Anda di halaman 1dari 13

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Sesuai dengan system perpajakan diindonesia yang dianut yaitu self assessment
system bahwa kepada Wajib Pajak diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menghitung
pajak terutang, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
Khusus untuk pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak selama tahun
berjalan atas usahanya (self payment) sesuai ketentuan yang berlaku disebu PPh pasal 25.
Dengan demikian, PPh pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Besarnya angsuran
pajak tersebut (PPh pasal 25) digunakan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahun Pajak Peenghasilan.

Besarnya PPh Pasal 25 dapat dihitung dengan rumus berikut.

PPh terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu dikurangi dengan PPh yang
dipotong dan/aau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan (pasal 21,pasal 22,pasal 23, dan pasal 24) selanjutnya dibagi dengan 12 atau
banyaknya buln dalam bagian tahun pajak.

Contoh :

Pajak Penghasilan Terutang berdasarkan SPT Tahunan Tn. Brahmana (WP Orang
Pribadi).

Pajak Penghasilan tahun 2015 Rp 2.100.000.000,00

Dikurangi :

1. Pajak Penghasilan yang dipotong


Pemberi kerja (PPh Pasal 21) Rp 200.000.000,00
2. Pajak Penghasilan yang dipungut
Oleh pihak lain (PPh pasal 22) Rp 100.000.000,00
3. Pajak Penghasilan yang dipotong
Oleh pihak lain (PPh pasal 23) Rp 150.000.000,00
4. Kredit Pajak Penghasilan
Luar negeri (PPh Pasal 24) Rp 150.000.000,00

Rp 600.000.000,00
Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri Rp 1.500.000.000,00
Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar sendiri tiap bulan Tn. Brahmana untuk tahun
pajak 2016 = 1/12 x Rp1.500.000.000,00 = Rp 125.000.000,00

Seperti contoh diatas, apabila untuk tahun 2015 ternyata penghasilan yang
diterima atau diperolehnya untuk masa 6 bulan, maka besarnya angsuran bulanan yang
harus dibayar sendiri tiap bulan dalam tahun pajak 2016 = 1/6 x Rp 1.500.000.000,00 =
Rp 25.000.000,00.

Perlu diperhatikan bila perhitungan besarnya PPh pasal 25 tersebut untuk Wajib
Pajak badan terutama berkaitan dengan kredit pajak PPh pasal 21. PPh pasal 21 tidak
dapat dikreditkan dalam menghitung besarnya PPh pasal 25, Karena Wajib Pajak Badan
sebagai pemotong PPh pasal 21.

Seperti contoh terdahulu bila Pajak Penghasilan Terutang PT Rahwana sebesar Rp


450.000.000,00 sesuai dengan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2015 dan Kredit Pajak (1)
PPh pasal 22 sebesar Rp 25.000.000,00, (2) PPh pasal 23 sebesar Rp 35.000.000,00, dan
(3) PPh pasal 24 sebesar Rp 120.000.000,00.

Perhitungan besarnya PPh 25.

Pajak Penghasilan Terutang berdasarkan SPT Tahunan PT Rahwana.

Pajak Penghasilan Tahun 2015 Rp5.440.000.000,00

Kredit Pajak (pengurang)

1. Pajak penghasilan yang dipungut


Oleh pihak lain (PPh pasal 22) Rp 600.000.000,00
2. Pajak Penghasilan yang dipotong
Oleh pihak lain (PPh pasal 23) Rp 400.000.000,00
3. Kredit Pajak Penghasilan luar
Negeri (PPh pasal 24) Rp1.200.000.000,00
Rp2.200.000.000,00

Pajak penghasilan yang dibayar sendiri Rp3.240.000.000,00

Besarnya PPh pasal 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan Tn. Brahmana untuk tahun
pajak 2016 = 1/12 x Rp3.240.000.000,00 = Rp270.000.000,00

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Berdasarkan pada contoh diatas, pihak yang membayar PPh Pasal 25 akan
menyusun ayat jurnal.
Saat pembayaran satiap bulan.

