Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal
ini tercermin dari semboyan “Bhinneka tunggal Ika” yang memiliki arti berbeda-beda tetapi
tetap satu. Kemajemukan tersebut terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras,
dan bahasa. Selain beragam, bangsa Indonesia memiliki beberapa persamaan, antara lain
keramah tamahan, gotong-royong, dan kehidupan sosial yang berlandaskan kekeluargaan.
Untuk mencapai kesatuan dan kebaikan bangsa Indonesia yang memiliki beragam
perbedaan, salah satunya adalah keberagaman kebudayaan tentu bukanlah sustu perkara yang
mudah. Tokoh-tokoh nasional, dalam usahanya untuk kesejahteraan, persatuan dan kesatuan
bangsa telah memutuskan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar 1945
sebagai dasar hukum, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan untuk bangsa Indonesia.
Adapun definisi umum tentang kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai
hasil usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Tiga kata terakhir ini “rakyat Indonesia
seluruhnya” jelas menyatakan bahwa kebudayaan salah satu suku bangsa belum dapat di
katakankebudayaannasional.
Perkembangan budaya Indonesia telah dimulai sejak nenek moyang kita. Namun,
beberapa tahun kebelakangan ini kebudayaan di Indonesia berada dalam masa yang
mengecewakan dimana banyak budaya kita yang mulai luntur dan bahkan hampir lepas dari
genggaman
Itulah yang membuat kita ingin mengajak bangsa kita ini untuk lebih memperhatikan
budaya-budaya yang sudah di wariskan oleh nenek moyang kita, dengan bersama-sama
menganalisis keberagaman kebudayaan di nusantara ini. Agar natinya kebudayaan yang
sudah ada sejak dahulu sampai sekarang yang sudah di wariskan oleh nenek moyang kita
tidak hilang dari Negara kita, sehingga keturunan dari Negara kita kelak masih bisa melihat
berbagai macam kebudayaan yang sekarang kita miliki.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja ragam budaya bangsa Indonesia?
2. Apa yang di maksud dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia
3. Bagaimana peranan nilai-nilai kebudayaan di masyarakat?

1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja ragam budaya dan
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang kemudian merupakan Identitas dari bangsa
Indonesia, serta bagaimana peranan nilai-nilai kebudayaan di masyarakat

[1]
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN KEBUDAYAAN


Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan
secara genetis
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya
dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-
budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Beberapa alasan mengapa
orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat
dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan
oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang
memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti
“individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan
“kepatuhan kolektif” di Cina.
Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan
pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang
dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa
bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Dengan demikian, budayalahyang
menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan
memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain,
yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas
suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

[2]
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-
benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.2 NILAI-NILAI BUDAYA


Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu
kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat
dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi
atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau
sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut
Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan
dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

[3]
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 RAGAM BUDAYA BANGSA INDONESIA


Kita sering bangga bahwa 210 juta orang Indonesia yang mendiami kepulauan
nusantara kita ini menunjukkan suatu keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan bahasa,
kita bangga akan slogan yang melambangkan aneka warna bangsa kita, yaitu Bhineka
Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi satu juga, diambil dari Kakawin /Sutasomo
karangan Mpu Tantular. Makna harfianya: Berbeda itu, satu itu.
Walaupun di satu pihak kita bangga akan sifat aneka warna masalah yang timbul
karena sifat itu. Masalah yang paling besar yang bersangkut-pangkut dengan sifat tersebut
adalah masalah kebudayaan nasional Indonesia. Hal itu disebabkan karena masalah
kebudayaan nasional menyangkut masalah kepribadian nasional, tidak hanya langsung
mengenai identitas kita sebagai bangsa, tetapi juga menyangkut soal tujuan kita dengan susah
payah mengeluarkan tenaga banyak untuk membangun, dan menyangkut soal motivasi kita
untuk membangun.
Agar suatu kebudayaan nasional dapat didukung oleh sebagian besar dari warga suatu
Negara, maka sebagai syarat mutlak sifatnya harus khas dan harus dapat dibanggakan oleh
warga negara yang mendukungnya. Hal itu perlu karena suatu kebudayaan nasional harus
member idenitas kepada warga negara tadi.
Keanekaragaman budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke merupakan aset
yang tidak ternilai harganya, sehingga harus tetap dipertahankan dan terus dilestarikan.
Tetapi, sayangnya, sebagai anak bangsa masih banyak yang tidak mengetahui ragam budaya
daerah lain di Indonesia, salah satunya budaya tato di Mentawai, Sumatra Barat, tindik
sebagai tanda kedewasaan dan masih banyak kebudayaan lain yang belum ter ekdplorasi.
Bagi penyuka traveling ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya yang rasa ingintahunya
cukup tinggi terhadap beragam budaya, tidak ada salahnya mampir ke Mentawai untuk
melihat dari dekat budaya tato yang sudah menjadi kebudayaan masyarakat setempat, selain
menikmati sajian pesona alam dan lautnya.
Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku
bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat
kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa
yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal
tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi
geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah,
pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-
kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.

[4]
 Ragam Seni dan Budaya Indonesia

 Rumah Adat]]
Nama-nama rumah adat dan Provinsinya:
 Nanggro Aceh Darussalam (NAD)
Rumah Adat : Rumah Krong Bade
 Sumatera Utara (SUMUT)
Rumah Adat : Rumah Bolon
 Sumatera Barat
Rumah Adat : Rumah Gadang
 Riau
Rumah Adat : Rumah Melayu Selaso Jatuh Kembar
 Jambi
Rumah Adat : Rumah Panjang
 Sumatera Selatan (SUMSEL)
Rumah Adat : Rumah Limas
 Bangka Belitung
Rumah Adat : Rumah Rakit
 Bengkulu
Rumah Adat : Rumah Rakyat
 Lampung
Rumah Adat : Rumah Sesat
 DKI Jakarta
Rumah Adat : Rumah Kebaya
 Jawa Barat (JABAR)
Rumah Adat : Rumah Kasepuhan Cirebon
 Banten
Rumah Adat : Rumah Badui
 Jawa Tengah (JATENG)
Rumah Adat : Padepokan Jawa Tengah.
 Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta
Rumah Adat : Bangsal Kencono Dan Rumah Joglo.
 Jawa Timur (JATIM)
Rumah Adat : Rumah Situbondo.
 Bali
Rumah Adat : Rumah Gapura Candi Bentar.
 Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rumah Adat : Rumah Istana Sultan Sumbawa
 Nusa Tenggara Timur (NTT)
Rumah Adat : Rumah Musalaki
 Kalimantan Utara (KALTARA)
Rumah Adat : Rumah Baloy.
 Kalimantan Barat (KALBAR)
Rumah Adat : Rumah Istana Kesultanan Pontianak.

[5]
 Kalimantan Tengah (KALTENG)
Rumah Adat : Rumah Betang
 Kalimantan Selatan (KALSEL)
Rumah Adat : Rumah Banjar Bubungan Tinggi.
 Kalimantan Timur (KALTIM)
Rumah Adat : Rumah Lamin.
 Sulawesi Utara (SULUT)
Rumah Adat : Rumah Pewris
 Sulawesi Barat (SULBAR)
Rumah Adat : Rumah Tongkonan
 Sulawesi Tengah (SULTENG)
Rumah Adat : Rumah Tambi
 Sulawesi Tenggara (SULTRA)
Rumah Adat : Rumah Istana Buton
 Sulawesi Selatan (SULSEL)
Rumah Adat : Rumah Tongkonan.
 Gorontalo
Rumah Adat : Rumah Dulohupa dan Rumah Pewaris.
 Maluku
Rumah Adat : Rumah Baileo
 Papua Barat
Rumah Adat : Rumah Honai
 Papua
Rumah Adat : Rumah Honai

