Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Analisis Survival

Analisis survival adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis

data yang bertujuan untuk mengetahui hasil dari variabel yang mempengaruhi suatu

awal kejadian sampai akhir kejadian, misal waktu yang dicatat dalam hari, minggu,

bulan, atau tahun. Untuk kejadian awal misalkan awal pasien terjangkit penyakit dan

untuk kejadian akhir misalkan kematian pasien dan kesembuhan pasien (Kleinbaum

& Klein, 2011: 4). Menurut Jakperik dan Ozoje (2012) dalam analisis survival, ada

istilah failure (meskipun peristiwa sebenarnya mungkin saja sukses) yaitu suatu

kejadian dimana tercatatnya kejadian yang diinginkan.

Dalam menentukan waktu survival, ada tiga faktor yang dibutuhkan yaitu :

1. Waktu awal pencatatan (start point).

Waktu awal pencatatan adalah waktu awal dimana dilakukannya pencatatan

untuk menganalisis suatu kejadian.

2. Waktu akhir pencatatan (end point).

Waktu akhir pencatatan adalah waktu pencatatan berkahir. Waktu ini berguna

untuk mengetahui status tersensor atau tidak tersensor seorang pasien untuk bisa

melakukan analisis.

3. Dan skala pengukuran sebagai batas dari waktu kejadian dari awal sampai akhir

kejadian. Skala diukur dalam hari, minggu, atau tahun.

6
7

Gambar 2.1. Contoh waktu survival

(Sumber: David G. Kleinbaum and Mitchel Klein, Survival Analysis, 2011)

Gambar diatas menggambarkan pencatatan sebuah kejadian dari awal

pencatatan sampai akhir waktu pencatatan. Skala waktu diatas berdasarkan minggu

dan setiap individu memiliki failure yang berbeda-beda pada pencatatan.

2.2. Censoring Data ( Data Tersensor )

Data tersensor adalah data tercatat saat adanya informasi tentang waktu survival

individual, tetapi tidak tahu persis waktu survival yang sebenarnya (Kleinbaum &

Klein, 2011: 5-6). Menurut Catala, Orcau, Millet, Olalla, Mondragon, dan Cayla

(2011) ada 3 alasan terjadinya data tersensor :

1. Seseorang tidak mengalami suatu peristiwa dari awal pencatatan sampai akhir

pencatatan.

2. Sesorang hilang tanpa ada alasan ketika pencatatan sampai akhir pencatatan.

3. Seseorang tercatat keluar dari penelitian karena kematian atau beberapa

alasan lain seperti reaksi obat yang merugikan objek.

Tersensor kanan apabila yang diteliti keluar dari penelitian atau penelitian

berhenti sebelum kejadian yang diinginkan terjadi atau sampai akhir penelitian
8

(dalam hal ini kesembuhan pasien). Dikatakan tersensor kiri apabila suatu kejadian

terjadi (dalam hal ini pasien telah terjangkit penyakit) diantara penelitian sampai

akhir penelitian (Kleinbaum & Klein,2011: 7-8).

2.3. Kaplan – Meier

Kaplan-Meier adalah komputasi untuk menghitung peluang survival. Metode

Kaplan-Meier didasarkan pada waktu kelangsungan hidup individu dan

mengasumsikan bahwa data sensor adalah independen berdasarkan waktu

kelangsungan hidup (yaitu, alasan observasi yang disensor tidak berhubungan

dengan penyebab failure time) (Stevenson, 2009: 6). Berikut ini adalah rumus dari

Kaplan – Meier :

(rj− dj)
Pj = ∏
j =1 rj
(2.1)

S(t) = Pj – Pj-1 (2.2)

Dimana :

S(t) = cumulative peluang survival

Pj = peluang survival hingga waktu ke j

t = waktu survival

rj = resiko pada waktu ke j, ditunjukkan dengan rumus = nj - wj

dj = jumlah amatan yang mengalami failure pada waktu ke j

nj = jumlah amatan yang survive hingga waktu ke j

wj = jumlah amatan yang tersensor pada waktu ke j, dan j+1

Contoh dari Plot Kaplan-Meier digambarkan pada Gambar 2.2.


