Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN SPACE OCCUPYING LESSION (SOL) CEREBRI

OLEH :
I PUTU DITYA PRAYANTO
14.901.0753

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
T.A. 2014 – 2015
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
SPACE OCCUPYING LESSION (SOL)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

I. Pengertian

SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial

khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak

seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial. (Long, C

1996;130)

Dijelaskan dalam laporan pendahuluan ini tentang SOL cerebri (tumor otak). Adapun

definisi tumor otak adalah proses pertumbuhan massa baik itu yang bersifat jinak (benigna)

dan bersifat ganas (maligna) yang mengenai otak dan sumsum tulang belakang (Long, C

1996;130).

Tumor intrakranial adalah lesi desak ruang yang bersifat jinak maupun ganas, yang

tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis

progresif. Gangguan neurologis pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua

faktor, yaitu gangguan fokal karena tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (ICP) (Price,

Sylvia A, 2006).

Tumor otak berasal dari jaringan neoronal, jaringan otak penyokong, sistem

retikuloendotelial, lapisan otak, dan jaringan perkembangan residual, atau dapat bermetastasis

dari karsinoma sistemik. Metastasis otak disebabkan oleh keganasan sistemik dari kanker

paru, payudara, melanoma, limfoma, dan kolon. Tumor otak dapat terjadi pada semua usia :

dapat terjadi pada anak usia kurang dari 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada dewasa

usia dekade kelima dan enam. Pasien yang bertahan dari tumor otak ganas jumlahnya tidak

berubah banyak selama 20 tahun terakhir (Smeltzer, Suzanne C, 2003).

II. Epidemiologi
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan

(39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥ 60 tahun (31,85 persen),

selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50

tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi dan

lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti: inoperable atau

tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen),

sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis,

cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi

Anatomi (PA) jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah Meningioma (39,26 persen),

sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan (R. Soffieti,

2003).

III. Etiologi

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah

banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:

a. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada

meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota

sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai

manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-

jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya

faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.

b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang

mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya

sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak
bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada

kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

c. Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan

degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.

Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.

d. Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan

dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya

neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan

perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

e. Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah

diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-

urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

f. Trauma

Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak).

Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui (R.

Soffieti, 2003).

IV. Patofisiologi

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik

pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor: gangguan fokal

disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial. Gangguan fokal terjadi apabila

terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim

otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang

ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan


suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut

dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan

kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi

dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga

menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya

massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi

cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena

dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan

kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi

cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan

hidrosefalus. Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme

kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak

berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain

bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan

cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati

mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus

temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer

otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan

saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.

Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah

bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan

pernafasan (R. Soffieti, 2003).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor intrakranial adalah

faktor genetik, radiasi, virus, sel – sel embrional, dan trauma. Faktor ini menyebabkan

terjadinya proliferasi pada CNS sehingga kandungan DNA menjadi abnormal akibatnya
tidak dapat mengontrol pembelahan sel. Lama – kelamaan terjadi pertumbuhan sel yang

berlebih dan kemudian terbentuk tumor intrakranial.

Tumor intrakranial menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif.

Gangguan ini biasanya disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal akibat tumor

dan peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat

penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak

dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang

ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan

suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut

dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Hal ini

menyebabkan kehilangan fungsi secara akut sesuai area yang terkena.

Jika tumor mengenai daerah lobus frontalis maka akan timbul kelemahan pada otot

wajah sehingga terjadi gangguan bicara dan pasien mengalami afasia. Jika terjadi

tekanan pada daerah dan lintasan motorik didekat tumor maka pasien akan mengalami

hemiparesis yang kemudian terjadi paralisis dan reflek tendon menurun. Tumor pada

lobus parasentralis juga menyebabkan terjadi kelemahan pada kaki dan ekstremitas

bawah.

Tumor di lobus parietalis akan menyebabkan hilangnya fungsi sensorik dan

gangguan lokalisasi sensorik. Tumor di lobus oksipitalis akan menyebabkan terjadi

serangan kejang. Sedangkan tumor di ventrikel dan hipotalamus menyebabkan aktivasi

hipotalamus meningkat sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.

Peningkatan ICP dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : bertambahnya massa

dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi CSS.

Peningkatan ICP akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab

tersebut. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari – hari atau berbulan – bulan

untuk menjadi efektif sehingga tidak berguna bila tekanan intrakranial timbul cepat.

Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial,
volume CSF, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel – sel parenkim. Peningkatan

tekanan yang tidak diobati mengakibatkan terjadinya herniasi unkus atau serebelum.

Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui

insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon

menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak. Herniasi serebelum

mengakibatkan tonsil serebelum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu

massa posterior sehingga terjadi kompresi medulla oblongata yang selanjutnya pasien

mengalami nausea, muntah proyektil, dan terjadi gangguan pernafasan.

Selain itu peningkatan ICP mengakibatkan terjadinya traksi dan pergeseran struktur

peka nyeri dalam rongga intrakranial sehingga timbul nyeri kepala. Peningkatan ICP juga

mengakibatkan terjadinya pembengkakan papila saraf optikum kemudian terjadi papila

edema, perluasan bintik buta dan penyempitan lapang pandang perifer sehingga

penglihatan menjadi kabur (Price, Sylvia A, 2006) (Smeltzer, Suzanne C, 2003).

Menurut Reeves C, J, (2001), Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis.

Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam

pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif

waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor

gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi

apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak

dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada

tumor yang tumbuh paling cepat.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh

menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya

bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan

dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi

perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai
darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim

otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.

Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :

bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan

perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya

massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku.

Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum

seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan

perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak,

semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan

serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara

cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme

kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan

oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme

kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume

cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim.

Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum.

Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura

tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan ensefalon menyebabkan

hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil

serebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior dan

mengkompresi medulla.

V. Klasifikasi

a. Berdasarkan jenis tumor:

1) Jinak
 Acoustic neuroma

 Meningioma

 Pituitary adenoma

 Astrocytoma (grade I)

2) Malignant

 Astrocytoma (grade 2,3,4)

 Oligodendroglioma

 Apendymoma

b. Berdasarkan lokasi

1) Tumor intradural

(a) Ekstramedular

 Cleurofibroma

 Meningioma

(b) Intramedular

 Apendymoma

 Astrocytoma

 Oligodendroglioma

 Hemangioblastoma

2) Tumor ekstradural

Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid,

paru–paru, ginjal dan lambung.

