Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Toxoplasmosis merupakan penyebab tersering retinokoroiditis infeksius baik
pada dewasa mapun anak-anak. Organisme penyebabnya adalah Toxoplasma gondii,
parasit yang tergolong pada filum protozoa dan bersifat obligat intraseluler.. Parasit
ini tersebar luas diseluruh dunia. Kucing dan binatang sejenisnya (fellidae)
merupakan hospes definitif dari parasit ini dan mempunyai peranan penting untuk
penyebarannya, sedangkan mamalia lainnya termasuk manusia dan burung
merupakan hospes perantara.1
Toxoplasmosis pertama kali ditemukan pada pasien dengan kelainan
kongenital pada tahun 1923 oleh Janku di Praha. Pasiennya adalah seorang bayi laki-
laki berusia tiga bulan dan meninggal dengan hidrosefalus, inflamasi granulomatosa
pada mata dimana ditemukan protozoa pada retina. Wolf kemudian menemukan
bahwa penyebabnya adalah Toxoplasma.2
Infeksi kongenital dapat terjadi jika seorang wanita hamil terinfeksi. Secara
keseluruhan, sekitar 40% bayi dengan ibu yang terinfeksi juga akan tertular. Dari
seluruh bayi yang terinfeksi ini, hanya sedikit yang langsung menunjukkan gejala.2

1.2 Batasan Masalah


Penulisan makalah ini dibatasi pada pembahasan mengenai definisi sampai
penatalaksanaan dari toxoplasmosis pada bayi.

1.3 Tujuan Penulisan


Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan
pembaca mengenai toksoplasmosis pada bayi.

1.4 Metode Penelitian


Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk kepada
beberapa literature.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang
dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang dikenal
dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak
menginfeksi manusia dan hewan peliharaan.
Toxoplasmosis dapat diklasifikasikan kepada toxoplasmosis didapat dan
toxoplasmosis kongenital.

2.1.1 Toxoplasmosis Didapat


Sangat jarang ditemukan. Infestasi didapat melalui konsumsi daging yang
tidak dimasak sampai matang atau melalui host perantara yang mengandung parasit
dalam bentuk kista. Kebanyakan pasien asimtomatik dan lesi korioretinal sama
dengan toksoplasmosis kongenital.3

2.1.1 Toxoplasmosis kongenital


Infeksi kongenital dapat terjadi ketika seorang wanita terinfeksi Toksoplasma.
Saat terjadi parasitemia, Toxoplasma melewati plasenta dan menginvasi jaringan
fetus yang sedang berkembang. Risiko dan tingkat keparahan infeksi pada anak
tergantung pada waktu gestasi dimana ibu mendapatkan infeksi. Infeksi kongenital
lebih berat jika terjadi di awal kehamilan. Frekuensi transmisi parasit dari ibu ke bayi
paling tinggi pada trimester ketiga, ketika kontak antara ibu dan sirkulasi fetus paling
banyak. Secara keseluruhan, 40% bayi akan terinfeksi jika ibunya juga terinfeksi saat
hamil.2
Terdapat trias toxoplasmosis kongenital yaitu: kejang, korioretinitis dan
kalsifikasi intracranial. Pada fase aktif, bentuk lesinya yang khas adalah necrotic
granulomatous retinochoroiditis yang mengenai daerah macula. Kebanyakan bayi
yang terinfeksi toxoplasma lahir dengan bentuk infeksi inaktif, yang ditandai dengan

2
bilateral healed punched out heavily pigmented chorioretinal scars di daerah makula
yang biasanya baru terdeteksi jika terjadi gangguan penglihatan ketika sudah anak-
anak atau pada saat pemeriksaan strabismus. 3

2.2 Etiologi
Toxoplama gondii tergolong dalam kelas sporozoa. Hospes definitifnya
adalah kucing sedangkan hospes perantara adalah manusia, mamalia lainnya dan
burung. Toxoplasma gondii mempunyai daur hidup yang kompleks dimana terdiri
dari tiga bentuk utama:
- Oosit
- Tachyzoit (bentuk infeksius)
- Kista jaringan (bentuk laten) yang mengandung banyak bradizoit.1
Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan
daur seksual (gametogoni) yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama
tinja. Setiap ookista menghasilkan dua sporokista yang masing-masing mengandung
empat sporozoit.Bila ookista ini tertelan oleh manusia atau hospes perantara lain,
maka akan dibentuk kelompok-kelompok takizoit yang membelah secara aktif yang
disebut takizoit.
Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap
sel yang berinti. Bila sel penuh dengan takizoit, maka sel menjadi pecah dan takizoit
memasuki sel-sel sekitarnya atau difagositosis oleh makrofag. Kista jaringan dibentuk
di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding.4

2.3 Patofisiologi
Toxoplasma diduga mencapai retina lewat jalur hematogen. Takizoit
terperangkap di kapiler-kapiler retina dan menetap dalam bentuk kista (bradizoit).
Pada sejumlah kecil kasus, Toxoplasma gondii mungkin berasal dari otak yang sudah
terinfeksi berat, menyebar ke mata melalui nervus optikus.5 Retinitis primer ataupun
berulang diduga terjadi apabila kista tersebut pecah dan melepaskan takizoit ke
jaringan dan bermultiplikasi di sel-sel sekitarnya yang menyebabkan reaksi inflamasi

3
berlanjut di retina dan koroid.2 Faktor yang berhubungan dengan reaktivasi tidak
diketahui dan waktu rekurensinya tidak bisa diprediksi.6
Selain retinokoroiditis, organism ini juga bisa menyebabkan dense vitritis,
vitreous detachment, iridocyclitis, perivaskulitis, retinal detachment,
neovaskularisasi, katarak dan glaucoma.2

2.4. Manifestasi Klinis


Diagnosis toksoplasmosis kongenital dapat dicurigai bila ditemukan
gambaran klinis berupa hidrosefalus, korioretinitis dan kalsifikasi serebral. Namun,
diagnosis sering sukar ditegakkan karena 60% bayi lahir tidak menunjukkan gejala
dan tanda klinis sehingga ada yang membagi toxoplasmosis keongenital menjadi 4
bentuk :7
1. Bayi lahir dengan gejala
2. Gejala timbul dalam bulan-bulan pertama
3. Gejala sisa atau relaps penyakit yang tidak terdiagnosis selama masa kanak-
kanak
4. Infeksi subklinis

Secara umum manifestasi klinis dari toxoplasmosis dibagi menjadi 2 yaitu :


manifestasi sistemik dan neurologik. Yang digolongkan ke dalam manifestasi
sistemik meliputi demam, hepatosplenomegali, anemia, serta pneumonitis yang
terjadi karena adanya parasitemia. Sedangkan kelainan-kelainan seperti korioretinitis,
hidrosefalus, serta serangan kejang tergolong manifestasi neurologik, yang terjadi
karena adanya invasi parasit melewati barier otak, maupun deposit dari kista parasit
di jaringan otak.8,9
Spectrum klinis dan riwayat kelainan alamiah toksoplasmosis congenital yang
tidak diobati, yang secara klinis tampak pada tahun pertama, 80% dari anak ini
mempunyai IQ kurang dari 70, dan banyak yang menderita kejang-kejang serta
penglihatan yang terganggu berat.10

