Anda di halaman 1dari 15

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................1

BAB.I PENDAHULUAN
1.1.................................................................................................Latar Belakang
.........................................................................................................................2
1.2.Tujuan.............................................................................................................3
1.3. Manfaat.........................................................................................................3
BAB.II PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Agroforestry.................................................................................4
2.2.Contoh Lanskap Agroforesty........................................................................5
2.3.Ruang Lingkup Aagroforestry......................................................................5
2.3.1. Sejarah..................................................................................................6
2.3.2. Pengelolaan..........................................................................................7
2.3.3. Permasalahan ......................................................................................8
BAB.III KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan.................................................................................................10
3.2. Saran............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11
3

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan sejarah perkembangan peradaban manusia, eksploitasi dan
upaya pemanfaatan sumber daya alam merupakan proses yang tidak terhindarkan.
Pertambahan penduduk dunia merupakan faktor utama pendorong bagi upaya
pemanfaatan sumber daya alam (Natural Resources Exploitation) khususnya
hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan kemudian
dihadapkan dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa
yang berasal dari hutan, seperti kebutuhan air bersih, konservasi lahan, dan habitat
satwa liar tertentu atau terjadinya penyusutan lahan sebagai kebutuhan dasar
masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan.
Kawasan hutan kemudian dikonversi untuk tujuan lain seperti tempat
pemukiman, lahan pertanian dan perkebunan, bahkan akhir-akhir ini terjadi illegal
logging secara besar-besaran. Kondisi tersebut telah membawa dampak kepada
permasalahan keseimbangan ekosistem alam atau lingkungan biosfir bumi.
Konversi hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak
masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna,
banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini
bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal
hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain.
Masalah keseimbangan ekosistem berakibat terhadap perubahan
lingkungan yang melebihi daya dukung lingkungan serta menimbulkan gangguan
terhadap kemampuan alam untuk memperbaiki kembali lingkungannya. Sehingga
permasalahan keseimbangan ekosistem ini merupakan permasalahan secara
keseluruhan dari kehidupan umat manusia di bumi. Berbagai permasalahan
lingkungan global sebagai dampak dari ketidakseimbangan ekosistem meliputi :
perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, hujan asam, kerusakan ekosistem
hutan, dan pengurangan keanekaragaman hayati.
Secara keseluruhan permasalahan tersebut telah membawa dampak bagi
kehidupan umat manusia di bumi. Dampak ini dapat berakibat terhadap kesehatan
4

manusia, kondisi ekonomi dan kehidupan sosial, serta berpengaruh terhadap


tatanan perilaku budaya masyarakat. Sejalan dengan akibat masalah lingkungan
yang dirasakan manusia, telah pula membawa kesadaran baru bagi umat manusia
untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan dan serta harus melakukan
upaya-upaya untuk memperbaiki keadaan lingkungannya.
Kesadaran tersebut telah melahirkan berbagai sistem dan praktek agroforestry
khususnya di negara-negara berkembang. Sistem dan praktek agroforestry
tersebut diyakini dapat memberikan solusi keseimbangan dalam ekosistem
melalui berbagai teknik pengelolaan lahan dengan berbagai macam kombinasi
tanaman (pertanian, perkebunan dan kehutanan) dan atau ternak secara bersama-
sama atau berurutan. Bahkan lebih dari itu, agroforestry juga dapat mengatasi
masalah pangan terutama bagi masyarakat pedesaaan.
Dengan demikian maka agroforestry dapat berperan dalam pelestarian
lingkungan sebagai cita-cita luhur pengelolaan hutan lestari. Peran agroforestry
dalam pengelolaan hutan lestari ini dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung
dalam agroforestry itu sendiri dihubungkan dengan kriteria dan indikator yang
terkandung dalam pengelolaan hutan lestari.

1.2 Tujuan :

1. Mengetahui sistem agroforestry yang digunakan di daerah Taman Nasional


Meru Betiri (TNMB) di pantai selatan Jawa Timur dan penggunaan lahan
di masyarakat Suku Dayak, Kalimantan Barat.
2. Mengetahui Pengelolaan sistem agroforestry di daerah Taman Nasional
Meru Betiri (TNMB) di pantai selatan Jawa Timur dan penggunaan lahan
di masyarakat Suku Dayak, Kalimantan Barat.
3. Mengidentifikasi permasalahan sistem agroforestry di daerah Taman
Nasional Meru Betiri (TNMB) di pantai selatan Jawa Timur dan
penggunaan lahan di masyarakat Suku Dayak, Kalimantan Barat.

1.3 Manfaat :
1. Masyarakat dapat mengelola lahan secara baik serta menjaga
keseimbangan ekosistem yang ada.
5

2. Dapat menjaga kearifan lokal serta dapat meningkatkan pendapatan


masyarakat sekitar.
3. Dapat menjaga kawasan alam yang dilindungi untuk keberlanjutan
kehidupan yang lebih baik.
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agroforestri

Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan secara terpadu yang


mengombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan)
yang dilakukan baik secara bersama-sama atau bergilir dengan tujuan untuk
menghasilkan dari penggunaan lahan yang optimal dan berkelanjutan (Hairiah,
2003). Menurut Andayani (2005), agroforestry dapat diartikan sebagai sebuah
bentuk nama kolektif (collective name) atau nama gabungan dari hasil sistem nilai
masyarakat yang berkaitan dengan model-model penggunaan hutan secara
lestari. Menurut Lundgren (1982), agroforestry is a collective name for land-use
systems and technologies where woody perennials (trees, shrubs, palms, bamboos,
etc.) are deliberately used on the same land-management units as agricultural
crops and/or animals, in some form of spatial arrangement or temporal sequence.
In agroforestry systems there are both ecological and economical interactions
between the different components.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka secara garis besar agroforestri
memiliki unsur-unsur seperti penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan
oleh manusia, penerapan teknologi, komponen tanaman semusim, tahunan
dan/atau ternak atau hewan, waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu
periode tertentu, dan ada interaksi ekologi, ekonomi, dan sosial.

3
7

2.2 Contoh Lanskap Agroforestri sebagai pengendalain konsefasi habitat


alami

1. Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) terletak di pantai selatan Jawa


Timur

2. Tembawang adalah sistem penggunaan lahan di masyarakat Suku Dayak,


Kalimantan Barat
8

2.3 Pembahasan Landskap Agroforestri Sebagai Pengendali Konservasi


Habitat Alami

2.3.1 Sejarah
 Tembawang: Bukan sekedar sistem agroforestri
Tembawang atau sering disebut sebagai agroforest tembawang adalah
suatu bentuk sistem penggunaan lahan yang terdiri dari berbagai jenis
tumbuhan, mulai dari pohon-pohon besar berdiameter lebih dari 100
sentimeter hingga tumbuhan bawah sejenis rumput-rumputan. Sistem ini
dikelola dengan teknik-teknik tertentu sesuai dengan kearifan lokal mereka
dan mengikuti aturan-aturan sosial sehingga membentuk keanekaragaman
yang kompleks menyerupai ekosistem hutan alam.
Di masa lalu, sebagian besar masyarakat Suku Dayak memiliki pola
pemukiman berpindah-pindah mengikuti pola perpindahan ladang mereka. Di
lokasi pemukiman tersebut mereka menanam berbagai jenis tanaman yang
mereka anggap menjadi sumber bahan makanan, bumbu-bumbuan dan
tanaman buah-buahan seperti durian, mangga, rambutan, manggis dan
entawak. Seiring dengan berjalannya waktu, merekapun menanam tanaman
karet dan tengkawang di lokasi tersebut. Namun demikian, tidak semua
tumbuhan yang ada di dalam sistem agroforest tembawang adalah hasil
penanaman, ada juga tumbuhan yang tumbuh secara alami dalam proses
regenerasi alam seperti nyatuh, jenis-jenis rotan, tumbuhan merambat (liana),
tumbuhan semak dan herba, bahkan jenis-jenis anggrek pun kebanyakan
tumbuh secara alami.
 Kawasan Wisata Taman Nasional Meru Betiri
Taman Nasional Meru Betiri merupakan perwakilan ekosistem
mangrove, hutan rawa, dan hutan hujan dataran rendah di Jawa. Taman
nasional ini juga merupakan habitat tumbuhan langka bunga raflesia
(Rafflesia zollingeriana), dan beberapa jenis tumbuhan lainnya seperti bakau
(Rhizophora sp.), api-api (Avicenia sp.), waru (Hibiscus tiliaceus),
nyamplung (Callophyllum inophyllum), rengas (Gluta renghas), bungur
9

