Anda di halaman 1dari 10

SYOK HIPOVOLEMIK DAN DEHIDRASI

KEGAWATDARURATAN PROFESI FIK UI


Iin Nur Indah Sari (1106008012)

A. DEFINISI
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang
ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi mempertahankan perfusi yang adekuat ke
organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian padahemostasis tubuh yang serius
seperti, perdarahan masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark
miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak
terkontrol (syok sepsis), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neorogenik), atau
akibat respon imun (syok anafilatik).

B. ETIOLOGI DAN PATOFIISIOLOGI


1. Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang masif atau
kehilangan plasma darah.

ban Syok Hipovolemik

1. Perdarahan
- Hematom subkapsular hati
- Aneruisma aorta pecah
- Perdarahan gastrointestinal
- Perlukaan ganda

2. Kehilangan Plasma
- Luka bakar luas
- Pankreatitis
- Deskuamasi kulit
- Sindrom dumping

3. Kehilangan Cairan Ekstraselular


- Muntah (vomitus)
- Dehidrasi
- Diare
- Terapi diuretik yang sangat
agresif diabetes insipidus
- Insufisiensi andrenal

2. Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan akan
menurunkan aliran balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah
jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa
kejadian pada beberapa organ, diantaranya:

Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan
tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak
melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya gastrointestinal. Kebutuhan
energy untuk penalaksanaan metabolism di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua
sel organ tersebut tidak mampu menyimpan cadangan energy. Sehingga keduanya
sangat bergantung akan kesediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi
iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak.
Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga < 60
mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan
terganggu.

Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor
tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autoimun tubuh yang mengatur
perfusi serta substrak lain.

Kardiovaskular
Tiga variabel seperti : pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan
kontraksi miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung,
penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan
frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang
pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung
sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung.

Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi
endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati dalam usus. Hal ini
memicu pelebaran darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki sel
dan menyebabkan depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya
sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini
adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat
yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara
fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada
saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vesopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.
Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan
metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah
dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke,
1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok
hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta
perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis
merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.

C. GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-perdarahan serta perdarahan
adalah sama, meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respon
fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil
memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan
kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stres serta
ekspansi besar guna pengisisan valume pembuluh darah dengan menggunakan cairan
interstisial, intraselular dan menurunkan produksi urin.
Hipovolemia ringan (≤20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan sedikit gejala
yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring. Syok hipovolemia
sedang (20-40% volume darah) pasien menjadi lebih lemas, takikardia lebih jelas, meski
tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan
dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala
klasik syok akan muncul, tekana darah menurun drastis dan tak stabil walau posisi
berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung.

Klinis Syok Hipovolemik

ngan (≤20% volume darah)


Ekstremitas dingin ang (20-40% volume darah) erat (>40% volume darah)
u pengisian kapiler meningkat ama, ditambah takikardia a, ditambah: hemodinamik tak
Diaporesis Takipnea stabil
Vena kolaps Oligura Takikardia bergejala
cemas Hipotensi ortostatik Hipotensi
Perubahan kesadaran

Perfusi ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat.
Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke
berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan
yang memiliki penyakit berat dimana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat
pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat.

Dehidrasi dapat timbul pada diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah,
terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang
meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urine gelap, tidak mampu
berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat dapat mengarah ke gagal ginjal
akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.

Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan, yaitu :


1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % BB) : gambaran klinisnya turgor kurang, suara
serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 % BB) : turgor buruk, suara serak, pasien jatuh
dalam presyok atau syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam.
3. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10 % BB) : tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan
beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan
memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, tempratur tubuh dan
tanda-tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting.
Adanya kualitas bunyi usus dan adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan
tanda bagi etiologi.

Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri. Tanda vital, sebelum dibawa ke
unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin
menunjukkan gangguan pada pembuluh darah. Tanda klasik pada aneurisma arteri
torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya
menyebabkan nyeri, nyeri punggung atau nyeri panggul.

Skor penilaian klinis dehidrasi :


1. Rasa haus/muntah
2. Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
3. Tekanan darah sistolik <60 mmHg
4. Frekuensi nadi >120 kali/menit
5. Kesadaran apatis
6. Kesadaran somnolen, sopor atau koma
7. Frekuensi nafas >30 kali/menit
8. Facies cholerica
9. Vox cholerica
10. Turgor kulit menurun
11. Washer women’s hand
12. Eksremitas dingin
13. Sianosis
14. Umur 50-60 tahun
15. Umur >60 tahun

D. PENGKAJIAN PRIMER

Airway
● Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
● Terjadi penurunan kesadaran
● Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
● Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
● Gelisah
● Sianosis
● Kejang
● Retensi lendir / sputum di tenggorokan
● Suara serak
● Batuk

Breathing
● Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
● Sianosis
● Takipnu
● Dispnea
● Hipoksia
● Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi

Circulation
● Hipotensi / hipertensi.
● Takipneu.
● Hipotermi.
● Pucat.
● Ekstermitas dingin.
● Penurunan capillary refill.
● Produksi urin menurun.
● Nyeri.
● Pembesaran kelenjar getah bening.

E. PENGKAJIAN SEKUNDER
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan
dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16) agar dapat memasukkan cairan terbesar
dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh
darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan pembuluh darah periver, maka
digunakan akses pembulu sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia
dengan kateter besar). Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius
sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau
hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi. Analisis gas darah arteri
juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada
vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian
kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

F. MASALAH/DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d trauma hebat.
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.
6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.

G. PENANGANAN KEDARURATAN
a. Manajemen pasien dengan syok hipovolemik berfokus pada pencegahan kehilangan
darah/cairan. Tangani sesuai ABC.
b. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan langsung, balut tekan, atau turniket.
c. Membebat/membidai ekstremitas yang cedera dapat mengurangi kehilangan darah pada
perdarahan internal.
d. Tempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi (tredelenburg/posisi syok) untuk membantu
perfusi.
e. Jaga pasien tetap hangat (cegah kehilangan panas).
f. Pertahankan tekanan sistolik 90 mmHg atau nadi radial teraba.
g. Berikan oksigen aliran tinggi (15 L/menit dengan NRM).
h. Berikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intravena atau cara lain seperti dengan
pemasangan CVP. Cairan yang diberikan yaitu garam isotonus yang ditetes dengan cepat
(hati-hati asidosis hiperkloremia) atau cairan garam seimbang seperti ringer’s lactat (RL)
dengan jarum infus terbesar. Cairan diberikan 2-4 L dalam 20-30 menit.
i. Kehilangan darah >30% dapat diberikan transfusi darah.
j. Pada keadaan yang berat atau hipovolemia berkepanjangan, dapat dipertimbangkan
pemberian inotropik dengan dopamin, vasopressin, atau dobutamin untuk mendapatkan
kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi terlebih dahulu.
k. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 3-5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam
dalam dekstros 5% dapat membantu meningkatkan MAP.
l. Pada perdarahan yang bersumber dari abdomen dapat dipertimbangkan untuk dilakukannya
emergency laparotomy dan perdarahan dari retroperitoneum dapat dilakukan stabilisasi
eksternal pelvis dan emergency angiogram.

H. ALGORITMA/​CLINICAL PATHWAY
I. PEMANTAUAN
1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan penggantian cairan sesuai
indikasi. Pastikan golongan darah untuk pemberian transfusi.
2. Kaji analisa gas darah, jika pasien mengalami cardiac atau respiratory arrest lakukan
CPR
3. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi. Monitor saturasi oksifgen dan hasil AGD
untuk mengetahui adanya hypoxemia dan mengantisipasi diperlukannya intubasi dan
penggunaan ventilasi mekanik. Atur posisi semi fowler untuk memaksimalkan
ekspansi dada.
4. Monitor tanda-tanda vital, status neurologis, dan ritme jantung secara
berkesinambungan. Observasi warna kulit dan cek capillary refill
5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac output, setiap
15 menit, untuk mengevaluasi respon pasien terhadap treatmen yang diberikan.
6. Monitor intake dan output. Pasang kateter urin dan kaji setiap jam. Laporkan jika urin
tidak meningkat.
7. Berikan transfusi sesuai indikasi, monitor Hb secara serial dan HCT.
8. Berikan dopamin atau norephineprin, untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
perfusi renal.
9. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie, perdarahan, catat segera.
J. WOC
K. REFERENSI
Black, J.M. & Hawks, J.Hokanson. (2005). Medical-Surgical Nursing: Clinical
Management for Positive Outcomes (8th Ed.). Missouri: Elsevier, Inc.
Brunner & Suddarth. (2005). ​Buku Ajar Ilmu Keperawatan Medikal Bedah.​ Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, S.A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Sudoyo, A. W. Dkk. (2009). ​Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta​: InternaPublishing
Wilkinson, J. M. dan Ahern, N. R. 2012. ​Buku Saku Diagnosis Keperawatan​. Edisi 9 (terj.
Esti Wahyuningsih). Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai