Anda di halaman 1dari 30

BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Fitria nurmala
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 31 Tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama` : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Kp. Pawadas Pondok kopi , Jakarta Timur
Tanggal Masuk : 9 Januari 2019

II. Anamnesis
Dilakukan auto anamnesis dari pasien pada hari Rabu 15 Januari 2019 di
Bangsal Edelweis Barat, RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur.

Keluhan Utama
Sesak nafas sudah 3 hari SMRS.

Keluhan Tambahan
Keluhan disertai Batuk berdahak lebih dari 5 bulan SMRS, dengan dahak yang
awal nya kehijauan. Demam sejak 3 hari disertai keringat dingin, Nyeri dada
kanan bagian atas, Sakit perut saat batuk, nafsu makan menurun, lemas, pusing.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan pasien rujukan dari RS. Harum Sisma Medika, datang sendiri
ke IGD RS Budhi Asih pada tanggal 09 Januari 2019 dengan keluhan Sesak nafas
sudah 3 hari SMRS. Sesak yang dirasakan awalnya tidak mengganggu aktifitas
kerja, namun sesak terasa semakin kuat setiap harinya. Pasien juga mengalami
batuk berdahak sejak 5 bulan SMRS, dahak yang keluar awalnya kehijauan dan
tidak disertai darah. Pasien mulai mengalami demam sejak 3 hari SMRS. Demam
yang dirasakan cukup tinggi yang disertai dengan keringat dingin. Pasien juga

1
mengeluhkan adanya nyeri dada bagian kanan atas disertai sakit perut pada saat
batuk. Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan yang disertai dengan
keluhan cepat lelah dan sering lemas. Os juga mengeluh sering keringat pada
malam hari. Tidak ada mual, muntah (-) . Tidak ada keluhan pada BAK dan BAB
pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah memiliki keluhan yang sama pada tahun 2008, kemudian pasien
berobat ke RS, dan dinyatakan mengalami TB. Pasien selanjutnya melakukan
pengobatan TB selama 6 bulan hingga dinyatakan pengobatan tuntas. Riwayat
Hipertensi, Diabetes Mellitus dan asma sebelum masuk RS disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien pernah mengalami keluhan yang sama. Tidak ada riwayat DM dan
Hipertensi dalam keluarga.

Riwayat Kebiasaan
- Pasien suka mengkonsumsi teh dan kopi, kira-kira 3 kali seminggu.
- Olahraga tidak teratur
- Sering membeli makanan di pinggir jalan
- Riwayat merokok, minum alkohol, tato dan pemakaian jarum suntik disangkal.
- Riwayat berganti-ganti pasangan seksual disangkal.

Riwayat alergi
- Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat alergi.

III. Ringkasan
Pasien merupakan pasien rujukan dari RS. Harum Sisma Medika, datang sendiri
ke IGD RS Budhi Asih pada tanggal 09 Januari 2019 dengan keluhan Sesak nafas
sudah 3 hari SMRS. Sesak yang dirasakan awalnya tidak mengganggu aktifitas
kerja, namun sesak terasa semakin kuat setiap harinya. Pasien juga mengalami
batuk berdahak sejak 5 bulan SMRS, dahak yang keluar berwarna bening dan
tidak disertai darah. Pasien mulai mengalami demam sejak 3 hari SMRS. Demam
yang dirasakan cukup tinggi yang disertai dengan keringat dingin. Pasien juga
2
mengeluhkan adanya nyeri punggung kanan atas disertai sakit perut pada saat
batuk. Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan yang disertai dengan
keluhan cepat lelah dan sering lemas. Pasien pernah memiliki keluhan sama pada
tahun 2008, kemudian pasien berobat ke RS, dan dinyatakan mengalami TB.
Pasien selanjutnya melakukan pengobatan TB selama 6 bulan hingga dinyatakan
pengobatan tuntas. Ibu pasien pernah mengalami keluhan yang sama. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan; TD: 119/65mmHg, HR: 146x/menit, suhu: 37°C,
RR: 22x/menit, SaO2: 98%, Suara nafas Vesikular kanan melemah, fokal fremitus
kanan melemah. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan: leukosit 33,6 ribu/uL,
eritrosit 5,3 juta/uL, MCV 75,9 fl, MCH 25,2 pg, Ureum 10 mg/dl, Natrium 132
mmol/L.
IV. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : E4V5M6 Compos Mentis
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 82x/menit
- Frekuensi pernapasan : 28x/ menit
- Suhu : 37,1◦C
- SpO₂ : 95%

