiri atas tingkat pohon dan semak yang
tergolong ke dalam 8 familia serta terdiri atas dari 12 genus, yaitu Avicennie,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera,
Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus.38 Komunitas
yang ada di dalam ekosistem mangrove ini sangat adaptif terhadap kadar
garam air laut, sehingga ekosistem ini sangat ekstrim sekaligus sangat dinamis
dan karenanya mangrove akan cepat berubah, terutama di bagian terluarnya.
Hanya sedikit jenis vegetasi yang mampu bertahan hidup di wilayah mangrove
dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat adaptif karena telah melewati proses
adaptasi dan evolusi yang lama.
38 Bengen, D.G dan Dutton I M. 2004. Interactions : Mangrove, Fisheries And Forestry Management in
Indonesia. Di dalam: Northcote TG, Hartman GF, Editor. Fishes and Forestry. Blackwell Science.
Blue Carbon di Indonesia 23
Karakteristik Kerusakan
40 Dahuri, Rokhmin. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta:
PT. Pradnya Paramita.
41 Dahuri, R. Ibid.
Blue Carbon di Indonesia 25
42 Mongabay. “Hijaukan Kembali Hutan Mangrove Rusak di Pesisir Sumatera Utara”. <http://www.
mongabay.co.id/2017/09/22/hijaukan-kembali-hutan-mangrove-rusak-di-pesisir-sumatera-utara/>.
Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018.
43 Peterson, C.H. 1991. Intertidal zonation of marine invertebrates in sand and mud. American Scientist
(US).
26 Blue Carbon di Indonesia
44 Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi Dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta (ID).
Blue Carbon di Indonesia 27
45 Paino, C. 2017. Mangrove di Gorontalo ikut menyusut begini kondisinya. Mongabay: Gorontalo.
30 Blue Carbon di Indonesia
Sumber: bluecarbonportal.org
Rawa Payau adalah lahan basah pesisir yang dibanjiri oleh air asin
yang dibawa oleh air pasang. Tanah pada rawa payau terdiri dari lumpur dan
gambut. Gambut terbuat dari materi tanaman yang membusuk yang tebal dan
bertekstur kenyal. Kadar oksigen di dalam gambut bisa sangat rendah — suatu
kondisi yang disebut hipoksia. Hipoksia disebabkan oleh pertumbuhan bakteri
yang menghasilkan bau busuk-belerang yang sering dikaitkan dengan rawa-
rawa dan lumpur. Rawa Payau dapat ditemukan di berbagai belahan dunia,
terutama di garis lintang menengah ke atas. Berkembang di sepanjang garis
pantai yang dilindungi dan memiliki habitat umum di muara. Di Amerika, Rawa
Payau dapat ditemukan di banyak pantai. Sekitar separuh dari Rawa Payau
terletak di sepanjang Pantai Teluk. Habitat-habitat Rawa Payau ini penting
untuk perikanan, garis pantai, dan peningkatan ekonomi masyarakat. Rawa
Payau menghasilkan makanan untuk binatang laut, tempat berlindung atau
habitat pembibitan untuk lebih dari 75 persen spesies perikanan, termasuk
udang, dan kepiting. Rawa Payau juga melindungi garis pantai dari erosi
dengan menyangga aksi gelombang dan menjebak sedimen. Rawa Payau
berfungsi mengurangi banjir dengan memperlambat/menyerap air hujan dan
melindungi kualitas air dengan proses penyaringan.47
Rawa Payau yang luas di sepanjang pantai timur Amerika Serikat dan
juga umum di Arktik, Eropa Utara, Australia, dan Selandia Baru, terbentuk oleh
banjir dan pengaliran air laut. Rumput-rumput Rawa Payau tidak akan tumbuh
pada dataran yang dibanjiri secara permanen; pertumbuhan juga akan sedikit
bila lahan tergenang dan terkena arus yang kuat. Beberapa hewan mampu
beradaptasi dengan persediaan oksigen yang terbatas dalam rawa payau.48
Sumber: Saltmarsh (version 1.0) of the provisional global point dataset developed jointly
Sumber: roadtogreen2020.com
49 Wood, E. J. F. , W.E. Odum and J. C. Zieman. 1969, Influence of the seagrasses on the productivity of
coastal lagoons, laguna Costeras. Un Simposio Mem. Simp. Intern. U.N.A.M. - UNESCO, Mexico,D.F.,
Nov., 1967. pp 495 - 502.