 Macam-macam Seni di Indonesia


a. Alat Musik
Alat musik di Indonesia sebenarnya sangat banyak macamnya, contoh saja seperti
gendang dari yogyakarta, gamelan dari jawa tengah, Angklung dari jawa barat, bende dari
lampung dan masih banyak lagi. Tapi heranya kenapa sekarang orang indonesia sudah jarang
ada yang memainkan alat musik tersebut, alat musik tersebut dipakai kalau hanya ada acara
besar saja atau di peruntuhkan untuk anak sekolah dasar. harusnya sebagai orang indonesia
kita ikut mewarisi budaya-budaya yang telah ada agar budaya tersebut tidak hilang karna
adanya budaya asing yang masuk.

b. Tarian
Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan
budaya Indonesia.tetapi kebanyakan dari orang indonesia sudah terpengaruh oleh budaya
asing atau luar. setiap suku bangsa di Indonesia pasti memmpunyai tarian khas daerahnya
sendiri-sendiri. Tradisi kuno tarian dan drama ini biasanya diajarkan seperti di sanggar-
sanggar tari dan juga sekolah.

Seni tari di indonesia juga bisa masuk kedalam beberapa golongan, Dalam katagori
sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era

[6]
Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi
dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari
rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi
dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.

o Tari keratin
Tari Golek Ayun-ayun, dari KeratonYogyakarta. Tarian di Indonesia mencerminkan
sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluargabangsawan; berbagai istana dan keraton yang
hingga kini masih bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan
pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat
tampak dalam tradisi tari Jawa. Masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin
dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan,
unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan
unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian istana lebih ketat dan memiliki
seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari
rakyat lebih bebas, dan terbuka atas berbagai pengaruh.
Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata
kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari
Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton
lengkap dengan komposisigamelan pengiring tarian tersebut.

o Tari rakyat
Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari
masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan derajat kehalusannya. Berdasarkan
pelindung dan pendukungya, tari rakyat adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh
rakyat kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana
(keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih
dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun
demikian beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap
dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya
daripada fungsi ritual.

o Tari tradisional
Tari tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman bangsa
Indonesia. Beberapa tradisi seni tari seperti; tarian Bali, tarian Jawa, tarian Sunda, tarian
Minangkabau, tarian Palembang, tarian Melayu, tarian Aceh, dan masih banyak lagi adalah
seni tari yang berkembang sejak dahulu kala, meskipun demikian tari ini tetap dikembangkan
hingga kini. Penciptaan tari dengan koreografi baru, tetapi masih di dalam kerangka disiplin
tradisi tari tertentu masih dimungkinkan. Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi
baru.

Tari kreasi baru ini dapat merupakan penggalian kembali akar-akar budaya yang telah
sirna, penafsiran baru, inspirasi atau eksplorasi seni baru atas seni tari tradisional.

[7]
Sekolah seni tertentu di Indonesia seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung,
Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni Indonesia (ISI) yang tersebar di
Denpasar,Yogyakarta, dan Surakarta kesemuanya mendukung dan menggalakkan siswanya
untuk mengeksplorasi dan mengembangkan seni tari tradisional di Indonesia. Beberapa
festival tertentu seperti Festival Kesenian Bali dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman
tari Bali untuk menampilkan tari kreasi baru karya mereka.

3.2 NILAI-NILAI BUDAYA INDONESIA


Nilai-Nilai Budaya adalah Perekat yang sangat kuat untuk mempersatukan suatu
Bangsa. Hal ini disadari betul oleh para founding fathers bangsa kita, maka mereka
membangun negara diatas landasan kebudayaan. Pengetahuan mengenai keanekaragaman
budaya perlu dipelajari agar masyarakat dapat memperluas wawasan kebangsaan sebagai
salah satu perwujudan integrasi nasional,memperkuat rasa kesatuan dan persatuan
bangsa,menumbuhkan rasa saling menghormati di antara sesama warga masyarakat yang
berbeda suku bangsa dan budayanya.
Salah satu agenda besar dalam kehidupan berbangsa dan beranegara adalah menjaga
persatuan dan kesatuan dan membangun kesejahteraan hidup bersama seluruh warga negara
dan umat beragama. Hambatan yang cukup berat untuk mewujudkan kearah keutuhan dan
kesejahteraan adalah masalah kerukunan sosial, termasuk didalamnya hubungan antara
agama dan kerukunan hidup umat beragama. Persoalan ini semakin kursial karena terdapat
serangkaian kondisi sosial yang menyuburkan konflik, sehingga terganggu kebersamaan
dalam membangun keadaan yang lebih dinamis dan kondusif. Demikian pula kebanggaan
terhadap kerukunan dirasakan selama bertahun-tahun yang mengalami dekradasi, bahkan
menimbulkan kecemasan terjadinya disintegrasi bangsa
Kecenderungan distengrasi yang muncul belakangan ini salah satu faktornya adanya
sikap ekslusif terhadap pandangan ideologi dan keyakinan agama hingga akhir ketegangan.
Ketegangan tersebut menjembatani dan turut menyumbang serta memperparah berbagai
konflik yang terjadi ditengah-tengah masyaraka
Pengetahun mengenai keanekaragaman budaya perlu dipelajari agar masyarakat dapat
meningkatkan solidaritas dan kesetiakawanan sosial di antara sesama warga masyarakat dan
warga Negara, meningkatkan kepedulian dan minat untuk memahami potensi kebudayaan
dalam pembangunan masyarakat di Indonesia.

3.3 PERANAAN KEBUDAYAAN BAGI MASYARAKAT


Sebelum kedatangan Islam, wanita merupakan sesuatu yang tak berharga sehingga
masyarakat Arab selalu memandangnya dengan sebelah mata. Al-Qur’an menyebutkan
bahwa wanita adalah sosok yang mengurusi pendidikan hati dan roh manusia, sementara roh
dan hati manusia bukanlah pria maupun wanita. Oleh sebab itu al-Qur’an meniadakan tema
wanita dan pria agar tidak ada tempat untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan antara
kedua jenis manusia tersebut. Ketika masalah wanita dibahas oleh al-Qur’an dan hadits, hal
tersebut tidak dapat dilihat sebagai sebuah keistimewaan yang melebihkannya dari pria

Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang dengan jelas menyebut nama pria dan
wanita. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pikiran jahiliyah, yang mereka telah

[8]
membedakan antara pria dan wanita. Mereka menganggap bahwa ibadah dan kemuliaan
hanya milik kaum pria. Oleh sebab itu al-Qur’an datang dengan analisa nalar bahwa seseuatu
yang harus disempurnakan adalah roh, dan roh bukan wanita maupun pria.
Sebelum kedatangan Islam, wanita merupakan sesuatu yang tak berharga sehingga
masyarakat Arab selalu memandangnya dengan sebelah mata. Al-Qur’an menyebutkan
bahwa wanita adalah sosok yang mengurusi pendidikan hati dan roh manusia, sementara roh
dan hati manusia bukanlah pria maupun wanita. Oleh sebab itu al-Qur’an meniadakan tema
wanita dan pria agar tidak ada tempat untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan antara
kedua jenis manusia tersebut. Ketika masalah wanita dibahas oleh al-Qur’an dan hadits, hal
tersebut tidak dapat dilihat sebagai sebuah keistimewaan yang melebihkannya dari pria.
Dalam masalah ibada misalnya, tidak ada satu ibadah pun yang tidak melibatkan
wanita. Bahkan dalam masalah haid sekalipun, meski ada riwayat yang mengatakan,
“Tinggalkanlah salat ketika kamu dalam keadaan haid. Sebab ada riwayat , bahwa jika
seorang wanita dalam keadaan haid kemudian ia berudhu dan duduk di tempat shalatnya pada
saat waktu shalat wajib tiba, kemudian menghadap kibalat sambil berzikir, maka ia akan
memperoleh pahala shalat yang saat itu tidak boleh dilakukannya. Maka itu, tidak ada satu
pun bentuk kesempurnaan yang hanya dapat digapai kaum pria saja, sehingga wanita
terhalang untuk mendapatkannya.
Tentunya masalah-masalah fiqhilah yang mengurusi pembagian masalah tehnis
pelaksanaan, apa saja yang harus dilakukan pria dan tidak boleh dilakukan wanita. Namun,
sekali lagi itu hanya berkaitan dengan pelaksanaan teknis semata. Adapun dalam masalah
pengetahuan tafsir, filsafat dan irfan, tidak ada pembahasan tentang perbedaan antara pria
maupun wanita, yang menentukan adalah sisi kemanusiaan. Oleh sebab itu, jika
permasalahannya adalah pendidikan roh, maka roh bukan pria maupun wanita, karena di sini
semua sama. Sementara itu ayat-ayat al-Qur’an yang banyak menggunakan bentuk maskulin
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kelompok pertama, ayat-ayat yang tidak dikhususkan untuk satu jenis saja seperti
ayat yang menyebutkan kata an-nas atau insane (manusia) atau yang disebut dengan kata man
(siapa).
Kelompok kedua, ayat-ayat yang berbicara tentang pria seperti ayat-ayat yang
menggunakan bentuk maskulin (kata yang mengandung arti banyak dengan diakhiri dengan
huruf waw dan nun atau ya’ dan nun seperti kata muslimun atau muslimin), dan ayat yang
mengandung arti maskulin sebagai kata ganti dari kata nas atau yang lainnya, misalnya kata
yu’allimikum dan lain-lain. Semua itu berdasarkan bahasa tersendiri yang digunakan al-
Qur’an.Ketika mereka ingin mengatakan, “orang-orang berkata demikian, orang-orang
mengharapkan demikian, orang-orang menyuarakan demikian”, kata “orang-orang” yang
dalam bahasa Arabnya an-nas bukanlah sebagai lawan dari kata an-nisa (wanita) namun yang
dimaksudkan an-nas (orang-orang) adalah khalayak ramai. Dari sini, maka kita pun tidak
dapat menyimpulkan bahwa al-Qur’an selalu cenderung menggunakan bentuk maskulin
dalam ungkapan-ungkapannya, karena hal itu cukup popular digunakan dalam dunia
kesusastraan Arab.
Kelompok ketiga, kata-kata yang menggunakan kata pria dan wanita. Dijelaskan
dalam ayat tersebut bahwa dalam halini bukan masalah pria dan wanita, namun untuk
menjelaskan bahwa antara pria dan wanita tidak terjadi perbedaan, hal itu seperti dalam

[9]
firman Allah yang berbunyi; “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki
maupun perrempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik (Qs. An-Nahl:97)” Al-Qur’an turun untuk membersihkan
roh. Ketika roh beribadah dan mendekat kepada Allah SWT. dia dihukumi sebagai ‘amil,
artinya orang yang melakukan, baik fisiknya berjenis wanita maupun pria; ia tidak berbeda.
Jika demikian, maka dalam hal makrifat Allah, keikhlasan dan kemauan teguh, tidak
ada perbedaan antara pria maupun wanita. Jelaslah bahwa gender tidaklah berperan dalam hal
menerima ajaran-ajaran al-Qur’an. Allah SWT. mengatakan bahwa fisik manusia pertama
(Adam as) adalah bersumber dari tanah (thin); “sesungguhnya Aku menciptakan manusia dari
tanah (Qs. Shad: 71). Terkadang Allah SWT. mengatakan bahwa manusia diciptakan dari
tanah liat kering (shalshal), juga hama’ masnun (Lumpur hitam yang diberi bentuk). “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat (yang berasal) dari
Lumpur hitam yang diberi bentuk (Qs. Al-Hijr: 26).
Jika demikian, apa yang akan dibanggakan manusia? Jika harus membanggakan
sesuatu, maka kebanggaan yang hakiki adalah terhadap sesuatu yang tidak dapat kita
banggakan. Faktor yang dapat dibanggakan hanya ketakwaan saja, yang tidak boleh disertai
kesombongan dan kebanggaan. Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorangperempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang peling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah maha mengethaui lagi maha mengenal (Qs. Al-Hujarat: 13).

