Anda di halaman 1dari 16

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Isu mengenai penurunan muka tanah sudah lama terdengar di Indonesia. Pada tahun 1995,
penurunan muka tanah di ibukota Jakarta menjadi sorotan penting dalam berita lokal maupun
nasional. Penurunan muka tanah tidak hanya terjadi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, akan tetapi
hampir di sepanjang jalur utara Pulau Jawa. Salah satu daerah yang memiliki potensi dampak dari
land subsidence yang sangat besar adalah Demak.
Demak adalah sebuah kabupaten yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa. Letaknya berbatasan
langsung dengan Kota Semarang di sisi timur. Melihat dari kondisi dan jenis tanah, sebagian besar
wilayah di Kabupaten Demak, terutama di pesisir pantai utaranya memiliki struktur tanah yang
labil. Hal ini terjadi karena menurut sejarah, sebagian besar wilayah Kabupaten Demak merupakan
daerah rawa-rawa. Sehingga pada musim hujan pesisir utara Demak sering tergenang air dan pada
saat musim kemarau karakteristik tanahnya pecah-pecah karena berasal dari struktur tanah
berlumpur. Maka dari itu wilayah Kabupaten Demak sangat rentan akan resiko dari penurunan
muka tanah.
Land subsidence merupakan suatu proses gerakan penurunan muka tanah yang didasarkan atas
suatu datum tertentu (kerangka referensi geodesi) dimana terdapat berbagai macam variabel
penyebabnya (Marfai & King, 2007). Penurunan muka tanah terjadi secara bertahap seiring dengan
aktivitas dan pergerakan material di atas dan di bawah permukaan Bumi. Aktivitas penurunan
muka tanah dapat dikaitkan dengan terjadinya fenomena-fenomena alam dan peran dari aktivitas
manusia seperti terjadinya banjir, perubahan pola aliran sungai, intrusi air laut, dan pembenahan
konstruksi bangunan yang seringkali bersifat destruktif.
Penurunan muka tanah tergolong suatu aktivitas yang memiliki nilai perubahan yang sangatlah
kecil atau dalam fraksi milimeter. Untuk itu dibutuhkan suatu metode pemantauan yang memiliki
nilai ketelitian hingga fraksi millimeter agar dapat terlihat besar nilai penurunan tanah serta arah
vektor dari penurunan muka tanah tersebut. Dalam memantau penurunan muka tanah, metode yang
dapat digunakan adalah survei GPS dan InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar).
Kemudian dari hasil pengolahan tersebut dapat dikorelasikan dengan daerah industri, pusat
perbelanjaan, pemukiman, dan area sawah digunakan untuk mengidentifikasi penyebab penurunan
muka tanah pada wilayah tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mitigasi penurunan muka tanah
di wilayah Kabupaten Demak.

Pada penelitian tugas akhir ini akan digunakan data pengamatan GPS dan data InSAR hasil
pengolahan untuk mengamati fenomena penurunan muka tanah pada titik tertentu dalam wilayah
Kabupaten Demak, sehingga menghasilkan sebuah peta penurunan muka tanah. Dalam penelitian
ini juga menggunakan data tata guna lahan berupa wilayah inudasi, industri, dan pemukiman untuk
melengkapi informasi korelasi penurunan muka tanah wilayah Kabupaten Demak.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari tugas akhir ini berdasarkan latar belakang Tugas Akhir adalah bagaimana
mengidentifikasi nilai penurunan muka tanah yang terjadi di wilayah Kabupaten Demak
berdasarkan survey pengamatan GPS dan hasil penelitian InSAR serta membuat peta informasi
penurunan muka tanah di wilayah Kabupaten Demak

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah memberikan informasi nilai penurunan muka tanah
yang terjadi di wilayah Kabupaten Demak berdasarkan survei pengamatan GPS dan data InSAR.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup yang akan dibahas dalam penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Batasan wilayah studi penurunan muka tanah adalah Kabupaten Demak.