50 Thomlinson, P.B. 1974. Vegetative morphology and meristem dependence - the Foundation of
Productivity in seagrass. Aquaculture 4: 107-130.
51 Bengen, D. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKPSL-IPB. Bogor.
34 Blue Carbon di Indonesia
52 Den Hartog, C. 1970. “Sea grasses of the world” North Holland Publishing c o . , Amsterdam, London pp.
272.
53 Solubility pump merupakan proses fisika-kimia yang mengangkut karbon (sebagai karbon anorganik
terlarut) dari permukaan laut ke bagian dalam laut. Biological pump merupakan proses dimana CO2
mengalami fotosintesis ke bagian dalam laut yang mengakibatkan penyimpanan karbon secara
permanen (sedimentasi).
54 Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut (Lokakarya Lamun). Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Blue Carbon di Indonesia 35
Sumber: Seagrasses (version 2.0) of the global polygon and point dataset compiled by UNEP
World Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC), 2005. For further information, e-mail
spatialanalysis@unep-wcmc.org.
55 McRoy, C.P. & C. Helferich. 1977. “Sea Grass Ecosystem” Marcel Dekker Inc. New York & Basel pp. 314.
36 Blue Carbon di Indonesia
56 Philips, C.R. and E.G. Menez. 1988. Seagrass. Smith Sonian Institutions Press. Washington.
Blue Carbon di Indonesia 37
57 Graha, Yoga Ibnu, I Wayan Arthana, dan I Wayan Gede Astawa Karang. 2016. Simpanan Karbon Padang
Lamun di Kawasan Pantai Sanur Kota Denpasar. Vol. 10(1): 46-53. Badan Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Laut Denpasar. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana.
58 Kiswara, W. 1992. Community Structure and Biomass Distribution of Seagrass at Banten Bay. West Java.
Indonesia.
38 Blue Carbon di Indonesia
fotosintesis juga dapat berkurang karena intensitas cahaya yang sangat tinggi
dalam perairan, selain itu faktor suhu juga dapat menjadi faktor penting dalam
pertumbuhannya.59
59 Tubalawony, S. 2007. Kajian Klorofil-a dan Nutrien serta Interalasinya dengan Dinamika Massa Air di
Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa-Sumbawa. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
60 Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuaries. CRC Press. London.
61 Graha, Yoga Ibnu, I Wayan Arthana, dan I Wayan Gede Astawa Karang. 2016. Simpanan Karbon Padang
Lamun di Kawasan Pantai Sanur Kota Denpasar. Vol. 10(1): 46-53. Badan Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Laut Denpasar. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana.
Blue Carbon di Indonesia 39
lamun dan produktivitas herbivora haruslah berbanding terbalik, agar nilai stok
karbon dapat mencapai titik maksimal. Erftemeijer, et al. (1993) menemukan
biomassa daun lamun sangat menurun akibat surut rendah sehingga
menyebabkan tingginya frekuensi lamun terpapar sehingga daunnya kering
dan akhirnya hanyut ketika terjadi pasang.62
62 Erftemeijer PLA, Osinga R, dan Mars AE. Primary production of seagrass beds in South Sulawesi
(Indonesia): a comparison of habitats, method, and species. Vol. 46: 67-90. Aquat Bot. Elsevier.
Amsterdam.
63 Duarte, C.M., Fourqurean, J.W., H. Kennedy., N. Marba, M. Holmer., M.A. Mateo., E. Apostolaki., G.A.
Kendrick., D. Krause-Jensen., K.J. McGlathery., and O. Serrano. 2012. Seagrass Ecosystems As a
Globally Significant Carbon Stock. (article) Nature Geoscience. DOI: 10.1038/NGEO1477
64 Green, E. P. dan Short. 2003. World Atlas of Seagrasses. University of California Press. USA.
40 Blue Carbon di Indonesia
membuat Indonesia memiliki peran yang cukup besar dalam menyerap emisi
karbon yang ada di atmosfer dengan baik dan maksimal. Informasi terkait
kemampuan lamun sebagai carbon sinks masih terbatas, terutama di Indonesia,
sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengukuran cadangan
karbon pada lamun. Pencerdasan masyarakat terkait potensi padang lamun
sebagai biota laut yang efektif dalam penyerapan karbon juga perlu lebih
ditekankan lagi, agar masyarakat tidak ceroboh dalam melakukan aktivitas di
laut, sehingga tidak mengancam ekosistem lamun di laut.