Tgl Akun Debit Kredit


PPh pasal 25 4.000.000,00
Kas dan Bank 4.000.000,00

Saat diperhitungkan dengan PPh terutang.

Tgl Akun Debit Kredit


PPh terutang 48.000.000,00
PPh pasal 25 48.000.000,00

(selama 12 bulan rata-rata membayar Rp4.000.000,00 per bulan.)

Setelah Pajak Terutang (sesuai SPT Tahunan PPh) dilakukan pengkreditan


dengan kredit pajak lainnya yang tidak bersifat final seperti PPh pasal 21, PPh pasal 22,
PPh pasal 23, dan PPh pasal 24, sisanya masih harus dikurangi dengan angsuran Pajak
(PPh pasal 25) yang telah disetor selama satu tahun Pajak. Apabila ternyata masih
terdapat bagian pajak terutang yang belum dibayar pada akhir tahun (PPh pasal 29), maka
penyetoran harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun pajak.

Demikian sebaliknya, kemungkinan menunjukkan lebih bayar maka dapat


direstitusi. Perlu diingat bahwa pernyataan kurang atau lebih bayar hanya semata
didasarkan pada laporan wajib pajak yang disampaikan dalam SPT. Oleh karena apabila
terdapat hak Wajib Pajak atas kelebihan pajak itu bersifat tentative(sementara). Hal itu
perlu dilakukan pemeriksaan.

Bagaimana pengakuannya atas penerimaan kembali kelebihan pembayaran pajak


tersebut? Apabila melihat unsur komersial memang penerimaan tersebut sebagai
penerimaan, karena telah menganggap bahwa pembayaran PPh sebagai biaya. Menurut
ketentuan perpajakan, penerimaan kembali kelebihan pembayaran pajak tidak dianggap
sebagai penghasilan. Oleh karena itu, untuk tujuan paja, akuntansi komersial harus
melakukan koreksi.

Pembayaran PPh pasal 25 sebagai angsuran pajak yang harus dibayar oleh wajib
pajak setiap bulan yang telah ditetapkan sesuai batas waktu pembayaran yaitu paling
lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sebagai contoh,
PT Aman membayar PPh pasal 25 bulan maret 2016 sebesar Rp300.000.000,00 sehingga
ayat jurnal yang disusun saat pembayaran tunai sebagai berikut :
Tgl Akun Debit Kredit
PPh pasal 25 300.000.000,00
Kas dan Bank 300.000.000,00

Seperti yang telah dijelaskan bahwa perhitungan pada akhir tahun dapat terjadi
kurang bayar dengan mengacu pada pasal 29 Undang-Undang PPh demikian sebaliknya
dapat terjadi lebih bayar yang mengacu pada Pasal 28A Undang-Undang PPh. Ilustrasi
selengkapnya dalam jurna akhir tahun.

1. Saat akhir tahun atau perhitungan kurang bayar.


Tgl Akun Debit Kredit
PPh terutang 60.000.000,00
PPh pasal 25 48.000.000,00
PPh pasal 29 terutang 12.000.000,00

2. Saat pelunasan PPh pasal 29


Tgl Akun Debit Kredit
PPh pasal 29 terutang 12.000.000,00
Kas dan Bank 12.000.000,00

3. Saat akhit tahun atau perhitungan lebih bayar


Tgl Akun Debit Kredit
PPh terutang 40.000.000,00
PPh Pasal 28A Lebih Bayar 8.000.000,00
PPh pasal 25 48.000.000,00

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri dari
Indonesia, selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, dipotong PPh Pasal 26. Pengenaan pajak penghasilan menurut perundang-
undangan perpajakan menganut dua system, yaitu sebagai berikut :

1. Sistem pemenuhan sendiri


Sistem ini digunakan sebagai kewajiban perpajakan untuk Wajib Pajak luar negeri
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap
di Indonesia.
2. Sistem Pemotongan
Pada system pemotongan ini, dilakukan pemotongan pajak terhadap penghasilan oleh
pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN 26