(Lagerstroemia speciosa), pulai (Alstonia speciosa), bendo (Artocarpus


elasticus) dan beberapa jenis tumbuhan obat-obatan. Selain itu, taman
nasional ini memiliki potensi satwa dilindungi yang terdiri dari 29 jenis
mamalia, dan 180 jenis burung. Taman Nasional Meru Betiri terkenal sebagai
habitat terakhir Harimau loreng Jawa yang langka dan dilindungi. Sampai
saat ini, satwa tersebut tidah pernah dapat ditemukan lagi dan diperkirakan
telah punah. Punahnya satwan harimau loreng Jawa berarti punahnya tiga
jenis harimau dari delapan jenis yang ada di dunia (harimau Kaspian di Iran,
harimau Bali dan Jawa di Indonesia).
Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan
lindung yang penetapannya pada tanggal 29 Juli 1931. Kemudian pada tahun
1967 kawasan ini ditunjuk sebagai Calon Suaka Alam dan pada periode
berikutnya kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa
seluas 50.000 Ha. Taman nasional ini memiliki ciri khas tersendiri yaitu
merupakan habitat penyu belimbing, penyu sisik, penyu hijau, dan penyu
ridel/lekang di Pantai Sukamade. Di pantai tersebut dibangun beberapa
fasilitas sederhana untuk pengembangbiakan penyu agar tidak punah. Jauh
sebelum masa sekarang kekayaan satwa dan hutan alam Meru Betiri ini lebih
dahulu memikat hati Pemerintah Belanda. Berdasarkan data sejarah TNMB,
Belanda sudah menjadikan Meru Betiri sebagai kawan yang wajib
dilestarikan. Pertimbangannya agar ekosistem hutan dan kekayaan alam di
dalam hutan tersebut terjaga.
2.3.2 Pengelolaan
 Tembawang: Bukan sekedar sistem agroforestri
Dalam pengelolaannya, masyarakat adat membagi agroforest
tembawang menjadi empat jenis yaitu:
(1) agroforest tembawang umum yang dapat dimanfaatkan secara
bersama-sama bagi penduduk dalam satu desa atau lebih;
(2) agroforest tembawang waris tua yang telah dimiliki antara tiga
sampai enam oleh kelompok seketurunan;
10

(3) agroforest tembawang waris muda yang dimiliki antara satu sampai
dua generasi yang dimanfaatkan secara bersama-sama oleh
keluarga besar
(4) agroforest tembawang pribadi yaitu tembawang muda yang
dimiliki secara perorangan.
Agroforest tembawang dikelola secara minimal, tidak ada pembersihan
gulma, pemupukan apalagi pengendalian hama penyakit. Dalam sistem ini
tumbuh berbagai spesies lokal seperti meranti, kayu besi dan jenis-jenis
tumbuhan lainnya. Pembabatan tumbuhan yang tidak berguna hanya
dilakukan saat akan panen untuk mempermudah pemanenan.
Beberapa hasil dari sistem agroforest tembawang seperti lateks (getah
tanaman karet), biji tengkawang, getah perca dari jenis nyatuh dan getah
jelutung merupakan produk-produk ekspor. Sementara itu, hasil buah-buahan
seperti durian, nangka, mangga, cempedak, duku, rambutan, langsat, rotan,
gula merah, ijuk dan lain-lain mereka jual ke pasar dan hasil penjualannya
digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian
kebutuhan sehari-hari masyarakat Dayak hampir seluruhnya dapat dipenuhi
dari hasil produksi dalam sistem agoforest tembawang.
Pengelolaan agroforest tembawang yang diatur kepemilikan dan
pemanfaatannya berdasarkan kelompok-kelompok masyarakat, mulai dari
pemanfaatan pribadi, keluarga inti, keluarga besar hingga ke tingkat desa
mengandung nilai-nilai sosial budaya yang sangat tinggi.
 Kawasan Wisata Taman Nasional Meru Betiri
Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) merupakan salah satu kawasan
pelestarian alam yang memiliki potensi flora, fauna dan ekosistem serta gejala
dan keunikan alam yang dapat dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik
wisata alam (ODTWA). Kawasan Taman Nasional Meru Betiri merupakan
hutan hujan tropis dengan formasi hutan bervariasi yang terbagi ke dalam 5
tipe vegetasi yaitu vegetasi hutan pantai, vegetasi hutan mangrove, vegetasi
hutan rawa, vegetasi hutan rheophyte dan vegetasi hutan hujan dataran
rendah. Keadaan hutannya selalu hijau dan terdiri dari jenis pohon yang
beraneka ragam serta bercampur jenis bambu yang tersebar di seluruh
11

