Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

DISPEPSIA

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Praktik Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

Atika Nur Khafifah

(P1337420216037)

3A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK

KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Penyuluhan Kesehatan mengenai Dispepsia pada pasien


Sasaran : Tn. A
Hari/tanggal : Kamis, 14 Februari 2019
Waktu : 25 menit
Tempat : Rumah Tn. A

A. Latar Belakang
Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat
kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang
menjalar di dada. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa 15-30% orang
dewasa pernah mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). Di Amerika
Serikat, 25% dari seluruh penduduknya terkena sindrom dispepsia (tidak
termasuk keluhan refluks) dimana hanya 5% dari jumlah penderita tersebut
pergi ke dokter pelayanan primer. Di Inggris terdapat 21% penderita terkena
dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang berkonsultasi ke dokter
pelayanan primer. Dari seluruh penderita yang datang ke dokter pelayanan
primer, hanya 40% di antaranya dirujuk ke dokter spesialis (Wong et al.,
2002). Berdasarkan data tersebut bahwa 95% penderita di Amerika Serikat
membiarkannya saja bahkan 98% penderita di Inggris tidak pergi ke dokter.
Pembiaran atau pengabaian pada kejadian sindrom dispepsia terjadi mungkin
saja karena mereka menganggap bahwa hal tersebut hanyalah hal ringan yang
tidak berbahaya; atau bisa saja pembiaran tersebut terjadi karena tingkat 2
pemahaman / kesadaran mengenai kesehatan belum tinggi (Lu et al., 2005).
Di Indonesia diperkirakan hampir 30% pasien yang datang ke praktik
umum adalah pasien yang keluhannya berkaitan dengan kasus dispepsia.
Pasien yang datang berobat ke praktik gastroenterologist terdapat sebesar
60% dengan keluhan dispepsia (Djojoningrat, 2009). Berdasarkan data
tersebut ternyata pasien yang mengalami sindrom dispepsia cukup tinggi di
Indonesia. Depkes (2004) mengenai profil kesehatan tahun 2010 menyatakan
bahwa dispepsia menempati urutan ke-5 dari 10 besar penyakit dengan pasien
yang dirawat inap dan urutan ke-6 untuk pasien yang dirawat jalan.

B. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mendapatkan penyuluhan kesehatan diharapkan keluarga mampu
memahami cara penanganan dan pencegahan penyakit dispepsia.

C. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan diharapkan penderita dispepsia
mampu :
1. Menjelaskan pengertian dispepsia
2. Menyebutkan penyebab dispepsia
3. Menjelaskan tanda dan gejala dispepsia
4. Cara penanganan dan pencegahan penyakit dispepsia

D. Materi (terlampir)
1. Pengertian dispepsia
2. Faktor penyebab dispepsia
3. Tanda dan gejala dispepsia
4. Penanganan dan pencegahan penyakit dispepsia

E. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

F. Media
1. Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahapan dan Kegiatan Metode /
waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta Media
1 Pra 1. Mempersiapkan
Pembukaan materi, media dan
5 menit tempat
2 Pembukaan 1. Membuka kegiatan 1. Menjawab Ceramah
5 Menit dengan salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan 3. Memperhatikan
4. Menyebutkan materi
yang akan diberikan
(apersepsi) 4. Memperhatikan
2 Inti 1. Menjelaskan tentang 1. Memperhatikan Metode :
10 Menit pengertian dispepsia Ceramah &
2. Menjelaskan tentang 2. Memperhatikan tanya jawab
penyebab dispepsia Media :
3. Menjelaskan tanda 3. Memperhatikan leaflet
dan gejala dispepsia
4. Menjelaskan 4. Memperhatikan
komplikasi dari
dispepsia
5. Menjelaskan cara 5. Memperhatikan
penanganan dan
pencegahan
dispepsia
6. Memberikan 6. Peserta
kesempatan kepada mengajukan
peserta untuk beberapa
bertanya pertanyaan
3 Penutup 1. Melakukan evaluasi 1. Peserta Tanya
5 menit dengan memberikan menjawab jawab
pertanyaan lisan pertanyaan
2. Merangkum dan 2. Mendengarkan Ceramah
menyimpulkan
materi penyuluhan
3. Memberikan 3. Mendengarkan Ceramah
reinforcement dan
mengucapkan
terimakasih
4. Mengucapkan salam 4. Menjawab
penutup salam

H. Evaluasi
Pertanyaan :
1. Sebutkan apa saja penyebab penyakit dispepsia ?
2. Sebutkan tanda dan gejala dari dispepsia ?
3. Sebutkan perawatan yang dapat dilakukan untuk penderita dispepsia ?
MATERI DISPEPSIA
1. DEFINISI
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri
dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada
(heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia
(Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Pengertian dipepsia terbagi dua :
(Mansjoer Arif, 2001).
a. Dyspepsia organic,bila telah di ketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya.
b. Dyspepsia nonorganic atau dyspepsia fungsional,atau dyspepsia
nonulkus,bila tidak jelas penyebabnya.
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yang tidak mengenyangkan sesudah
makan, yang berhubungan dengan mual, sendawa, nyeri ulu hati dan mungkin
kram dan begah perut. Sering kali diperberat oleh makanan yang berbumbu,
berlemak atau makanan berserat tinggi, dan oleh asupan kafein yang
berlebihan, dispepsia tanpa kelainan lain menunjukkan adanya gangguan
fungsi pencernaan (Williams & Wilkins, 2011).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri
ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa
(Dharmika, 2001).

2. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid
reflux. Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yang terjadi
pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan
mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar lambung lansia biasanya mengalami
penurunan hingga 85%. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory,
dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat
ditemukan.
Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
a. Menelan udara (aerofagi)
b. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
c. Iritasi lambung (gastritis)
d. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
e. Kanker lambung
f. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
g. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
h. Kelainan gerakan usus
i. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
j. Infeksi Helicobacter pylory
Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis
dan lainnya).
b. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non
ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

3. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress.
Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi Demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya
kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata
membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.

4. GAMBARAN KLINIK
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang dominan,
membagi dyspepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia), dengan
gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like dysmotility),
dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas)
(Mansjoer, et al, 2007)
Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut
atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik
berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa
penderita,makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan
bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun,
mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau
gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksan.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urine. Lebih banyak
ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya antara lain
pankreatitis kronis, DM. Pada dyspepsia biasanya hasil laboratorium dalam
batas normal.
b. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus
dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau
muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau
memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2007).
c. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau
usus kecil untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan
lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk
mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan batu emas, selain sebagai diagnostic sekaligus
terapeutik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
 CLO (rapid urea test)
 Patologi anatomi (PA)
 Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
 PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
d. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yatu OMD dengan
kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum
tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007
e. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi
kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.

6. KOMPLIKASI
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Adapun komplikasi dari dispepsia antara lain:
a. Perdarahan
b. Kanker lambung
c. Muntah darah
d. Ulkus peptikum

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dyspepsia dibagi atas dua yaitu non farmakologi dan
farmakologi : (Monsjoer Arif, 2001)
a. Penatalaksanaan non farmokologi
 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
 Menghindarai faktor resiko seperti alkohol,maka makanan yang
pedas,obat-obatan yang berlebihan,nikotin, rokok, dan stress.
 Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologi
Sampai sekarang belum regimen pengobatan yang memuaskan terutama
dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat di mengerti karena froses
fatofisiologi pun belum jelas.
Obat-obatan yang di berikan pada klien dyspepsia meliputi :
 antasid (menetralkan asam lambung).
 Golongan antikolinergi (menghambat pengeluaran asam lambung),dan
 prognetik (mencegah terjadinya muntah)

8. PENCEGAHAN
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak
mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan
pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit
kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
Atur pola makan :
1. Konsumsi makanan lunak. Sambil terus memenuhi asupan cairan, kita
hanya boleh mengonsumsi makanan dengan tekstur lunak dan lembut.
2. Hindari makanan berlemak.
3. Hindari makanan pedas.
4. Hindari minuman berkafein dan soda.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2:


Jakarta. EGC.

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan


Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

Inayah Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Pencernaan, Edisi Pertama: Jakarta. Salemba Medika.

Manjoer, A, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3: Jakarta. Medika


aeusculapeus.

Suryono Slamet, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi :
Jakarta. FKUI.

Price & Wilson. 1994. Patofisiologi, Edisi 4: Jakarta. EGC.

Warpadji Sarwono, et al. 1996. Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta. FKUI.

Anda mungkin juga menyukai