Masalah ras dan bahasa merupakan faktor untuk saling mengenal dan identitas alami.
Manusia tidak dapat menghilangkan identitas tersebut, ke mana ia pergi pasti membawanya.
Wajah, bentuk, tubuh, bahasa, dialek dan lain-lainnya merupakan identitas alami manusia
yang melekat pada tubuh. Adapun roh adalah satu, ia bukan barat dan bukan timur, ia bukan
Arab dan bukan pula non Arab dan seterusnya.
Identitas bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan. Jika demikian tidak ada sedikit
pun –bagi manusia- peluang untuk saling ingin berbangga diri, karena seluruh manusia terdiri
dari pria dan wanita, dan suku atau bangsa seluruhnya berkaitan dengan jasad, sementara roh
tidak demikian. Ia (roh) memiliki pembahasan lain yang tidak masuk pada pembahasan
tentang identitas dan lain-lainnya. Jika seseorang menginginkan untuk bangga, maka
janganlah membanggakan dirinya namun banggalah dengan takwanya
Pada dasarnya manusia yang lahir dan berkembang mengikuti dan mencontoh nilai-
nilai yang berada di lingkunganya, hal ini tidak terlepas dari peranan wilayah sekitar yang
memberikan contoh dalam perkembangan pada setiap manusianya. Budaya memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan manusianya, sebagai contoh, setiap
manusia memiliki naluri dan kemampuan menyerap apa yang menjadi contoh di
kehidupanya, di ibaratkan sebuah balon gas berwarna warni yang dapat terbang di udara, kita
melihat balon itu dapat terbang bukan berdasarkan warnanya, namun yang menjadi intinya
adalah isi dari balon tersebut. Dari beberapa panjabaran diatas ada beberapa sedikit
kesimpulan yang di ambil tentang makna kebudayaan, dimana kebudayaan sangat berperan
penting dalam setiap kehidupan manusia sebagai landasan berfikir dan bertindak.

[10]
Dengan memaknai dan mengamalkan arti dari kebudayaan kita dapat menyimpulkan
bahwasanya kebudayaan sebagai landasan dasar manusia untuk berkembang dan bertindak di
dalam kehidupan. Jika kita mengutip perkataan dari beberapa tokoh seperti yang di utarakan
Mohamad Hatta tentang kebudayaan, dimana kebudayaan selalu berkaitan dengan hal-hal
yang bersifat baik, jadi kebudayaan menurut Hatta sendiri adalah suatu hal yang lebih
ditekankan pada hal yang baik dan tidak terkesan negative. Sebagai contoh seorang
mahasiswa yang belajar ilmu matematika dan kemudian dalam pengamalanya ilmu tersebut
di gunakan bukan untuk hal yang bersifat negative namun ilmu tersebut di gunakan untuk
membangun kehidupan sesama manusianya.
Proses humanisasi adalah hal yang harus ditekankan dalam kehidupan bermasyarakat,
ketika manusia bisa memanusikan sesamanya, hal ini jelas sangat penting di tekankan di
kehidupan kita. Pengaruh globalisasi yang terbentuk dalam ruang-ruang yang lebih sempit
(glokalisasi) yang diutarakan Ritzer, sangatlah mengusik tatanan budaya pada masyarakat
lokalnya. Cepatnya arus informasi, teknologi dan perputaran barang pada satu waktu yang
bersamaan dapat memberikan kemudahan bagi manusianya, namun disisi lain hal ini sangat
berpengaruh terhadap tatanan budaya lokalnya. Tatanan nilai-nilai lokal harus di pelihara
sedemikian baik sehingga masyarakat dapat memfilter segala bentuk hal yang dapat merusak
tatanan budaya masyarakat lokalnya.
Berkaca pada kondisi sekarang ini, begitu banyak kejadian yang mengusik hati kita,
seperti ketika manusia tidak dapat menjaga sesamanya, kemiskinan yang tidak dapat di
tuntaskan. Hal ini tidak terlepas dari rusaknya dan tidak berfungsinya manusia dalam
mengamalkan makna kebudayaan yang sebenarnya. Budaya adalah sebagai dasar yang
membentuk setiap prilaku manusianya, jika budaya yang bersifat baik dapat diamalkan maka
tatanan kemanusiaan akan terjaga dengan baik, namun jika budaya sudah tidak bias lagi di
pahami dan dimaknai dan terkesan terusak dan terabaikan maka akan timbul hal yang
sebaliknya.

[11]
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Melalui fakta-fakta yang telah diperoleh dan dibahas di dalam makalah ini, sulit
dibayangkan bila semua orang yang berpijak di atas bumi hanya mempunyai satu kebudayaan
yang sama. Di era globalisasi seperti sekarang ini saja, kita dapat melihat hampir semua
orang di dunia terorganisasi ke dalam etnis atau kebangsaan tertentu dan dioperasikan
dibawah sistem yang berbeda-beda, berbicara dalam bahasa yang berbeda, dan mempunyai
kebudayaan yang berbeda antara satu individu dengan individu yang lain.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah sekuat atau secanggih apapun sistem
komunikasi dan transportasi yang ada di dunia ini tidak akan mampu menciutkan seluruh
kebudayaan menjadi hanya satu kebudayaan saja. Dunia ini tidak akan menjadi sebuah desa
global atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan global village seperti yang
dibayangkan oleh sebagian orang.
Dunia ini akan tetap menjadi dunia yang kaya akan kebudayaan yang beraneka ragam. Tidak
akan ada satu kebudayaan yang mampu menggabungkan seluruh kebudayaan berbeda yang
ada di dunia ini atau mungkin menggantikannya. Yang ada hanyalah, dengan teknologi
canggih dan sistem komunikasi serta transportasi yang canggih seperti sekarang ini, orang-
orang dengan kebudayaan yang berbeda dapat melakukan pertukaran kebudayaan yang dapat
memperkaya pengetahuan mereka akan kebudayaan yang dimiliki oleh negara lain.

4. 2 SARAN

Keanekaragaman budaya yang ada di nusantara hendaknya jangan dijadikan sebagai


perbedaan, tetapi lebih baik jika dijadikan sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Kita selaku
bangsa Indonesia memiliki kewajiban untuk selalu melestarikan kebudayaan yang beragam
tersebut agar kita dapat menjadi bangsa yang besar dan mau serta mampu menghargai
kebudayaan tersebut.
Sikap saling menghormati budaya perlu dikembangkan dalam masyarakat agar
kebudayaan kita yang terkenal tinggi nilainya tetap lestari, tidak terkena dampak buruk yang
datang akibat perubahan pesat yang terjadi di dunia. Melestarikan kebudayaan yang ada di
Indonesia harus didasari dengan rasa kesadaran yang tingi tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun. Hal ini dimaksudkan agar tercipta suatu kedamaian dan keharmonisan, tidak ada
perpecahan di antara kita semua.

[12]
DAFTAR PUSTAKA

Aisyahbana,Takdir,St,1961,puisi lama,PT.Pustaka Rakyat,jakarta.


Anshari,H.Endang saifuddin,M.A.,1982,ilmu,falsafat dan agama,PT.Bina Ilmu,surabaya.
Sultan Takdir Alisjahbana, Antropologi Baru, (Jakarta: Dian Rakyat, 1986).
H.M. Yusran Asmuni, Dirasah Ilmiyah I Pengantar Studi Al-Qur’an Al –Hadits Fiqh dan
Pranata Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 1
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid I (Jakarta: UI-Press, 1985), h. 1.
Prof. Dr. H. Said Agil Husain al-Munawar, M.A. Fikih Hubungan antar Agama (Cet. III;
Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), h. 89.

[13]
[14]

Anda mungkin juga menyukai