VI. Tanda dan Gejala

1. Gejala serebral umum


Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat

dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa : mudah tersinggung, emosi, labil,
pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas,

mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat

dijumpai pada 2/3 kasus.

a. Sakit kepala hebat

Sakit kepala ini terutama diwaktu bangun tidur, datang berupa serangan secara

tidak teratur, semakin lama semakin sering. Mula-mula sakit bisa diatasi dengan

analgesik biasa tetapi lama kelamaan obat tersebut tidak mampu lagi untuk

menghilangkan sakit kepala. Nyeri kepala ini terjadi akibat tarikan (traksi) pada pain

sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Diperkirakan 1%

penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah

nyeri kepala.Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus.Sifat nyeri kepala

bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya

bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada

keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala

dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.

b. Muntah proyektil

Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering

dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak

disertai dengan mual. Muntah ini biasanya tidak diikuti dengan rasa mual, karena

muntah ini disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial.

c. Papiledema

Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan

oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah

menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang

tampak terputus putus. Ini terjadi akibat penekanan pada vena sentralus retinae.

d. Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks serebri.

Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan

lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan

kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor

otak bila. Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

 Mengalami post iktal paralisis

 Mengalami status epilepsi

 Resisten terhadap obat-obat epilepsi

 Bangkitan disertai dengan gejala TIK lain

 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen

dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

e. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi

hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan

diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat

timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya

N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-

gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel

III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.

(b). Gejala terlokalisasi (spesifik sesuai dengan daerah otak yang terkena):

(1) Tumor korteks motorik, gerakan seperti kejang-kejang yang terletak pada satu

sisi tubuh (kejang jacksonian).

(2) Tumor lobus oksipital, hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan

pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan

halusinasi penglihatan.
(3) Tumor serebelum, pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan

kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot-otot tidak terkoordinasi dan nistagmus

(gerakan mata berirama dan tidak disengaja).

(4) Tumor lobus frontal, gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan

tingkah laku, disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang

tidak teratur dan kurang merawat diri.

(5) Tumor sudut serebelopontin, tinnitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf

kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),

kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.

(6) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan

bicara dan gangguan gaya berjalan terutama pada lansia (Brunner & Sudarth,

2003:2170).
VII. Pemeriksaan Fisik
Kepala:
 Inspeksi: bentuk kepala, besar kepala
 Palpasi: massa pada kepala
Neurologis
 Inspeksi : kejang, tinglah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/
kehilangan memori, afek tidak sesuai
Penglihatan
 Inspeksi : penurunan ketajaman penglihatan, penurunan lapang pandang
Mata
 Inspeksi bentuk, ukuran dan refleks pupil terhadap cahaya
 Inspeksi tatapan kedua mata konjugasi atau diskonjugasi
Pendengaran
 Inspeksi : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
Cardivaskuler
 Bradikardi
 Hipertensi
Respirasi
 Inspeksi : Takipnea, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi
neuromuskuler ( hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan).
Abdomen:
 Inpeksi: distensi abdomen
 Auskultasi: bising usus
 Palpasi: nyeri tekan pada perut

VIII. Pemeriksaan Diagnostik

(a) CT Scan: memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas

tumor dan meluasnya odema cerebral serta memberi informasi tentang sistem

vaskuler.

(b) MRI: membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otakdan daerah

hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT

Scan.

(c) Biopsi Stereotaktik: dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk

memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.

(d) Angiografi: memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor.
(e) Elektro ensefalografi: mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang

ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal

pada waktu kejang (Doenges, 2000).

IX. Diagnosis

Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah dengan

mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya, hubungannya

dengan system ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital otak misalnya sirrkulus

willisi dan hipotalamus. Selain itu juga diperlukan periksaan radiologist canggih yang

invasive maupun non invasive. Pemeriksaan non invasive mencakup ct scan dan mri bila

perlu diberikan kontras agar dapat mengetahui batas-batas tumor. Pemeriksaan invasive

seperti angiografi serebral yang dapat memberikan gambaran system pendarahan tumor, dan

hungannya dengan system pembuluh darah sirkulus willisy selain itu dapat mengetahui

hubungan massa tumor dengan vena otak dan sinus duramatrisnya yang fital itu. Untuk

menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun pemeriksaan penunjang yang

dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala

yang dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan

di atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui

pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan

deficit lapangan pandang (R. Soffieti, 2003).

X. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit SOL ini bisa secara operatif atau konservatif, terapi yang

terbaik adalah tindakan operasi disertai dengan radioterapi dan kemoterapi dan tindakan

palliative diambil pada kasus-kasus yang tak mungkin lagi dilakukan operasi.

Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tumor otak meliputi pembedahan, kemoterapi, radiasi atau kombinasi

ketiganya.
1. Managemen umum. Terapi radiasi dan nutrisi yang adekuat
2. Pembedahan. Kraniotomi, Kraniektomi, prosedur transpheniodal, prosedur shunting

dan reservoir ommava.


3. Terapi obat. Kortikosteroid. Antikonvulsan, analgesic atau antipiretik, histamine

reseptor antagonis, antacid, kemoterapi sistemik


4. Stabilisasi : fusi spinal
5. Tumor Ekstradural
 Laminektomie
 Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan
6. Tumor Intradural
Pengangkatan dengan pembedahan
Perawatan post operasi, meliputi :
a) Mengkaji status neurologi dan tanda-tanda vital setiap 30 menit untuk 4 – 6 jam

pertama setelah pembedahan dan kemudian setiap jam. Jika kondisi stabil pada 24

jam frekuensi pemeriksaan dapat diturunkan setiap 2 samapai 4 jam sekali.


b) Monitor adanya cardiac arrhytmia pada pembedahan fossa posterior akibat

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


c) Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500 cc /

hari.
d) Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas.
e) Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam.
f) Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran balik

dari kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher.


g) Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar.
h) Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin, seperti : pemeriksaan darah

lengkap, serum elektroit dan osmolaritas, PT, PTT, analisa gas darah.
i) Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya : antikonvulsi,antasida,

atau antihistamin reseptor, kortikosteroid.


j) Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi.

 Radioterapi

 Chemoterapi

Pemilihan terapi ditentukan dengan tipe dan letak dari tumor. Suatu kombinasi

metode sering dilakukan.

XI. Prognosis
Prognosis penyakit ini tergantung dari jenis, lokasi dan sifatnya, seperti SOL yang

jinak setelah dioperasi (reseksi) dan dilanjutkan dengan radioterapi didapatkan hasilnya

80 persen membaik.
XII. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor

otak ialah:

a. Gangguan fisik neurologist

b. Gangguan kognitif

c. Gangguan tidur dan mood

d. Disfungsi seksual
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

a) Pengumpulan Data

1. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat, diagnosa

medis, tanggal/jam MRS dan tanggal/jam pengkajian.

