Audit atas laporang keuangan biasanya dilakukan dengan cara “memecah” laporan
keuangan menjadi komponen yang lebih kecil. Setiap komponen diaudit secara terpisah,
tetapi bukan berarti berdiri sendiri. Setelah tiap komponen selesai diaudit, maka hasilnya
akan digabungkan, lalu ditarik kesimpulan tentang keseluruhan laporan keuangan.
Dewasa ini cara untuk memecah suatu audit adalah dengan menempatkan kelompok
transaksi dan saldo akun yang berkaitan erat dalam segmen yang sama. Cara ini disebut
pendekatan siklus. Dengan menggunakan pendekatan siklus, proses audit bisa berjalan lebih
efisien karena pendekatan ini mengikuti aliran pencatatan dalam jurnal dan peringkasan
dibuku besar serta dalam laporan keuangan. Salah satu siklus yang ditetapkan auditor dalam
pengauditan laporan keuangan adalah:
Siklus tidak memiliki awal dan akhir, kecuali pada saat awal perusahaan didirikan dan
ketika perusahaan dibubarkan. Contoh siklus dalam perusahaan manufaktur: Perusahaan
memulai aktivitas dengan kas yang digunakan untuk membeli bahan baku dan aset tetap
lainnya. Hal tersebut menimbulkan adanya siklus pembelian dan pembayaran, serta siklus
penggudangan dan persediaan. Pemakaian tenaga kera menimbulkan adanya siklus
personalia. Tahap selanjutnya selanjutnya dalah penjualan persediaan yang menimbulkan
tagihan serta penerimaan kas (siklus penjualan dan pengumpulan piutang). Kas yang
dihasilkan kemudian digunakan untuk membayar bunga, deviden, ekspansi modal, dan
memulai kembali siklus.
Siklus transaksi merupakan hal yang sangat penting dalam mengorganisasi suatu
audit. Meskipun auditor harus memperhatikan hubungan antar siklus, namun biasanya auditor
memperlakukan setiap siklus secara independen sejauh hal tersebut memungkinkan agar audit
beralan efektif.
a. Tujuan spesifik audit untuk golongan transaksi : Untuk setiap golongan transaksi
perlu dipenuhi seumlah tujuan audit sebelum auditor dapat menarik kesimpulan
bahwa transaksi tersebut telah dicatat dengan tepat
b. Tujuan spesifik audit untuk saldo : sejumlah tujuan audit tertentu yang perlu dipenuhi
untuk tiap saldo akun.
c. Tujuan spesifik audit penyaian dan pengungkapan : Berkaitan dengan penyajian dan
pengungkapan informasi laporan keuangan.
5. Asersi-Asersi Manajemen
Auditor harus mengidentifikasi dan menilai resiko kesalahan penyajian material pada:
Tingkat laporan keuangan
Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo akun dan pengungkapan, untuk
menyediakan suatu basis bagi perancangan dan pelaksanaan prosedur audit
lanjutan.
a. Keterjadian
Asersi ini berhubungan dengan apakah transaksi telah dilakukan dan
dicantumkan dalam laporan keuangan benar-benar terjadi pada periode
akuntansi bersangkutan.
b. Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh transaksi yang seharusnya
dicantumkan dalam laporan keuangan, telah benar-benar dilakukan. Asersi ini
bertentangan dengan asersi keterjadian.
c. Keakurasian
Asersi ini berhubungan dengan apakah transaksi transaksi telah dibukukan
dengan jumlah yang benar.
d. Penggolongan
Asersi ini berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan dalam akun
yang tepat.
e. Pisah Batas
Asersi pisah batas berhubungan dengan apakah transaksi dibukukan pada
periode akutansi yang tepat.
a. Keberadaan
Asersi keberadaan berhubungan dengan apakah aset, liabilitas dan ekuitas,
yang dicantumkan dalam neraca benar benar ada pada tanggal neraca.
b. Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh akun dan seluruh jumlah yang
seharusnya dicantumkan dalam laporan keuangan sungguh-sungguh telah
tercantum. Asersi ini mengarah pada kejadian – kejadian yang berlawanan
dengan asersi keberadaan.
c.Penilaian dan Pengalokasian
Asersi penilaian dan pengalokasian berhubungan dengan apakah aset,
liabilitas, dan ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan dengan
jumlah yang tepat, termasuk semua penyesuaian penilaian agar jumlah aset
mencerminkan nilai bersih bisa direalisasi.
d.Hak dan Kewajiban
Asersi ini berhubungan dengan apakah aset adalah hak entitas dan apakah
liabilitas merupakan kewajiban entitas pada tanggal neraca.