4
Sistem Saraf Sentral
Manifestasi neurologis toksoplasmosis congenital bervariasi dari ensefalopati
masih akut ke sindrom neurologis yang tidak kentara. Toxoplasmosis harus
dipikirkan sebagai penyebab setiap penyakit neurologist yang tidak terdiagnosis pada
anak dibawah umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina.
Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya manifestasi neurologist klinis
toksoplasmosis congenital dan mungkin terkompensasi atau memerlukan koreksi
dengan pemasangan shunt. Hidrosefalus mungkin muncul pada masa perinatal,
berkembang sesudah masa perinatal, atau jarang, muncul di kemudian hari. Pola
kejang berubah-ubah dan meliputi kejang motorik fokal, kejang-kejang petit mal dan
grand mal, otot menyentak-nyentak (twitching), dan opistotonus.
Keterlibatan spinal dan bulber mungkin dimanifestasikan oleh paralisis
tungkai, kesukaran dalam menelan, dan distress pernapasan. Mikrosefali biasanya
menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan mikrosefali
karena toksoplamosis congenital yang telah diobati tampak berfungsi secara normal.
Pada tahun-tahun pertama, toksoplamosis congenital yang tidak diobati yang
bergejala pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif dan
keterlambatan perkembangan.
Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa anak dengan infeksi subklinis
walaupun dilakukan pengobatan dengan primentamin dan sulfonamid selama 1 bulan.
Kejang-kejang dan cacat motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa neonatus,
walaupun infeksi pada saat lahir subklinis.
Kelainan cairan serebrospinal (CSS) terjadi pada sekurang-kurangnya
sepertiga bayi dengan toksoplamosis congenital. Produksi local antibody spesifik T.
gondii dapat ditunjukan pada cairan CSS individu dengan infeksi congenital. CT scan
otak yang diperkuat dengan kontras berguna untuk mendeteksi kalsifikasi,
menentukan ukuran ventrikel, mencitra lesi radang aktif, dan menggambarkan
struktur kistik porensefalik (Gb. 244-3). Kalsifikasi terjadi diseluruh otak, tetapi
tampaknya terdapat kecenderungan khusus perkembangan lesi demikian pada nucleus
kaudatus (yaitu, terutama area ganglia basalis), pleksus koroid dan subependim.

5
Ultrasonografi mungkin berguna untuk memantau ukuran vertikel pada bayi dengan
infeksi congenital. Pencitraan resonansi magnetk (MRI), CT dengan penguatan
kontras, dan scan radionukleotid otak dapat berguna untuk mendeteksi lesi radang
aktif.

Mata

Ciri khas infeksi toxoplasmosis ocular adalah korioretinitis nekrotik akut dan
biasanya bilateral, yang terjadi waktu embryogenesis. Pada kasus toxoplasmosis
kongenital, kelainan dapat diketahui segera setelah lahir atau beberapa saat setelah
itu. Namun pada sebagian besar kasus, infeksi tidak terdeteksi sampai awal masa
kanak-kanak, ketika gejala sistemik muncul. Pada saat ini, lesi pada mata mungkin
aktif atau sudah sembuh.11
Baik pada toxoplasmosis kongenital ataupun didapat, toxoplasmosis
korioretinitis diawali dengan retinitis yang ditandai secara klinis dengan satu atau
lebih lesi fokal yang berwarna putih kekuningan, batas tidak tegas, dan dihubungkan
dengan uveitis posterior yang mungkin difus dan berat. Pada beberapa kasus
korioretinitis menyerupai nekrosis retina akut yang biasanya disebabkan oleh herpes
virus. Meskipun demikian, walaupun focus primer infeksi toxoplasmosis adalah pada
retina, inflamasi hampir selalu menyebar ke koroid dan kadang-kadang mengenai
sclera, dan menyebabkan skleritis.11
Lebih dari 90% pasien dengan korioretinitis toxoplasma aktif menunjukkan
gejala. Kebanyakan pasien pada awalnya mengeluhkan mata kabur, dan yang lainnya
mengeluhkan metamorphopsia, nyeri mata, fotofobia dan mata berair.11
Hampir pada semua individu dengan infeksi congenital yang tidak diobati
akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita
gangguan penglihatan berat. T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat
pada individu dengan infeksi congenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan
retina. Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk macula.

6
Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur
visual dalam otak atau korteks visual juga menyebabkan gangguan penglihatan.
Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat
meradang, menyebabkan eritema pada mata luar. Penemuan okuler lain meliputi sel
dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli anterior), endapan keratin luas,
sinekia posterior, nodulus pada iris dan pembentukan neovaskuler pada permukaan
iris, kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan
glaucoma. Otot-otot ekstraokuler dapat juga terlihat secara langsung, bermanifetasi
sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan mikro – oftalmia.