2. Riwayat Kesehatan

a.Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan merupakan

alasan pokok klien masuk RS (Keluhan utama saat MRS). Keluhan utama

yang lain adalah keluhan utama saat dilakukan pengkajian (beberapa saat

atau hari setelah klien MRS). Keluhan ini biasanya berhubungan dengan

peningkatan tekanan intrakranial dan adanya gangguan fokal, seperti nyeri

kepala hebat, muntah – muntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Berisikan tentang keadaan dan keluhan klien saat timbulnya serangan,

waktu, frekuensi, penjalaran, kwalitas, tindakan yang dilakukan untuk

mengatasi serangan. Kaji adanya keluhan nyeri kepala, mual, muntah, dan

penurunan tingkat kesadaran dengan pendekatan PQRST. Adanya penurunan

atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di

dalam intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi. Sesuai

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.

c.Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit yang

mendukung munculnya penyakit saat ini (faktor predisposisi dan presifitasi).

Kaji adanya riwayat nyeri kepala pada masa sebelumnya. Pengkajian

riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan

tindakan selanjutnya.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama yang

berhubungan dengan gangguan sistem neuro atau sistem lain yang

mempunyai sifat herediter dan berpengaruh terhadap munculnya tumor

intrakranial & medulla spinalis.

e.Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologis pasien stroke meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai

status emosi, kognitif, dan perilaku klien.

3. Pengkajian Pola Kebiasaan:

a. Aktivitas/istirahat

Gejala: kelemahan/keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda: perubahan

kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam

keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang

mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan

latihan.

b. Sirkulasi

Gejala: nyeri kepala pada saat beraktivitas. Kebiasaan: perubahan pada

tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.

c. Integritas Ego

Gejala: faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda: cemas,

mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.

d. Eliminasi

Gejala: Inkontinensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi.

e. Makanan/cairan
Gejala: mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera. Tanda:

muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,

disfagia)

f. Neurosensori

Gejala: Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling

dan baal pada ekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda:

perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan

pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan

penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek

tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitif

terhadap gerakan.

g. Nyeri/Kenyamanan

Gejala: nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama.

Tanda: wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat,

gelisah, tidak bisa istirahat/tidur.

h. Pernapasan

Tanda: perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial

obstruksi.

i. Hormonal

Gejala: Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.

j. Sistem Motorik

Gejala: scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan.

k. Keamanan

Gejala: pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar

matahari berlebihan. Tanda: demam, ruam kulit, ulserasi

l. Seksualitas
Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat

kepuasan).

m. Interaksi social

Gejala: ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan

rumah tangga, dukungan) dan fungsi peran (Doenges, 2000).

4. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan

fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Keadaan Umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan

bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda

vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.

a.B1 (Breathing)

Inspeksi: pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada

medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernafasan.

b.B2 (Blood)

Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla

oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi.

c.B3 (Brain)

Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis,

bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan ICP. Pengkajian

B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada sistem lainnya. Trias klasik tumor otak adalah nyeri kepala,

muntah, dan papiledema.


1. Pengkajian tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tumor intrakranial biasanya

berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah

mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai

tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian

asuhan.

2.Pengkajian fungsi serebral

a) Status Mental

Observasi penampilan , tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi

wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intrakranial

tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

b) Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung

dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage

yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak

begitu nyata.

c) Lobus Frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika

kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau

fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.

Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,

kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang

menyebabkan klien mengalami masalah frustasi dalam program

rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat

oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah


psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi

yang labil, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.

3. Pengkajian saraf kranial

Saraf I

Tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

Saraf II

Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari

lintasan visual. Papiledema disebabkan oleh statis vena yang

menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.

Saraf III, IV, dan VI

Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI

memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma

multiformis.

Saraf V

Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan saraf

trigeminus, tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema

yang menekan saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah

unilateral.

Saraf VII

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot

wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

Saraf VIII

ada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus

temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang

mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau

korteks yang berbatasan.


Saraf IX, dan X

Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.

Saraf XI

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra

pengecapan normal.

4. Pengkajian sistem motorik

Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebelum mengakibatkan gangguan

pergerakan. Gangguan ini bervariasi, bergantung pada ukuran dan lokasi

spesifik tumor dalam serebelum.


5. Pengkajian refleks

Gerakan involunter : pada lesi tertentu yang memberikan tekanan pada area

fokal kortikal tertentu, biasanya menyebabkan kejang umum, terutama

pada tumor lobus oksipital.

6. Pengkajian sistem sensorik

Tumor pada lobus parietalis korteks sensorik parietalis mengakibatkan

hilangnya fungsi sensorik kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik,

diskriminasi dua titik, grafestesia, kesan posisi, dan stereognosis.

d.B4 (Bladder)

Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

e.B5 (Bowel)

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah

pada fase akut karena akibat rangsangan pusat muntah pada medulla

oblongata. Pola defekasi terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan

neurologis luas.

f.B6 (Bone)

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori,

dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
II. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

Pre-Op
1) PK Peningkatan TIK
2) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,
kerusakan kognitif
3) Nyeri Akut berhubungan dengan adanya agen injury biologi akibat tumor ditandai
dengan klien mengeluh nyeri kepala dan tampak meringis kesakitan
4) Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan
klien mengeluh mual muntah, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi peningkatan
saliva, klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai
dengan keterbatasan kemampuan dalam melakukan gerak, penurunan kemampuan
dalam melakukan ROM, pergerakan yang tidak terkoordinasi.
6) Kebingungan Akut berhubungan dengan defisit neurologik akibat tumor dtitandai
dengan klien tampak mengalami disorientasi, penurunan perhatian, dan sering
lupa
7) Risiko Jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan akibat adanya tumor
8) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan tumor otak ditandai dengan
kesulitan untuk mengucapkan melalui verbal (seperti afasia, isfasia, apraksia),
kesulitan dalam mempertahankan pola komunikasi biasanya, tidak bisa/ksulitan
berbicara, ketidakmampuan menggunakan ekspresi wajah.

Post-Op
1) Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan adanya
ketidakstabilan regulasi cairan otak pasca operasi tumor otak
2) Nyeri Akut berhubungan dengan adanya agen injury fisik akibat operasi ditandai
dengan klien mengeluh nyeri kepala dan tampak meringis kesakitan
3) Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas operasi sebagai port de
entry kuman
III. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. PK Peningkatan TIK Setelah diberikan asuhan
Cerebral Perfusion Promotion Cerebral Perfusion Promotion
keperawatan selama ... x 24 jam
1. Pantau tingkat kerusakan perfusi 1. Kegagalan perfusi jaringan
diharapkan tekanan intrakranial jaringan cerebral, seperti status serebral dapat mempengaruhi
klien kembali normal, dengan neurologi dan adanya penurunan status neurologi dan tingkat
kriteria hasil: kesadaran. kesadaran pasien.
Tissue Perfusion: Cerebral 2. Konsultasikan dengan dokter untuk 2. Posisi yang tepat dapat
- Tidak terjadi peningkatan menentukan posisi kepala yang tepat membantu mengoptimalkan
tekanan intrakranial (skala 3 (0 derajat atau posisi flat) dan aliran darah ke otak dan
= moderate deviation from monitor respon pasien terhadap posisi mencegah menyebarnya
normal range) tersebut. perdarahan di daerah otak ke
- Tekanan darah sistolik daerah yang lainnya.
normal (110-120 mmHg) 3. Monitor status respirasi (pola, ritme, 3. Status respirasi dapat menjadi
(skala 3 = moderate dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2, indikator keadekuatan perfusi
deviation from normal PH, dan level bikarbonat). oksigen ke otak.
range) 4. Monitor nilai lab untuk perubahan 4. Oksigenasi yang tidak adekuat
- Tekanan darah diastolik dalam oksigenasi. dapat menurunkan perfusi
normal (70-80 mmHg) (skala oksigen ke otak.
3 = moderate deviation from5. Kolaborasi pemberian neuroprotektor 5. Neuroperotektor bisa
normal range) mengurangi kerusakan jaringan
- Hasil pemeriksaan AGD otak dan bertujuan untuk
dalam rentang normal (PO2 = meningkatkan aliran darah dan
80-100 mmHg, PCO2 = 35- konsumsi oksigen di otak pada
45 mmHg, PH = 7.35-7.45, gangguan serebrovaskular.
dan level bikarbonat = 22-26
mmHg) (skala 3 = moderate Intracranial Pressure (ICP) Monitoring Intracranial Pressure (ICP)
deviation from normal range) Monitoring
1. Pantau tekanan perfusi 1. Peningkatan tekanan
serebral/pantau tekanan intrakranial. intrakranial dapat
mengakibatkan perburukan
kondisi pasien
2. Pantau suhu tubuh pasien. 2. Peningkatan suhu tubuh dapat
menjadi salah satu indikator
terdapatnya infeksi dan
merupakan salah satu risiko
terjadinya kejang.
3. Kolaborasi pemberian diuretik dan 3. Diuretik dapat digunakan untuk
obat antiperdarahan mengurangi edema cerebral dan
menurunkan tekanan
intrakranial di dalam otak pada
penderita stroke. Obat
antiperdarahan dapat membatu
mengatasi perdarahan pada
otak.
4. Kolaborasi pemberian 4. Selain meberikan efek sedasi
neuroprotektor. pada pasien yang menggunakan
ventilator, neuroprotektor juga
dapat diberikan pada pasien
edema serebral supaya tidak
memperberat tekanan
intrakranial.
5. Kolaborasi tindakan pembedahan 5. Tindakan pembedahan dapat
seperti kraniotomi sesuai indikasi. membantu mengangkat tumor
. dan memperbaiki lesi pada
ruang otak serta mengalirkan
cairan serebrospinal ke ruang
lain dan untuk menurunkan
tekanan intrakranial.
Vital Signs Monitoring
1. Monitor tanda-tanda vital. Vital Signs Monitoring
1. Memonitor tanda-tanda vital
penting untuk mengetahui
keadaan umum dan status
2. Ukur tekanan darah setelah pasien
keefektifan perfusi jaringan.
mendapatkan medikasi/terapi.
2. Pengukuran tekanan darah
setelah mendapatkan
terapi/medikasi penting untuk
mengetahui keefektifan terapi.
2. Ketidakefektifan Pola Setelah diberikan askep selama Ventilation Assistance
Pernafasan …x24 jam diharapkan pola 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan 1. Kecepatan biasanya
berhubungan dengan napas klien efektif dengan dan ekspansi dada. Catat upaya meningkat. Dispnea dan terjadi
kerusakan kriteria hasil: pernafasan, termasuk penggunaan penigkatan kerja nafas (pada
neurovaskuler, Respiratory Status: ventilation otot bantu/pelebaran nasal awal atau hanya tanda Efusi
kerusakan kognitif  Kedalaman pernapasan Pleura subakut). Kedalaman
normal (skala 5 = no pernafasan bervariasi tergantung
deviation from normal derajat gagal nafas. Ekspansi
range) dada terbatas yang berhubungan
 Frekuensi pernapasan dengan atelektasis dan atau nyeri
dalam batas normal (16- dada pleuritik
20x/mnt) (skala 5 = no 2. Auskultasi bunyi napas dan catat 2. Suara napas bronkial
deviation from normal adanya napas ronchi normal diatas bronkus dapat
range) juga, ronkhi, terdengar sebagai
 Tidak tampak respon dari akumulasi cairan,
penggunaan otot bantu sekresi kental, dan
pernapasan (skala 5 = spasme/obstruksi saluran napas.
no deviation from 3. Pantau tanda vital 3. Takikardia, takipnea
normal range) dan perubahan pada tekanan
darah terjadi dengan beratnya
 Tidak tampak retraksi
hipoksemia dan asidosis
dinding dada (skala 5 = 4. Berikan posisi semifowler pada klien 4. Posisi semifowler
no deviation from dan pertahankan keadekuatan dapat membantu meningkatkan
normal range. oksigenasi toleransi tubuh dan
mempermudah pasien
mengambil O2
3. Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan Pain Management
berhubungan dengan keperawatan selama ..x 24 jam 1. Kaji faktor pencetus nyeri 1. Mengetahui hal-hal nonfisik
adanya agen injury diharapkan klien dapat yang mungkin mencetuskan
biologi akibat tumor mengontrol nyeri, dengan nyeri klien
ditandai dengan klien kriteria hasil: 2. Ajarkan klien teknik manajemen 2. Meningkatkan relaksasi,
mengeluh nyeri a) Pain level (level nyeri): nyeri memberikan rasa kontrol dan
kepala dan tampak - Klien melaporkan nyeri meningkatkan kemampuan
meringis kesakitan berkurang (skala 5 = koping.
none) 3. Mengetahui tingkat
3. Kaji ketidaknyaman klien (ekspresi
- Klien tidak merintih ketidaknyamanan klien secara
wajah)
ataupun menangis (skala nonverbal
4. Mendapatkan data akurat
5 = none) 4. Lakukan pengkajian nyeri secara
tentang nyeri klien untuk
- Klien tidak menunjukkan menyeluruh (lokasi, pencetus durasi,
menentukan intervensi
ekspresi wajah terhadap kualitas, frekuensi,dll) 5. Nyeri dapat menstimulli
nyeri (skala 5 = none) 5. Pantau perubahan tanda-tanda vital perubahan tanda –tanda vital,
- Klien tidak tampak dan respirasi klien saat nyeri seperti peningkatan nadi,
berkeringat dingin (skala berlangsung peningkatan TD, serta
5 = none)
peningkatan frekuensi
- RR dalam batas normal
pernafasan
(16-20 x/mnt) (skala 5 = 6. Penggunaan obat sesuai dengan
normal) 6. Anjurkan klien menggunakan obat
dosis dan waktu pakai dapat
- Nadi dalam batas normal antinyeri secara adekuat sesuai terapi
meningkatkan efektifitas
(60-100x/mnt) (skala 5 = yang dijalani klien
penggunaan analgetik
normal) 7. Membatasi pengunjung dapat
- Tekanan darah dalam 7. Batasi kunjungan orang yang memberikan ketenangan dan
menjenguk jika diperlukan
batas normal (120/80 membantu mengurangi stimulus
mmHg) (skala 5 = nyeri
normal) 8. Berikan lingkungan yang nyaman 8. Lingkungan yang nyaman dan
b) Pain control (kontrol dan bersih bersih dapat memberikan
nyeri): ketenangan dan membantu
- Klien dapat mengontrol mengurangi stimulus nyeri
nyerinya dengan 9. Berikan posisi yang nyaman untuk 9. Imobilisasi bagian yang nyeri
menggunakan teknik memfasilitasi klien seperti imobilisasi dapat membantu mengurangi
manajemen nyeri non bagian yang nyeri stimulus nyeri.
farmakologis (skala 5 =
consistently
demonstrated)
- Klien dapat
menggunakan analgesik
sesuai indikasi. (skala 5
= consistently
demonstrated)
- Klien melaporkan nyeri
terkontrol (skala 5 =
consistently
demonstrated)
4 Nausea berhubungan Setelah diberikan asuhan Nausea management
dengan peningkatan keperawatan selama …..x … 1. Dorong 1.
tekanan intrakranial jam diharapkan terjadi klien untuk mempelajari strategi Dengan mendorong klien untuk
ditandai dengan klien penurunan derajat mual dan untuk memanajemen mual mempelajari strategi manajemen
mengeluh mual muntah, dengan kriteria hasil: mual, akan membantu klien
muntah, terjadi a. Nausea and vomiting untuk melakukan manajemen
penurunan nafsu severity mual secara mandiri.
- Tidak ada mual 2. Kaji
makan, terjadi 2.
- Tidak muntah frekuensi mual, durasi, tingkat
peningkatan saliva, Penting untuk mengetahui
- Tidak ada peningkatan keparahan, frekuensi, presipitasi yang
karakteristik mual dan faktor-
klien tidak dapat sekresi saliva menyebabkan mual. faktor yang dapat menyebabkan
menghabiskan b. Appetite atau meningkatkan mual muntah
makanan sesuai porsi - Menunjukkan peningkatan pada klien dan membantu dalam
yang disediakan. nafsu makan, dengan memberikan intervensi yang
kriteria hasil : tepat
- Keinginan klien untuk 3. Kaji
3.
makan meningkat riwayat diet meliputi makanan yang
Untuk mengetahui makanan yang
- Intake makanan adekuat tidak disukai, disukai, dan budaya
dapat menurunkan dan
(porsi makan yang makan.
meningkatkan nafsu makan
disediakan habis)
klien selama tidak ada kontra
4. Kontrol indikasi.
lingkungan sekitar yang 4.
menyebabkan mual. Faktor-faktor seperti pemandangan
dan bau yang tidak sedap saat
makan dapat meningkatkan
perasaan mual pada klien.
5. Ajarkan 5.
teknik nonfarmakologi untuk Teknik manajemen mual
mengurangi mual (relaksasi, guide nonfarmakologi dapat
imagery, distraksi). membantu mengurangi mual
secara nonfarmakologi dan
tanpa efek samping.
6. Dukung
6.
istirahat dan tidur yang adekuat
Tidur dan istirahat dapat membantu
untuk meringankan nausea.
klien lebih relaks sehingga
mengurangi mual yang
7. Ajarkan dirasakan.
untuk melakukan oral hygine untuk 7.
mendukung kenyaman dan Mulut yang tidak bersih dapat
mengurangi rasa mual. mempengaruhi rasa makanan
8. Anjurkan dan menimbulkan mual.
untuk makan sedikit demi sedikit. 8.
Pemberian makan secara sedikit
demi sedikit baik untuk
9. Pantau
mengurangi rasa penuh dan enek
masukan nutrisi sesuai kebutuhan
di perut.
kalori. 9.
Kebutuhan kalori perlu
dipertimbangkan untuk tetap
mempertahankan asupan nutrisi
adekuat.
5 Hambatan mobilitas Setelah diberikan asuhan Bed Rest care
fisik berhubungan keperawatan ... x ..... jam 1. Jelaskan pada pasien tentang 1. Memberitahu
dengan kerusakan diharapkan kekakuan otot tidak kemungkinan untuk bed rest selama kan kemungkinan yang terjadi
neuromuskular terjadi, dengan kriteria hasil: beberapa waktu bila klien tidak mampu
ditandai dengan Mobility bergerak dalam waktu lama
keterbatasan - Fleksbilitas sendi dapat sehingga tidak menimbulkan
kemampuan dalam dipertahankan:5 kecemasan bagi klien dank lien
melakukan gerak, (consistenly demonstrated) dapat turut berperan dalam
penurunan - Otot tidak mengalami 2. Hindari penggunaan linen bertekstur proses penyembuhannya.
kemampuan dalam atropi:5 (Not compromised). kasar 2. Untuk
melakukan ROM, - Otot tidak mengalami mencegah pergesekan pada
pergerakan yang tidak kontraktur: 5 (Not kulit akibat bed rest sehingga
terkoordinasi. compromised). 3. Jaga agar linen tetap bersih dan mencegah kerusakan pada kulit.
kering. 3. Untuk
mencegaha terjadinya
4. Lakukan perubahan posisi pasien kerusakan pada area kulit akibat
setiap 2 jam sekali bed rest
4. Untuk
5. Monitor kondisi kulit melancarkan peredaran darah

5. Untuk
6. Bantu pasien dalam melakukan ADL memantau perkembangan kulit
agar mencegah terjadinya
infeksi dan dekubitus pada
pasien.
7. Monitor adanya konstipasi
6. Pasien yang
mengalami imobilisasi/bed rest
tidak dapat melakukan ADL,
maka perawat harus membantu
klien.
7. Bed rest
8. Monitor fungsi sistem perkemihan menyebabkan penurunan
kemampuan motilitas usus
sehingga dapat menyebabkan
konstipasi, sehingga perlu
dipantau agar dapat
9. Monitor status pernafasan menentukan intervensi
selanjutnya yang tepat.
8. Bed rest
menyebabkan penurunan fungsi
sistem perkemihan, sehingga
perlu dipantau agar dapat
menentukan intervensi
Exercise promotion
selanjutnya yang tepat.
1. Kaji kekuatan otot pasien
9. Bed rest
menyebabkan penurunan fungsi
sistem pernapasan seperti
penurunan kerja silia, sehingga
2. Jelaskan pada pasien dan perlu dipantau agar dapat
keluarga tentang pentingnya menentukan intervensi
latihan rentang gerak pasif atau selanjutnya yang tepat.
aktif pada bagian tubuh yang
tidak fraktur jika 1. Meng
memungkinkan etahui perkembangan kekuatan
3. Bersama pasien lakukan otot klien sehingga
latihan rentang gerak pasif dan memudahkan untuk melakukan
aktif intervensi selanjutnya.

4. Kolaborasi dengan ahli 2. Meng


phisical terapi dalam hindari terjadinya atropi otot
memberikan latihan yang tepat pada otot yang lama tidak
pada pasien untuk digunakan
perkembangan dan kemajuan
kondisi pasien
Self-Care Assistance
3. Untu
1. Pertimbangkan budaya dan
k mencegah terjadinya atropi
usia pasien ketika memberikan
pada otot dan untuk
perawatan diri
2. Monitor kemampuan pasien melancarkan aliran darah klien
4. Mem
dan melakukan perawatan diri
bantu memulihkan kondisi
secara mandiri
klien jika kondisi farktur yang
3. Monitor kebutuhan pasien dialami telah membaik
untuk personal hygiene,
berpakaian, berhias, toileting,
1.
dan makan
Jenis pemberian perawatan diri
4. Berikan pasien bantuan
tergantung pada budaya dan
pemenuhan perawatan diri
usia dari pasien.
hingga pasien memiliki
2.
kemampuan penuh untuk
Untuk mengetahui kebutuhan
melakukan perawatan diri
perawatan diri klien,
5. Ajarkan keluarga cara
menentukam yang mana saja
melakukan perawatan diri
yang perlu dibantu.
kepada pasien 3.
Untuk memberikan perawatan diri
6. Lakukan aktivitas perawatan yang tepat pada klien
diri secara rutin.
4.
Membantu pemenuhan kebutuhan
diri klien.

5.
Untuk memandirikan keluarga
sehingga dapat membantu
pemenuhan kebutuhan diri
klien
6.
Agar kebutuhan perawatan diri
klien selalu terpenuhi.
6. Kebingungan Akut Setelah diberikan asuhan Memory Training
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam 1.Kaji kemampuan kognisi klien dan 1. Mengetahui kemampuan kognisi
defisit neurologik diharapkan kondisi kognitif gangguan yang dialami klien dapat membantu dalam
akibat tumor dtitandai klien kembali normal, dengan menentukan kriteria hasil dan
dengan klien tampak kriteria hasil: intervensi yang tepat
mengalami Acute Confusion Level: 2.Minta klien untuk menceritakan 2. Membantu membuka memori
disorientasi, - Tidak ada disorientasi waktu beberapa hal menarik dalam hidupnya klien terhadap masa lalu
penurunan perhatian, (skala 5 = none) 3.Sediakan kesempatan untuk klien 3. Membantu klien untuk
dan sering lupa - Tidak ada disorientasi berorientasi dengan sekitarnya berkonsentrasi dalam mengenali
tempat (skala 5 = none) linkungan
- Tidak ada disorientasi orang 4.Pantau adanya perubahan perilaku 4. Perubahan perilaku kien dapat
(skala 5 = none) klien selama perawatan mengindikasikan adanya
- Tidak ada gangguan kognisi gangguan pada kognisi klien
(skala 5 = none)
- Tidak ada kesulitan dalam
berkonsentrasi (skala 5 =
none)
- Tidak ada kesulitan dalam
mengingat kejadian (5 =
none)
7. Risiko Jatuh Setelah diberikan asuhan Fall Prevention: Fall Prevention:
berhubungan dengan keperawatan selama .. x 24 jam 1. Identifkasi kemampuang klien dalam 1. Semakin rendahnya
gangguan diharapkan klien tidak jatuh, berjalan dan beraktivitas kemampuan klien dalam
keseimbangan akibat dengan kriteria hasil: beraktivitas dapat meningkatkan
adanya tumor Fall Prevention Behavior: risiko jatuh.
2. Sediakan alat-alat bantu keamanan
- Klien mampu memanfaatkan 2. Membantu memandirikan klien
klien seperti kaca mata, lampu
alat bantu penglihatan untuk dapat mencegah dirinya
penerangan, atau tongkat.
dengan baik (5 = Consistenly jatuh.
3. Ajarkan klien untuk memanfaatkan
demonstrated) 3. Membantu klien untuk lebih
benda-benda di sekitarnya dalam
- Klien mampu memanfaatkan kreatif dalam mencegah jatuh
membantu klien berjalan atau
alat penerangan saat saat kondisi klien tidak stabil.
beraktivitas.
beraktivitas (5 = Consistenly 4. Anjurkan klien untuk segera minta
demonstrated) bantuan saat kondisinya tidak 4. Mencegah terjadinya jatuh atau
- Klien mampu menggunakan seimbang cedera pada klien.
benda-benda di sekitarnya
sebagai alat bantu saat
beraktivitas (5 = Consistenly
demonstrated)
8 Kerusakan Setelah diberikan asuhan Communication Enhancement: Speech
komunikasi verbal keperawatan selama ... x 24 jam Deficit
berhubungan dengan diarapkan klien mampu 1. Berikan sebuah pentunjuk yang 1. Untuk membantu melakukan
tumor otak ditandai melakukan komunikasi dengan mudah sekali waktu komunikasi dan penyampaian
dengan kesulitan kriteria hasil: pesan
untuk mengucapkan Communication 2. Gunakan bahasa tangan jika 2. Untuk membantu melakukan
melalui verbal - Klien mampu menggunakan diperlukan komunikasi dan penyampaian
(seperti afasia, bahasa non-verbal (5 = not pesan melalui bahasa non verbal
isfasia, apraksia), compremised) 3. Anjurkan pasien untuk mengulang 3. Untuk memastikan penyampaian
kesulitan dalam - Klien mampu menggunakan kata pesan dengan tepat
bahasa tulisan (5 = not 4. Lakukan komunikasi satu arah 4. Membantu komunikasi agar
mempertahankan pola
komunikasi biasanya, compremised) dapat berlangsung dengan baik.
5. Berikan penghargaan positif atas 5. Penghargaan perlu diberikan
tidak bisa/ksulitan - Mampu menginterpretasikan
pencapaian klien untuk memotivasi klien dan
berbicara, dengan akurat pesan yang
diterima (5 = not menciptakan kepuasan pada
ketidakmampuan
compremised) klien.
menggunakan
- Mampu bertukar pesan
ekspresi wajah.
secara akurat dengan orang
lain (5 = not compremised)

Post –Op
NO DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Risiko Setelah diberikan asuhan Cerebral Perfusion Promotion Cerebral Perfusion Promotion
Ketidakefektifan keperawatan selama ... x 24 jam 1. Pantau tingkat kerusakan perfusi 1. Kegagalan perfusi jaringan
Perfusi Jaringan diharapkan perfusi jaringan jaringan cerebral, seperti status serebral dapat mempengaruhi
Serebral berhubungan serebral pasien dapat efektif, neurologi dan adanya penurunan status neurologi dan tingkat
dengan adanya dengan kriteria hasil: kesadaran. kesadaran pasien.
ketidakstabilan Tissue Perfusion: Cerebral 2. Konsultasikan dengan dokter untuk 2. Posisi yang tepat dapat
regulasi cairan otak - Tidak terjadi peningkatan menentukan posisi kepala yang tepat membantu mengoptimalkan
pasca operasi tumor tekanan intrakranial (skala 3 (0 derajat atau posisi flat) dan aliran darah ke otak dan
otak = moderate deviation from monitor respon pasien terhadap mencegah menyebarnya
normal range) posisi tersebut. perdarahan di daerah otak ke
- Tekanan darah sistolik daerah yang lainnya.
normal (110-120 mmHg) 3. Monitor status respirasi (pola, ritme, 3. Status respirasi dapat menjadi
(skala 3 = moderate dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2, indikator keadekuatan perfusi
deviation from normal PH, dan level bikarbonat). oksigen ke otak.
range) 4. Monitor nilai lab untuk perubahan 4. Oksigenasi yang tidak adekuat
- Tekanan darah diastolik dalam oksigenasi. dapat menurunkan perfusi
normal (70-80 mmHg) (skala oksigen ke otak.
3 = moderate deviation from 5. Kolaborasi pemberian
5. Neuroprotektor bertujuan untuk
normal range) neuroprotektor sesuai indikasi meningkatkan aliran darah dan
- Hasil pemeriksaan AGD konsumsi oksigen di otak pada
dalam rentang normal (PO2 = gangguan serebrovaskular.
80-100 mmHg, PCO2 = 35- Intracranial Pressure (ICP)
Intracranial Pressure (ICP)
45 mmHg, PH = 7.35-7.45, Monitoring Monitoring
dan level bikarbonat = 22-26 1. Pantau tekanan perfusi
1. Peningkatan tekanan intrakranial
mmHg) (skala 3 = moderate serebral/pantau tekanan intrakranial. dapat mengakibatkan
deviation from normal perburukan kondisi pasien
range) 2. Peningkatan suhu tubuh dapat
2. Pantau suhu tubuh pasien. menjadi salah satu indikator
terdapatnya infeksi dan
merupakan salah satu risiko
terjadinya kejang.
3. Diuretik dapat digunakan untuk
3. Kolaborasi pemberian diuretik dan
mengurangi edema cerebral dan
antiperdarahan.
menurunkan tekanan
intrakranial di dalam otak. Obat
antiperdarahan dapat membatu
mengatasi perdarahan pada otak
pasca operasi.
4. Pemberian Eksternal Ventrikuler
4. Kolaborasi pemberian EVD urgent
Drainage dapat membantu
(Eksternal Ventrikuler Drainage).
mengalirkan cairan
serebrospinal ke ruang lain dan
untuk menurunkan tekanan
intrakranial.

Vital Signs Monitoring Vital Signs Monitoring


1. Monitor tanda- 1. Memonitor tanda-tanda vital
tanda vital. penting untuk mengetahui
keadaan umum dan status
keefektifan perfusi jaringan.
2. Pengukuran tekanan darah
2. Ukur tekanan
setelah mendapatkan
darah setelah pasien mendapatkan
terapi/medikasi penting untuk
medikasi/terapi.
mengetahui keefektifan terapi.

2. Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan Pain Management


berhubungan dengan keperawatan selama ..x 24 jam 1. Kaji faktor pencetus nyeri 1. Mengetahui hal-hal nonfisik yang
adanya agen injury diharapkan klien dapat mungkin mencetuskan nyeri klien
fisik akibat operasi mengontrol nyeri, dengan 2. Meningkatkan relaksasi,
ditandai dengan klien kriteria hasil: 2. Ajarkan klien teknik manajemen memberikan rasa kontrol dan
mengeluh nyeri a) Pain level (level nyeri): nyeri meningkatkan kemampuan
kepala dan tampak - Klien melaporkan nyeri koping.
berkurang (skala 5 = 3. Mengetahui tingkat
meringis kesakitan
none) ketidaknyamanan klien secara
3. Kaji ketidaknyaman klien (ekspresi
- Klien tidak merintih nonverbal
wajah)
4. Mendapatkan data akurat tentang
ataupun menangis (skala
nyeri klien untuk menentukan
5 = none) 4. Lakukan pengkajian nyeri secara
intervensi
- Klien tidak menunjukkan menyeluruh (lokasi, pencetus durasi, 5. Nyeri dapat menstimulli
ekspresi wajah terhadap kualitas, frekuensi,dll) perubahan tanda –tanda vital,
nyeri (skala 5 = none) 5. Pantau perubahan tanda-tanda vital seperti peningkatan nadi,
- Klien tidak tampak dan respirasi klien saat nyeri peningkatan TD, serta
berkeringat dingin (skala berlangsung peningkatan frekuensi pernafasan
5 = none) 6. Penggunaan obat sesuai dengan
- RR dalam batas normal dosis dan waktu pakai dapat
(16-20 x/mnt) (skala 5 = 6. Anjurkan klien menggunakan obat meningkatkan efektifitas
normal) antinyeri secara adekuat sesuai terapi penggunaan analgetik
- Nadi dalam batas normal yang dijalani klien 7. Membatasi pengunjung dapat
(60-100x/mnt) (skala 5 = memberikan ketenangan dan
normal) 7. Batasi kunjungan orang yang membantu mengurangi stimulus
- Tekanan darah dalam menjenguk jika diperlukan nyeri
batas normal (120/80 8. Lingkungan yang nyaman dan
mmHg) (skala 5 = bersih dapat memberikan
normal) 8. Berikan lingkungan yang nyaman ketenangan dan membantu
b) Pain control (kontrol nyeri): dan bersih mengurangi stimulus nyeri
9. Imobilisasi bagian yang nyeri
- Klien dapat mengontrol
dapat membantu mengurangi
nyerinya dengan
stimulus nyeri.
menggunakan teknik 9. Berikan posisi yang nyaman untuk
manajemen nyeri non memfasilitasi klien seperti
farmakologis (skala 5 = imobilisasi bagian yang nyeri
consistently
demonstrated)
- Klien dapat
menggunakan analgesik
sesuai indikasi. (skala 5
= consistently
demonstrated)
- Klien melaporkan nyeri
terkontrol (skala 5 =
consistently
demonstrated)
3. Risiko Infeksi Setelah diberikan asuhan Environmental Management Environmental Management
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam 1. Pertahankan kebersihan lingkungan 1. Penyebab infeksi dapat berasal
adanya luka bekas diharapkan tidak terjadi infeksi, dan kenyamanan lingkungan dan dari lingkungan sekitar pasien,
operasi sebagai port dengan kriteria hasil: tempat tidur klien. dengan menjaga kebersihan
de entry kuman Immune Status lingkungan pasien, factor-faktor
. - Suhu tubuh dalam batas penyebab dapat dihindari.
normal (36.5 C-37,5 C) 2. Lakukan pemantauan terhadap 2. Mikroorganisme
o o cepat
(skala 5 = not compromised) temperatur lingkungan klien. berkembangbiak pada
- Kelemahan kronis tidak ada lingkungan yang etrlalu lembab,
(skala 5 = not compromised) dengan pemantauan temperature
Nutrition Status ruangan dapat mencegah
- Intake nutrisi adekuat (skala kelembaban berlebih.
Infection Control Infection Control
5 = not compromised)
1. Instruksikan keluarga pasien untuk 1. Sumber infeksi utama dapat
Self-Care Hygiene mencuci tangan dengan berasal dari tangan pasien dan
- Kebersihan oral pasien antimicrobial sebelum dan setelah keluarga atau petugas kesehatan,
terjaga (skala 5 = not melakukan aktivitas. minimalisasi faktor penyebab
compromised) dapat dilakukan dengan mencuci
- Kebersihan kuku terjaga tangan rutin mencuci tangan
(skala 5 = not compromised) setelah tangan menyentuh
- Kebersihan tubuh terjaga sesuatu
(skala 5 = not compromised) 2. Lakungan tindakan invasif dengan 2. Tindakan invasif yang dilakukan
- Kebersihan lingkungan prinsip yang benar. dengan prinsip yang benar dapat
pasien terjaga (5 = not
meminimalkan masuknya
compromised)
mikroorganisme kedalam tubuh
klien.
3. Pantau dan jaga kebersihan IV line,
3. Tempat penusukan IV line,
NGT, kateter.
tempat pemasangan NGT,
kateter, merupakan salah satu
jalur masuknya mikroorganisme
kedalam tubuh pasien, dengan
menjaga kebersihan IV line
dapat mencegah koloni bakteri.
4. Pantau suhu tubuh pasien.
4. Peningkatan suhu tubuh dapat
menjadi salah satu indikator
terdapatnya infeksi.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik 5. Pemberian antibiotik berfungsi
untuk mencegah terjadinya
infeksi yang disebabkan oleh
bakteri.
6. Lakukan pemantauan kondisi 6. Peningkatan suhu tubuh, WBC
pasien dan indikator yang mengarah merupakan salah satu indikator
pada infeksi. dari kejadian infeksi.
7. Jaga hygiene pasien. 7. Kebersihan badan, kuku, dan
perineal dapat mencegah
terjadinya resiko infeksi.
Nutrition Therapy Nutrition Therapy
1. Pantau intake makanan dan 1. Imunitas klien dapat
perhitungan kebutuhan kalori klien. ditingkatkan apabila kebutuhan
nutrisi pasien adekuat sehingga
kekebalan tubuh klien akan kuat
dalam menahan bakteri yang
masuk ke dalam tubuh.
2. Berikan klien oral hygiene. 2. Nafsu makan dipengaruhi oleh
salah satunya oral hygiene,
dengan tetap terjaganya
kebersihan mulut maka nafsu
makan klien akan dapat
ditingkatkan, selain itu oral
hygiene dapat mencegah infeksi
Wound Care: melalui oral.
1. Lakukan perawatan luka post op Wound Care:
secara teratur dengan teknik aseptic 1. Perawatan luka dengan teknik
aseptic dapat membantu menjaga
2. Pantau karakterisitik luka operasi
dan tanda-tanda infeksi pada luka kebersihan luka
2. Membantu pemantauan
perkembangan luka operasi dan
mencegah infeksi sangat berat

IV. Evaluasi Keperawatan

1. Pasien menunjukan perfusi jaringan serebral yang efektif.

2. Pasien menunjukan pola nafas yang efektif.

3. Pasien melaporkan nyeri berkurang hingga hilang sama sekali.

4. Pasien menunjukan persepsi sensori yang normal.

5. Pasien melaporkan pemenuhan nutrisi yang sesuai kebutuhan tubuh.

6. Pasien menunjukan kemampuan mobilisasi bertahap.

7. Pasien tidak mengalami cedera.

8. Pasien tidak menunjukan tanda dan gejala stroke.


DAFTAR PUSTAKA

Barbara L. Bullock1996. Patofisiology Adaptation and Alterations Infectius Function,

Fourth Edition, Lipincott, Philadelpia.

Anonym, 2000, Investigating Of The Space Occupying Lession And It’s Effect, (online),

available: Journal Of Surgery (diakses 24 Mei 2015)

Carpenito L.J. dan Moyet, 2007, Buku Saku Diagnosa Keperawatan , Edisi 10, EGC,

Jakarta.

Long C. Barbara, dkk., 1996, Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Marilyn E. Doenges, et al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

Price A. Sylvia, 2000, Patofisiologi, Konsep Klinik Proses Penyakit, Edisi 4, EGC,

Jakarta.

Reeves C. J. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Soffieti, R. Metastasis Brain Tumors. 7th. Congress of The European Federation of

Neorological Sopcieties. Helsinki. 2003.

Smeltzer & Bare, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,

Edisi 8 Vol. 3, EGC, Jakarta.

Wilkinson, J., Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7, EGC, Jakarta.

Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004. Nursing Interventions Classification (NIC).


Missouri :Mosby

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Missouri : Mosby

Smith, Kelly. 2012. Nanda Diagnosa Keperawatan 2012-2014. Yogyakarta: Digna Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai