Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

KOLELITHIASIS + SIMPLE CYST REN SINISTRA

Disusun Oleh :
Ai Winarti Dewi Lestari, S.Ked

Preseptor :
dr. Silman Hadori, Sp.Rad, MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di


negara barat.1 Angka kejadiannya lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat
dengan bertambahnya usia .2 Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang
dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin
(20%-40%) dan rendah di negara Asia (3%-4%).3
Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu
empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling
sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. Di
Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu empedu dan dilakukan lebih dari 50
ribu kolesistektomi tiap tahunnya.4
Sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan
batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk
mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu
empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk
mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1
Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun,
dengan dua pertiganya menjalani pembedahan. Angka kematian akibat
pembedahan untuk bedah saluran empedu secara keseluruhan sangat rendah,
tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit batu empedu
atau penyulit pembedahan.2
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru
Ultrasonografi (USG) maka banyak penderita batu kandung empedu yang
ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya
komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya
tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. 5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. R
Tanggal Lahir : 06 Januari 1945
Usia : 73 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tanggamus
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
No.RM : 04.83.05
Masuk RSPBA :06 Desember 2018

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis.

A. Keluhan Utama

Nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

B. Keluhan Tambahan

Mual, nafsu makan berkurang, badan gatal.

C. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas sejak 1

minggu SMRS. Nyeri biasanya timbul setelah makan. Gejala nyeri

terasa seperti ditusuk-tusuk pada perut kanan atas, lama-kelamaan

semakin memberat dan menjalar ke pinggang. Awalnya nyeri yang

dirasakan berlangsung selama + 5-15 menit dan masih dapat ditahan


oleh OS sehingga tidak mengganggu aktivitas. OS mengira gejala

tersebut hanya disebabkan oleh penyakit magh saja sehingga setiap kali

keluhan sakit perutnya muncul OS hanya meminum obat magh dan

keluhannya berkurang.

Sejak 2 hari SMRS, nyeri terasa lebih berat dan berlangsung + 30-60

menit sehingga membatasi aktivitas. OS merasa mual tiap kali makan

sehingga nafsu makan OS berkurang. OS juga mengeluhkan gatal-gatal

diseluruh badan. OS memiliki riwayat penyakit diabetes yang diderita

sejak + 10 tahun yang lalu. Tidak ada keluhan muntah, BAK normal,

BAB normal. Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh OS.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

– Thypoid – Batu ginjal/saluran kemih


– Tuberkulosis – Disentri
– Difteri – Hepatitis
– Batuk rejan – Penyakit Jantung Koroner
– Campak – Hipotensi
– Influenza – Sifilis

✓ Diabetes – Gonore

– Kholera – Hipertensi
– Penyakit prostat – Ulkus ventrikulus
– Pneumonia – Ulkus duodeni
– Pleuritis – Gastritis
– Alergi – Batu empedu
E. Riwayat Penyakit Keluarga

Keadaan Penyebab
Hubungan Diagnosa
Kesehatan Meninggal

Kakek – – –

Nenek – – –

Ayah – – –

Ibu – – –

Saudara – – –

Anak-anak – – –

F. Anamnesis Sistem

Kepala – Tidak ada keluhan


Mata – Tidak ada keluhan
Telinga – Tidak ada keluhan
Hidung – Tidak ada keluhan
Mulut – Tidak ada keluhan
Tenggorok – Tidak ada keluhan
Leher – Tidak ada keluhan
Jantung – Tidak ada keluhan
– Tidak ada keluhan
Paru-Paru – Tidak ada keluhan
– Tidak ada keluhan

✓ Nyeri perut kanan atas


Gastrointestinal ✓ Mual

✓ Nafsu makan berkurang


– Tidak ada keluhan
Saluran Kemih
– Tidak ada keluhan
Alat Kelamin – Tidak ada keluhan
Neurologis – Tidak ada keluhan
Psikologis – Tidak ada keluhan
Kulit ✓ Gatal seluruh badan
Endokrin – Tidak ada keluhan
Muskuloskeletal – Tidak ada keluhan

G. Riwayat Kebiasaan

OS sering mengkonsumsi makanan berlemak dan goreng-gorengan.

H. Riwayat Makanan& Minuman

Frekuensi/hari : 2 x/ hari

Jumlah/hari : Satu porsi

Variasi/hari : Bervariasi

Nafsu makan : Menurun

I. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 108x/menit, regular
Suhu : 36,5⁰C
Pernapasan : 20 x/menit
Sianosis : Tidak sianosis
B. Aspek Kejiwaan

Tingkah laku :Wajar/Gelisah/Tenang/Hipoaktif/Hiperaktif

Alam perasaan : Biasa/Sedih/Gembira/Cemas/Takut/Marah

Proses pikir : Wajar/Cepat/Gangguan Waham/Fobia/Obsesi


C. Status Generalisata

 Kulit

Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Normal Pembuluh darah : Normal