2. Hasil penelitian penurunan muka tanah menggunakan data hasil pengolahan GPS yang
dilakukan pada tahun 2015 hingga tahun 2017 serta data InSAR (Chaussard, Amelung,
Abidin, & Hong, 2012) pada tahun 2007 hingga tahun 2011.
3. Melakukan pembuatan peta penurunan muka tanah wilayah Kabupaten Demak.
4. Memperoleh informasi umum penyebab terjadinya penurunan muka tanah wilayah
Kabupaten Demak dengan melakukan analisis korelasi kualitatif dan kuantitatif nilai
penurunan muka tanah dengan tata guna lahan.
5. Software pengolah data GPS menggunakan Bernesse GNSS Software Version 5.2

1.5 Metodologi Penulisan


Metodologi pada penelitian ini adalah:

1. Studi Literatur

Dalam tahap ini penulis melakukan studi literatur berkaitan dengan penurunan muka tanah
dan metode metode yang digunakan untuk akuisisi data baik dari buku-buku yang
berkaitan, jurnal ilmiah, maupun dari situs internet yang terpercaya sumbernya.

2. Pengumpulan Data

Data penurunan muka tanah wilayah Bekasi dan Karawang diperoleh dari hasil
pengolahan data GPS pada tahun 2015-2017 dan data InSAR pada tahun 2007-2011. Data
pendukung lainnya adalah tata guna lahan yang meliputi area wilayah industri,
pemukiman, inudasi dan sawah. Wilayah tata guna lahan didapatkan dengan melakukan
dijitasi dari perangkat lunak Google Earth Pro.

3. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak Bernese 5.2 untuk
mendapatkan informasi koordinat titik-titik pantau GPS pada tahun 2015-2017. Selain itu,
pengolahan data juga dilakukan dengan perangkat lunak ArcGIS dan Global Mapper untuk
membuat peta penurunan muka tanah dari hasil pengolahan GPS 2015-2017 dan hasil
penelitian InSAR 2007-2011 di wilayah Kabupaten Demak. Selain itu juga digunakan
perangkat lunak Google Earth Pro untuk melakukan dijitasi tata guna lahan berupa
pemukiman, daerah industri, area inudasi dan wilayah sawah. Kemudian dilakukan juga
overlay peta penurunan muka tanah dengan hasil dijitasi tata guna lahan.

4. Analisis dan Evaluasi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengolahan data akan dilakukan analisis untuk mengetahui wilayah
mana sajakah yang mengalami penurunan muka tanah. Selain itu juga dilakukan analisis
korelasi secara kualitatif dan kuantitatif nilai penurunan muka tanah dengan tata guna
lahan.

5. Kesimpulan dan Saran

Hasil dari penelitian tugas akhir ini adalah informasi penurunan muka tanah wilayah
Kabupaten Demak beserta faktor penyebab dan dampaknya. Selain itu dicantumkan saran-
saran pada hasil akhir penelitian tugas akhir ini. Sehingga dapat berguna untuk penelitian
selanjutnya pada wilayah Kabupaten Demak.

Visualisasi metodologi penelitian tugas akhir digambarkan dalam diagram alir Gambar 1.1.
Mulai

Pengumpulan Data Studi Literatur

Penyebab Dampak
Data GPS Data InSAR Penurunan
Penurunan
Tanah
Tanah

Data RINEX Data Parameter


GPS Pendukung

Pengolahan Data (Bernese 5.2)

Peta
Penurunan
Muka Tanah

Analisis Penurunan Tanah

Kesimpulan
dan Saran

Selesai

Gambar 1.1 Diagram alir pengolahan data

1.6 Struktur Penulisan


Sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari empat bab. Adapun rincian bab tersebut adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini membahas pokok pikiran dan alasan penulisan Tugas Akhir yang disusun dalam latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup penelitian, metodologi penulisan,
dan struktur penulisan.

BAB 2 METODE DAN DATA


Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik Kabuputen Demak meliputi kondisi geografis,
geologis, dan demografis. Selain itu bab ini juga akan menjelaskan mengenai teori singkat
mengenai penurunan muka tanah, metode survei GPS, dan metode InSAR untuk penentuan
penurunan muka tanah beserta penjelasan data yang digunakan.

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil pengolahan data dengan Bernesse GNSS Software Version 5.2, kompilasi
data InSAR, serta analisis dan korelasinya dengan tata guna lahan di wilayah Kabupaten Demak.
Selain itu juga akan dilakukan analisis penyebab dan dampak penurunan muka tanah.

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan dari semua hasil dan pembahasan penelitian Studi
Penurunan Muka Tanah Wilayah Kabupaten Demak pada Tahun 2015-2017. Kemudian diuraikan
pula saran untuk penelitian selanjutnya.
Bab 2

Metode dan Data

2.1 Karakteristik Daerah Demak


2.1.1 Kondisi Geografis
Kabupaten Demak sebagai salah satu Kabupaten di bagian timur Provinsi Jawa Tengah yang
secara geografis terletak pada koordinat 6°43’26” - 7°09’43” Lintang Selatan dan 110°27’58” -
110°48’47” Bujur Timur (Pokja Sanitasi Kabupaten Demak). Wilayah Kabupaten Demak
memiliki luas 89.743 Ha. Ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut wilayah Kabupaten
Demak mulai dari 0 m sampai dengan 100 m. Adapun batas administrasinya meliputi:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Jepara dan Laut Jawa


b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kudus dan Grobogan
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Grobogan dan Kabupaten Semarang.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Semarang.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat peta Kabupaten Demak pada Error! Reference source not
found..

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Demak (Sumber: http://www.info-geospasial.com)


Kabupaten Demak terbagi atas 14 kecamatan, 243 desa/kelurahan, dan 6 kelurahan. Luas daerah
kecamatan di Kabupaten Demak dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan Di Kabupaten Demak Tahun 2015


(sumber:https://demakkab.bps.go.id/)

Luas Wilayah
No. Kecamatan Kelurahan Desa Jumlah %
Ha Thd
Total
1 Mranggen 0 19 19 7.222 8,06
2 Karangawen 0 12 12 6.695 7,46
3 Guntur 0 20 20 5.753 6,41
4 Sayung 0 20 20 7.869 8,77
5 Karangtengah 0 17 17 5.155 5,74
6 Bonang 0 21 21 8.324 9,27
7 Demak 6 13 13 6.113 6,81
8 Wonosalam 0 21 21 5.788 6,46
9 Dempet 0 16 16 6.161 6,85
10 Gajah 0 18 18 4.783 5,33
11 Karanganyar 0 17 17 6.776 7,56
12 Mijen 0 15 15 5.029 5,60
13 Wedung 0 20 20 9.876 11
14 Kebonagung 0 14 14 4.199 4,68
Jumlah 6 243 249 89.743 100

2.1.2 Kondisi Demografis


Jumlah penduduk Kabupaten Demak berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2014
sebanyak 1.106.328 jiwa terdiri dari 548.195 laki-laki (49.55 persen) dan 558.133 perempuan
(50.45 persen). Jumlah penduduk ini naik sebanyak 80.940 orang atau sekitar 1.12 persen dalam
kurun waktu tujuh tahun dari tahun 2007. Selama tahun 2014 terdapat 7.679 orang (3.973 laki-laki
dan 3.706 perempuan) yang datang dan menjadi penduduk Kabupaten Demak. Jumlah ini turun
dari tahun sebelumnya yang sekitar 8.128 orang. Sedangkan penduduk yang pergi mencapai 8.258
orang (4.147 laki-laki dan 4.138 perempuan) turun dari tahun sebelumnya yang berjumlah 8.888
orang. Proyeksi penduduk Kabupaten Demak dapat dilihat dalam Error! Reference source not
found..
Tabel 2.2 Proyeksi Penduduk Kabupaten Demak (sumber:https://demakkab.bps.go.id/)

Jumlah Penduduk (Jiwa)


Tahun
Laki-laki Perempuan Total
2007 512176 513212 1025388
2008 509911 524375 1034286
2009 510379 532553 1042932
2010 524109 533712 1057821
2011 530309 539969 1070278
2012 536367 546105 1082472
2013 542310 552162 1094472
2014 548195 558133 1106328

Dilihat dari kepadatan penduduknya, pada tahun 2014 kepadatan penduduk Kabupaten Demak
mencapai 1.233 orang/km². Penduduk terpadat berada di Kecamatan Mranggen dengan kepadatan
2.432 orang/km², sedang penduduk paling jarang berada di Kecamatan Wedung dengan kepadatan
hanya 736 orang/km². Kepadatan penduduk Kabupaten Demak dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kepadatan Penduduk Kabupaten Demak Tahun 2014 (sumber:https://demakkab.bps.go.id/)