Menurut para ahli dari science daily, penurunan lamun di dunia berkurang
sebesar 58% atau dengan kata lain setiap 30 menit kerusakan lamun mencapai
satu lapangan sepak bola. Dampak dari penurunan jumlah lamun sangat
dirasakan terutama oleh masyarakat pesisir yaitu nelayan, nelayan mengalami
penurunan dari hasil tangkapan ikan. Hal ini disebabkan oleh pembangunan
di pesisir yang tidak berwawasan lingkungan berdampak negatif pada sosial
ekonomi masyarakat yang mana sangat bergantung pada kelestarian alam
pesisir dan lautan. Jumlah jenis lamun yang telah ditemukan di Indonesia
sebanyak 12 jenis lamun, sedangkan jenis lamun yang telah terinventarisasi di
wilayah pesisir contohnya di Provinsi Bali berjumlah 10 jenis.65
65 Sudiarta, I.K. dan I.G. Sudiarta. 2011. Status Kondisi dan Identifikasi Permasalahan Kerusakan Padang
Lamun di Bali. Jurnal Mitra Bahari 5 (2): 103-126.
Blue Carbon di Indonesia 41
Di kawasan Pantai Sanur ditemukan 66 % dari total jenis lamun yang ada
di Indonesia dan 80 % dari total jenis lamun yang ada di Provinsi Bali. Sehingga
tingkat keanekaragaman jenis lamun di kawasan pantai Sanur, Bali termasuk
dalam kriteria tinggi. Lamun hidup di dalam air, memiliki rhizoma, daun dan
akar sejati. Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasang
surut dan di kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar
laut.66
66 Sudiarta, I.K. dan I.G. Sudiarta. 2011. Status Kondisi dan Identifikasi Permasalahan Kerusakan Padang
Lamun di Bali. Jurnal Mitra Bahari 5 (2): 103-126
42 Blue Carbon di Indonesia
67 Fonseca et al. 2008. Survival and Expansion Mechanichally Transplanted Seagrass Sod. Restoration
Ecology Vol 17, No.3, pp. 359-368.
Blue Carbon di Indonesia 43
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2004. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir Dan
Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
Dan Lautan (PKSPL). Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).
Den Hartog, C. 1970. “Sea grasses of the world”. North Holland Publishing
co., Amsterdam, London.
Duarte, C.M., Middelburg, J., and Caraco, N. 2005. Major Role of Marine
Vegetation on the Oceanic Carbon Cycle. Biogeosciences.
Graha, Yoga Ibnu, I Wayan Arthana, dan I Wayan Gede Astawa Karang.
2016. Simpanan Karbon Padang Lamun di Kawasan Pantai Sanur
Kota Denpasar. Vol. 10(1): 46-53. Badan Pengelolaan Sumber
Daya Pesisir dan Laut Denpasar. Fakultas Kelautan dan Perikanan.
Universitas Udayana.
Kohnke, H. 1980. Soil Physics. TMH ed. Tata McGraw-Hill Publ.Co. Ltd. New
Delhi (IN).
McRoy, C.P. & C. Helferich. 1977. “Sea Grass Ecosystem” Marcel Dekker Inc.
New York & Basel pp. 314.
Philips, C.R. and E.G. Menez. 1988. Seagrass. Smith Sonian Institutions
Press. Washington.
Rustam, Agustin, dkk,. 2015. “Blue Carbon: Program Inisiatif Blue Carbon
Indonesia Kep. Derawan- Berau, Kalimantan Timur”, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian
dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian dan
Kelautan, Jakarta.
Sudiarta, I.K. dan I.G. Sudiarta. 2011. Status Kondisi dan Identifikasi
Permasalahan Kerusakan Padang Lamun di Bali. Jurnal Mitra Bahari.
PUBLIKASI ELEKTRONIK
The Indonesian Institute Center for Public Policy Research. “COP 22 Maroko
dan Indonesia”.<https://www.theindonesianinstitute.com/cop-22-
maroko-dan-indonesia/>. Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018
The Indonesian Institute Center for Public Policy Research. “COP 22 Maroko
dan Indonesia”<https://www.theindonesianinstitute.com/cop-22-
maroko-dan-indonesia/>. Diakses Secara Online pada 26 Juli 2018.
Media Indonesia, edisi 16 Januari 2016. Hal: 16. Mengangkat Lagi Potensi
Kanbon Biru. Dalam situs < http://lipi.go.id/lipimedia/mengangkat-lagi-
potensi-karbon-biru/12351>. Diakses secara online pada 24 Juli 2018.