9

Gambar 2.2 Plot Kaplan-Meier

(Sumber: David G. Kleinbaum and Mitchel Klein, Survival Analysis, 2011)

Gambar diatas menjelaskan bahwa peluang survive akan semakin kecil ketika

dilakukan dalam waktu yang lama, dalam artian jika semakin lama pasien melakukan

pengobatan maka semakin kecil peluang pasien untuk sembuh.

2.4. Pemodelan Survival

Menurut Walters, Maringe, Coleman, Peake, Butler, Yoaung, Bergstrom,

Hanna, Jakobsen, Kolbeck, Sundtrom, Engholm, Gavin, Gjerstorff, Hatcher,

Johannesen, Linklater, McGahan, Steward, Tracey, Turner, Richards, Rachet (2013)

Pemodelan survival adalah mejelaskan pengaruh variabel independent terhadap

waktu survive. Kateristik dari model survival adalah :

- variabel dependen adalah waktu survive hingga suatu kejadian terjadi.

- Obrservasi yang diamati bisa tersensor atau tidak tersensor.

- Ada beberapa variabel predictor yang berpengaruh terhadap waktu survive.

Pemodelan survival terbagi menjadi yaitu model semi parametrik dan model

parametrik. Model parametrik adalah suatu model survival dengan survival time yang

mengikuti asumsi distribusi tertentu. Beberapa model parametrik terdiri dari model

weibull, exponential, log-normal, log-logistik, gamma. Keuntungan model


10

parametrik adalah survival time mengikuti sebaran tertentu, selain itu model

parametrik dapat memprediksi waktu suatu kejadian sampai periode suatu kejadian

terjadi pada data obesrvasi.

Model weibull adalah model survival dengan survival time yang mengikuti

sebaran weibull dengan parameter scale (λ) dan shape (p). Model weibull terbagi

menjadi dua model yaitu Acceleration Failure Time dan Proportional Hazard.

2.4.1. Pemodelan Proportional Hazard Weibull

Data dengan distribusi weibull dapat menggunakan model

Proportional Hazard (Kleinbaum & Klein, 2005: 273). Dari penelitian

Eldira (2012) model persamaan dari weibull hazard proportional adalah :

h(t) = λpt p-1 (2.3)

Dimana : λ = exp(β0 + β1X1i + β2X2i + ... + βkXki )

dimana :

t = waktu survival

i = 1, 2, ... (amatan)

X = variabel independent

p = shape parameter

λ = scale parameter

k = banyaknya variable independent

2.4.2. Accelerated Failure Time (AFT)

Fungsi dari model AFT adalah menunjukkan efek covariat

multiplikatif (proportional) mengenai waktu survival (Kleinbaum & Klein,

2005: 266). Rumus dari AFT untuk distribusi weibull adalah :

S(t) = exp[-(λ1/pt)p] (2.4)

Dimana :
11

λ1/p = exp[-(α0 + α1X1 + α2X2 + … + αkXk)]

2.4.3. Estimasi Parameter (maximum likelihood)

metode estimasi maximum likelihood paling sering digunakan untuk

mengestimasi parameter pada model exponential, weibull, lognormal, dan

distribusi gamma.

Bentuk fungsi dari distribusi weibull :

f (t) = λpt p−1 exp(−λt p) (2.5)

fungsi likelihood dari persamaan 2.5 untuk parameter p, β0, dan β1 adalah :

L = f(t1) * f(t2) * f(t3) * …. (2.6)

L = exp (β0 + β1) p(t1)p-1 exp (-exp (β0 + β1)t1p) * exp (β0) p(t2)p-1 (2.7)

exp(-exp(β0)t2 p) * exp (β0) p(t3)p-1 exp(-exp(β0)t3p) * … (2.8)

untuk mendapatkan estimasi parameter (p, βj) dilakukan penurunan

logaritma natural dari L terhadap 0

∂Ln(L)
=0 (2.9)
∂β j

j = 1, 2, …, k

dimana :