Khusus untuk PPh 26, apabila terjadi pembayaran dividend an bunga yang
ditujukan pembayarannya kepada Wajib Pajak luar negeri yang bersifat final (tetapi juga
perlu diperhatikan adanya perjanjian perpajakan dengan negara lain) maka tarif yang
umumnya diberlakukan untuk PPh pasal 26 yaitu sebesar 20% haruslah diperlukan
penyesuaian dengan tarif menurut perjanjian perpajakan (tax treaty). Dengan
menggunakan tariff yang lebih rendah terhadap Wajib Pajak luar negeri harus
menunjukkan keterangan domisili dari kantor pajak negara asal. Secara umum akuntansi
komersial dan akuntansi pajak berkaitan dengan PPh pasal 26 tidak terdapat perbedaan
perlakuan.

Sebagai contoh, PT Dahana membayar premi asuransi kepada Nagoya


Corporation Ltd. Sebesar Rp30.000.000,00 dengan perkiraan penghasilan neto sesuai
Keputusan Menteri Keuangan sebesar 50%.

Penghitungan PPh 26 yang dipotong oleh PT Dahana = (20% x 50% x


Rp30.000.000,00) = Rp3.000.000,00.

Ayat jurnal bagi pihak pemotong.

1. Saat pemotongan PPh pasal 26


Tgl Akun Debit Kredit
Premi Asuransi 30.000.000,00
Kas dan Bank 27.000.000,00
PPh pasal 26 terutang 3.000.000,00

2. Saat Penyetoran PPh pasal 26


Tgl Akun Debit Kredit
PPh pasal 26 terutang 3.000.000,00
Kas dan Bank 3.000.000,00

PPh pasal 26 merupakan pajak Penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap yang pemenuhannya sebagaimana diuraikan
diatas. Sifat pengenaan terhadap PPh pasal 26 ini adalah final, sehingga tidak dapat
dikreditkan dengan pajak terutang lainnya.

AKUNTANSI PAJAK ATAS PAJAK PENGHASILAN YANG PENGENAANNYA


BERSIFAT FINAL (PPH PASAL 4 AYAT 2)

Dengan mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan


sebagai penghasilan tertentu yang pengenaan pajaknya diatur dalam peraturan
pemerintah. Pertimbangan yang mendasar diberikannya perlakuan tersendiri antara lain
adalah kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan dan pemerataan dalam
pengenaan pajaknya serta perkembangan ekonomi dan moneter. Penghasilan –
penghasilan tertentu yang pengenaannya bersifat final meliputi bunga deposito dan
tabungan serta diskonto sertifikat bank Indonesia (SBI).

Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 atas bunga
deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau
diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan diluar negeri melalui bank yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri
diindonesia dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final oleh bank termasuk Bank
Indonesia. Sedangkan tariff diatur sebagai berikut :

1. Sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga dan diskonto yang
terutang atau dibayarkan kepada penerimaan penghasilan, baik orang pribadi maupun
dalam negeri dan bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tariff yang ditetapkan dalam
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty) dan bersifat final, atas bunga
diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerimaan penghasilan Wajib Pajak
luar negeri, baik orang pribadi maupun badan selain bentuk usaha tetap di Indonesia.

Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat
Bank Indonesia bersifat final. Oleh karena itu, penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau
Badan, tidak perlu dijumlahkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Thaunan Wajib Pajak yang bersangkutan. PPh atas deposito dan
tabungan serta diskonto SBI yang dipotong oleh bank/dan pension tidak dapat
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun Pajak yang
bersangkutan.

 Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang


Berpenghasilan Rendah
Pada prinsipnya pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia bersifat final. Namun demikian, bagi
Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang tergolong berpenghasilan relative
rendah dan seluruh penghasilannya termasuk bungan dan diskonto yang dalam
satu tahun pajak tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), atas pajak
yang telah dipotong tersebut dapat diajukan permohonan restitusi melalui
prosedur restitusi sederhana.
 Dikecualikan dari Pemotong Pajak Penghasilan
Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta
Sertifikat Bank Indonesia, yang dikecualikan atau tidak dilakukan pemotongan
Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :
1. Penghasilan dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank
Indonesia tersebut tidak melebihi Rp7.500.000,00 dan bukan merupakan
jumlah yang dipecah-pecah.
Untuk melindungi para deposan dan penabung kecil, atas bunga tabungan
yang diterima atau diperoleh para penabung kecil tersebut tidak dilakukan
pemotongan Pajak Penghasilan sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta
Sertifikat Bank Indonesia tidak melebihi Rp7.500.000,00 dan bukan jumlah
yang dipecah-pecah.
2. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri diindonesia.

Contoh :

PT Bank Aman membayar bunga bank sebesar Rp10.000.000,00 kepada PT


Amarta atas deposito.

Jumlah bunga yag dibayarkan = 20% x Rp10.000.000,00 = Rp2.000.000,00. Ayat


jurnal yang dibuat oleh PT Bank Aman adalah sebagai berikut :

Saat pengakuan beban bunga.

Tgl Akun Debit Kredit


Beban bunga 10.000.000,00
Utang bunga 8.000.000,00
PPh final 2.000.000,00
Saat pembayaran beban bunga.

Tgl Akun Debit Kredit


Utang bunga 8.000.000,00
PPh final 2.000.000,00
Kas dan Bank 10.000.000,00
BEBERAPA JENIS PENGHASILAN YANG PENGENAAN PAJAKNYA
BERSIFAT FINAL

Terdapat beberapa jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final


dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah atau Keputusan/Peraturan Menteri Keuangan
akan disampaikan pada tabel berikut, sedangkan perlakuan yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut :

1. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak digabungkan dengan penghasilan yang
dikenakan pajak dengan tariff progresif pada akhir tahun (penghasilan yang
pemajakan tidak bersifat final)
2. Jumlah PPh atas penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final tersebut tidak
dapat diperhitungkan/dikreditkan dengan PPh yang terutang atas Penghasilan Kena
Pajak yang dikenakan pajak dengan tariff progresif pada akhir tahun.
3. Beban/biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan dalam rangka
perhitungan Penghasilan Kena Pajak.

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, pasal-pasal yang mengatur mengenai


jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final terdapat dalam Pasal 4 ayat (2),
pasal 8 ayat (1), pasal 15, pasal 19 ayat (1), pasal 21, pasal 22, dan pasal 23 ayat (4).

Jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final (sewaktu-waktu sesuai


aturan pelaksanaan dapat berubah) secara ringkas tampak pada tabel berikut.

No Jenis penghasilam Tariff Keterangan Dasar hukum


1. Bunga 20% Jumlah bruto bagi Wajib Ppajak Pasal 4 ayat (2)
deposito/tabungan dalam negeri PP No.
dan diskonto serifikat 20% Jumlah bruto bagi Wajib Pajak 131/2000
bank Indonesia (SBI) luar negeri atau terif berdasarkan 51/KMK.04/01
perjanjian penghindaran pajak Kep.217/PJ./01
berganda (P3B) yang berlaku
2. Hasian Undian 25% Jumlah bruto niali hadiah yang Pasal 4 ayat (2)
dibayarkan atau nilai pasar PP No.132/2000
hadiah berupa natura atau Kep.395/PJ./200
kenikmatan 1
3. Bunga simpanan 15% Seluruh bunga yang diterima, Pasal 23 ayat (4)
anggota koperasi tanpa dikurangi batas bunga g
simpanan yang tidak dipotong 522/KMK.04/19
PPh sebesar Rp240.000,00 98
SE-
43/PJ.43/1998
4. Penghasilan bunga 20% Jumlah bruto bunga sesuai Pasal 4 ayat (2)
dan Diskonto dari dengan masa kepemilikan PP No. 6 Tahun
Obligasi yang 20% obligasi. 2002
diperdagangkan Dari selisih lebih harga jual atau 121/KMK.03/20
dan/atau dilaporkan nilai nominal di atas harga 02
pada perdagangan di perolehan obligasi tidak
Bursa Efek 20% termasuk bunga berjalan.
Dari selisih lebih harga jual atau
nilai nominal diatas harga
perolehan obligasi