Status Generalis
Kulit : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (+)
turgor kulit baik, kulit kering (-)
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi rambut merata
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor +/+,
refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
+/+
Telinga : Normotia, sekret (-/-), otorrhea (-/-)
Hidung : Rinore (-/-) sekret (-/-), epsitaksis (-/-)
Bibir : Sianosis (-), stomatitis angularis (-)
Mulut : Oral hygiene baik, faring hiperemis (-) candidiasis oral (-), typhoid
tongue (-)
Leher : Trakea di tengah, tiroid tidak teraba membesar, pembesaran

3
KGB (-), JVP 5+3

Pemeriksaan Dinding Dada dan Paru


Inspeksi : Hemitoraks simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vokal dan taktil asimetris kanan lebih lemah dibandingkan
kiri.
Perkusi : Sonor pada paru kiri, redup pada paru kanan.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler kanan lebih lemah dibandingkan kiri,
ronki +/+ , wheezing -/-.

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan  ICS IV linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri  ICSV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut Datar, gerak dinding abdomen simetris, caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) , bruits (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), dan sianosis (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), dan sianosis (-),

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (9 Januari 2019)

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI


NORMAL
HEMATOLOGI

4
Leukosit 33.6 ribu/uL 3.6 - 11
Eritrosit 5.3 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 13.3 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 40 % 35 - 47
Trombosit 422 ribu/uL 150 - 440
MCV 75.9 fL 80 – 100
MCH 25.2 pg 26 - 34
MCHC 33.3 g/dL 32 - 36
RDW 12.5 % <14
KIMIA KLINIK
METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Darah Sewaktu 97 mg/dL <110

GINJAL

Ureum 10 mg/dL 13– 43


Kreatinin 0.78 mg/dL <1.1

ELEKTROLIT

Natrium (Na) 132 mmol/L 135 – 155

Kalium (K) 4.2 mmol/L 3,6 – 5,5

Klorida (Cl) 100 mmol/L 98 - 109

Pemeriksaan Foto Thoraks AP/PA


9 Januari 2019

5
Tampak gambaran sudut kostofrenikus kanan tumpul dan tampak
perselubungan homogeny pada lapang baru kanan bawah. Tampak gambaran
infiltat.

V. Ringkasan

VI. Daftar Masalah


1. Efusi Pleura dextra
2. Susp Tb Paru Relaps
3. Hiponatremia

VII. Analisis Masalah


1. Efusi Pleura Dextra
Atas dasar:
Anamnesis:

Pemeriksaan Fisik:

6
Pemeriksaan Penunjang (laboratorium):

Rencana tatalaksana:

Rencana diagnostik:

2. Susp Tb Paru Relaps


Atas dasar:
Anamnesis:

Pemeriksaan Fisik:

Rencana tatalaksana:

VIII. Follow up

9 Januari 2019

S Os datang ke IGD RS Budhi Asih dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
SMRS. Os juga mengeluh batuk sejak 5 bulan , batuk berdahak dan bening .
Batuk darah (-) . Demam naik turun 3 hari yang lalu. Os mengatakan ada
keringat malam dan nafsu makan menurun.
R.Pengobatan OAT pada tahun 2009 dan tuntas dalam 6 bulan

7
O KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80mmHg Suhu : 37,1°C
N : 82x/menit Saturasi O2: 97 %
RR : 28x/menit
Mata : CA -/-, SI-/-
Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Thorax :
Pulmo SNV /+, wh -/-, rh+/+
Cor BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)

Penunjang:
Leukosit : 33.6 ribu/uL
Hb : 13.3 g/dl
Ht : 40%
Na : 132
K : 4.2
Cl : 100

8
Tampak gambaran sudut kostofrenikus kanan tumpul dan tampak
perselubungan homogeny pada lapang baru kanan bawah. Tampak
gambaran infiltat.

