Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ENTOMOLOGI PERTANIAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


SERANGGA (PENGARUH MAKANAN)

Oleh:

Kelompok 6

SUHANDA (D1A014146)

RIA MEISY ANGHRAINI NS ( D1A015033)

ENYLA MANURUNG ( D1A015089 )

DOSEN PENGAMPU :
1. Dr. Yuni Ratna S.P., M.P
2. Ir. Wilma Yunita, M.P

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

JURUSAN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dan tak lupa pula kami
menguucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini, baik secara materi maupun non materi.
Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Entomologi Pertanian
dengan topik “Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Serangga
(Pengaruh Makanan)”. Yang mana dalam materi ini mencakup bagaimana makanan (khusus
hama) itu mempengaruhi kehidupan serangga khususnya dalam bentuk pertumbuhan dan
perkembangan pada siklus hidupnya.
Tidak sedikit yang dapat membantu atau mendukung dalam proses pembuatan makalah
ini. Kami berterima kasih kepada Ibu Dr. Yuni Ratna S.P., M.P selaku dosen pengampu
matakuliah Entomologi Pertanian dan semua yang turut berperan membantu pembuatan makalah
ini, baik itu lisan atau berbentuk benda.

Kami menyadari bahwa apa yang telah dihasilkan dari makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan pembaca agar dapat
memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun. Dan semoga para pembaca dapat
mengambil ilmu serta manfaat dari makalah ini.

Muara Jambi, 12 September 2017

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................... 2
1.3. Manfaat ................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


..................................................................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Serangga. .......................................... 5
3.2 Perkembangan Serangga. ....................................................................... 6
3.3 Metamorfosis Sempurna. ....................................................................... 6
3.4 Metamorfosis tidak Sempurna. .............................................................. 6
3.5 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga (Makanan)........ 7
3.6 Nutrisi Serangga. ................................................................................... 11

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ........................................................................................ 13
4.2. Saran .................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... iii


LAMPIRAN
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Latar belakang

Entomologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari serangga. Istilah ini
berasal dari dua perkataan Latin -ent omon bermakna serangga dan logos bermakna ilmu
pengetahuan. Sebagai bagian dari komunitas ekosistem bumi, serangga telah menjadi
penentu keberadaan dan perkembangan ekosistem di muka bumi. Interaksi antara serangga
dengan manusia sudah berlansung sejak manusia ada dan hidup di dunia. Serangga
mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Nilai ekonomi serangga dapat
mencapai trilyunan rupiah setiap tahun. Nilai yang menguntungkan dapat berasal dari produk
seperti madu, royal jelly, sutera, jasa penyerbukan, agens hayati, perombak,pariwisata,
sumbangan dalam ilmu pengetahuan, dan peran dalam ekosistem. Begitu juga kerugian yang
besar akibat gangguan kesehatan hewan dan manusia yang disebabkan oleh penyakit yang
ditularkan dan disebarkan oleh serangga. Trilyunan rupiah dana digunakan untuk biaya
pengendalian hama tanaman, hama pascapanen,hama permukiman serta penyakit pada
tanaman, hewan dan manusia yang ditularkan oleh serangga.

Manusia sering memandang serangga secara antroposentris, yaitu sebagai kelompok


organanisme yang lebih banyak mendatangkan kerugian dari pada keuntungan bagi
kehidupan manusia. Namun pada hakekatnya aspek-aspek positif danmanfaat serangga bagi
kehidupan manusia jauh lebih besar dibandingkan aspek-aspekyang merugikan. Dengan
belajar Entomogi kita bisa menempatkan serangga secara proporsional dalam kehidupan,
sehingga tidak memandang serangga sebagai hewanyang selalu merugikan.