kawasan ini. Kondisi setiap tipe vegetasi di kawasan Taman Nasional Meru
Betiri dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Tipe Vegetasi Hutan Pantai
Formasi vegetasi hutan pantai terdiri dari 2 tipe utama yaitu formasi
ubi pantai (Ipomea pescaprae), dan formasi Barringtonia (25 - 50 m)
pada daerah pantai yang landai dan akan berkurang luasnya jika
pantainya terjal dan berbatu. Jenis yang paling banyak adalah ubi pantai
(Ipomoea pescaprae) dan rumput lari (Spinifex squarosus).
b. Tipe Vegetasi Hutan Mangrove
Vegetasi ini dapat dijumpai di bagian timur Teluk Rajegwesi yang
merupakan muara Sungai Lembu dan Karang Tambak, Teluk Meru dan
Sukamade merupakan vegetasi hutan yang tumbuh di garis pasang surut.
Jenis-jenis yang mendominasi adalah Pedada (Sonneratia caseolaris),
Tancang (Bruguiera gymnorhiza) dan Nipah (Nypa fructicans).
c. Tipe Vegetasi Hutan Rawa
Vegetasi ini dapat dijumpai di belakang hutan payau Sukamade. Jenis-
jenis yang banyak dijumpai diantaranya mangga hutan (Mangifera sp),
sawo kecik (Manilkara kauki), ingas/rengas (Gluta renghas), pulai
(Alstonia scholaris), kepuh (Sterculia foetida), dan Barringtonia spicota.
d. Tipe Vegetasi Hutan Rheophyt
Tipe vegetasi ini terdapat pada daerah-daerah yang dibanjiri oleh
aliran sungai dan jenis vegetasi yang tumbuh diduga dipengaruhi oleh
derasnya arus sungai, seperti lembah Sungai Sukamade, Sungai Sanen,
dan Sungai Bandealit. Jenis yang tumbuh antara lain glagah (Saccharum
spontanum), rumput gajah (Panisetum curcurium) dan beberapa jenis
herba berumur pendek serta rumput-rumputan.
e. Tipe Vegetasi Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah
Sebagian besar kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri
merupakan tipe vegetasi hutan hujan tropika dataran rendah. Pada tipe
vegetasi ini juga tumbuh banyak jenis epifit, seperti anggrek dan paku-
pakuan serta liana.
2.3.3 Permasalahan
12

 Tembawang: Bukan sekedar sistem agroforestri


1) Keberlanjutan agroforest tembawang di Kabupaten Sanggau terus
mengkhawatirkan akibat alih fungsi kawasan, menyebabkan
hilangnya jenis-jenis tertentu yang akhirnya akan berdampak
terhadap penurunan keanekaragaman hayati secara umum yang
sangat penting bagi kehidupan.