A - Efusi Pleura Dextra


- Susp Tb paru Relaps
- Hiponatremia

P - Asering + lasal 2cc/8jam


- Cravox 1x750 mg
- Pelastin 3x1 gr
- Ambroxol 3x1
- BK III 3x1
R/ Pungsi Pleura
R/ Cek ASTO
R/ Mantoux test / BTA
R/ LED

10 Januari 2019

9
S Os mengeluh nyeri punggung kanas atas post pungsi. Sesak (+), Batuk (+)
dahak kehijauan , keringat malam (+) , nafsu makan menurun .
Demam (-) , os mengeluh perut sakit saat batuk

O KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/70mmHg Suhu : 37.1°C
N : 110x/menit SpO2: 97%
RR : 24x/menit
Mata : CA -/-, SI-/-
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax : Pulmo SNV /+, wh -/-, rh+/+
Cor BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, BU (+)
NT
- + -

- - -

- - -

Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)


Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)

Penunjang:
Leukosit : 33.6 ribu/uL
Hb : 13.3 g/dl
Ht : 40%
Na : 132
K : 4.2
Cl : 100
ASTO : 200
LED : 86
Analisis cairan pleura : 10cc
- Warna : kuning
- Kejernihan : keruh

10
- Bekuan : positif
- Jumlah sel : lim 54% , mono 17% , neutrofil 29%
- Glukosa : 12
- Total protein : 5.16
- Pulasan gram : negative
- Pulasan BTA : negative
MTB Non detected

A - Efusi Pleura Dextra


- Susp Tb paru Relaps
- Hiponatremia

P - Asering + lasal 2cc/8jam


- Cravox 1x750 mg
- Pelastin 3x1 gr
- Ambroxol 3x1
- BK III 3x1

R/ Cek H2TL Ulang

11 Januari 2019

S Os mengeluh sesak sudah mulai berkurang . Batuk (+) , dahak putih. Keringat
malam hari (+) . os mengatakan nafsu makan mulai membaik dan bisa makan
½ porsi

O KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80mmHg Suhu : 36.8°C
N : 90x/menit SpO2: 98%
RR : 22x/menit
Mata : CA -/-, SI-/-
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax : Pulmo SNV /+, wh -/-, rh+/+
Cor BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

11
Abdomen : Supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)

Pemeriksaan Penunjang :
Leu : 20
Hb : 10.7
Ht : 31
Tro : 350
MCV : 75.3
MCH : 25.9
MTB Non detected

A - Efusi pleura dextra


- Susp Tb Paru Relaps
- Hiponatremia

P - Asering + lasal 2cc/8jam


- Cravox 1x750 mg
- Pelastin 3x1 gr
- Ambroxol 3x1
- BK III 3x1
- RHZE 450mg/300mg/1000mg/1000mg
- Omeprazole 2x1

R/ Cek HT2L Ulang


R/ Cek SGOT/SGPT

12 Januari 2019

12
S Os mengeluh sesak sudah mulai berkurang . Batuk (+) , dahak putih.. os
mengatakan nafsu makan mulai membaik

O KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/56mmHg Suhu : 36.2°C
N : 103x/menit SpO2: 98%
RR : 21x/menit
Mata : CA -/-, SI-/-
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax : Pulmo SNV /+, wh -/-, rh+/+
Cor BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)

Pemeriksaan penunjang :
Leu : 20.9
Hb : 10.6
Ht : 31
MCV : 74.5
MCH : 25.8
SGOT : 27
SGPT : 12
MTB Non detected

A - Efusi pleura dextra


- Susp Tb Paru Relaps
- Hiponatremia

P - Asering + lasal 2cc/8jam


- Cravox 1x750 mg
- Pelastin 3x1 gr
- Ambroxol 3x1
- BK III 3x1

13
- RHZE 450mg/300mg/1000mg/1000mg
- Omeprazole 2x1

14 Januari 2019

S Os mengeluh sesak sudah mulai berkurang . Batuk (+) , dahak putih.. os


mengatakan nafsu makan mulai membaik

O KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/70mmHg Suhu : 36.5°C
N : 98x/menit SpO2: 98%
RR : 21x/menit
Mata : CA -/-, SI-/-
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax : Pulmo SNV /+, wh -/-, rh+/+
Cor BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)

Pemeriksaan penunjang :
Leu : 21.8
Hb : 10.4
Ht : 31
Trombosit : 462
MCV : 75.1
MCH : 25.6
SGOT : 27
SGPT : 12
MTB Non detected

A - Efusi pleura dextra


- Susp Tb Paru Relaps

14
- Hiponatremia

P - Asering + lasal 2cc/8jam


- Cravox 1x750 mg
- Pelastin 3x1 gr
- Ambroxol 3x1
- BK III 3x1
- RHZE 450mg/300mg/1000mg/1000mg
- Omeprazole 2x1

15 Januari 2019

S Os mengeluh masih sedikit sesak. Batuk (+) , dahak putih.. os mengatakan


nafsu makan mulai membaik . demam (-) , mual muntah (-)

O KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
TD : 90/60mmHg Suhu : 36.6°C
N : 103x/menit SpO2: 96%
RR : 21x/menit
Mata : CA -/-, SI-/-
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax : Pulmo SNV /+, wh -/-, rh+/+
Cor BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, BU (+) , NT (-)
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)

Pemeriksaan penunjang :
Leu : 21.8
Hb : 10.4
Ht : 31
Trombosit : 462
MCV : 75.1

15
MCH : 25.6
SGOT : 27
SGPT : 12
MTB Non detected

A - Efusi pleura dextra


- Susp Tb Paru Relaps

P - Ambroxol 3x1
- BK III 3x1
- RHZE 450mg/300mg/1000mg/1000mg
- Omeprazole 2x1
- Streptomisin 1x1
- Pelastin 3x1

BAB III
PEMBAHASAN

Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura adalah membran tipis yang melapisi diluar paru dan didalam rongga dada
yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral menempel di
paru, bronkus dan fisura mayor, sedangkan pleura parietal melekat di dinding dada bagian
dalam dan mediastinum. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh rongga kedap udara yang berisi
cairan lubrikan. Kedua lapisan pleura bersatu didaerah hilus dan mengadakan penetrasi
dengan cabang utama bronkus , arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe.

16
Secara histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah
kapiler dan pembuluh getah bening. 5

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap, dan semitransparan. Luas


permukaan pleura visceral sekitar 4000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg.
Pleura parietal terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan
iga dan otot-otot intercostal, pleura diafragmatik, pleura servikal sepanjang 2-3 cm menyusur
sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoideus, dan pleura
mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum.5
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di
pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura
parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal yang
terbuka langsung menuju sistem limfatik.5
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan
oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama dengan tekanan jalan napas akan menimbulkan
tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan mempengaruhi pengembangan paru dalam
proses respirasi.6
Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstisial paru,
saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks, dan rongga peritoneum. Jumlah
cairan pleura bergantung pada mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler di pleura
parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal. Senyawa-senyawa
protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga pleura melalui penyaliran

17
limfatik ini. Seseorang dengan berat badan 60 kg akan memiliki nilai aliran limfatik dari
masing-masing sisi rongga pleura sebesar 20 mL/jam atau 500 mL/hari.6

Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan di dalam rongga
pleura.6
Epidemiologi

Estimasiprevalensiefusi pleura ada;ah 320 kasus per 100.000 orang di negara-


negaraindustri, dengandistribusietiologiterkaitdenganprevalensipenyakit yang mendasarinya.
Secaraumum, kejadianefusi pleura samaantaralaki-lakidanperempuan. Namun,
penyebabtertentumemilikikecenderunganseks.Sekitardua per tigaefusi pleura
ganasterjadipadaperempuan.Efusi pleura
ganasberhubungansecarasignifikandengankeganasanpayudaradanginekologi.Efusi pleura
yang terkaitdengan lupus eritematosussistemikjugalebihseringterjadipadawanitadibanding
pria.1

Etiologi dan Faktor Resiko6


 Gagal jantung kongestif
 Sirosis hati
 Sindrom nefrotik
 Dialisis peritoneum
 Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan
 Perikarditis konstriktiva

18
 Keganasan
 Atelektasis paru
 Pneumotoraks.
 TB paru

Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung dari keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar paru. Efusi pleura dapat berupa
transudat atau eksudat.6
Proses penumpukan cairan dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses
radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus / nanah, sehingga terjadi empiema /
piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks. Efusi cairan yang berupa transudat terjadi apabila
hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi
terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpi
oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada :6
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intrapleura
Penyebabnynya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh
berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan
pneumotoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit, jamur, pneumonia atipik, keganasan paru,

19
proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis reumatoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.6

Klasifikasi 6
1. Transudat
– (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi
jika faktor-faktor yangmempengaruhipembentukan danreabsorpsi cairan
pleural tergangguketidakseimbangantekananhidrostatik atau onkotik.
– Biasanya hal ini terdapat pada:
• Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
• Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
• Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
• Menurunnya tekanan intra pleura
• Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
– Gagal jantung kiri (terbanyak) Sindrom nefrotik
– Obstruksi vena cava superior
– Asites pada sirosis hati
2. Eksudat
– merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat akibat inflamasi oleh
produk bakteri atautumor yang mengenai permukaan pleural.
– Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
– infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura,infark paru, karsinoma
bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
Eritematosis).
 Hidrotoraks dan pleuritis eksudativa terjadi karena infeksi
 Rongga pleura berisi darah  hemotoraks
 Rongga pleura berisi cairan limfe  kilotoraks
 Rongga pleura berisi pus/nanah  empiema/piotoraks
 Rongga pleura berisi udara  pneumotoraks