Kurang lebih 1 juta spesies serangga telah diketahui dan hal ini merupakan petunjuk
bahwa serangga merupakan mahluk hidup yang mendominasi bumi. Diperkirakan, masih ada
sekitar 10 juta spesies serangga yang belum diketahui. Peranan serangga sangat besar dalam
menguraikan bahan-bahan tanaman dan binatang dalam rantai makanan ekosistem dan
sebagai bahan makanan mahluk hidup lain. Serangga memiliki kemampuan luar biasa dalam
beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang ekstrem, seperti di padang pasir dan
Antarktika.
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan
berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga yang berperan
sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua serangga berbahaya bagi
tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk, pemakan bangkai, predator
dan parasitoid. setiap serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi
serangga, habitat dan kepadatan populasi (Putra, 1994).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Faktor
dari pengaruh makanan bagi serangga itu dapat mempemngaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya sehingga menjadikan suatu hama yang dapat merugikan manusia dalam
bidang ekonomis dan pertanian. Selain itu, makalah ini bertujuan sebagai memenuhi dari
tugas mata kuliah Entomologi Pertanian.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini yaitu pembaca dapat
lebih memahami lagi mengenai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
serangga dalam faktor makanan, serta dapat menjadi pedoman bacaan dalam mencari
literatur nantinya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Elzinga (1981) menyatakan bahwa serangga adalah hewan Arthropoda yang mempunyai tiga
bagian tubuh yaitu kepala, toraks dan abdomen dan juga mempunyai sepasang antena. Jumlah
segmen tubuhnya terdiri dari 19-20 segmen. Serangga adalah satu-satunya hewan invertebrata
yang mempunyai sayap. Kebanyakan serangga adalah teresterial, meskipun ada beberapa
serangga yang habitatnya aquatik. Perkembangannya epimorphik, kecuali pada ordo Protura, dan
tidak ada segmen yang bertambah setelah menetas dari telur. Perubahannya sangat bervariasi
dari metamorfosis tidak sempurna sampai metamorfosis yang sempurna.

Ukuran serangga berkisar antara 0,25 mm sampai 330 mm dan 0,5 mm sampai 300 mm
dalam bentangan sayap. Serangga yang terbesar terdapat di Amerika utara yaitu berupa ngengat
dengan bentangan sayap kira-kira 150 mm, dan serangga tongkat dengan panjang tubuh kira-kira
150 mm. Kisaran warna serangga mulai dari yang sangat tidak menarik sampai saangat
cemerlang, bahkan beberapa serangga ada berwarna-warni (Borror, 1996).

Tidak seperti halnya vertebrata, serangga tidak memiliki kerangka dalam, oleh karena itu
tubuh serangga ditopang oleh pengerasan dinding tubuh yang berfungsi sebagai kerangka luar
(eksoskeleton). Proses pengerasan dinding tubuh tersebut dinamakan skerotisasi. Dinding tubuh
atau kulit serangga disebut integumen. Integumen terdiri atas satu lapis epidermis, selaput dasar
dan kutikula. Kutikula mungkin lunak dan lemas, akan tetapi biasanya mengalami skerotisasi dan
membentuk menyerupai pelat yang dinamakan sklereit. Karena komponen integumen seperti itu,
menyebabkan serangga tidak dapat menjadi besar. Pertumbuhan serangga memerlukan
pembaruan dan penanggalan kulit lama secara periodik (Jumar, 2000).
Menurut Tarumingkeng (1999), ukuran tubuh serangga bervariasi dari mikroskopis (seperti
Thysanoptera, berbagai macam kutu) sampai yang besar seperti walang kayu, kupu-kupu gajah
dan sebagainya. Walaupun ukuran badan serangga relatif kecil dibandingkan dengan vertebrata,
kuantitasnya yang demikian besar menyebabkan serangga sangat berperan dalam biodiversity
(keanekaragaman bentuk hidup) dan dalam siklus energi dalam suatu habitat.

Serangga merupakan salah satu kelompok hewan yang mudah sekali menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungan sekitarnya, terutama terhadap jenis makanan yang akan dimakan.
Walaupun serangga suka pada tanaman tertentu, apabila makanan itu tidak ada ia masih dapat
hidup dengan memakan jenis tanaman lain (Pracaya, 1999). Selanjutnya Jumar (2000)
menyatakan bahwa, serangga memakan hampir segala zat organik yang terdapat di alam.
Serangga mempunyai saluran pencernaan yang dimulai dari mulut dengan fungsi unuk
memasukkan makanan, kemudian menguraikannya dengan cara hidrolisa enzimatik,
mengabsorbsi hasil penguraian makanan tersebut ke dalam tubuh, kemudian dilanjutkan dengan
mengeluarkan bahan-bahan sisa ke luar tubuh melalui alat saluran belakang, yaitu anus. Saluran
pencernaan serangga bentuknya seperti tabung yang mungkin lurus atau berkelok, memanjang
dari mulut sampai anus.