Penduduk Kabupaten Demak Tahun 2010-2014 Kepadatan


Kecamatan (Jiwa) dalam
2010 2011 2012 2013 2014 jiwa/km²
Mranggen 157942 162278 166660 171099 175604 2432
Karangawen 82773 83881 84969 86040 87098 1301
Guntur 72387 73183 73955 74708 75449 1311
Sayung 97514 98841 100142 101425 102692 1305
Karangtengah 59031 59680 60310 60925 61527 1194
Bonang 96020 97018 97984 98924 99842 1199
Demak 98296 98874 99412 99917 100394 1642
Wonosalam 71369 72182 72974 73747 74506 1287
Dempet 51239 51629 51998 52351 52690 855
Kebonagung 37760 38181 38592 38994 39387 938
Gajah 43074 43223 43353 43470 43573 911
Karanganyar 68104 68573 69014 69434 69836 1031
Mijen 50423 50598 50752 50888 51008 1014
Wedung 71889 72137 72357 72550 72722 736
Total 1057821 1070278 1082472 1094472 1106328 1233
2.1.3 Geomorfologi
Wilayah Kabupaten Demak termasuk dalam kategori topografi datar dan terdiri atas dataran
rendah, pantai serta perbukitan, dengan ketinggian permukaan antara 0-100 meter. Kemiringan
lahan di Kabupaten Demak sebagian besar relatif datar, yaitu berada pada lahan dengan
kemiringan 0-8 %. Sedangkan pada bagian selatan Kabupaten Demak memiliki kemiringan lahan
yang sangat bervariasi terutama di wilayah Desa Banyumeneng dan Sumberejo. Kedua desa ini
memiliki lahan dengan kemiringan 0-2 %, 2-8 %, 8-15 %, 15-40 %, dan lebih besar dari 40 %.

2.1.4 Struktur Geologi


Struktur Geologi Kabupaten Demak terdiri dari struktur Aluvium, miosen fasies sedimen, pliosen
fasies sedimen, plistosen fasies gunung api dan pliosen fasies batu gamping (Pokja Sanitasi
Kabupaten Demak). Struktur aluvium terdapat hampir pada semua kecamatan di Kabupaten
Demak yaitu di Kecamatan Mijen, Bonang, Demak, Gajah, Karanganyar, Wonosalam,
Karangtengah, Dempet, Sayung, Guntur, Mranggen dan Karangawen. Untuk struktur miosen
fasies sedimen terdapat di sebagian Kecamatan Karangawen yaitu di Desa Jragung dan sebagian
di Kecamatan Mranggen. Sedangkan struktur pliosen fasies sedimen terdapat di sebagian
Kecamatan Karangawen yaitu di Desa Jragung dan sebagian di Kecamatan Mranggen. Struktur
plistosen fasies gunung api terdapat di sebagian kecamatan Karangawen yaitu Desa Margohayu
dan Wonosekar dan terdapat di Kecamatan Mranggen khususnya di Desa Sumberejo. Sedangkan
untuk struktur pliosen fasies batu gamping hanya terdapat di Kecamatan Mranggen. Untuk lebih
jelas dari struktur geologi wilayah Karawang dan Bekasi dapat dilihat pada Gambar 2..
Gambar 2.2 Peta Geologi Wilayah Kabupaten Demak (Sumber: http://www.info-
geospasial.com)