Suhu raba : Normal Lembab/kering : Kering

Keringat, umum : Normal Turgor : Normal

 Kepala

Ekspresi wajah : Normal Simetris muka : Simetris

Rambut : Normal

 Mata

Eksolftalmus : Tidak ada Endoftalmus : Tidak ada

Kelopak : Cekung Lensa : Normal

Konjungtiva : Normal Visus : Normal

Sklera : Normal Gerakan mata : Normal

Lap.penglihatan : Normal Tek.bola mata : Normal

Deviatio konjungtiva : Tidak ada Nistagmus : Tidak ada

 Telinga

Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran : Tidak diperiksa

Lubang : Normal Penyumbatan :Tidak ada

Serumen : Tidak diperiksa Perdarahan : Tidak ada

 Hidung

Trauma : Tidak ada Nyeri : Tidak ada


Sekret : Tidak ada Pernafasan cuping hidung : Tidak ada

 Mulut

Bibir : Kering Tonsil : Normal

Langit-langit : Normal Bau nafas : Tidak berbau

Trismus : Normal Lidah : Normal

Faring : Normal

 Leher

Tekanan vena jugularis : JVP 5-2cm H2O

Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran

Kelenjar limfe : Tidak teraba

 Kelenjar getah bening

Submandibula : Tidak teraba Leher : Tidak teraba

Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak : Tidak teraba

Lipat paha : Tidak teraba

 Thorak

Bentuk : Simetris kiri = kanan

Sela iga : Normal

 Paru Depan Belakang

Inspeksi : Bentuk normal, statis, dinamis dan simetris

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri menurun , massa (-),


krepitasi (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Kanan : vesikuler


Kiri : vesikuler
 Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba

Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra


Batas jantung kiri : ICS IV linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Auskultasi :Bunyi jantung S1 dan S2 normal;Murmur(-); Gallop (-)


 Abdomen

Inspeksi : Bentuk cembung, caput medusa (-), ikterik (-)

Palpasi : Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas.


Perkusi : Nyeri ketok costovertebrae angle (-)/(-)

Auskultasi : Bising usus normal

 Ekstremitas

 Ekstremitas superior dextra dan sinistra:


Oedem (-), deformitas (-), sianosis (-), nyeri sendi (-), ptekie (-),
eritem palmar (-), akral dingin (-), krepitasi (-)

 Ekstremitas inferior dextra dan sinistra:


Oedem (-), deformitas (-), sianosis (-), nyeri sendi (-), ptekie (-),
eritem palmar (-), akral dingin (-), krepitasi (-)
J. Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium Patologi Klinik


HEMATOLOGI (06 Desember 2018)
No. Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
1. Hemoglobin 14,4 LK 14–18 Wn 12–16 gr/dl
2. Leukosit 6.500 4.500–10.700 ul
3. Hit. Jenis Leukosit Basofil 0 0–1 %
4. Hit. Jenis Leukosit Eosinofil 0 0–3 %
5. Hit. Jenis Leukosit Batang 1 2–6 %
6. Hit. Jenis Leukosit Segmen 82 50–70 %
7. Hit. Jenis Leukosit Limfosit 14 20–40 %
8. Hit. Jenis Leukosit Monosit 3 2–8 %
9. Eritrosit 4,8 Lk 4,6–6,2 Wn 4,2–6,4 ul
10. Hematokrit 41 Lk 40–54 Wn 38–47 %
11. Trombosit 162.000 159.000–400.000 ul
12. MCV 85 80–96 fl
13. MCH 30 27–31 pg
14. MCHC 35 32–36 gr/dl
KIMIA DARAH
1. Gula Darah Sewaktu 381 <200 mg/dl
B. Pemeriksaan USG

Hepar

Besar dan bentuk normal, sudut tajam, permukaan rata, densitas

echogenic, parenkim normal, tekstur parenkim homogen halus, kapsul

tidak menebal, tidak tampak massa, vena porta dan vena hepatika tidak

melebar, ductus biliaris intra/ekstrahepatal : tidak melebar.

Kandung Empedu

Tampak membesar, dinding tidak menebal, reguler, tampak lesi

hiperechoic dengan posterior acustic shadow, soliter, diameter + 1,50


cm, tampak gambaran lumpur (sludge) di intra luminal, tidak tampak

massa

Pankreas

Besar dan bentuk normal, tekstur parenkim homogen halus, tidak

tampak massa, ductus pankreaticus tidak melebar.

Ginjal Kanan dan Ginjal Kiri

 Ginjal Kanan :

Besar dan bentuk normal, kontur normal, parenkim normal,

intensitas gema normal, batas tekstur parenkim dengan central echo-


complex normal, tidak tampak bayangan hiperechoic dengan acustic

shadow, sistem pelvokalises tidak melebar.

 Ginjal Kiri :

Besar dan bentuk normal, kontur normal, parenkim normal,

intensitas gema normal, batas tekstur parenkim dengan central echo-

complex normal, tidak tampak bayangan hiperechoic dengan acustic

shadow, tampak lesi anechoic dengan posterior enhancement, lobulated,

batas tegas, tepi reguler, soliter, ukuran + 1,42 x 1,13 cm, sistem

pelvokalises tidak melebar.

Vesika Urinaria

Besar normal, dinding tidak menebal, reguler, tidak tampak bayangan

hiperechoic dengan acustic shadow, tidak tampak massa.

KESAN :

 Hydrops disertai cholelithiasis dan sludge vesica fellea


 Simple cyst ginjal kiri
 USG hepar, lien, pankreas, ginjal kanan dan vesica urinaria saat
ini masih dalam batas normal
K. Resume

Os datang ke IGD Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin dengan

keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu SMRS. Mual (+), muntah (-),

gatal diseluruh badan, riwayat DM (+), BAK normal, BAB normal. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan nyeri

tekan abdomen kuadran kanan atas.

Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dalam batas normal,

pemeriksaan kimia darah gula darah sewaktu 381 mg/dl. Pada pemeriksaan

USG full abdomen didapatkan batu pada kandung empedu dan simple cyst

ginjal kiri.

2.6 Daftar Masalah

Anamnesis :
- Nyeri perut kanan atas menjalar sampai ke pinggang
- Mual terutama ketika makan
- Tidak nafsu makan
- Gatal-gatal
- Diabetes Melitus
Pemeriksaan fisik
- Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, caput medusa (-), ikterik (-)

Palpasi : Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas


Perkusi : Nyeri ketok costovertebrae angle (-)/(-)

Auskultasi : Bising usus normal

 Pemeriksaan penunjang :
- GDS : 381 mg/dl
- USG Ginjal kiri : Simple Cyst (+) ukuran + 1,42 x 1,13 cm
- USG Kandung empedu : Batu (+) diameter + 1,50 cm,
 Diagnosis Kerja
Kolelithiasis + Simple Cyst Ren Sinistra

 Diagnosis Differensial

1. Kolesistitis

2. Tumor ginjal kiri

L. Penatalaksanaan

A. Non Farmakologi

1. Tirah baring
2. Diet rendah lemak
B. Farmakologi

 IVFD RL 20 gtt/menit
 Omeprazole 2x1 vial (IV)
 Ondancentron 2X1 amp (IV)
 Ketorolac 2x1 amp (IV)
 Cetirizine 1x1 tab
 Metformin 2x1 tab
M. RENCANA PEMERIKSAAN

A. Laboratorium Urine Lengkap

B. Laboratorium Kimia Darah

C. Radiografi BNO

N. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam


FOLLOW UP

07 Desember 2018
S Perut masih terasa nyeri dan menjalar sampai ke pinggang, mual, nafsu makan
menurun, gatal-gatal
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36 o C
Pernapasan :20 x/menit
GDS : 250 mg/dl
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+)
Leher:
JVP 5-2 cm H2O
Paru:
I: Bentuk normal, pergerakan dada simetris
P: Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+)
Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: –batas jantung atasICS II linea parasternalissinistra
–batas jantung kiriICS IV linea midclaviculasinistra
–batas jantung kananICS IV linea parasternalis dextra
A:bunyi jantung S1 dan S2 normal
Abdomen:
I: Dinding perut cembung
P : Nyeri tekan pada perut kanan atas
P: Nyeri ketok CVA (-)/(-)
A: Bising usus normal
Extremitas:
Tidak ada kelainan
A DM Tipe II + Dyspepsia
P  IVFD RL 20 gtt/menit
 Omeprazole 2x1 vial (IV)
 Ondancentron 2X1 amp (IV)
 Ketorolac 2x1 amp (IV)
 Cetirizine 1x1 tab
 Metformin 2x1 tab
08 Desember 2018
S Perut masih terasa nyeri dan menjalar sampai ke pinggang, mual, demam,
menggigil
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,8 o C
Pernapasan :22 x/menit
GDS : 210 mg/dl
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+)
Leher:
JVP 5-2 cm H2O
Paru:
I: Bentuk normal, pergerakan dada simetris
P: Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+)
Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: –batas jantung atasICS II linea parasternalissinistra
–batas jantung kiriICS IV linea midclaviculasinistra
–batas jantung kananICS IV linea parasternalis dextra
A:bunyi jantung S1 dan S2 normal
Abdomen:
I: Dinding perut cembung
P : Nyeri tekan pada perut kanan atas
P: Nyeri ketok CVA (-)/(-)
A: Bising usus normal
Extremitas:
Tidak ada kelainan
A DM Tipe II + Dyspepsia
P  IVFD RL 20 gtt/menit
 Omeprazole 2x1 vial (IV)
 Ondancentron 2X1 amp (IV)
 Ketorolac 2x1 amp (IV)
 Cetirizine 1x1 tab
 Metformin 2x1 tab
 Paracetamol 500mg 3x1 tab
11 Desember 2018
S Perut masih terasa nyeri dan menjalar sampai ke pinggang, mual, demam,
menggigil (-)
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,8 o C
Pernapasan :22 x/menit
GDS : 200 mg/dl
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+)
Leher:
JVP 5-2 cm H2O
Paru:
I: Bentuk normal, pergerakan dada simetris
P: Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+)
Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: –batas jantung atasICS II linea parasternalissinistra
–batas jantung kiriICS IV linea midclaviculasinistra
–batas jantung kananICS IV linea parasternalis dextra
A:bunyi jantung S1 dan S2 normal
Abdomen:
I: Dinding perut cembung
P : Nyeri tekan pada perut kanan atas
P: Nyeri ketok CVA (-)/(-)
A: Bising usus normal
Extremitas:
Tidak ada kelainan
A DM Tipe II + Dyspepsia
P  IVFD RL 20 gtt/menit
 Omeprazole 2x1 vial (IV)
 Ondancentron 2X1 amp (IV)
 Ketorolac 2x1 amp (IV)
 Cetirizine 1x1 tab
 Metformin 2x1 tab
 Paracetamol 500mg 3x1 tab
12 Desember 2018
S Nyeri perut sudah berkurang, mual (-), demam (-), mengigil (-)
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,8 o C
Pernapasan :22 x/menit
GDS : 220 mg/dl
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+)
Leher:
JVP 5-2 cm H2O
Paru:
I: Bentuk normal, pergerakan dada simetris
P: Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+)
Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: –batas jantung atasICS II linea parasternalissinistra
–batas jantung kiriICS IV linea midclaviculasinistra
–batas jantung kananICS IV linea parasternalis dextra
A:bunyi jantung S1 dan S2 normal
Abdomen:
I: Dinding perut cembung
P : Nyeri tekan pada perut kanan atas
P: Nyeri ketok CVA (-)/(-)
A: Bising usus normal
Extremitas:
Tidak ada kelainan
A DM Tipe II + Kolelithiasis + Kista simple ginjal kiri
P Boleh Pulang dan Kontrol ke Poli Bedah
BAB III