Manifestasi klinis1,7
Gejala

20
 Sesak napas
 Batuk
 Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura
Tanda
 Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
 Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)

Diagnosis
Anamnesis1,7
 Sesak napas
 Batuk
 Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit
pleura

Perluditanyakanfactorresikodangejaladarietiologikpenyakit, sepertigejala-gejalapada:
 Gagal jantung kongestif
 Sirosis hati
 Sindrom nefrotik
 Dialisis peritoneum
 Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan
 Perikarditis konstriktiva
 Keganasan
 Atelektasis paru
 Pneumotoraks.
 TB paru
Pemeriksaan fisik1,7
Padapemeriksaanfisikparu, dapatdidapatkan :
 Inspeksi :pergerakan dada berkurangdanterhambatpadabagian yang terkena.
Ruangintercostalmenonjol (efusi pleura berat)
 Palpasi : fremitus vocal danrababerkurangpadabagian yang terkena.
 Perkusi : perkusimeredup di atasefusi pleura
 Auskultasi : suaranapasberkurang di atasefusi pleura

21
PemeriksaanPenunjang
Foto Thoraks (X-Ray)
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian
medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial pasti terdapat udara
dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri.
Terkadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan
adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral
dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan dalam pleura juga
dapat tidak membentuk kurva karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini
sering terdapat pada daerah bawah paru yang berbatasan dengan permukaan atas
diafragma. Cairan ini dinamakan efusi subpulmonik. Cairan dalam pleura kadang-
kadang menumpuk mengelilingi lobus paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam
foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus, dapat juga mengumpul di daerah
paramediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat
secara parallel dengan sisi jantung sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan
seperti empiema dapat juga terlokalisasi, gambaran seperti bayangan dengan densitas
keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain yang
dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada
sisi yang berlawanan dengan cairan. Disamping itu, gambaran foto dada dapat juga
menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang
membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada
pneumonia atau abses paru.6

22
23
Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum
abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500
cc pada sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali
aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme
sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intrapleura yang
tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang
abnormal. 6

Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:


- Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).
- Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
- Emboli udara (jarang terjadi)
- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya
cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga
terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli ini terjadi emboli pulmoner atau emboli
sistemik, pasien dibaringkan pada sisi kiri dibagian bawah, posisi kepala lebih rendah
daripada leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap diatrium kanan. 6

Berikut ini adalah aspek-aspek yang dinilai dalam menegakkan diagnosis cairan pleura:
 Warna cairan . biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan ( serous-
santokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan
dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan agak purulen, ini
menunjukkan adanya empiema. Bila merah kecoklatan, ini menunjukkan adanya
abses karena amuba.6
 Biokimia. Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3
Kadar protein dalam efusi <0.5 >0.5
Kadar protein dalam serum

24
Kadar LDH dalam efusi (I.U) <200 >200
Kadar LDH dalam efusi <0.6 >0.6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi <1.016 >1.016
Rivalta Negatif positif

 Sitologi . pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura sangat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel tertentu.
 Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut
 Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa
atau limfoma maligna
 Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat , ini menunjukkan adanya infark paru.
Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit
 Sel mesotel maligna : pada mesotelioma
 Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid
 Sel L.E : pada lupus eritematosus sistemik
 Sel maligna : pada tumor paru / metastasis
 Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bilacairannya purulen (menunjukkan empiema). Efusi yang
purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. 6
 Biopsi pleura. Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50 – 75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor
pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa
biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hematotoraks, penyebaran
infeksi atau tumor pada dinding dada. 6

Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri dan sesak
yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis pleura, dan mencegah
kekambuhan.8
a) Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik.Berikut ini cara melakukan torakosentesis :

25
 Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan dalam posisi tidur terlentang.
 Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau
di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris
media di bawah batas suara sonor dan redup.
 Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan
dengan jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.
 Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc
pada sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang
daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura
shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi
karena paru-paru mengembang terlalu cepat.8

Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:


- Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).
- Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
- Emboli udara (jarang terjadi)
- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan cepat.
Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk
ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara.Untuk mencegah emboli
ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada
sisi kiri dibagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga
udara tersebut dapat terperangkap diatrium kanan.

Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau dengan
pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage
(WSD).Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya tidak lebih dari
1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara
mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-tiba dapat
menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan
hipotensi.9

26
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat namun
aman dan sempurna. Pemasangan WSD dapat dilakukan sebagai berikut:
 Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya diruang sela iga 7,
8 atau 9 linea aksilaris media atauruang sela iga 2 atau 3 linea
medioklavikularis
 Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis
 Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang
 Jaringan subkutis dibebaskan dengan klem sampai menemukan pleura
parietalis
 Selang dan trokar dimasukkan kedalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik
 Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks
 Setelah posisi benar, selang dijepit dengan klem dan luka kulit dijahit
dengan serta dibebat dengan kassa dan plester
 Selang dihubungkan dengan dengan botol penampung cairan pleura
 Ujung selang sebaiknya diletakkan dibawah permukaan air sedalam
sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk kedalam rongga
pleura
WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah
mengembang.Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto
toraks.Selang toraks dapat dicabut jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan
jaringan paru telah mengembang, ditandai dengan terdengarnya kembali suara napas
dan terlihat pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi
maksimum.9
Indikasi pemasangan WSD:
- Hemotoraks, efusi pleura
- Pneumotoraks > 25 %
- Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
- Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontraindikasi pemasangan WSD:

27
- Infeksi pada tempat pemasangan
- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

b) Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga
pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.Pleurodesis merupakan
penanganan terpilih pada efusi keganasan.Bahan kimia yang lazim digunakan adalah
sitostatika seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adriamisin
dan doksorubisin.Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat
sitostatika (misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan selang waktu 710 hari;
pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil,
akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura sehingga
mencegah penimbunan kembali cairan didalam rongga tersebut. Obat lain yang murah
dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus
dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan
kedalam 3050 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan kedalam rongga pleura
melalui selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal, kemudian ditambah
dengan larutan garam faal 1030 ml untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2%
untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan oleh obat ini. Analgesik narkotik yang
diberikan 11.5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna juga untuk
mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama sekitar 6 jam dan posisi
penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata diseluruh bagian rongga
pleura. Apabila dalam waktu 24-48 jam cairan tidak keluar lagi, selang toraks dapat
dicabut.10

c) Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi
pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan
pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi
duktus toraksikus dan pintas pleuroperitonium, kedua pembedahan ini terutama
dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada
kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dimana cairan pleura tetap terbentuk setelah
dilakukan pleurodesis.10
28
Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi tergantung pada penyakit yang
mendasari.Morbiditas dan mortalitas pada pasien efusi pleura berhubungan langsung dengan
etiologi, stadium penyakit, dan hasil pemeriksaan biokimia cairan pleura.Pasien dengan efusi
pleura maligna biasanya memiliki prognosis yang buruk.10

KESIMPULAN

Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai
akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan
permeabilita membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan
neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Sedangkan
pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang
diteruskan ke rongga pleura.
Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala demam,
berat badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas dalam, sehingga
pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemitoraks
yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis,
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan meningkat, terutama kalau
cairannya penuh. Batuk pada umumnya nonproduktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya.
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura pada
umumnya, yaitu dengan melakukan torakosintesis agar keluhan sesak penderita menjadi
berkurang, terutama untuk efusi plaura yang berisi penuh. Sedangkan tuberkulosisnya
diterapi dengan OAT seperti tuberkulosis paru, dengan syarat terus menerus, waktu lama dan
kombinasi obat.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, SA. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC;2005.)
2. Herryanto, dkk. 2004. Riwayat Pengobatan Penderita TB Paru Meninggal di
KabupatenBandung. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1. hlm:1-6.
3. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.1, Anatomy of the Pleura. Tennessee:
4. Lippincott Williams & Wilkins, 2007
5. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.2, Physiology of the Pleural Space.
Tennessee : Lippincott Williams & Wilkins, 2007
6. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 - 2336. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2009
7. Carolyn J. Hildreth,et.al. Pleural Effusion. The Journal of the American Medical
Association. JAMA, January 21, 2009—Vol 301, No. 3
8. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 - 2336. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2009
9. Kasper, Braunwald, Et Al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine Vol II. 16th Ed.
2005. Mcgraw-Hill: New York
10. Steven A. Sahn. The Pathophysiology of Pleural Effusions. Department of
Medicine,Division of Pulmonary and Critical Care Medicine, Medical University of
South Carolina, Charleston, South Carolina 29425

30

Anda mungkin juga menyukai