2.1.5 Kondisi Geohidrologi


Sumber-sumber air di wilayah Demak berupa sumber air di permukaan tanah dan air tanah.
Sumber air di permukaan tanah berasal dari sungai-sungai, laut dan pantai (RKPD Kabupaten
Demak, 2015). Sungai-sungai utama yang terdapat di wilayah Demak adalah sebagai berikut:
1. Sungai Jragung, Kali Jragung berhulu di Gunung Ungaran dan mengalir menuju timur laut
bermuara di Laut Jawa. Anak sungai Jragung yang berada di wilayah Kabupaten Semarang
adalah Sungai Klampok, Sungai Sililin, dan Sungai Trima.
2. Sungai Tuntang, Hulu sungai ini berasal dari GunungUngaran di sebelah barat dan Gunung
Merbabu di sebelah selatan menuju timur laut. Salah satu anak sungai Tuntang adalah
Sungai Senjoyo yang merupakan sungai terpanjang di Kabupaten Semarang dengan anak
sungainya yaitu Sungai Tlogo, Sungai Taman, dan Sungai Macanan. Anak Sungai Tuntang
yang lain adalah Kali Kurmo, Sungai Bade, Sungai Ngromo/Bancak. Sungai ini
dimanfaatkan oleh penduduk sebagai saluran pengairan terutama di daerah hilir di
Kabupaten Demak, dan sebagai pembangkit tenaga listrik.
3. Sungai Serang, Kali Serang merupakan sungai utama yang berhulu di sekitar G. Merbabu
dengan beberapa anak sungai yang terletak di wilayah Kabupaten. Semarang, yaitu Sungai
Gading, Sungai Regunung, Sungai Ngadirejo, Sungai Pepe. Sungai Klatak, dan Sungai
Bandung.
Selain itu, Kabupaten Demak memiliki potensi cekungan air tanah yang cukup tinggi yakni air
tanah dangkal sebesar 166.2 juta m³/tahun dan air tanah dalam sebesar 4.1 juta m³/th. (Pokja
Sanitasi Kabupaten Demak). Dalam RTRW Kabupaten Demak Tahun 2011-2031, arah kebijakan
sistem jaringan sumber daya air sebagai berikut:
1. Sistem air baku dan irigasi meliputi:
a. Peningkatan pengelolaan WS Strategis Nasional Jratun Seluna berupa peningkataan
pengelolaan daerah aliran sungai (DAS): Babon, Tuntang, Jragung dan Serang.
b. Peningkatan prasarana air irigasi terdiri atas :
- Pencegahan pendangkalan saluran irigasi.
- Peningkatan pintu-pintu air berada diseluruh bendungan dan jaringan irigasi.
c. Peningkatan prasarana air irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf b meliputi Daerah
Irigasi: Sedadi Dempet, Klambu Kiri, Sedadi Godong, Guntur Kanan, Guntur Kiri,
Polder Batu, Gablok, Glapan Kaanan, Glapan Kiri, Jragung, Pelayaran Sayung Baru,
Pelayaran Buyaran, Dolok Kanan, Dolok Kiri, Pucanggading Kanan.
d. Pengembangan embung dengan fungsi menampung air dan mengendalikan banjir
meliputi Kecamatan: Karangawen, Guntur, Dempet, Mijen, Karanganyar, Bonang dan
Wedung.
2. Sistem penggunaan air tanah meliputi:
a. Pemanfaatan sumber mata air secara optimal di kawasan perkotaan, ibukota kecamatan,
dan daerah yang rawan kekeringan.
b. Pengendalian pengambilan dan pemanfaatan air tanah dalam meliputi Kecamatan:
Sayung, Karangtengah, Demak, Bonang, dan Wedung.
2.1.6 Tata Guna Lahan
Sebagai daerah agraris yang kebanyakan penduduknya hidup dari pertanian, sebagaian besar
wilayah Kabupaten Demak terdiri atas lahan sawah yang mencapai luas 49.277 Ha (54,91%), dan
selebihnya seluas 39.383 Ha (45,09%) adalah lahan kering (BAPPEDA Demak, 2010).
Berdasarkan data tahun 2010, penggunaan sebagian besar lahan sawah di Kabupaten Demak
digunakan sebagai lahan sawah berpengairan irigasi teknis seluas 19.911 Ha (22,18%), irigasi ½
teknis seluas 6.332 Ha (7,06%), irigasi sederhana seluas 6.671 Ha (7,43%) dan tadah hujan seluas
16.374 Ha (18,24%). Sedangkan penggunaan lahan bukan lahan sawah meliputi bangunan
pekarangan seluas 11.962 Ha (13,33%), tegalan/kebun seluas 14.324 Ha (15,96%), empang/rawa
seluas 120 Ha (0,13%), tambak seluas 7.649 Ha (8,52%), hutan negara seluas 1.572 Ha (1,75%),
hutan rakyat sekuas 516 Ha (0,57%), kawasan industri 1800 Ha (2%) dan penggunaan lainnya
seluas 2.512 Ha (2,80%). Secara spasial tata guna lahan wilayah Bekasi terdapat pada Gambar 2..

Gambar 2.3 Peta tata guna lahan Demak (Sumber: http://www.info-geospasial.com)

2.1.7 Penggunaan Air Tanah


Sebagian besar wilayah Kabupaten Demak adalah kawasan pemukiman, pertanian, dan industri.
Sulitnya memenuhi kebutuhan air bersih untuk menunjang kegiatan dan aktivitas di wilayah
Kabupaten Demak, khususnya pada sepanjang jalan utama Kabupaten Demak menyebabkan
adanya pengambilan air tanah (ground water) oleh industri dan masyarakat. Beberapa industri dan
kelompok masyarakat menggunakan pompa air tanah pada aquifer dangkal dan dalam dengan
kapasitas yang sedang dan besar. Banyaknya penggunaan air tanah disebabkan karena sulitnya
mendapatkan air bersih akibat pengaruh dari air laut dan keringnya air permukaan.
2.2 Penurunan Muka Tanah
Penurunan muka tanah (land subsidence) didefinisikan sebagai penurunan tanah relatif terhadap
suatu bidang referensi tertentu yang dianggap stabil. Penurunan muka tanah dapat terjadi secara
perlahan, atau juga terjadi secara mendadak. Penurunan tanah adalah salah satu bagian dari
deformasi. Beberapa kejadian penurunan muka tanah berkisar dalam beberapa sentimeter per
tahun. Perubahan muka tanah yang bersifat mendadak biasanya diikuti dengan perubahan fisik
yang nyata dan dapat diketahui secara langsung besar dan kecepatan penurunannya. Namun untuk
penurunan muka tanah yang bersifat secara perlahan diketahui setelah kejadian yang berlangsung
lama, besar penurunannya bisa ditentukan dengan mekanisme secara periodik (Kurniawan, 2013).

2.2.1 Penurunan Muka Tanah Alami


Penurunan muka tanah alami (natural subsidence) dapat terjadi pada wilayah regional maupun
yang lebih luas. Secara umum, penurunan muka tanah alami dibagi menjadi:
1. Siklus geologi
Penurunan tanah akibat siklus geologi, yaitu karena proses pelapukan (denudation),
pengendapan (deposition), dan pergerakan kerak bumi (crustal movement). Proses
pelapukan disebabkan oleh air terhadap batuan melalui erosi secara mekanis ataupun
kimia, perubahan temperatur yang mengakibatkan pelapukan batuan, erosi akibat angin,
dan proses abrasi yang terjadi pada daerah pantai. Proses pengendapan terjadi karena aliran
air atau angin, sehingga menyebabkan pengendapan. Akumulasi dari endapan dengan
disertai pelapukan mempengaruhi keseimbangan tekanan batuan, sehingga menyebabkan
pergerakan vertikal dari lapisan tanah secara penurunan ataupun kenaikan. Pergerakan
horisontal juga memungkinkan untuk terjadi (Yulaikhah, Abidin, & Murdohardono,
2001).
2. Sedimentasi daerah cekungan
Sedimentasi yang terakumulasi pada daerah cekungan akan semakin banyak dan
meingkatkan beban. Selanjutnya, proses kompaksi sedimen akan menyebabkan terjadinya
penurunan muka tanah. Faktor utama penyebab terjadinya penurunan tanah di daerah
cekungan adalah adanya gaya berat dari beban yang ditimbulkan oleh endapan ditambah
dengan pengaruh air menyebabkan kelenturan lapisan kerak bumi. Faktor lainnya adalah
aktifitas termal yang menyebabkan naiknya temperatur kerak bumi dan terjadinya
pengembangan, sehingga menyebabkan kenaikan pada muka tanah dilanjuti dengan proses
erosi dan pendinginan yang menyebabkan terjadinya penurunan tanah. Kemudian faktor
selanjutnya adalah karakteristik deformasi dari lapisan tanah yang berkaitan dengan
tekanan.
3. Rongga di bawah tanah (reservoar deflection)
Rongga bawah tanah terdapat pada wilayah dengan batuan kapur atau gamping. Rongga
ini disebabkan oleh aliran air bawah tanah. Rongga dapat menjadi semakin membesar dan
karena lemahnya stabilitas struktur batan kapur tidak memungkinkan untuk menahan
beban diatasnya. Kemudian terjadi keruntuhan (collapsing) material tanah secara
progresif. Oleh karena itu, penurunan tanah akibat rongga di bawah tanah hanya terjadi
secara regional.
4. Pergerakan tektonik dan vulkanik
Pergerakan lempeng tektonik yang bertumbukan pada satu sisi menyebabkan penurunan
tanah pada siati daerah dan di sisi lain juga menyebabkan penurunan tanah pada daerah
lain. Pergerakan lempeng tektonik menyebabkan timbulnya graben pada patahan turun.
Besarnya penurunan tanah dapat berlangsung dalam milimeter hingga sentimeter per
tahun. Aktivitas vulkanik dengan akumulasi magma dapat menyebabkan kenaikan pada
permukaan tanah dan penurunan muka tanah pada sisi lainnya, tergantung dari struktur
geologinya. Aliran lava juga dapat menimbulkan sebuah rongga (sink hole).