5. Penjualan saham 0,1% Jumlah bruto nilai transaksi Pasal 4 ayat (2)
pendiri dan bukan penjualan saham. PP No.41/1994
pendiri dibursa efek 0,5% Tambahan PPh bagi pemilik PP No. 14/1997
saham pendiri, dari nilai saham 282/KMK.04/19
saat penawaran umum perdana 97
SE-06/PJ.4/1997
6. Penjualan bahan 0,25% Dari penjualan tidak termasuk Pasal 22
bakar minyak,gas, PPN untuk penjualan kepada Undang-Undang
dan pelumas oleh SPBU Pertamina. PPh
produsen atau 0,3% Dari penjualan tidak termasuk
importer bahan bakar PPN untuk kepada SPBU bukan
minyak, gas dan Pertamina dan Non SPBU.
pelumas 0,3% Dari penjualan bahan bakar gas
tidak termasuk PPN
0,3% Dari penjualan pelumas tidak
termasuk PPN
7. Penjualan hasil 0,1% Dari dasar pengenaan PPN untuk Pasal 22
produksi dalam penjualan kertas dalam negeri. Undang-Undang
negeri oleh badan 0,25% Dari dasar pengenaan PPN untuk PPh
usaha yang bergerak penjualan untuk semua jenis
dalam bidang usaha semen didalam negeri.
tertentu. 0,45% Dari dasar pengenaan PPN untuk
penjualan semua jenis kendaraan
bermotor beroda dua atau lebih
didalam negeri.
0,3% Dari dasar pengenaan PPN untuk
penjualan baja didalam negeri
8. Penghasilan dari 10% Jumlah bruto nilai penjualan/ Pasal 4 ayat (2)
pengalihan Hak atas pengalihan tanah dan/atau PP No. 27/1996
Tanah dan/atau bangunan lainnya 392/KMK.04/19
Bangunan Nilai pengalihan kurang dari 96
Rp60 juta tidak diharuskan PP.No.79/1999
membayar PPh 566/KMK.04/-
1999
9. Penghasilan yang 10% Jumlah bruto nilai persewaan Pasal 4 ayat (2)
diterima atau tanah dan/atau bangunan OO No. 5 tahun
diperoleh dari 2002
persewaan Tanah 120/KMK.03/20
dan/atau Bangunan 02
KEP-
227/PJ./2002
10 Usaha jasa kontruksi 2% Atas imbalan jasa pelaksanaan pasal 4 ayat (2)
yang memenuhi konstruksi PP No. 40/2009
kualifikasi usaha 4% Atas imbalan jasa perencanaan
kecil dan nilai konsruksi
pengadaan s.d satu 4% Atas imbalan jasa pengawasan
miliar rupiah konstruksi
11 Uang pesangon, uang Tariff ditetapkan berbeda untuk Pasal 4 ayat (2)
manfaat pension. setiap jenis pembayaran yaitu PERMENKEU
Tunjangan hari tua untuk pembayaran uang 16/PMK.03/201
atau jaminan hari tua pesangon, manfaat pension, dan 0/Tanggal 25
tunjangan hati tua atau jaminan januari 2010
hari tua. Lebih jelasnya
perhatiakn bab akuntansi pajak
penghasilan
12 Penghasilan wajib 1,2% Dari peredaran bruto Pasal 15
pajak yang bergerak 416/KMK.04/19
dibidang usaha 96
pelayaran dalam
negeri
13 Penghasilan Wajib 2,64% Dari peredaran bruto Pasal 15
Pajak yang bergerak 417/KMK.04/19
dibidang usaha 96
pelayaran atau
penerbangan luar
negeri
14 Penghasilan Wajib 0,44 Dari peredaran bruto Pasal 15
Pajak LN yang 634/KMK.04/19
mempunyai kantor 94
perwakilan dagang di Kep-
Indonesia 667/PJ./2001
berdasarkan Pasal 15
Undang-Undang
Pajak Penghasilan
15 Honorarium dan 15% Dari peredaran bruto Pasal 21 ayat (1)
imbalan lain dengan PP 45 tahun
nama apapun atas 1994
beban APBN/APBD Kep-
yang diterima pejabat 545/PJ./2000
Negara,PNS,anggota
TNI dan POLRI,serta
pensiunan
16 Nilai bangunan yang 5% Dari nilai penyerahan bangunan Pasal 15
diterima dalam 248/KMK.04/19
rangka banguna guna 95
serah sehubungan SE-38/PJ.4/1995
dengan berakhirnya
masa perjanjian

 Hadiah Undian

Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan atas hadiah undian adalah


peraturan pemerintah No. 132 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000. Sedangkan
yang menjadi objek pajak adalah hadiah undian. Pengertian hadiah undian adalah
hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan yang pemberiannya melalui cara undian, pemotongan pajak
penghasilannya melalui pasal 21 atau pasal 23/ pasal 26.

Tarif Pajak
Besarnya tariff pajak atas pemotongan Pajak Penghaslan atas undian 25% dari
jumlah bruto nilai hadiah undian dengan sifat pengenaan bersifat final.
Akuntansi Pajak
Sebagai contoh, Tn. Arfin memperoleh hadiah undian yang diperolehnya dengan
cara undian sebesar Rp1000.000.000,00 tunai.
Ayat jurnal
Tgl Akun Debit Kredit
Kas dan Bank 75.000.000,00
PPh final 25.000.000,00
Hadiah undian 1000.000.000,00

 Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan atas persewaan tanah dan/atau


bangunan adalah Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2002 Tanggal 23 Maret 2002
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.

Tarif pajak

Besarnya tariff pajak penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan ditetapkan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah
dan/atau bangunan yang bersifat final.

Pengertian jumlah bruto adalah semua jumlah yang dibayarkan atau


terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya
perawatan,biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan service charge baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian
persewaan yang bersangkutan.

Akuntansi Pajak

sebagai contoh PT Aman membayar sewa tanah dan bangunan sebesar


Rp50.000.000,00

jurnal yang dibuat sebagai berikut

1. Saat pemotongan PPh pasal 4 ayat (2)


Tgl Akun Debit Kredit
Beban sewa bangunan 50.000.000,00
PPh final 5.000.000,00
Kas dan Bank 45.000.000,00
2. Saat penyetoran PPh pasal 4 (2)
Tgl Akun Debit Kredit
PPh final 5.000.000,00
Kas dan Bank 5.000.000,00
 Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
Orang Pribadi
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Pajak Penghasilan sejak 1 januari
2009 dan sebagai tindak lanjut pelaksanaan ketentuan Pasal 17 ayat (2d)
ditetapkanlah aturan yang terutang dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun
2009 tentang Pajak Penghasilan atas dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% dan
bersifat final. Tata cara pengenaan pajaknya dilakukan melalui pemotongan oleh
pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

 Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan kepada Anggota


Koperasi
Mengacu pasal 4 ayat (2) huruf “a”, bahwa penghasilan berupa bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi dapat
dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dan pasal 17 ayat (7) mengatur
penetapan tariff pajak tersendiri. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 200 telah
mengatur sebagai berikut :
1. “penghasilan berupa bunga simpanan” yaitu imbalan berupa bunga simpanan
yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dan yag disimpan anggota
koperasi orang pribadi pada koperasi terdapat orang pribadi tersebut menjadi
anggota.
2. Tidak termasuk dalam kategori “penghaslan berupa bunga simpanan” yaitu
bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang
merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha(SHU).
3. Besarnya Pajak Penghasilan dan sifat pengenaan :
a. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan
Rp240.000,00 per bulan, atau
b. 10% dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih
dari Rp240.000,00 per bulan ;
c. Sifat pengenaan pemotongan pajak penghasilan tersebut bersifat final.
4. Saat terutangnya yaitu pada saat pembayaran yang dilakukan koperasi.
5. Peraturan pemerintah mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2009.

Anda mungkin juga menyukai