λ = scale parameter

t > 0 = waktu kejadian mulai dari 1, 2, 3, …

f(ti) = fungsi hazard dan fungsi survival

2.4.4. Pengujian Parameter

Menurut Sulistyani dan Purhadi (2013) Fungsi pengujian parameter

berguna untuk mengetahui variable independen yang mempengaruhi model

atau fungsi survival. Pengujian parameter secara parsial dapat di

hipotesiskan sebagai berikut (Kleinbaum dan Klein, 2005: 35) :

H0 : βj = 0 , j = 1, 2, ..., k
12

H1 : βj ≠ 0 , j = 1, 2, ..., k

Dengan ini dapat menggunakan statistik uji sebagai berikut :

βj
Z= (2.10)
SE β j

Dimana :

β = nilai coefficients ke j

SE = standar error dari parameter

Dengan daerah penolakan H0 ditolak jika |Z hitung| > Zα

2.4.5. Acceleration Factor

Menurut Kleinbaum dan Klein (2005: 287) untuk mengetahui

kecepatan laju waktu failure survival maka dapat dihitung dengan rumus

acceleration factor. Misal untuk model weibull dengan 1 variabel dengan

kategori X11 = 1, dan X12 = 2

exp(α 0 + α1 X 11 )
γ= (2.11)
exp(α 0 + α1 X 12 )

Dimana :

α = nilai coefficient

X = variable independen

2.4.6. Hazard Ratio

Menurut Kleinbaum dan Klein (2005: 290) untuk mengetahui

kecepatan laju waktu failure survival maka dapat dihitung dengan rumus

hazard ratio. Misal untuk model weibull dengan 1 variabel dengan kategori

X11 = 1, dan X12 = 2 :

exp( β 0 + β 1 X 11)
HR = (2.12)
exp( β 0 + β 1 X 11)

Dimana :
13

β = -αp

α = nilai coefficient

X = variable independen

p = shape parameter

2.5. Uji Distribusi Data

Menurut Djatna, Hardjomidjojo, dan Meylani (2012) untuk mengetahui

distribusi waktu survival, maka dapat dilkakukan uji distribusi data dengan

pendekatan Anderson-Darling. Rumus untuk uji Aderson-Darling adalah :

A2 = [ln F(Xi) + ln (1-F(Xn+1-i))] (2.13)

Dimana :

n = banyaknya data

i = data ke 1, 2, 3, …

F(X) = nilai fungsi X ke i = 1, 2, 3, …

Cara menentukan distribusi dengan nilai Anderson-Darling adalah memilih

nilai Anderson-Darling yang terkecil.

2.6. TB Paru

Penyakit Tuberkulosis atau yg lebih dikenal dengan nama TB Paru merupakan

penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacteryum tuberculosis.

Penyakit ini merupaka salah satu infeksi pada paru-paru yang kronik. WHO (World

Health Organization) mendata bahwa ada sekitar 8,8 juta penderita TB Paru di

seluruh dunia pada tahun 2010. Indonesia sendiri diperkirakan mempunyai 430.000

kasus penyakit TB Paru dan pada tahun 2011 indonesia berada diperingkat sembilan

di dunia. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak

dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial

ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya


14

jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari

infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan

jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya

infeksi TB Paru (medicastore, 2012). Beberapa faktor penting yang mempengaruhi

terjadinya TB Paru diantaranya faktor sosial ekonomi yang terdiri dari keadaan

rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan dan sanitasi. Status gizi juga

mempengaruhi terjadinya TB Paru yang meliputi kekurangan kalori, protein,

vitamin, zat besi, dan lain-lain. Faktor umur dan jenis kelamin juga mempengaruhi

seseorang terjangkit penyakit TB Paru (Prabu, 2013).

Gambar 2.3 Populasi TB PARU Paru tahun 2011

(Sumber: www.who.int/tb/contry/data/profiles, 2013)

2.7. RSUP Persahabatan

RSUP Persahabatan adalah salah satu RS rujukan PMDT (Programmatic

Management of Drug Resistant) di Indonesia selain RSUD dr.Soetomo. RSUP

Persahabtan memiliki fasilitas lengkap untuk pasien penderita TB Paru, antara

lain Poliklinik Paru, Poliklinik Asma dan PPOK (rri.co.id, 2013).


15

2.8. Rekayasa Piranti Lunak

Rekayasa piranti lunak didefinisikan oleh Pressman (Pressman, 2010: 13)

adalah kegiatan penerapan sistemastis, disiplin dan pendekatan kuantitatif untuk

pengembangan, operasi, dan pemeliharaan perangkat lunak. Dalam rekayasa

piranti lunak terdapat tiga elemen utama (Pressman, 2010: 13-14), yaitu :

a. Proses (Process)

Proses perangkat lunak menjadi dasar untuk mengontrol manajemen proyek

perangkat lunak dan menetapkan konteks dimana metode teknis dapat

diterapkan, produk kerja seperti model, dokumen, data, laporan, dan bentuk bisa

diproduksi, mencapai proses yang telah ditetapkan, menjamin kualitas, dan

perubahan yang dapat dikelola dengan baik.

b. Metode (Methods)

Metode rekayasa perangkat lunak menyediakan teknis “how-to” untuk

pembangunan perangkat lunak. Metode yang digunakan mencakup array yang

luas dari tugas yang meliputi komunikasi, analisis kebutuhan, pemodelan desain,

konstruksi program, pengujian, dan dukungan.

c. Alat – alat bantu (Tools)

Alat rekayasa perangkat lunak memberikan dukungan otomatis atau semi

otomatis untuk proses dan metode. Alat-alat dibuat terintegrasi sehingga

informasi yang dibuat oleh salah satu alat dapat digunakan oleh alat yang lain

dan dapat digunakan oleh sebuah sistem untuk mendukung pengembangan

perangkat lunak.

2.8.1. Agile Software Development

Agility telah menjadi kata kunci pada saat menjelaskan proses


16

perangkat lunak modern. Sebuah tim yang tangkas adalah tim yang mampu

secara tepat menanggapi perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah

tentang pengembangan perangkat lunak sangat besar, yang meliputi

perubahan dalam perangkat lunak yang dibangun, perubahan anggota tim,

perubahan karena teknologi baru, perubahan semua jenis yang mungkin

berdampak pada produk (Pressman, 2010: 67).

2.8.2. Extreme Programming (XP)

Menurut Pressman (2010 : 73) Extreme Programming adalah salah

satu model yang ada pada agile software development. Extreme

Programming adalah pendekatan yang paling banyak digunakan

pembangunan agile software development. Extreme Programming

menggunakan pendekatan berorientasi objek. Paradigma pembangunan

mencakup seperangkat aturan dan praktik yang terjadi dalam konteks

kerangka empat kegiatan yaitu: perencanaan, desain, coding, dan pengujian.

Berikut adalah tahapan - tahapan dalam kerangka kerja Extreme

Programming (Pressman, 2010: 73-76) :

1) Perencanaan (Planning)

Kegiatan perencanaan dimulai dengan mendengarkan kegiatan

pengumpulan persyaratan yang memungkinkan para anggota teknis

tim XP untuk memahami konteks bisnis dari perangkat lunak dan

untuk mendapatkan gambaran umum untuk hasil yang diperlukan dan

fitur utama dan juga fungsi-fungsinya.

2) Desain (Design)
17

XP desain secara ketat mengikuti prinsip KIS (keep it simple).

Desain sederhana selalu lebih disukai dari pada penjelasan yang lebih

kompleks. Selain itu, desain memberikan pedoman pelaksanaan yang

mudah dimengerti. Desain adalah fungsi tambahan (karena

pengembang menganggap itu akan diperlukan nanti).

3) Coding

Dari pengembangan story dan desain awal, tim tidak pindah ke

coding, melainkan mengembangkan serangkaian unit test yang akan

dibuat. Setelah uji unit telah dibuat, pengembang lebih fokus pada apa

yang harus dilaksanakan untuk menangani permasalah dalam

pengujian. Sebuah konsep kunci selama kegiatan pengkodean (dan

salah satu yang paling berbicara tentang aspek XP) adalah

pemrograman berpasangan. XP merekomendasikan dua orang bekerja

bersama di satu workstation komputer untuk membuat kode untuk

sebuah story.

4) Pengujian (Testing)

Pengujian merupakan elemen kunci dari pendekatan XP. Dalam

tahap ini terdapat customer tests yang dikhususkan untuk user dan

difokuskan pada sistem fitur dan fungsionalitas yang dapat dilihat dan

dinilai oleh user.


18

Gambar 2.4 The Extreme Programming Process

(Sumber: Roger S. Pressman, Software Engineering: A Practitioner’s

Approach, 2010)

2.9. Interaksi Manusia dengan Komputer

Suatu program haruslah dapat membuat penggunanya merasa

senang dan nyaman dalam menggunakannya. Oleh karena itu suatu program

yang baik haruslah bersifat user friendly dan usability (Shneiderman and

Plaisant, 2010: 32). Lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sistem adalah :

1. Waktu pembelajaran

Merancang sebuah tampilan yang secara cepat dapat dipelajari oleh

pengguna.

2. Kecepatan kinerja

Memperhitungkan waktu kinerja sebuah sistem pada saat menjalakan

sebuah proses.

3. Tingkat kesalahan

Merancang tingkat kesalahan dan memberikan penanganan yang

tepat kepada pengguna aplikasi.


19

4. Daya Ingat

Tampilan dibuat agar lebih memudahkan pengguna dalam mengingat

dan mempelajari aplikasi.

5. Kepuasan subjektif

Mengetahui seberapa besar kepuasan pengguna dalam sistem.

Dalam perancangan sebuah interface, terdapat aturan yang telah

dikenal dengan nama Eight Golden Rules of Interface Design (Shneiderman &

Plainsant, 2010: 88-89) yaitu :

a. Berusaha untuk konsisten

Konsisten dalam konteks ini adalah urutan tindakan yang harus

dilakukan dalam situasi yang serupa, istilah yang serupa juga harus

digunakan dalam prompts, menu, help screen, pemilihan warna, layout,

ukuran dan bentuk huruf.

b. Melayani kebutuhan yang universal

Memahami kebutuhan dalam penggunaan dan desain untuk semua jenis

user.

c. Memberikan umpan balik yang informatif

Setiap tindakan yang dilakukan oleh pengguna, sistem harus diberikan

umpan balik. Presentasi visual dari objek yang menarik akan menciptakan

lingkungan yang menyenangkan untuk menunjukkan adanya perubahan

yang menyeluruh.

d. Merancang dialog untuk menghasilkan keadaan akhir

Sistem harus dapat mengatur tindakan yang diatur ke dalam suatu

kelompok yang terdiri dari bagian awal, tengah dan akhir. Umpan balik

yang informatif dari penyelesaian tindakan suatu kelompok akan


20

memberikan kepuasan bagi operator, dan akan menandakan bahwa jalannya

sudah jelas untuk menyiapkan kelompok lainnya.

e. Memberikan pencegahan kesalahan dan penanganan kesalahan

Dalam mendesain suatu sistem, sebisa mungkin sistem harus

menyediakan error prevention, sehingga pengguna tidak akan membuat

kesalahan yang fatal, contohnya, pada menu untuk memasukkan nama,

user tidak diperbolehkan untuk memasukkan angka. Jika user melakukan

kesalahan, sistem harus dapat mendeteksi kesalahan tersebut dan

menampilkan kesalahan pengguna dan memberikan contoh penggunaan

yang benar secara sederhana.

f. Mengijinkan pembalikan aksi

Dalam mendesain, sebisa mungkin tindakan yang telah dilakukan

sebelumnya dapat di undo. Hal ini akan memudahkan pengguna jika

melakukan kesalahan yang tidak disengaja ketika sedang mengerjakan

sesuatu.

g. Menyediakan pengendalian internal

Sistem yang dirancang haruslah dapat membuat pengguna merasa

menguasai sistem dan sistem akan memberikan respon atas aksi yang

diberikan.

h. Mengurangi beban ingatan jangka pendek

Keterbatasan manusia dalam mengingat dan memproses informasi,

sistem harus menyediakan dan memerintahkan format sintaksis,

singkatan, kode, dan informasi lainnya harus disediakan.

2.10. Unified Modeling Language

Menurut Witten dan Bentley (2007: 381) UML seperti bagan untuk
21

membangun rumah, dimana satu set bagan menyediakan pembangunan dengan

perspektif untuk masing-masing bagian. Beberapa model UML yang

digunakan dalam penelitian ini adalah use case diagram, activity diagram,

class diagram, sequences diagram.

2.10.1. Use Case Diagram

Use case menggambarkan interaksi antara sistem internal,

sistem eksternal dan user (Whitten & Bentley, 2007: 246). Komponen-

komponen yang terdapat dalam use case diagram adalah sebagai

berikut:

a. Actor berperan sebagai user yang berinteraksi dan bertukar informasi

dengan sistem.

b. Relationships menggambarkan garis dua simbol antara actors dan

use cases. Ada lima jenis relationships yaitu :

1. Associations

Sebuah relationships antara actors and use case terjadi ketika

use case menggambarkan sebuah interaksi antara use case

dengan actors.

2. Extends

Use case mungkin berisi fungsi-fungsi rumit yang terdiri dari

beberapa tahap pembuatan sebuah logika use case yang sulit

untuk dimengerti.

3. Includes

Use case akan menurunkan redundancy terhadap dua use case

atau lebih, dari langkah kombinasi umum dalam kasus itu

sendiri.
22

4. Depends On

Sebuah relationships antara use case yang menunjukkan bahwa

satu use case tidak dapat dilakukan sampai use case yang lain

dilakukan.

5. Inheritance

Sebuah relationships antara actors yang menciptakan gambar

yang sederhana ketika sebuah abstract actors mewarisi tugas

dari multiple real actors.

Gambar 2.5 Use Case Diagram

2.10.2. Activity Diagram

Menurut Whitten dan Bentley (2007: 390-391), activity

diagram menggambarkan kegiatan aliran sekuensial kasus penggunaan

atau suatu proses. Sistem analis menggunakan activity diagram untuk

lebih mengerti alur dan urutan dari tahapan use case.

Ada delapan tahapan yang harus ada di activity diagram.

1. Initial node

Sebuah lingkaran yang menjelaskan awal mula suatu proses.


23

2. Actions

Sebuah persegi panjang yang berbentuk sedikit bulat yang

menjelaskan sebuah kegiatan.

3. Flow

Sebuah arah panah yang menuju ke diagram untuk

mengindikasikan proges dari sebuah kegiatan.

4. Decision

Sebuah wajik dengan satu alur yang masuk dan dua atau

lebih alur yang keluar.

5. Merge

Sebuah wajik dengan dua atau lebih alur yang masuk dan

dua atau lebih alur yang keluar.

6. Fork

Sebuah garis hitam dengan satu alur masuk sampai pada

penggabungan.

7. Join

Sebuah garis hitam dengan dua atau lebih alur yang masuk

dan satu alur yang keluar, dimana tidak ada proses yang

terjadi secara bersamaan.

8. Activity final

Sebuah lingkaran yang berada didalam lingkaran berongga

yang menjelaskan akhir dari proses.


24

Gambar 2.6 Activity Diagram

(Sumber: Whitten & Bentley, System Analysis and Design Methods,

2007)

2.10.3. Class Diagram

Menurut Whitten dan Bentley (2007: 400), class diagram

secara grafis menggambarkan struktur objek, menunjukkan kepada

objek kelas bahwa sistem tersusun berdasarkan sebuah hubungan antara


25

objek kelas itu sendiri. Class diagram terdiri dari :

1. Identifying association and multiplicity

Mengidentifikasi association berada antara objek kelas.

2. Identifying generalization/specialization relationships

Mengidentifikasi dasar association dan multiplicity, langkah

ini menentukan jika adanya generalization/specialization

relationships.

3. Identifying aggregation/composition relaltionships

Menentukan adanya dasar dari aggregation/composition

relationships.

4. Prepare the class diagram

Mempersiapkan diagram kelas yang akan dibuat.


26

Gambar 2.8 Class Diagram

(Sumber: Whitten & Bentley, System Analysis and Design Methods,

2007)

2.10.4. Sequence Diagram

Menurut Whitten dan Bentley (2007: 659) Sequence Diagram adalah

sebuah diagram yang memodelkan sebuah logika dari penggunaan use case

dengan menggambarkan interaksi dari pesan antar objek dalam sebuah


27

waktu yang terurut.

Elemen-elemen yang ada pada Sequence Diagram menurut

Whitten and Bentley (2007: 660) adalah:

1. Actor

Actor adalah pengguna yang berinteraksi dengan sistem.

2. Interface Class

Sebuah kotak yang mengindikasikan kode kelas. Interface

class ditandai dengan <<interface>>.

3. Controller Class

Setiap use case akan memiliki satu atau lebih controller

class yang digambarkan sama dengan interface clas, yaitu

<<controller>>.

4. Entity Classes

Kotak tambahan untuk setiap entitas yang dibutuhkan

untuk menggabungkan urutan langkah-langkah sistem.

5. Messages

Panah horizontal yang mengindikasikan pesan masuk

berisi metode dari kelas objek.

6. Activation Bars

Bentuk batang yang menandakan periode waktu selama

masing-masing objek digunakan.

7. Return Messages

Panah putus-putus adalan pesan balik. Setiap kejadian

seharusnya mengirimkan pesan balik, walaupun hanya pesan

indikasi sukses atau tidak.


28

8. Self Call

Sebuah objek yang dapat memanggil metodenya sendiri.

9. Frame

Sebuah frame digunakan untuk mengindikasikan area

yang mengalami perulangan.

Gambar 2.8 Sequence Diagram

(Sumber: Whitten & Bentley, System Analysis and Design Methods, 2007)

2.11. Berbasis Aplikasi Desktop

Yang dimaksud berbasis aplikasi desktop dalam skripsi ini adalah

membuat aplikasi program berbasis komputer. Aplikasi program dibuat

dengan menggunakan bahasa pemrograman Java serta R language untuk

membantu dalam perhitungan statistik.

2.11.1. Java

Menurut Horton (2011: 1) Java adalah tujuan umum, bersamaan,

berbasis kelas, object-oriented. Bahasa pemrograman komputer yang khusus

dirancang untuk memiliki beberapa dependensi pelaksanaannya sebanyak

mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk memungkinkan pengembang aplikasi


29

"tulis sekali, jalankan di mana saja" (WORA), yang berarti bahwa kode

yang berjalan pada satu platform tidak perlu dikompilasi ulang untuk

berjalan di tempat lain.

2.11.2. R Language

Menurut Torgo (2011: 1), R adalah bahasa pemrograman yang baik

untuk komputasi statistik. Hal ini mirip dengan bahasa S yang

dikembangkan oleh AT&T Bell Laboratories oleh Rick Becker, John

Chambers dan Allan Wilks. Ada beberapa macam versi untuk R antara lain

R untuk Unix, Windows, dan berbagai macam Mac. Selain itu R juga dapat

berjalan di berbagai arsitektur komputer seperti Intel, PowerPC, Alpha

sistem, dan sistem Sparc. Sumber kode dari setiap komponen R tersedia

secara bebas sehingga dapat diadaptasikan dengan baik. R memiliki

keterbatasan dalam penanganan dataset yang sangat besar karena semua

perhitungan dilakukan dalam memori utama komputer.

Anda mungkin juga menyukai