2
2
PENDAHULUAN
Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal
ini tercermin dari semboyan “Bhinneka tunggal Ika” yang memiliki arti berbeda-beda tetapi
tetap satu. Kemajemukan tersebut terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras,
dan bahasa. Selain beragam, bangsa Indonesia memiliki beberapa persamaan, antara lain
keramah tamahan, gotong-royong, dan kehidupan sosial yang berlandaskan kekeluargaan.
Untuk mencapai kesatuan dan kebaikan bangsa Indonesia yang memiliki beragam
perbedaan, salah satunya adalah keberagaman kebudayaan tentu bukanlah sustu perkara yang
mudah. Tokoh-tokoh nasional, dalam usahanya untuk kesejahteraan, persatuan dan kesatuan
bangsa telah memutuskan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar 1945
sebagai dasar hukum, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan untuk bangsa Indonesia.
Adapun definisi umum tentang kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai
hasil usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Tiga kata terakhir ini “rakyat Indonesia
seluruhnya” jelas menyatakan bahwa kebudayaan salah satu suku bangsa belum dapat di
katakankebudayaannasional.
Perkembangan budaya Indonesia telah dimulai sejak nenek moyang kita. Namun,
beberapa tahun kebelakangan ini kebudayaan di Indonesia berada dalam masa yang
mengecewakan dimana banyak budaya kita yang mulai luntur dan bahkan hampir lepas dari
genggaman
Itulah yang membuat kita ingin mengajak bangsa kita ini untuk lebih memperhatikan
budaya-budaya yang sudah di wariskan oleh nenek moyang kita, dengan bersama-sama
menganalisis keberagaman kebudayaan di nusantara ini. Agar natinya kebudayaan yang
sudah ada sejak dahulu sampai sekarang yang sudah di wariskan oleh nenek moyang kita
tidak hilang dari Negara kita, sehingga keturunan dari Negara kita kelak masih bisa melihat
berbagai macam kebudayaan yang sekarang kita miliki.
1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja ragam budaya dan
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang kemudian merupakan Identitas dari bangsa
Indonesia, serta bagaimana peranan nilai-nilai kebudayaan di masyarakat
[1]
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
[2]
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-
benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
[3]
BAB III
PEMBAHASAN
[4]
Ragam Seni dan Budaya Indonesia
Rumah Adat]]
Nama-nama rumah adat dan Provinsinya:
Nanggro Aceh Darussalam (NAD)
Rumah Adat : Rumah Krong Bade
Sumatera Utara (SUMUT)
Rumah Adat : Rumah Bolon
Sumatera Barat
Rumah Adat : Rumah Gadang
Riau
Rumah Adat : Rumah Melayu Selaso Jatuh Kembar
Jambi
Rumah Adat : Rumah Panjang
Sumatera Selatan (SUMSEL)
Rumah Adat : Rumah Limas
Bangka Belitung
Rumah Adat : Rumah Rakit
Bengkulu
Rumah Adat : Rumah Rakyat
Lampung
Rumah Adat : Rumah Sesat
DKI Jakarta
Rumah Adat : Rumah Kebaya
Jawa Barat (JABAR)
Rumah Adat : Rumah Kasepuhan Cirebon
Banten
Rumah Adat : Rumah Badui
Jawa Tengah (JATENG)
Rumah Adat : Padepokan Jawa Tengah.
Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta
Rumah Adat : Bangsal Kencono Dan Rumah Joglo.
Jawa Timur (JATIM)
Rumah Adat : Rumah Situbondo.
Bali
Rumah Adat : Rumah Gapura Candi Bentar.
Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rumah Adat : Rumah Istana Sultan Sumbawa
Nusa Tenggara Timur (NTT)
Rumah Adat : Rumah Musalaki
Kalimantan Utara (KALTARA)
Rumah Adat : Rumah Baloy.
Kalimantan Barat (KALBAR)
Rumah Adat : Rumah Istana Kesultanan Pontianak.
[5]
Kalimantan Tengah (KALTENG)
Rumah Adat : Rumah Betang
Kalimantan Selatan (KALSEL)
Rumah Adat : Rumah Banjar Bubungan Tinggi.
Kalimantan Timur (KALTIM)
Rumah Adat : Rumah Lamin.
Sulawesi Utara (SULUT)
Rumah Adat : Rumah Pewris
Sulawesi Barat (SULBAR)
Rumah Adat : Rumah Tongkonan
Sulawesi Tengah (SULTENG)
Rumah Adat : Rumah Tambi
Sulawesi Tenggara (SULTRA)
Rumah Adat : Rumah Istana Buton
Sulawesi Selatan (SULSEL)
Rumah Adat : Rumah Tongkonan.
Gorontalo
Rumah Adat : Rumah Dulohupa dan Rumah Pewaris.
Maluku
Rumah Adat : Rumah Baileo
Papua Barat
Rumah Adat : Rumah Honai
Papua
Rumah Adat : Rumah Honai
b. Tarian
Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan
budaya Indonesia.tetapi kebanyakan dari orang indonesia sudah terpengaruh oleh budaya
asing atau luar. setiap suku bangsa di Indonesia pasti memmpunyai tarian khas daerahnya
sendiri-sendiri. Tradisi kuno tarian dan drama ini biasanya diajarkan seperti di sanggar-
sanggar tari dan juga sekolah.
Seni tari di indonesia juga bisa masuk kedalam beberapa golongan, Dalam katagori
sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era
[6]
Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi
dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari
rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi
dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.
o Tari keratin
Tari Golek Ayun-ayun, dari KeratonYogyakarta. Tarian di Indonesia mencerminkan
sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluargabangsawan; berbagai istana dan keraton yang
hingga kini masih bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan
pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat
tampak dalam tradisi tari Jawa. Masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin
dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan,
unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan
unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian istana lebih ketat dan memiliki
seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari
rakyat lebih bebas, dan terbuka atas berbagai pengaruh.
Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata
kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari
Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton
lengkap dengan komposisigamelan pengiring tarian tersebut.
o Tari rakyat
Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari
masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan derajat kehalusannya. Berdasarkan
pelindung dan pendukungya, tari rakyat adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh
rakyat kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana
(keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih
dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun
demikian beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap
dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya
daripada fungsi ritual.
o Tari tradisional
Tari tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman bangsa
Indonesia. Beberapa tradisi seni tari seperti; tarian Bali, tarian Jawa, tarian Sunda, tarian
Minangkabau, tarian Palembang, tarian Melayu, tarian Aceh, dan masih banyak lagi adalah
seni tari yang berkembang sejak dahulu kala, meskipun demikian tari ini tetap dikembangkan
hingga kini. Penciptaan tari dengan koreografi baru, tetapi masih di dalam kerangka disiplin
tradisi tari tertentu masih dimungkinkan. Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi
baru.
Tari kreasi baru ini dapat merupakan penggalian kembali akar-akar budaya yang telah
sirna, penafsiran baru, inspirasi atau eksplorasi seni baru atas seni tari tradisional.
[7]
Sekolah seni tertentu di Indonesia seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung,
Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni Indonesia (ISI) yang tersebar di
Denpasar,Yogyakarta, dan Surakarta kesemuanya mendukung dan menggalakkan siswanya
untuk mengeksplorasi dan mengembangkan seni tari tradisional di Indonesia. Beberapa
festival tertentu seperti Festival Kesenian Bali dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman
tari Bali untuk menampilkan tari kreasi baru karya mereka.
Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang dengan jelas menyebut nama pria dan
wanita. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pikiran jahiliyah, yang mereka telah
[8]
membedakan antara pria dan wanita. Mereka menganggap bahwa ibadah dan kemuliaan
hanya milik kaum pria. Oleh sebab itu al-Qur’an datang dengan analisa nalar bahwa seseuatu
yang harus disempurnakan adalah roh, dan roh bukan wanita maupun pria.
Sebelum kedatangan Islam, wanita merupakan sesuatu yang tak berharga sehingga
masyarakat Arab selalu memandangnya dengan sebelah mata. Al-Qur’an menyebutkan
bahwa wanita adalah sosok yang mengurusi pendidikan hati dan roh manusia, sementara roh
dan hati manusia bukanlah pria maupun wanita. Oleh sebab itu al-Qur’an meniadakan tema
wanita dan pria agar tidak ada tempat untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan antara
kedua jenis manusia tersebut. Ketika masalah wanita dibahas oleh al-Qur’an dan hadits, hal
tersebut tidak dapat dilihat sebagai sebuah keistimewaan yang melebihkannya dari pria.
Dalam masalah ibada misalnya, tidak ada satu ibadah pun yang tidak melibatkan
wanita. Bahkan dalam masalah haid sekalipun, meski ada riwayat yang mengatakan,
“Tinggalkanlah salat ketika kamu dalam keadaan haid. Sebab ada riwayat , bahwa jika
seorang wanita dalam keadaan haid kemudian ia berudhu dan duduk di tempat shalatnya pada
saat waktu shalat wajib tiba, kemudian menghadap kibalat sambil berzikir, maka ia akan
memperoleh pahala shalat yang saat itu tidak boleh dilakukannya. Maka itu, tidak ada satu
pun bentuk kesempurnaan yang hanya dapat digapai kaum pria saja, sehingga wanita
terhalang untuk mendapatkannya.
Tentunya masalah-masalah fiqhilah yang mengurusi pembagian masalah tehnis
pelaksanaan, apa saja yang harus dilakukan pria dan tidak boleh dilakukan wanita. Namun,
sekali lagi itu hanya berkaitan dengan pelaksanaan teknis semata. Adapun dalam masalah
pengetahuan tafsir, filsafat dan irfan, tidak ada pembahasan tentang perbedaan antara pria
maupun wanita, yang menentukan adalah sisi kemanusiaan. Oleh sebab itu, jika
permasalahannya adalah pendidikan roh, maka roh bukan pria maupun wanita, karena di sini
semua sama. Sementara itu ayat-ayat al-Qur’an yang banyak menggunakan bentuk maskulin
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kelompok pertama, ayat-ayat yang tidak dikhususkan untuk satu jenis saja seperti
ayat yang menyebutkan kata an-nas atau insane (manusia) atau yang disebut dengan kata man
(siapa).
Kelompok kedua, ayat-ayat yang berbicara tentang pria seperti ayat-ayat yang
menggunakan bentuk maskulin (kata yang mengandung arti banyak dengan diakhiri dengan
huruf waw dan nun atau ya’ dan nun seperti kata muslimun atau muslimin), dan ayat yang
mengandung arti maskulin sebagai kata ganti dari kata nas atau yang lainnya, misalnya kata
yu’allimikum dan lain-lain. Semua itu berdasarkan bahasa tersendiri yang digunakan al-
Qur’an.Ketika mereka ingin mengatakan, “orang-orang berkata demikian, orang-orang
mengharapkan demikian, orang-orang menyuarakan demikian”, kata “orang-orang” yang
dalam bahasa Arabnya an-nas bukanlah sebagai lawan dari kata an-nisa (wanita) namun yang
dimaksudkan an-nas (orang-orang) adalah khalayak ramai. Dari sini, maka kita pun tidak
dapat menyimpulkan bahwa al-Qur’an selalu cenderung menggunakan bentuk maskulin
dalam ungkapan-ungkapannya, karena hal itu cukup popular digunakan dalam dunia
kesusastraan Arab.
Kelompok ketiga, kata-kata yang menggunakan kata pria dan wanita. Dijelaskan
dalam ayat tersebut bahwa dalam halini bukan masalah pria dan wanita, namun untuk
menjelaskan bahwa antara pria dan wanita tidak terjadi perbedaan, hal itu seperti dalam
[9]
firman Allah yang berbunyi; “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki
maupun perrempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik (Qs. An-Nahl:97)” Al-Qur’an turun untuk membersihkan
roh. Ketika roh beribadah dan mendekat kepada Allah SWT. dia dihukumi sebagai ‘amil,
artinya orang yang melakukan, baik fisiknya berjenis wanita maupun pria; ia tidak berbeda.
Jika demikian, maka dalam hal makrifat Allah, keikhlasan dan kemauan teguh, tidak
ada perbedaan antara pria maupun wanita. Jelaslah bahwa gender tidaklah berperan dalam hal
menerima ajaran-ajaran al-Qur’an. Allah SWT. mengatakan bahwa fisik manusia pertama
(Adam as) adalah bersumber dari tanah (thin); “sesungguhnya Aku menciptakan manusia dari
tanah (Qs. Shad: 71). Terkadang Allah SWT. mengatakan bahwa manusia diciptakan dari
tanah liat kering (shalshal), juga hama’ masnun (Lumpur hitam yang diberi bentuk). “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat (yang berasal) dari
Lumpur hitam yang diberi bentuk (Qs. Al-Hijr: 26).
Jika demikian, apa yang akan dibanggakan manusia? Jika harus membanggakan
sesuatu, maka kebanggaan yang hakiki adalah terhadap sesuatu yang tidak dapat kita
banggakan. Faktor yang dapat dibanggakan hanya ketakwaan saja, yang tidak boleh disertai
kesombongan dan kebanggaan. Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorangperempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang peling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah maha mengethaui lagi maha mengenal (Qs. Al-Hujarat: 13).
Masalah ras dan bahasa merupakan faktor untuk saling mengenal dan identitas alami.
Manusia tidak dapat menghilangkan identitas tersebut, ke mana ia pergi pasti membawanya.
Wajah, bentuk, tubuh, bahasa, dialek dan lain-lainnya merupakan identitas alami manusia
yang melekat pada tubuh. Adapun roh adalah satu, ia bukan barat dan bukan timur, ia bukan
Arab dan bukan pula non Arab dan seterusnya.
Identitas bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan. Jika demikian tidak ada sedikit
pun –bagi manusia- peluang untuk saling ingin berbangga diri, karena seluruh manusia terdiri
dari pria dan wanita, dan suku atau bangsa seluruhnya berkaitan dengan jasad, sementara roh
tidak demikian. Ia (roh) memiliki pembahasan lain yang tidak masuk pada pembahasan
tentang identitas dan lain-lainnya. Jika seseorang menginginkan untuk bangga, maka
janganlah membanggakan dirinya namun banggalah dengan takwanya
Pada dasarnya manusia yang lahir dan berkembang mengikuti dan mencontoh nilai-
nilai yang berada di lingkunganya, hal ini tidak terlepas dari peranan wilayah sekitar yang
memberikan contoh dalam perkembangan pada setiap manusianya. Budaya memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan manusianya, sebagai contoh, setiap
manusia memiliki naluri dan kemampuan menyerap apa yang menjadi contoh di
kehidupanya, di ibaratkan sebuah balon gas berwarna warni yang dapat terbang di udara, kita
melihat balon itu dapat terbang bukan berdasarkan warnanya, namun yang menjadi intinya
adalah isi dari balon tersebut. Dari beberapa panjabaran diatas ada beberapa sedikit
kesimpulan yang di ambil tentang makna kebudayaan, dimana kebudayaan sangat berperan
penting dalam setiap kehidupan manusia sebagai landasan berfikir dan bertindak.
[10]
Dengan memaknai dan mengamalkan arti dari kebudayaan kita dapat menyimpulkan
bahwasanya kebudayaan sebagai landasan dasar manusia untuk berkembang dan bertindak di
dalam kehidupan. Jika kita mengutip perkataan dari beberapa tokoh seperti yang di utarakan
Mohamad Hatta tentang kebudayaan, dimana kebudayaan selalu berkaitan dengan hal-hal
yang bersifat baik, jadi kebudayaan menurut Hatta sendiri adalah suatu hal yang lebih
ditekankan pada hal yang baik dan tidak terkesan negative. Sebagai contoh seorang
mahasiswa yang belajar ilmu matematika dan kemudian dalam pengamalanya ilmu tersebut
di gunakan bukan untuk hal yang bersifat negative namun ilmu tersebut di gunakan untuk
membangun kehidupan sesama manusianya.
Proses humanisasi adalah hal yang harus ditekankan dalam kehidupan bermasyarakat,
ketika manusia bisa memanusikan sesamanya, hal ini jelas sangat penting di tekankan di
kehidupan kita. Pengaruh globalisasi yang terbentuk dalam ruang-ruang yang lebih sempit
(glokalisasi) yang diutarakan Ritzer, sangatlah mengusik tatanan budaya pada masyarakat
lokalnya. Cepatnya arus informasi, teknologi dan perputaran barang pada satu waktu yang
bersamaan dapat memberikan kemudahan bagi manusianya, namun disisi lain hal ini sangat
berpengaruh terhadap tatanan budaya lokalnya. Tatanan nilai-nilai lokal harus di pelihara
sedemikian baik sehingga masyarakat dapat memfilter segala bentuk hal yang dapat merusak
tatanan budaya masyarakat lokalnya.
Berkaca pada kondisi sekarang ini, begitu banyak kejadian yang mengusik hati kita,
seperti ketika manusia tidak dapat menjaga sesamanya, kemiskinan yang tidak dapat di
tuntaskan. Hal ini tidak terlepas dari rusaknya dan tidak berfungsinya manusia dalam
mengamalkan makna kebudayaan yang sebenarnya. Budaya adalah sebagai dasar yang
membentuk setiap prilaku manusianya, jika budaya yang bersifat baik dapat diamalkan maka
tatanan kemanusiaan akan terjaga dengan baik, namun jika budaya sudah tidak bias lagi di
pahami dan dimaknai dan terkesan terusak dan terabaikan maka akan timbul hal yang
sebaliknya.
[11]
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Melalui fakta-fakta yang telah diperoleh dan dibahas di dalam makalah ini, sulit
dibayangkan bila semua orang yang berpijak di atas bumi hanya mempunyai satu kebudayaan
yang sama. Di era globalisasi seperti sekarang ini saja, kita dapat melihat hampir semua
orang di dunia terorganisasi ke dalam etnis atau kebangsaan tertentu dan dioperasikan
dibawah sistem yang berbeda-beda, berbicara dalam bahasa yang berbeda, dan mempunyai
kebudayaan yang berbeda antara satu individu dengan individu yang lain.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah sekuat atau secanggih apapun sistem
komunikasi dan transportasi yang ada di dunia ini tidak akan mampu menciutkan seluruh
kebudayaan menjadi hanya satu kebudayaan saja. Dunia ini tidak akan menjadi sebuah desa
global atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan global village seperti yang
dibayangkan oleh sebagian orang.
Dunia ini akan tetap menjadi dunia yang kaya akan kebudayaan yang beraneka ragam. Tidak
akan ada satu kebudayaan yang mampu menggabungkan seluruh kebudayaan berbeda yang
ada di dunia ini atau mungkin menggantikannya. Yang ada hanyalah, dengan teknologi
canggih dan sistem komunikasi serta transportasi yang canggih seperti sekarang ini, orang-
orang dengan kebudayaan yang berbeda dapat melakukan pertukaran kebudayaan yang dapat
memperkaya pengetahuan mereka akan kebudayaan yang dimiliki oleh negara lain.
4. 2 SARAN
[12]
DAFTAR PUSTAKA
[13]
[14]