2) Kecilnya indek keragaman pohon pada sistem tembawang


disebabkan oleh adanya gangguan dari manusia seperti pengelolaan
baik sebelum dan sesudah terbentuknya tembawang.
 Kawasan Wisata Taman Nasional Meru Betiri
Permasalahan invasi dan introduksi tumbuhan eksotis ke daerah yang
bukan daerah alaminya bukan merupakan permasalahan yang baru. Akan
tetapi, karena semakin meningkatnya populasi manusia dan perdagangan liar,
pergerakan lintas batas dari spesies-spesies eksotis ke daerah baru telah
meningkat dengan cepat dan diperkirakan akan semakin meningkat dalam
beberapa dekade mendatang. Ancaman IAS terhadap keanekaragaman hayati
merupakan yang paling berbahaya kedua setelah hilangnya habitat dan lebih
berbahaya dari ancaman polusi. Hal itu karena IAS mempengaruhi ekosistem
asli dengan mengubah siklus hidrologi dan siklus nutrisi (Kohli.et al., 2009).
13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tembawang atau sering disebut sebagai agroforest tembawang adalah suatu
bentuk sistem penggunaan lahan yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan, mulai
dari pohon-pohon besar berdiameter lebih dari 100 sentimeter hingga tumbuhan
bawah sejenis rumput-rumputan. Sedangkan Taman Nasional Meru Betiri
merupakan perwakilan ekosistem mangrove, hutan rawa, dan hutan hujan dataran
rendah di Jawa. Taman nasional ini juga merupakan habitat tumbuhan langka
bunga raflesia (Rafflesia zollingeriana), dan beberapa jenis tumbuhan lainnya
seperti bakau (Rhizophora sp.), api-api (Avicenia sp.) dll. Dalam sisitem
pengelolaannya, padadaerah Tembawang masyarakat adat membagi agroforest
tembawang menjadi empat jenis yaitu: (a) agroforest tembawang umum (b)
agroforest tembawang waris tua (c) agroforest tembawang waris muda (d)
agroforest tembawang pribadi. Sedangkan paada kawasan (TNMB) dengan
formasi hutan bervariasi yang terbagi ke dalam 5 tipe vegetasi yaitu vegetasi
hutan pantai, vegetasi hutan mangrove, vegetasi hutan rawa, vegetasi hutan
rheophyte dan vegetasi hutan hujan dataran rendah. Dan permasalahan yang ada
pada daerah Tembawang dan Kawasan Wisata Taman Nasional Meru Betiri yaitu:
1. Alih fungsi kawasan menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati
yang ada karena peningkatan populasi manusia yang ada.
2. Keberlanjutan agroforest di kedua wilayah terus mengkhawatirkan akibat
dari alih fungsi kawasan
14

3.2 Saran
Dalam agroforest tembawang sebaiknya dilakukan pengelolaan secara
maksimal dan rutin seperti pengendalian hama dan penyakit, pembersihan gulma,
pengkayaan, dan peremajaan agar dapat menjaga kondisi dari tanaman yang
berdampak pada kualitas peningkatan produktivitasnya. Kelestarian dan
keberlanjutan dari agroforest tembawang haruslah tetap dijaga dengan berbagai
jenis tumbuhan yang beragam yang berperan penting pada sumber mata
pencahariaan masyarakat, ekologi, serta nilai sosia budaya. Dan keterlibatan
pemerintah dalam pelestarian agrooforest ini sangat diperlukan.
Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) yang ditetapkan sebagai taman
nasional kaya akan flora dan fauna nya perlu adanya pelestarian lingkungan yang
lebih ekstra pada kekayaan alamnya agar mencegah kepunahan serta dapat
mengembangkan objek wisata daerah lokal itu sendiri. Kebijakan pemerintah
yang tepat sangat diperlukan dalam hal ini.

DAFTAR PUSTAKA
15

Hairiah, Kurniatun, Mustofa A.,dan Sambas Sabarnurdin. 2003. Pengantar


Agroforestri. Jurnal: World Agroforestry Centre.
Kohli, R.K. Jose, S. Singh, H.P. and Batish, D.R. 2009. Invasible plants and
Forest Ecosystems. CRC Press, Taylor and Francis Pub. USA.

Anda mungkin juga menyukai