Sesuai dengan system perpajakan diindonesia yang dianut yaitu self assessment
system bahwa kepada Wajib Pajak diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menghitung
pajak terutang, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
Khusus untuk pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak selama tahun
berjalan atas usahanya (self payment) sesuai ketentuan yang berlaku disebu PPh pasal 25.
Dengan demikian, PPh pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Besarnya angsuran
pajak tersebut (PPh pasal 25) digunakan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahun Pajak Peenghasilan.
PPh terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu dikurangi dengan PPh yang
dipotong dan/aau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan (pasal 21,pasal 22,pasal 23, dan pasal 24) selanjutnya dibagi dengan 12 atau
banyaknya buln dalam bagian tahun pajak.
Contoh :
Pajak Penghasilan Terutang berdasarkan SPT Tahunan Tn. Brahmana (WP Orang
Pribadi).
Dikurangi :
Rp 600.000.000,00
Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri Rp 1.500.000.000,00
Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar sendiri tiap bulan Tn. Brahmana untuk tahun
pajak 2016 = 1/12 x Rp1.500.000.000,00 = Rp 125.000.000,00
Seperti contoh diatas, apabila untuk tahun 2015 ternyata penghasilan yang
diterima atau diperolehnya untuk masa 6 bulan, maka besarnya angsuran bulanan yang
harus dibayar sendiri tiap bulan dalam tahun pajak 2016 = 1/6 x Rp 1.500.000.000,00 =
Rp 25.000.000,00.
Perlu diperhatikan bila perhitungan besarnya PPh pasal 25 tersebut untuk Wajib
Pajak badan terutama berkaitan dengan kredit pajak PPh pasal 21. PPh pasal 21 tidak
dapat dikreditkan dalam menghitung besarnya PPh pasal 25, Karena Wajib Pajak Badan
sebagai pemotong PPh pasal 21.
Besarnya PPh pasal 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan Tn. Brahmana untuk tahun
pajak 2016 = 1/12 x Rp3.240.000.000,00 = Rp270.000.000,00
Berdasarkan pada contoh diatas, pihak yang membayar PPh Pasal 25 akan
menyusun ayat jurnal.
Saat pembayaran satiap bulan.
Pembayaran PPh pasal 25 sebagai angsuran pajak yang harus dibayar oleh wajib
pajak setiap bulan yang telah ditetapkan sesuai batas waktu pembayaran yaitu paling
lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sebagai contoh,
PT Aman membayar PPh pasal 25 bulan maret 2016 sebesar Rp300.000.000,00 sehingga
ayat jurnal yang disusun saat pembayaran tunai sebagai berikut :
Tgl Akun Debit Kredit
PPh pasal 25 300.000.000,00
Kas dan Bank 300.000.000,00
Seperti yang telah dijelaskan bahwa perhitungan pada akhir tahun dapat terjadi
kurang bayar dengan mengacu pada pasal 29 Undang-Undang PPh demikian sebaliknya
dapat terjadi lebih bayar yang mengacu pada Pasal 28A Undang-Undang PPh. Ilustrasi
selengkapnya dalam jurna akhir tahun.
Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri dari
Indonesia, selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, dipotong PPh Pasal 26. Pengenaan pajak penghasilan menurut perundang-
undangan perpajakan menganut dua system, yaitu sebagai berikut :
Khusus untuk PPh 26, apabila terjadi pembayaran dividend an bunga yang
ditujukan pembayarannya kepada Wajib Pajak luar negeri yang bersifat final (tetapi juga
perlu diperhatikan adanya perjanjian perpajakan dengan negara lain) maka tarif yang
umumnya diberlakukan untuk PPh pasal 26 yaitu sebesar 20% haruslah diperlukan
penyesuaian dengan tarif menurut perjanjian perpajakan (tax treaty). Dengan
menggunakan tariff yang lebih rendah terhadap Wajib Pajak luar negeri harus
menunjukkan keterangan domisili dari kantor pajak negara asal. Secara umum akuntansi
komersial dan akuntansi pajak berkaitan dengan PPh pasal 26 tidak terdapat perbedaan
perlakuan.
PPh pasal 26 merupakan pajak Penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap yang pemenuhannya sebagaimana diuraikan
diatas. Sifat pengenaan terhadap PPh pasal 26 ini adalah final, sehingga tidak dapat
dikreditkan dengan pajak terutang lainnya.
Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 atas bunga
deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau
diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan diluar negeri melalui bank yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri
diindonesia dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final oleh bank termasuk Bank
Indonesia. Sedangkan tariff diatur sebagai berikut :
1. Sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga dan diskonto yang
terutang atau dibayarkan kepada penerimaan penghasilan, baik orang pribadi maupun
dalam negeri dan bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tariff yang ditetapkan dalam
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty) dan bersifat final, atas bunga
diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerimaan penghasilan Wajib Pajak
luar negeri, baik orang pribadi maupun badan selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat
Bank Indonesia bersifat final. Oleh karena itu, penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau
Badan, tidak perlu dijumlahkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Thaunan Wajib Pajak yang bersangkutan. PPh atas deposito dan
tabungan serta diskonto SBI yang dipotong oleh bank/dan pension tidak dapat
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun Pajak yang
bersangkutan.
Contoh :
1. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak digabungkan dengan penghasilan yang
dikenakan pajak dengan tariff progresif pada akhir tahun (penghasilan yang
pemajakan tidak bersifat final)
2. Jumlah PPh atas penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final tersebut tidak
dapat diperhitungkan/dikreditkan dengan PPh yang terutang atas Penghasilan Kena
Pajak yang dikenakan pajak dengan tariff progresif pada akhir tahun.
3. Beban/biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan dalam rangka
perhitungan Penghasilan Kena Pajak.
5. Penjualan saham 0,1% Jumlah bruto nilai transaksi Pasal 4 ayat (2)
pendiri dan bukan penjualan saham. PP No.41/1994
pendiri dibursa efek 0,5% Tambahan PPh bagi pemilik PP No. 14/1997
saham pendiri, dari nilai saham 282/KMK.04/19
saat penawaran umum perdana 97
SE-06/PJ.4/1997
6. Penjualan bahan 0,25% Dari penjualan tidak termasuk Pasal 22
bakar minyak,gas, PPN untuk penjualan kepada Undang-Undang
dan pelumas oleh SPBU Pertamina. PPh
produsen atau 0,3% Dari penjualan tidak termasuk
importer bahan bakar PPN untuk kepada SPBU bukan
minyak, gas dan Pertamina dan Non SPBU.
pelumas 0,3% Dari penjualan bahan bakar gas
tidak termasuk PPN
0,3% Dari penjualan pelumas tidak
termasuk PPN
7. Penjualan hasil 0,1% Dari dasar pengenaan PPN untuk Pasal 22
produksi dalam penjualan kertas dalam negeri. Undang-Undang
negeri oleh badan 0,25% Dari dasar pengenaan PPN untuk PPh
usaha yang bergerak penjualan untuk semua jenis
dalam bidang usaha semen didalam negeri.
tertentu. 0,45% Dari dasar pengenaan PPN untuk
penjualan semua jenis kendaraan
bermotor beroda dua atau lebih
didalam negeri.
0,3% Dari dasar pengenaan PPN untuk
penjualan baja didalam negeri
8. Penghasilan dari 10% Jumlah bruto nilai penjualan/ Pasal 4 ayat (2)
pengalihan Hak atas pengalihan tanah dan/atau PP No. 27/1996
Tanah dan/atau bangunan lainnya 392/KMK.04/19
Bangunan Nilai pengalihan kurang dari 96
Rp60 juta tidak diharuskan PP.No.79/1999
membayar PPh 566/KMK.04/-
1999
9. Penghasilan yang 10% Jumlah bruto nilai persewaan Pasal 4 ayat (2)
diterima atau tanah dan/atau bangunan OO No. 5 tahun
diperoleh dari 2002
persewaan Tanah 120/KMK.03/20
dan/atau Bangunan 02
KEP-
227/PJ./2002
10 Usaha jasa kontruksi 2% Atas imbalan jasa pelaksanaan pasal 4 ayat (2)
yang memenuhi konstruksi PP No. 40/2009
kualifikasi usaha 4% Atas imbalan jasa perencanaan
kecil dan nilai konsruksi
pengadaan s.d satu 4% Atas imbalan jasa pengawasan
miliar rupiah konstruksi
11 Uang pesangon, uang Tariff ditetapkan berbeda untuk Pasal 4 ayat (2)
manfaat pension. setiap jenis pembayaran yaitu PERMENKEU
Tunjangan hari tua untuk pembayaran uang 16/PMK.03/201
atau jaminan hari tua pesangon, manfaat pension, dan 0/Tanggal 25
tunjangan hati tua atau jaminan januari 2010
hari tua. Lebih jelasnya
perhatiakn bab akuntansi pajak
penghasilan
12 Penghasilan wajib 1,2% Dari peredaran bruto Pasal 15
pajak yang bergerak 416/KMK.04/19
dibidang usaha 96
pelayaran dalam
negeri
13 Penghasilan Wajib 2,64% Dari peredaran bruto Pasal 15
Pajak yang bergerak 417/KMK.04/19
dibidang usaha 96
pelayaran atau
penerbangan luar
negeri
14 Penghasilan Wajib 0,44 Dari peredaran bruto Pasal 15
Pajak LN yang 634/KMK.04/19
mempunyai kantor 94
perwakilan dagang di Kep-
Indonesia 667/PJ./2001
berdasarkan Pasal 15
Undang-Undang
Pajak Penghasilan
15 Honorarium dan 15% Dari peredaran bruto Pasal 21 ayat (1)
imbalan lain dengan PP 45 tahun
nama apapun atas 1994
beban APBN/APBD Kep-
yang diterima pejabat 545/PJ./2000
Negara,PNS,anggota
TNI dan POLRI,serta
pensiunan
16 Nilai bangunan yang 5% Dari nilai penyerahan bangunan Pasal 15
diterima dalam 248/KMK.04/19
rangka banguna guna 95
serah sehubungan SE-38/PJ.4/1995
dengan berakhirnya
masa perjanjian
Hadiah Undian
Tarif Pajak
Besarnya tariff pajak atas pemotongan Pajak Penghaslan atas undian 25% dari
jumlah bruto nilai hadiah undian dengan sifat pengenaan bersifat final.
Akuntansi Pajak
Sebagai contoh, Tn. Arfin memperoleh hadiah undian yang diperolehnya dengan
cara undian sebesar Rp1000.000.000,00 tunai.
Ayat jurnal
Tgl Akun Debit Kredit
Kas dan Bank 75.000.000,00
PPh final 25.000.000,00
Hadiah undian 1000.000.000,00
Tarif pajak
Besarnya tariff pajak penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan ditetapkan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah
dan/atau bangunan yang bersifat final.
Akuntansi Pajak