Serangga adalah makhluk yang berdarah dingin (poikiloterm), bila suhu lingkungan
menurun, proses fisiologisnya menjadi lambat. Namun demikian banyak serangga yang tahan
hidup pada suhu yang rendah (dingin) pada periode yang pendek, dan ada juga beberapa jenis
diantaranya yang mampu bertahan hidup pada suhu rendah atau sangat rendah dalam waktu yang
panjang (Borror, 1996). Selanjutnya Sumardi & Widyastuti (2000) menyatakan bahwa, serangga
merupakan kelompok hewan yang paling luas penyebarannya. Hewan ini dapat hidup dimana-
mana mulai dari daerah kering hingga daerah basah, mulai dari daerah panas hingga daerah
kutub.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pertumbuhan Dan Perkembangan Serangga

Pertumbuhan serangga Peletakan telur (oviposition) terjadi setelah telur matang


dan terjadi ovulasi. Telur umumnya diletakkan di tempat-tempat yang sesuai untuk
kehidupan keturunan. Telur dapat diletakkan dalam kelompok atau satu-satu, tergantung
spesiesnya. Telur diletakkan secara beragam, beberapa serangga menyatukan telurnya
secara pasif, misalnya pada Plasmida (walkingstick), yang lain menempelkan telur pada
substratnya satu-satu atau dalam kelompok. Jenis-jenis Vrysopidae (Neuroptera)
meletakkan telur dengan tungkai yang kaku yang panjang; telur terdapat di ujung
tangkai. Berbagai jenis serangga (belalang lapangan, belalang sembah, lipas) meletakkan
telur dalam paket, disebut ooteka atau paket telur; dalam satu paket terdapat banyak
telur. Bahan untuk melekatkan telur atau untuk pembuatan paket berasal dari yang
disebut sebagai kelenjar penyerta (accessory glands). Pertumbuhan serangga biasanya
melalui empat tahap bentuk hidup yaitu: telur, larva/nimfa, pupa dan stadium dewasa.
Telur diletakkan secara tunggal, atau dalam kelompok, di dalam atau di atas jaringan
tanaman atau binatang inang yang menjadi sasaran makanan serangga. Embrio di dalam
telur berkembang menjadi larva atau nimfa (tergantung macam metamorfosis atau
perkembangan) yang keluar dari telur pada saat telur menetas.

Perkembangan pascaembrio adalah perkembangan sejak eklosi sampai munculnya


serangga dewasa. Serangga mempunyai kerangka luar yang tidak memungkinkan
pertumbuhan memperbesar tubuh (ukuran tubuh). Masalah ini diatasi dengan proses
ganti kulit (molting). Serangga pradewasa yang baru keluar dari telur berkembang
melalui satu seri pergantian kulit, dan bertambah ukurannya setelah tiap ganti kulit. Tiap
tahap perkembangan disebut instar. Instar akhir, yang serangga itu sudah matang secara
seksual dan bersayap sempurna (pada jenis-jenis yang memang bersayap), adalah tahap
dewasa atau imago.
3.2 Perkembangan Serangga

Serangga berkembang dari telur yang terbentuk di dalam ovarium serangga


betina. Kemampuan reproduksi serangga dalam keadaan normal pada umumnya sangat
besar. Oleh karena itu, dapat dimengerti mengapa serangga cepat berkembang biak. Masa
perkembangan serangga di dalam telur dinamakan perkembangan embrionik, dan setelah
serangga keluar (manetas) dari telur dinamakan perkembangan pasca embrionik (Elzinga,
1981).

Pada serangga perkembangan individunya mulai dari telur sampai menjadi


individu dewasa menunjukkan perbedaan bentuk. Keadaan ini disebut dengan
metamorfosis. Dua macam perkembangan yang dikenal dalam dunia serangga yaitu
metamorfosa sempurna atau holometabola yang melalui tahapan-tahapan atau stadium:
telur-larva-pupa-dewasa dan metamorfosis bertahap atau hemimetabola yang melalui
stadium-stadium: telur-nimfa-dewasa (Tarumingkeng, 1999).

3.3 Metamorfosis Sempurna (Hilometabola)

Beberapa jenis serangga mengalami metamorfosa sempurna. Metamorfosa ini


mempunyai empat bentuk; mulai dari telur menjadi larva, kemudian kepompong (pupa)
baru dewasa (Mahmud, 2001). Pada tipe ini serangga pradewasa (larva dan pupa)
biasanya memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan serangga dewasa (imago). Larva
merupakan fase yang sangat aktif makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan
yang dicirikan dengan terjadinya perombakan dan penyusunan kembali alat-alat tubuh
bagian dalam dan luar, contohnya adalah serangga dari ordo Coleoptera, Diptera,
Lepidoptera, Hymenoptera dan lain-lain (Jumar, 2000).
3.4 Metamorfosis Tidak Sempurna

Pada Hemimetabola, bentuk nimfa mirip dewasa hanya saja sayap belum
berkembang dan habitat (tempat tinggal dan makanan) nimfa biasanya sama dengan
habitat stadium dewasanya (Tarumingkeng, 1999). Metamorfosa tidak sempurna
mempunyai tiga bentuk: mulai dari telur, menjadi nimfa, kemudian dewasa. Dengan
demikian metamorfosa tidak sempurna tidak terdapat bentuk kepompong, contohnya
adalah pada ordo Odonata, Ephimeroptera dan Plecoptera (Mamud, 2001).

3.5 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga (Makanan)

Kita mengetahui bahwa makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh
serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan tersedia dengan kualitas yang
cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya,
jika keadaan makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh
jenis makanan, kandungan air dalam makanan dan besarnya butiran material juga
berpengaruh terhadap perkembangan suatu jenis serangga hama. Dalam hubungannya
dengan makanan, masing-masing jenis serangga memiliki kisaran makanan (inang) dari
satu sampai banyak makanan (inang) (Jumar, 2000).

Faktor hayati adalah faktor-fakor hidup yang ada di lingkungan yang dapat
berupa serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan lain-lain. Organisme tersebut
dapat mengganggu atau menghambat perkembangan biakan serangga, karena membunuh
atau menekannya, memarasit atau menjadi penyakit atau karena bersaing (berkompetisi)
dalam mencari makanan atau berkompetisi dalam gerak ruang hidup (Jumar, 2000).

Secara ekologis, serangga berperan sebagai komponen rantai makanan; mungkin


sebagai herbivora, karnivora, pengurai (detritivora), dan penyerbuk. Sementara itu,
secara ekonomis, serangga dapat menjadi hama, musuh alami, atau vektor penyakit
tanaman, binatang, dan manusia.
1. Pemakan tumbuhan (herbivora)

Banyak serangga makan pada tumbuhan, dan sebagian di antara mereka


ditasbihkan manusia menjadi serangga yang merugikan (disebut hama). Banyak jenis ulat
(larva kupu-kupu dan ngengat) menjadi hama penting pada tanaman, misalnya Plutella
xylostella (hama tanaman kubis-kubisan), wereng coklat Nilaparvata lugens (hama
pengisap pada batang padi), belalang Locusta migratoria adalah pemangsa rakus hampir
segala jenis tumbuhan yang mereka temui di sepanjang jalan yang mereka lalui, dan
banyak jenis yang lain.

Secara alamiah, serangga herbivora berperan sebagai pengontrol kemelimpahan


tumbuhan. Pada beberapa kasus, serangga herbivora dimanfaatkan untuk mengendalikan
pertumbuhan tumbuhan pengganggu (gulma). Lalat gall Procecidochares connexa
misalnya, digunakan untuk mengendalikan gulma siam, selain ulat ngengat Pareuchaetes
pseudoinsulata.