2.2.2 Penurunan Tanah Akibat Pengambilan Air Tanah


Pengambilan air tanah secara berlebihan hingga melampaui kemampuan dari sistem akuifer akan
menimbulkan penurunan muka tanah. Penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah akan
merusak sistem akuifer dan tidak dapat dipulihkan. Pengambilan air tanah menyebabkan
kosongnya pori-pori pada batuan, sehingga tekanan hidrostatis di bawah permukaan tanah
berkurang. Selain itu, sistem akuifer ditekan akibat penambahan tegangan efektif menyebabkan
terjadinya pemampatan dan penurunan pada lapisan akuifer. Besarnya kompaksi pada sistem
akuifer bergantung pada besar penambahan tegangan efektif, ukuran butir, kadar lempung, dan
koefisien indeks penampatan (Yulaikhah, Abidin, & Murdohardono, 2001). Penambahan
tegangan efektif disertai dengan pemampatan sistem akuifer menjadi penentu untuk penurunan
muka tanah yang dapat terpulihkan dan yang tidak dapat dipulihkan.

2.2.3 Penurunan Tanah Akibat Beban Bangunan


Bangunan diatas permukaan tanah memberikan beban tambahan untuk tanah. Beban ini dapat
menyebabkan pemampatan lapisan tanah. Pemampatan disebabkan oleh deformasi partikel tanah,
relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari pori-pori tanah, dan penyebab dari sifat tanah
(Braja, 1999). Proses pemampatan kemudian menyebabkan terjadinya penurunan muka tanah.
Penurunan muka tanah akibat beban yang ditahan terbagi menjadi penurunan konsolidasi
(consolidation sttlement) dan penurunan mendadak (immideate settlement). Penurunan
konsolidasi adalah penurunan akibat perubahan volume tanah jenuh air yang keluar dari pori-pori.
Penurunan mendadak adalah penurunan akibat deformasi elastik tanpa adanya perubahan kadar
air.

2.2.4 Dampak Penurunan Muka Tanah


Penurunan tanah menyebabkan berbagai kerugian pada kondisi alam dan kehidupan manusia
Kerugian dari penurunan tanah sebagai contoh adalah kerusakan pada infrastruktur, retaknya
bangunan (cracking), drainase, terjadinya perubahan aliran sungai, salinitasi air tanah,
mengurangnya kapasitas air tanah, banjir rob, dan meningkatkan terjadinya banjir.

Dengan kerugian yang dapat ditimbulkan dari penurunan muka tanah, maka menjadi penting
untuk mengetahui informasi mengenai penurunan muka tanah. Informasi penurunan muka tanah
ini dapat dijadikan sebagai perencanaan pembangunan, perencanaan tata ruang, pengendalian
banjir, pengendalian pengambilan air tanah, pengendalian banjir rob, dan pengendalian
kelesatarian alam.

Anda mungkin juga menyukai