2.5. Diagnosis
Toxoplasmosis congenital harus dicurigai pada bayi baru lahir dengan
hidrosefalus atau mikrosefalus, korioretinitis dan adanya focus kalsifikasi intra
serebral pada gambaran radiology. Pada anak yang lebih besar, gangguan penglihatan
atau kebutaan karena korioretinitis, retardasi mental dengan atau tanpa hidrosefalus
juga harus dicurigai.
Untuk mendapatkan diagnosis pasti dapat digunakan beberapa cara sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan langsung takizoit atau kista
2. Isolasi parasit
3. Biopsi kelenjar
4. Pemeriksaan serologis
5. Pemeriksaan radiologi10

Diagnosis infeksi Toxoplasma akut dapat dibuat dengan isolasi T. gondii dari
darah atau cairan tubuh dan juga dengan gambaran takizoit pada potongan atau
preparat jaringan dan cairan tubuh, kista pada plasenta atau jaringan janin atau
neonatus, dan histologi limfonodi yang khas. Uji serologis juga amat berguna untuk
diagnosis. CSS sering abnormal pada bayi dengan Toxoplasmasmosis congenital.

7
T. gondii dapat juga diisolasikan dengan biakan jaringan. Pada pemeriksaan
mikroskop, plak pada preparat ini ditemukan berisi sel nekrosis, terinfeksi berat
dengan banyak takizoit straseluler. Isolasi T. gondii dari darah atau dari cairan tubuh
menggambarkan infeksi akut, kecuali pada janin atau neonatus, biasanya tidak
mungkin memperagakan infeksi akut dengan isolasi T. gondii dari jaringan seperti
otot rangka, paruh-paruh, otak, atau mata yang diperoleh melalui biopsy atau pada
saat autopsy.

Pemeriksaan Serologis
1. Uji pewarnaan Sabin – Feldman adalah sensitive dan spesifik. Uji ini terutama
mengukur antibody IgG. Hasilnya harus dinyatakan dalam Unit Internasional
(UI/mL), hal ini didasarkan pada rujukan standar internasional serum dari
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). Tidak dipakai lagi karena
pelaksanaannya sulit.
2. Uji antibody fluoresens IgG (IgG – IFA) mengukur antibody yang sama seperti
pada uji pewarnaan, dan titernya cenderung parallel. Anti body ini biasanya
tampak 1-2 minggu sesudah infeksi, mencapai titer tinggi (>1:1000) sesudah 6-8
minggu, dan kemudian menurun dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Titer rendah (1:4 sampai 1:64) biasanya menetap seumur hidup. Titer
antibody tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit. Kira-kira setengah dari kit
IFA (yang telah di uji) yang ada dipasaran ditemukan telah distandarisasi secara
tidak tepat dan dapat menghasilkan angka-angka hasil positif – palsu & negative
– palsu.
3. Uji aglutinasi (Bio – Merieux, Lyon, Prancis) tersedia di pasaran Eropa
(misalnya, formalin, preserved whole parasite digunakan untuk mendeteksi IgG).
Uji ini tepat, sederhana untuk dilakukan, dan tidak mahal.
4. Uji antibody fluoresens IgM ( IgM – IFA ) berguna untuk diagnosis infeksi T.
gondii akut pada anak yang lebih tua karena antibody IgM tampak lebih awal
(sering pada 5 hari sesudah infeksi) dan menghilang lebih cepat dari pada
antibody IgG. Pada kebanyakan keadaan, uji antibody IgM – IFA naik dengan

8
cepat ( sampai ke kadar 1:50 sampai >1:1000) dan turun sampai titer rendah
(1:10 atau 1:20) atau menghilang dalam waktu berminggu-minggu atau berbulan-
bulan. Namun pada beberapa penderita, antibody IgM tetap positif pada titer
rendah selama beberapa tahun. Uji IgM – IFA mendeteksi IgM spesifik
Toxoplasma kurang lebih hanya pada 25% bayi yang terinfeksi secara congenital
pada saat lahir. Antibody IgM juga sering tidak ditemui dalam serum penderita
imunodefisien dengan toksoplasmosis akut atau pada kebanyakan penderita
dengan toksoplasmosis aktif yang hanya ada dimata. Baik uji IgG – IFA maupun
IgM – IFA dapat menunjukan hasil positif – palsu yang disebabkan oleh factor
rheumatoid.
5. Double – sandwich enzyme – linked immunosorbent assay (ELISA IgM) lebih
sensitive dan spesifik dari pada uji IgM – IFA untuk deteksi antibody IgM
Toxoplasma. Pada anak yang lebih tua, kadar antibody IgM terhadap
Toxoplasma dalam serum 1,7 atau lebih besar (nilai dari salah satu labolatorium
rujukan ; setiap labolatorium harus menegakan nilainya sendiri) menunjukan
bahwa kemungkinan orang itu baru saja mendapat infeksi toxoplasma. ELISA
IgM mendeteksi sekitar 75% bayi dengan infeksi congenital. ELISA IgM
menghindarkan terjadinya, baik hasil positif – palsu karena factor rematuid yang
dihasilkan oleh bayi yang tidak terinfeksidalam rahim maupun hasil negative –
palsu karma tingginya kadar antibody IgG ibu yang dipindahkan secara pasif
pada serum janin, seperti yang terjadi pada uji IgM – IFA.
6. Reaksi rantai polymerase (PCR) digunakan untuk memperbesar DNA T. gondii,
yang kemudian dapat di deteksi dengan menggunakan probe DNA. Deteksi gen
T. gondii repetitif, yaitu gen B1, pada cairan amnion terutama berguna untuk
menegakan diagnosis infeksi Toxoplasma congenital pada janin. Sensitivitas dan
spesifitas uji ini dengan menggunakan cairan amnion yang diambil pada
kehamilan > 18 minggu mendeteksi 100%. Pada pemeriksaan ini penderita
korioretinitis akibat toxoplasmosis biasanya terdapat titer IgG yang rendah dan
IgM yang negative. Dengan pemeriksaan ini PCR, titer antibody rendahpun dapat
dideteksi.10

9
Pemeriksaan Radiologis
Kalsifikasi serebral merupakan salah satu tanda toxoplasmosis congenital.
Gambaran ini dapat noduler atau linier. Pemeriksaan CT scan akan lebih jelas
menunjukkan tingkat beratnya kerusakan terjadi.10

2.6. Diagnosis Banding


Banyak manifestasi Toxoplasmosis congenital terjadi pada penyakit perinatal
lainnya, terutama penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus. Klasifikasi serebral
atau pun korioretinitis tidak bersifat patognomonis. Kurang dari 50% anak di bawah
usia 5 tahun dengan korioretinitis yang memenuhi criteria serologis untuk
Toxoplasmosis congenital ; penyebab dari sebagian besar kasus lainnya belum
diketahui. Gambaran klinis pada bayi baru lahir dapat juga sesuai dengan gambaran
sepsis, meningitis aseptic, sipilis, atau penyakit hemolitik. Pada kasus penyakit di
dapat, penyebab lain penyakit limfadenopati harus dibedakan dari Toxoplasmosis.

2.7 Penatalaksanaan
Pada bayi baru lahir dengan infeksi Toxoplasma, dapat diberikan
kemoterapi anti-Toxoplasma kombinasi yang terdiri dari pyrimethamine 1 mg/kgBB
per 12 jam sampai hari kedua. Pada hari ketiga, 1 mg/kgBB perhari selama 2-6 bulan.
Bulan selanjutnya diberikan 1 mg/kgBB tiga kali seminggu setiap Senin, Rabu dan
Jumat.
Sulfadiazine diberikan 50 mg/kgBB per 12 jam selama tahun pertama
kehidupan. Dapat pula diberikan Leucovorin 10 mg tiga kali seminggu selama
pemberian pyrimethamine dan seminggu setelahnya. Kortikosteroid (prednisone)
digunakan apabila kadar protein di CSS > 1 gr/dl atau jika korioretinitis aktif
mengancam fungsi penglihatan.
Selain pemberian obat-obatan, follow up yang teratur juga diperlukan untuk
mendeteksi manifestasi penyakit lebih awal, melakukan terapi tambahan atau
modifikasi terapi bila diperlukan, dan menentukan prognosa.

10
Hitung darah lengkap 1-2 kali per minggu untuk pemberian dosis
pyrimethamine harian dan 1-2 kali per bulan untuk pemberian dosis pyrimethamin
tiap 2 hari dilakukan untuk memonitor efek toksik dari obat.
Diperlukan pula pemeriksaan pediatrik yang lengkap, meliputi pemeriksaan
perkembangan saraf setiap bulan, pemeriksaan oftalmologi setiap 3 bulan sampai usia
18 bulan kemudian setiap tahun sekali, serta pemeriksaan neurologis tiap 3-6 bulan
sampai usia 1 tahun.

2.8 Prognosis
Toxoplasmosis kongenital dapat menyebabkan kecacatan fisik dan mental dan
berat, bahkan pada infeksi toxoplasmosis subklinis. Pada bayi yang menunjukkan
gejala ketika lahir, angka kematiannya 12%, dan hanya 10-15% yang dapat hidup
tanpa adanya sekuele.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Toxoplasma gondii adalah salah satu organisme yang dapat menyebabkan
infeksi pada fetus dan sering timbul pada bayi baru lahir sebagai penyakit yang
bersifat lokal ataupun general
Trias klasik dari toxoplasmosis kongenital, yaitu korioretinitis, hidrosefalus,
dan kalsifikasi intrakranial. Kejang, retardasi mental, dan kekakuan adalah sekuele
yang sering ditemukan.
Terdapat berbagai tes serologis yang bermakna untuk mendeteksi antibodi
terhadap T.gondii seperti Tes Sabin-Feldman, Indirect Fluorescent Antibody (IFA),
dan ELISA.
Bila IgM positif, merupakan bukti kuat adanya infeksi kongenital, tetapi IgM
negatif tidak menyingkirkan diagnosis. IgM menjadi positif 1-2 minggu setelah
terinfeksi dan menetap beberapa bulan sampai tahun. IgG spesifik dalam serum bayi
berasal dari ibu menurun 50% setiap bulan, tetapi dapat menetap sampai bayi
berumur 1 tahun. IgG mulai mulai disintesa pada umur 3 bulan pada bayi yang
mendapat pengobatan. IgA serum lebih sensitif untuk mendeteksi infeksi toksoplasma
kongenital dibandingkan dengan IgM.
Pada bayi baru lahir dengan infeksi Toxoplasma, dapat diberikan
kemoterapi anti-Toxoplasma kombinasi yang terdiri dari pyrimethamine 1 mg/kgBB
per 12 jam sampai hari kedua. Pada hari ketiga, 1 mg/kgBB perhari selama 2-6 bulan.
Bulan selanjutnya diberikan 1 mg/kgBB tiga kali seminggu setiap Senin, Rabu dan
Jumat.
Sulfadiazine diberikan 50 mg/kgBB per 12 jam selama tahun pertama
kehidupan. Dapat pula diberikan Leucovorin 10 mg tiga kali seminggu selama
pemberian pyrimethamine dan seminggu setelahnya. Kortikosteroid (prednisone)
digunakan apabila kadar protein di CSS > 1 gr/dl atau jika korioretinitis aktif
mengancam fungsi penglihatan.

12
3.2 Saran
Dokter diharapkan mengetahui dan memahami toxoplasmosis pada bayi serta
dapat merujuk jika menemukan tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan infeksi
toxoplasmosis.

13

Anda mungkin juga menyukai