Sumber: en.wikipedia.org

2. Pemakan daging (karnivora)

Di lain pihak, Anda dapat menemukan musuh alami masing-masing “hama” di


atas, misalnya tawon parasitoid Diadegma insulare (musuh alami P. xylostella), atau
kumbang koksi (musuh alami wereng coklat). Jika Anda cermati, musuh alami tersebut
akan “mengontrol” kemelimpahan serangga inang atau mangsanya, sehingga selalu
berkisar pada ambang yang “normal”. Semut rangrang yang Anda sangka “buas” karena
selalu menggigit jika diganggu, adalah pemangsa banyak jenis hama.
Namun, kelompok serangga karnivora ini mungkin dianggap merugikan manusia.
Nyamuk adalah salah satu contohnya. Aktivitas nyamuk betina mengisap darah mamalia
(termasuk manusia) ternyata dapat menularkan penyakit. Malaria, Demam Berdarah
Dengue, Kaki Gajah (Elephantiasis) dan Cikungunya adalah contoh-contoh penyakit
pada manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit Chagas ditularkan oleh kepik
Triatoma, dan Penyakit Tidur (Sleeping Sickness) ditularkan oleh lalat Tse-Tse (Glossina
palpalis).

3. Perombak bahan organik

Di samping dua kelompok serangga di atas, Anda dapat pula menemukan


serangga-serangga pengurai, misalnya rayap. Rayap berperan penting dalam peristiwa
penguraian kayu dan bahan-bahan dari tumbuhan dengan bantuan protozoa dan bakteri di
dalam usus belakang yang berfungsi sebagai pemecah selulosa, sehingga membantu
pengubahan “gundukan sampah” tumbuhan menjadi bahan-bahan yang dapat digunakan
kembali, baik oleh si rayap sendiri maupun oleh tanah sebagai bahan penyubur.
Beberapa contoh bakteri simbion pemecah selulosa pada rayap adalah bakteri fakultatif
Serratia marcescens, Enterobacter aerogens, Enterobacter cloacae, dan Citrobacter
farmeri diketahui menghuni usus belakang rayap spesies Coptotermes formosanus (famili
Rhinotermitidae) dan berperan memecah selulosa, hemiselulosa dan menambat nitrogen.
Penelitian lain menemukan protozoa simbion yang hidup pada usus rayap C. formosanus,
misalnya Pseudotrichonympha grassi, Holomastigotoides hartmanni, dan
Spirotrichonympha leidyi yang juga membantu rayap dalam mencernakan bahan berkayu.
Sementara itu, bakteri Bacillus cereus ditemukan pada usus kecoa Blaberus giganteus
pemakan kayu. Selain itu, aktivitas rayap membuat sarang di dalam tanah juga membantu
menggemburkan tanah, sehingga pertukaran udara di dalam tanah menjadi lebih baik.
4. Penyerbuk

Penyerbukan oleh serangga pada tumbuhan disebut entomofili. Hubungan antara


serangga penyerbuk dengan tumbuhan yang diserbukinya kadang-kadang sangat dekat
(bersifat obligat), misalnya, hubungan antara tumbuhan Yucca (famili Agavaceae)
dengan ngengat Yucca (Lepidoptera: Prodoxidae) yang berkisar antara mutualisme
obligat sampai antagonis (larva ngengat berperan sebagai herbivora). Dua genera ngengat
prodoxid, yaitu Tegeticula dan Parategeticula berperan sebagai penyerbuk obligat pada
tumbuhan Yucca, sementara genera ketiga, yaitu Prodoxus lebih berperan sebagai
pemakan (biji) Yucca. Hubungan mutualisme obligat serupa juga ditunjukkan oleh
tumbuhan fig (genus Ficus) dan serangga penyerbuk, tawon fig (ordo Hymenoptera,
subfamili Agaoninae).

Sementara itu, kupu-kupu, lebah, dan tawon adalah serangga penyerbuk yang
bersifat fakultatif (tidak mempunyai hubungan yang sangat khas seperti beberapa contoh
di atas). Pernahkah Anda perhatikan, bagaimana lebah mengunjungi bunga? Sambil
mencari cairan madu (nektar), mereka juga mengumpulkan serbuk sari di sekujur
tubuhnya. Nah, serbuk sari inilah yang secara tidak sengaja akan menempel pada putik
bunga lain yang dikunjunginya, sehingga terjadilah penyerbukan!