ANALISIS KASUS

Temuan Kasus Teori

1. OS seorang perempuan berusia Kolelitiasis paling sering terjadi pada


73 tahun wanita, terutama pada wanita dengan
multiparitas, konsumsi pil KB, obesitas,
berat badan kurang, dan peningkatan
trigliserida serum.
2. Pasien datang dengan keluhan Gejala yang timbul dari batu empedu
nyeri pada perut kanan atas adalah nyeri kolik atau nyeri bilier.
sejak 1 minggu SMRS. Gejala Nyeri terjadi karena kontraksi kandung
nyeri terasa seperti ditusuk- empedu yang tidak dapat mengalirkan
tusuk pada perut kanan atas, empedu keluar, menyebabkan tekanan
lama-kelamaan semakin di duktus biliaris meningkat dan terjadi
memberat dan menjalar ke peningkatan kontraksi ditempat
pinggang. penyumbatan yang mengakibatkan
timbulnya nyeri. Nyeri pada kuadran
atas abdomen diakibatkan karena
implikasi pada saraf yang mempersarafi
vesica fellea, yaitu plexus coeliacus.
Nyeri yang akan diterima oleh saraf
aferen mengikuti saraf simpatis.
3. OS memiliki riwayat penyakit Pasien diabetes meningkatkan resiko
diabetes yang diderita sejak + pembentukan batu empedu, melalui 2
10 tahun yang lalu. mekanisme :
a. Peningkatan sintesis kolesterol
total ditubuh yang memudahkan
pembentukan batu kolesterol
b. Pasien diabetes memiliki
kandung empedu lebih besar
dengan kemungkinan penurunan
motilitas yang meningkatkan
pembentukan kristal kolesterol.
4. OS merasa mual tiap kali makan Kontraksi peristaltik dari saluran
sehingga nafsu makan OS empedu ini akan bersifat berulang,
berkurang. dimana empedu akan terus merespon
saluran empedu untuk terus melakukan
kontraksi peristaltik dengan guna
mengeluarkan batu itu dari saluran
empedu. Kontraksi yang berulang ini
bisa mengakibatkan distensi viskus
saluran empedu yang bahkan bisa
menyebabkan overdistensi, hal inilah
yang akan menstimulasi nervus vagal
sehingga pada pasien batu empedu
ditemukan gejala mual muntah.
5. Pada hari perawatan ke-2 OS Batu empedu yang berbentuk beraneka
mengeluhkan demam dan ragam (kecil maupun besar, halus
o
menggigil. Suhu 37,8 C maupun kasar), terutama yang
berbentuk kasar dan tajam dapat
menimbulkan iritasi atau trauma pada
epitel kandung atau saluran empedu.
Iritasi ini mengakibatkan pelepasan
prostaglandin dan fospolipase A2 oleh
epitel kandung atau saluran empedu.
Prostaglandin yang dilepaskan ini
akan menstimulasi set point
hipothalamus yang mengakibatkan
gejala demam pada pasien batu
empedu.
6. Gambaran USG Kandung Ultrasonografi mempunyai derajat
empedu : Tampak lesi spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
hiperechoic dengan posterior untuk mendeteksi batu kandung
acustic shadow, soliter, diameter empedu. Gambaran hiperechoic
+1,50 cm, tampak gambaran menunjukkan gambaran jaringan atau
lumpur (sludge) di intra luminal sesuatu hal yang menampakkan lebih
Kesan : Hydrops disertai terang dibanding sekitarnya.
cholelithiasis dan sludge vesica Hydrops vesica fellea berarti terjadi
fellea pembesaran ukuran pada vesica
fellea, sehingga ukuran vesica fellea
lebih besar daripada seharusnya.
Sedangkan sludge (+) berarti
ditemukan endapan pada saluran
empedu, baik vesica fellea maupun
ductus choleductus. Dengan USG,
lumpur empedu dapat diketahui karena
bergerak sesuai dengan gaya gravitasi.
7. Gambaran USG Ginjal Kiri : Kista ginjal adalah kista yang terdapat
tampak lesi anechoic dengan di ginjal. Kista ini biasanya berkaitan
posterior enhancement, dengan penyakit lainnya yang bisa
lobulated, batas tegas, tepi mengganggu fungsi ginjal. Biasanya
reguler, soliter, ukuran + 1,42 x berbentuk bulat atau oval, berisi cairan
1,13 cm, sistem pelvokalises yang terbentuk dalam ginjal. Pada
tidak melebar. gambaran USG biasanya didapatkan
Kesan :Simple cyst ginjal kiri Ukuran dan echostruktur normal,
batas cortex dan medulla tegas, SPC
tidak melebar, tak tampak
massa/batu. Tampak lesi anechoic
berbentuk bulat, batas tegas, dinding
licin.
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 KOLELITHIASIS
4.1.1 Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti
buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu.
Kandung empedu terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu
terdiri atas fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung tulang rawan costa IX kanan.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
inter lobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran
ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu
duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum
disalurkan ke duodenum. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus.

Gambar 1. Anatomi sistem hepatobilier


Pembuluh arteri kandung empedu adalah A Cystica, cabang A Hepatica
kanan. V Cystica mengalirkan darah langsung kedalam vena porta. Sejumlah
arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung
empedu.9

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak


dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan A Hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus
coeliacus.9

4.1.2 Fisiologi Kandung Empedu

a. Pembentukan dan Komposisi Empedu

Hati memproduksi empedu dan mengekskresikannya ke kanalikuli


empedu. Pada dewasa normal, saat mengkonsumsi makanan menyebabkan
produksi empedu di hati sekitar 500 – 1000 mL empedu per harinya. Sekresi
dari empedu merupakan respon terhadap rangsangan neurogenik, humoral,
dan kimia. Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu, yang mana
rangasangan terhadap n. splanknikus menyebabkan penurunan aliran empedu.
HCL yang ikut berperan dalam proses pencernaan protein, dan asam lemak, di
duodenum menstimulasi pelepasan sekretin dari duodenum yang kemudian
meningkatkan produksi dan aliran empedu. Aliran empedu dari hati melalui
duktus hepatikus, yang kemudian memasuki duktus hepatikus komunis,
melalui duktus koledokus, yang berakhir di duodenum. Dengan sfingter Oddi
yang intak, aliran empedu akan langsung ke kandung empedu.10

Empedu terdiri atas air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid, dan
pigmen empedu. Konsentrasi natrium, kalium, kalsium, dan klorin di empedu
sama dengan di plasma atau cairan ekstraselular. pH empedu hepatic biasanya
netral atau sedikit lebih basa, tetapi dengan diet yang bevariasi menyebabkan
peningkatan protein di empedu sehingga pH menjadi lebih asam. Garam
empedu primer, cholate, dan chenodeoxycholate,disintesis dari kolesterol pada
hati, kemudian dikonjugasikan dengan taurin dan glisin, yang pada empedu
bertindak sebagai anion (asam empedu) yang diseimbangkan oleh natrium.
Garam empedu diekskresikan ke empedu oleh hepatosit dan turut dalam
proses pencernaan dan absorbsi lemak di usus. Di usus, sekitar 80 % dari asam
empedu yang terkonjugasi diabsorbsi di ileum terminal, sisanya kemudian
didehidrooksilasi (dekonjugasi) oleh bakteri usus, membentuk asam empedu
sekunder deoxycholate dan lithocholate yang diabsorbsi di kolon, kemudian
dibawa kembali ke hati, dikonjugasikan, dan disekresikan ke empedu. Sekitar
95 % dari asam empedu direabsorbsi dan kembali ke hepar melalui sistem
vena portal, sehingga disebut sebagai sirkulasi enterohepatik. Lima persen
diekskresikan ke feses.10

Sintesis kolesterol dan fosfolipid di hepar merupakan prinsip sehingga


lipid dapat ditemukan pada empedu. Warna dari empedu berhubungan dengan
pigmen bilirubin diglukuronida, yang merupakan produk metabolik dari
hemoglobin, dengan konsentrasi pada empedu 100 kali lebih tinggi dibanding
pada plasma. Di usus, bakteri kemudian mengkoversinya ke dalam
urobilinogen.10

b. Fungsi Kandung Empedu

Kandung empedu, duktus bilier, dan sfingter Oddi bersama – sama


bekerja untuk menyimpan dan mengatur aliran empedu. Fungsi utama dari
kandung empedu adalah untuk mengatur kadar dan menyimpan empedu hepar
dan dan membawa empedu ke duodenum sebagai respon terhadap makanan.10

- Absorbsi dan Sekresi

Pada kondisi puasa, sekitar 80 % dari empedu disekresikan oleh


hati yang disimpan di kandung empedu. Proses penyimpanan tersebut
dapat terjadi karena adanya kapasitas absortif dari kandung empedu, yang
mana mukosa kandung empedu memiliki kekuatan absorbsi per unit area
dari tiap struktur. Kandung empedu dengan cepat mengabsorbsi natrium,
klorida, dan air yang menyebabkan perubahan komposisi empedu.
Absorbsi yang cepat ini merupakan salah satu mekanisme dalam
mencegah peningkatan tekanan pada sistem bilier pada kondisi di bawah
normal. Relaksasi yang bertahap pengosongan empedu selama keadaan
puasa juga berperan penting dalam memelihara tekanan intraluminal agar
relative rendah pada saluran bilier.10

Sel – sel epitel dari kandung empedu mensekresikan 2 produk yang


penting ke lumen kandung empedu yaitu glikoprotein dan hydrogen.
Kelenjar – kelenjar pada mukosa infundibulum dan leher dari kandung
empedu mensekresikan mucus glikoprotein yang diyakini melindungi
mukosa dari efek litik empedu dan memfasilitasi aliran empedu melewati
duktus sistikus. Mucus ini memberikan warna putih pada empedu yang
dapat ditemukan pada kondisi hidrop kandung empedu akibat dari
obstruksi duktus sistikus. Transport ion hydrogen olehh epitel kandung
empedu menyebabkan penurunan pH dari empedu. Kondisi asam
menyebabkan pemadatan kalsium sehingga kondisi pH yang turun
mencegah terbentuknya presipitasi garam kalsium.10

- Aktivitas Motorik

Pengisian kandung empedu difasilitasi oleh kontraksi tonik dari


sfingter Oddi, yang menciptakan gradient tekanan antara duktus bilier dan
kandung empedu. Selama fase puasa kandung empedu tidak terisi secara
pasif. Sehubungan dengan fase II dari proses pencernaan berupa
pergerakan dari kompleks motorikk myenterik pada usus, kandung
empedu secara berulang mengeluarkan sejumlah empedu ke duodenum.
Proses ini dimediasi oleh hormone motilin. Sebagai respon terhadap
makanan, pengosongan kandung empedu merupakan koordinasi respon
motorik dari kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi. Salah
satu stimulus yang paling berperan dalam pengosongan kandung empedu
adalah hormone kolesistokinin (CCK) yang dilepaskan oleh mukosa
duodenum sebagai respon terhadap makanan. Ketika terdapat rangsang
makanan, kandung empedu mengeluarkan 50 – 70 % isinya dalam waktu
30 – 40 menit. Dalam 60 – 90 menit kandung empedu kemudian terisi
kembali secara bertahap. Hal ini berhubungan dengan berkurangnya kadar
CCK. Hormone dan jalur neural lain juga berperan dalam koordinasi
kandung empedu dan sfingter Oddii. Defek pada aktivitas motorik
kandung empedu berperan dalam nukleasi kolesterol dan pembentukan
batu kandung empedu.10

- Regulasi Neurohormonal

Saraf vagus menstimulasi kontraksi dari kandung empedu, dan


saraf simpatis splanikus menghambat aktivitas tersebut. Obat – obat
parasimpatomimetik menyebabkan kontraksi kanduung empedu,
sedangkan atropine menyebabkan relaksasi. Secara neural, lengkung
refleks pada sfingter Oddi dengan kandung empedu, lambung, dan
duodenum mengkoordinasikan aliran empedu ke duodenum. Distensi
antrum pada lambung menyebabkan kontraksi kandung empedu dan
relaksasi sfingter Oddi. 10

Reseptor – reseptor hormonal terletak pada otot polos, pembuluh


darah, saraf, dan epitel kandung empedu. CCK merupakan hormone
peptide yang berasal dari sel epitel saluran cerna bagian atas dan
ditemukan dalam konsentrasi yang sangat tinggi pada duodenum. CCK
dilepaskan ke pembuluh darah oleh asam, lemak, asam amino pada
duodenum. Waktu paruh CCK dalam plasma 2 – 3 menit dan
dimetabolisme oleh hati dan ginjal. CCK secara langsung bekerja pada
reseptornya di otot polos kandung empedu dan menstimulasi kontraksi
kandung empedu. CCK juga menyebabkan relaksasi dari bagian terminal
duktus bilier, sfingter Oddi, dan duodenum, stimulasi CCK pada kandung
empedu dan saluran bilier juga dimediasi oleh saraf vagus kolinergik. Pada
pasien yang telah melakukan vagotomi, respon terhadap CCK berkurang
dan ukuran serta volume kandung empedu meningkat.10

VIP menghambat kontraksi dan menyebabkan relaksasi kandung


empedu. Somatostatin dan analognya merupakan inhibitor yang poten
terhadap kontraksi kaandung empedu. Pasien yang mendapat terapi analog
somatostatin dan dengan somatostatinoma memiliki insidensi yang tinggi
terhadap batu kandung empedu, sehubungan dengan inhibisi kontraksi
kandung empedu. Hormone lain seperti substansi P dan enkefalin
berpengaruh terhadap kontraksi kandung empedu namun mekanismenya
belum jelas.10

c. Sfingter Oddi

Sfingter Oddi mengatur aliran empedu (dan produk pankreas) ke


duodenum, mencegah regurgitasi isi duodenum ke saluran bilier, dan empedu
ke kandung empedu. Sfingter Oddi memiliki struktur yang kompleks yang
berfungsi independen dari otot duodenum dan meciptakan tekanan yang tinggi
antara duktus bilier dan duodenum. Sfingter Oddi memiliki panjang 4 – 6 mm
dan memiliki tekanan basal sekitar 13 mmHg di atas tekanan duodenum. Pada
manometri, sfingter menunjukkan kontraksi fasik dengan frekuensi 4 kali per
menit dan amplitudo 12 – 140 mmHg. Sfingter secara primer mengontrol
pengaturan aliran empedu. Relakksasi terjadi bila terdapat peningkatan CCK,
yang menyebabkan berkurangnya amplitude kontraksi fasik dan mengurangi
tekanan basal, sehingga terjadi peningkatan aliran empedu ke duodenum
(Gambar 4). Selama kondisi puasa, aktivitas sfingter Oddi dikoordinasikan
dengan pengosongan kandung empedu parsial periodic dan peningkatan aliran
empedu yang terjadi selama fase III kompleks mioelektrik.10
Gambar 3. Efek CCK pada kandung empedu dan sfingter Oddi. A. Kondisi puasa,
kontraksi sfingter Oddi dan pengisian kandung empedu. B. Respon terhadap makanan,
sfingter Oddi relaksasi dan pengosongan kandung empedu.5

4.1.3 Faktor Resiko


Kolelitiasis paling sering terjadi pada wanita, terutama pada wanita dengan
multiparitas, konsumsi pil KB, obesitas, berat badan kurang, dan peningkatan
trigliserida serum. Diet memegang peran yang penting terhadap supersaturasi
kolesterol. Batu kolesterol tidak terjadi pada vegetarian. Batu kolesterol paling
sering terjadi pada populasi yang mengikuti diet Barat yang mengandung lemak
hewani yang tinggi. Insidensi kolelitiasis juga meningkat pada pasien DM yang
kemungkinan disebabkaan oleh perubahan pada fungsi motorik ataupun absorbsi
pada kandung empedu. Kolelitiasis juga dapat terjadi pada keluarga tertentu,
namun faktor gentik yang mendasarinya belum dapat dijelaskan. Beberapa data
menunjukkan bahwa faktor genetik sekitar 30 % berpengaruh terhadap
kolelitiasis, sedangkan faktor lingkungan memiliki persentase 70 %, yang mana
diet merupakan faktor lingkungan yang utama.11

Kondisi puasa yang lama, reseksi ileum, vagotoomi, kondisi hemolitik,


dan sirosis merupakan faktor risiko tambahan, dan mayoritas menyebabkan
pembentukan battu oigmen hitam. Stasis duktus bilier, kista CBD, pancreatitis
kronik, kolangitis sklerosis, dan divertikkel perivaterian duodenal merupakan
faktor risiko primer terhadap pembentukan batu pigmen coklat.11

Faktor Risiko Kolelitiasis

- Obesitas *
- Kehamilan
- Multiparitas
- Wanita
- Obat – obatan : ceftriaxone, estrogen postmenopause
- Diet
- Penyakit ileum, reseksi atau by pass
- Peningkatan usia
Tabel 1. Faktor Risiko Kolelitiasis

4.1.4 Patofisiologi

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan


empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu
dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu.
Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah,
atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. 12
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
benih pengkristalan.12
4.1.5 Manifestasi Klinis

Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun,


70% hingga 80% pasien tetap asimtomatik seumur hidupnya.8 Penderita batu
empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut
ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama
ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy
sign). Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur.
Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam
atau dapat kembali terulang. 6
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Sering kali terdapat riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah
terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan
tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi
yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi
pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat
sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus
dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering
menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu. 6
4.1.6 Diagnosis Klinis

Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri
di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang
baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-
lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. 6
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 6
Pemeriksaan Fisik
1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. 6
2. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. 6
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. 6
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan
banyak tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes
fungsi hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung
dan langsung dari reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik.
Walaupun sering peningkatan bilirubin serum menunjukkan kelainan
hepatobiliaris, bilirubin serum bisa meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada
banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskular
dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul
sekunder terhadap kolestatis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim
hati atau kolestatis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu
akibat batu empedu, keganasan, atau pankreas jinak. 14
Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak
25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi bilirubin sama dengan
produksi harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan
hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan ekstrahepatik paling
sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg per 100 ml),
sedangkan batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian, dengan
bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml. 14
Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-oksalat
transaminase) danAspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum glutamat-piruvat
transaminase) merupakan enzim yang disintesisi dalam konstelasi tinggi di dalam
hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel
hati, tetapi peningkatan enzim ini ( 1-3 kali normal atau kadang-kadang cukup
tinggi tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu,
terutama obstruksi saluran empedu. 14
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel saluran
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel
duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, sangat
menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatasi alkali juga ditemukan
di dalam tulang dan dapat meningkat pada kerusakan tulang. Juga meningkat
selama kehamilan karena sintesis plasenta. 14
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksura hepatika. 6
3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa. 10
Ultrasonografi sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik
penyaring, tidak hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra hepatik yang bisa
diketahui secara meyakinkan, tetapi kelainan lain dalam parenkim hati atau
pankreas (seperti massa atau kista) juga bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini,
ultrasonografi jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring awal untuk memulai
evaluasi diagnostik bagi ikterus. Bila telah diketahui duktus intrahepatik
berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestatis ekstrahepatik. Jika tidak
didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestatis intrahepatik.
Ketepatan ultrasonografi dalam membedakan antara kolestatis intra dan
ekstrahepatik tergantung pada derajat dan lama obstruksi saluran empedu, tetapi
jelas melebihi 90% . Distensi usus oleh gas mengganggu pemeriksaan ini.14
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu. 6
5. HIDA Scan (Biliary Radionuclide Scanning)
Merupakan pemeriksaan non invasive terhadap hati, kandung empedu,
duktus bilier, dan duodenum dengan informasi anatomic dan fisiologis.
Technetium-labeled derivatives of dimethyl iminodiacetic acid (HIDA)
diinjeksikan secara intravena, yang kemudian akan dibersihkan oleh sel Kupffer
pada hati, dan diekskresikan ke kandung empedu. Ambilan oleh hati akan
dideteksi dalam waktu 10 menit, kandung empedu, duktus bilier, dan duodenum
akan tampak dalam waktu 60 menit pada kondisi puasa. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk diagnosis kolesistitis akut, yang akan menunjukkan gambaran
non visual dari kandung empedu, yang dengan cepat mengisi duktus koledokus
dan duodenum. Hasil false positive pada pemeriksaan ini meningkat pada pasien
dengan stasis bilier dan pada pasien yang mendapatkan nutrisi parenteral.
Pengisian kandung empedu dan CBD dengan pengisian duodenum yang lambat
atau tidak ada mengindikasikan adanya obstruksi pada ampula. Kebocoran saluran
bilier akibat pembedahan pada kandung emppedu atau saluran bilier dapat
dikonfirmasi dengan pemeriksaan ini.10

6. CT – Scan

CT – Scan abdomen berada di bawah USG dalam mendiagnosis batu


kandung empedu. CT – Scan digunakan untuk menentukan kondisi dari saluran
bilier ekstrahepatik dan struktur sekitarnya. Pemeriksaan ini dilakukan paada
pasien yang dicurigai keganasan pada kandung empedu, sitem bilier ekstrahepatik,
dan kaput pankrea. Penggunaan CT – Scan sebagai prosedur untuk menyingkirkan
diagnosis banding pada ikterus obstruktif (Gambar 13). CT – Scan dapat
memberikan informasi menngenai stadium, termasuk gambaran vascular pada
pasien dengan tumor periampula.11

7. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sejak pertengahan tahun 1990, MRI dapat memberikan gambaran


jelas hepar, kandung empedu, dan pancreas. Penggunaan MRI dengan teknik dan
kontras yang lebih baru, gambaran anatomik dapat lebih jelas. MRI memiliki
sensitivitas dan spesifitas 95 % dan 89 % dalam mendeteksi koledokolelitiasis.
MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography) dapat menjadi
pemeriksaan non invasive dalam mendiagnosis penyakit pada salurana bilier dan
pankreas
4.1.7 TATALAKSANA

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. 6
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan
kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan
tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 6
Pilihan penatalaksanaan antara lain : 12
 Terapi Non Bedah
Terapi non bedah merupakan pilihan terapi untuk batu empedu berupa
terapi disolusi oral dengan asam empedu, asam ursodeoxycholic dan
chenodeoxycholic; contact dissolution dengan bahan pelarut organic (metil tert –
butyl eter), dan extracorporeal shock wave biliary lithotripsy. Terapi ini jarang
digunakan saat ini. Terapi disolusi oral diindikasikan batu kolesterol simtomatik
dan kandung empedu yang berfungsi dengan normal. Terapi ini hanya efektif pada
batu kolesterol, oleh karena itu tidak diindikasikan pada batu dengan gambaran
radioopak atau bila terdapat kalsifikasi pada gambaran CT – Scan. Disolusi batu
tersebut berhasil pada 40 % pasien, namun angka kekambuhannya 50 % dalam 5
tahun bila terapi dihentikan. Contact dissolution dengan pelarut organic
membutuhkan kanulasi ke kandung empedu dengan infuse pelarut ke kandung
empedu. Terapi ini juga hanya efektiif pada batu kolesterol dengan angka
kekambuhan yang hampir sama dengan disolusi oral.13

Extracorporeal shock wave lithotripsy merupakan terapi yang cukup


menjanjikan untuk pilihan terapi non bedah sebagai tatalaksana batu simtomatik.
Terapi ini dilakukan pada pasien dengan batu tunggal dengan diameter 0,5 – 2 cm,
dengan angka kekambuhan yang lebih rendah yaitu sekitar 20 %. Sekali lagi,
hanya sebagian kecil pasien yang mampu memenuhi criteria tindakan ini. Terapi
ini tidak pernah dianjurkan oleh FDA Amerika sebagai terapi disolusi batu
empedu.13

 Terapi Bedah
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 12
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.7 Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 12
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi. 12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-579
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles
of Surgery . Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-
64
3. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi
3. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2000.380-4.
4. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of
Surgery, edisis ke-2. Jakarta: EGC, 1996. 121-123
5. Brunicardi, F. Charles, Andersen, Dana K., et al. Gallbladder and the
Extrahepatic Biliary System. In : Schwartz’s Principles of Surgery. 8 th
Edition. The McGraw – Hill Companies. 2007.
6. Nakeeb, Attila, Ahrendt, Steven A., et al. Calculous Biliary Disease. In :
Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
7. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles
of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-
464.
8. Kumar, Ramzi S. Cotran & Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi
7. Penerbit EGC. Jakarta. 2007
9. Sabiston David C. Buku Ajar Bedah, Bagian 2. Penerbit EGC. Jakarta.
1994
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
11. Beckingham, IJ. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary
System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari
2001: 322(7278): 91–94. Avaliable at :
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388
12. Britton, Julian, Bickerstaff, Kenneth I., et al. Benign Diseases of The
Biliary Tract. Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press.
2002.
13. Nakeeb, Attila, Ahrendt, Steven A., et al. Calculous Biliary Disease. In :
Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
14. Keshav.S. The Gastrointestinal System at a Glance. London: Blackwell
Science; 2004.

Anda mungkin juga menyukai