Sumber: en.wikipedia.org
5. Sumber gizi dan energi

Para ahli menunjukkan bahwa serangga mengandung protein yang cukup tinggi.
Risalah yang ditulis oleh Sutton (1995) menunjukkan bahwa manusia zaman purba sudah
memanfaatkan serangga sebagai sumber makanan. Entomofagi atau ilmu yang
mempelajari pemanfaatan serangga oleh manusia, terutama sebagai bahan makanan telah
berkembang. Sebelumnya, Frye dan Calvert (1989) membuktikan bahwa energi yang
terkandung dalam tubuh serangga cukup tinggi, sehingga potensial digunakan sebagai
sumber makanan. Ulat sutra (Bombyx mori) dan ulat hongkong (kumbang Tenebrio
mollitor) yang mereka amati mengandung kalori rata-rata 5 sampai 6,5 kkal/ g berat
kering tubuh.

6. Penghasil bahan berguna

Banyak serangga yang menghasilkan bahan yang dibutuhkan oleh manusia. Lebah
madu menghasilkan madu, royal jelly, propolis, malam, dan larva serta pupanya menjadi
kudapan yang lezat; kutu Kerria lacca (Hemiptera: Kerriidae) menghasilkan lak, sejenis
bahan pembuat pernis; dan ulat sutra, misalnya spesies Bombyx mori (Lepidoptera:
Saturniidae) menghasilkan sutra yang mahal harganya. Pada dekade terakhir, ditemukan
pula beberapa spesies ngengat liar, misalnya genus Cricula yang ternyata mampu
menghasilkan sutera yang mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan sutera dari
Bombyx.

Penelitian terkini bahkan memperlihatkan bahwa rayap ternyata mempunyai


potensi untuk digunakan sebagai bioreaktor untuk menghasilkan hidrogen. Penelitian
yang dilakukan oleh Departemen Energi Amerika Serikat menjelaskan bahwa beberapa
spesies rayap mampu menghasilkan dua liter hidrogen hanya dari selembar kertas dengan
memanfaatkan lebih kurang 200 spesies mikroorganisme di dalam ususnya.
3.6 Nutrisi Serangga

Serangga herbivora, seperti serangga dan binatang lainnya, memiliki kemampuan


untuk biosintesis beberapa nutrisi, hampir seluruh nutrisi yang dibutuhkan serangga
tersebut diperoleh dari tanaman inang. Nutrisi yang tidak bisa disintesis secara
endogenous (di dalam tubuh serangga) dikelompokkan menjadi nutrisi esensial.
Sementara yang dapat diproduksi sendiri dikelompokkan dalam nutrisi non-esensial.
Banyak pengetahuan tentang nutrisi serangga herbivora diperoleh dari penelitian rearing
menggunakan pakan buatan. Hal yang paling umum adalah untuk mengetahui nutrisi
khusus dari kebutuhan serangga dan kemudian diukur pengaruh dari ketiadaan nutrisi
tersebut pada pertumbuhan dan atau reproduksi serangga. Saat nutrisi esensial tersebut
telah teridentifikasi, pengaruh dari penggantian nutrisi tersebut dapat diukur secara
analog.

Serangga membutuhkan sumber arginin, histidin, leusin, isoleusin, lisin, metionin,


fenilalanin, treonin, triptopan, dan valin (semua dalam bentuk L), asam amino esensial
yang sama juga dibutuhkan oleh binatang yang lebih besar. Jika salah satu saja dari asam
amino esensial tersebut tidak ada, pertumbuhan dan perkembangan pada Pectinophora
gossypiella, Helicoverpa zea, Myzuz persicae, Tribolium confusum dan Apis mellifera
akan terhambat. Terkadang, asam amino non-esensial juga memacu pertumbuhan, karena
optimalisasi dari keseimbangan nutrisi dan proses biokimia yang terjadi dipusatkan pada
sintesis asam amino non-esensial. Sebagai contoh, alanin dan glisin atau sering
dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal pada Bombyx mori. Beberapa asam amino
penting dalam morfogenesis. Hal tersebut dibuktikan bahwa tirosin penting untuk
sklerotisasi kulit ari dan triptopan untuk pembentukkan pigmen. Asam amino lain
diketahui sebagai neutrotransmitter seperti asam γ-aminobutyric dan glutamate. Proline
penting untuk perkembangan dan sebagai sumber energi untuk Culex spp. dan beberapa
spesies Diptera. Asam aspartat dan asam glutamik penting untuk Phormia sp. dan B. mori
(Genc, 2006).
Hampir semua serangga membutuhkan tingkat protein yang optimum untuk
pertumbuhannya, tapi kebutuhan untuk masing-masing spesies berbeda. Serangga
membutuhkan protein untuk kebutuhan strukturalnya, sebagai enzim, reseptor, untuk
kebutuhan transport dan penyimpanan (Chapman, 1998). Beberapa serangga mencerna
protein dari makanan untuk mendapatkan asam amino. Haydak (1953) dalam Genc
(2006) menjelaskan bahwa pada kecoa saat kebutuhan protein terbatas, pertumbuhannya
terbatas, tapi hanya mengalami pemanjangan tubuh. Kecoa amerika tumbuh cepat pada
saat protein berada pada kisaran 49-78%, tapi hanya dapat bertahan hidup pada saat
protein berada pada kisaran 22-24%. Protein dibutuhkan serangga betina dewasa agar
ovari dan telur matang. Protein sangat penting untuk menghasilkan ‘Juvenile Hormon’
yang dibutuhkan untuk perkembangan ovari dan telur. Serangga jantan biasanya tidak
membutuhkan protein untuk mematangkan sperma saat tumbuh dewasa.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hampir semua serangga membutuhkan tingkat protein yang optimum untuk
pertumbuhannya, tapi kebutuhan untuk masing-masing spesies berbeda. Serangga
membutuhkan protein untuk kebutuhan strukturalnya, sebagai enzim, reseptor, untuk
kebutuhan transport dan penyimpanan. Nutrisi adalah bahan kimiawi yang dibutuhkan
oleh organisme untuk pertumbuhannya, perawatan jaringan, reproduksi dan energi.
Kebutuhan nutrisi serangga dapat berubaha sewaktu-waktu, tergantung pada
pertumbuhan, reproduksi, diapauses atau perpindahan.
Secara ekologis, serangga berperan sebagai komponen rantai makanan; mungkin
sebagai herbivora, karnivora, pengurai (detritivora), dan penyerbuk. Sementara itu,
secara ekonomis, serangga dapat menjadi hama, musuh alami, atau vektor penyakit
tanaman, binatang, dan manusia.
Kita mengetahui bahwa makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh
serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan tersedia dengan kualitas yang
cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya,
jika keadaan makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh
jenis makanan, kandungan air dalam makanan dan besarnya butiran material juga
berpengaruh terhadap perkembangan suatu jenis serangga hama.

4.2 Saran
Adapun saran dari hasil makalah ini ialah bahwa suatu serangga dikatakan hama
apabila dalam perannya merugikan manusia, yaitu salah satunya memperoleh makanan
dari tanaman. Dalam hal ini bagaimana pengaruh makanan itu memperoleh makanan dari
tanaman dapat diatasi agar mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Selain
itu, besar harapan kami agar makalah ini dapat dijadikan literature bagi sipembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Chapman, R. F. 1998. The Insects: Structure and Function 4th editions. Cambridge

University Press. Australia. p 69-72.

Riyanto. Januari 2010. “Cara Serangga Mematahkan Pertahanan Tanaman”. Vol. 13 No. 1.

Forum MIPA ISN 1410-1262 . Lektor Pada Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Unsri. Diakses pada tanggal 13 September 2017 pada pukul 04.52 WIB.

Salleh, Ahmad Firdaus Mohd., et al. 2014. “Pengaruh Suhu Terhadap Perkembangan Lalat

Berkepentingan Forensik Chrysomya villeneuvi Patton (Diptera: Calliphoridae)”. Vol.2,


No.4 : 1640 – 1647. Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597. Diakses
pada tanggal 05 September 2017 pada pukul 13.40 WIB.

Witjaksono, et al. 1963. Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Gajah

Mada : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai