Anda di halaman 1dari 120

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

Di
LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT
KESEHATAN ANGKATAN DARAT
BANDUNG

Disusun oleh :

Desi Hernita, S. Farm


073202014

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
BANDUNG

TANGGAL 4 FEBRUARI – 29 FEBRUARI 2008

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk


Mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Desi Hernita, S. Farm

073202014

Disetujui oleh :
Pembimbing,

Dra. Neneng Cahyati, Apt.


NIP : 030183409

Disahkan Oleh:

Dekan, Kepala Lembaga Farmasi Ditkesad


Fakultas Farmasi

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Drs. I Made Sudjana, Apt., M.M.
NIP : 131283716 Kolonel CKM NRP 30186

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan ini sebagai hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi
Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung, yang
dilaksanakan pada tanggal 4 Februari – 29 Februari 2008.
Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan
Darat telah memperluas wawasan penulis tentang gambaran sebuah industri
farmasi bagaimana cara mengelola dan manajemen dari suatu industri farmasi.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini beserta penyusunan
laporannya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, dukungan, petunjuk, bimbingan, saran serta berbagai fasilitas dan
kemudahan bagi penulis.
Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Kolonel CKM Drs. I Made Sudjana, Apt, MM. selaku Kepala
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.
2. Bapak Letkol CKM Drs. Sambas Setiawan, Apt selaku Wakil Kepala
Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai
pembimbing.
3. Bapak Letkol CKM Drs.Yan Suryana Ilham, Apt, M.M selaku kepala
Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat
Kesehatan Angkatan Darat.
4. Ibu Letkol CKM. (K). Dra.Nur Laila, Apt, M.Si. selaku Kepala Instalasi
Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat
5. Bapak Letkol CKM Drs.Wawan Kusdiawan, Apt selaku kepala Instalasi
Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan
sebagai pembimbing.
6. Ibu Mayor CKM. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt. selaku Kepala Instalasi
Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
7. Bapak Mayor CKM Drs. Abdul Azis, MM selaku Kepala Bagian
Administrasi dan Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat.
8. Bapak Mayor CKM Drs. Agoes Imam Nugroho, Apt. selaku Kepala
Inatalasi Pemeliharaan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan
Darat.
9. Bapak Mayor CKM Drs. T.P. Simorangkir, M.Si., Apt. selaku Koordinator
Mahasiswa Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat.
10. Bapak Mayor CKM Drs. Junaidi, Apt. selaku Kepala Seksi Sediaan Cair
Steril Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan
Darat.
11. Bapak Kapten CKM Riboed Soemargo, S.Si, Apt. selaku Kepala Urusan
Tablet Seksi Sediaan Padat Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat
Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing.
12. Ibu Dra. Neneng Cahyati, Apt. selaku Kepala Seksi Kemas Instalasi simpan
dan sebagai pembimbing.
13. Ibu Dra. Lisa Olii, Apt, M.Si. selaku Koordinator Mahasiswa Praktek Kerja
Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan
sebagai pembimbing.
14. Ibu Dra. Tuti Sunarti, Apt. selaku Kepala Seksi Sediaan Cair dan Steril
Instalasi Produksi dan sebagai pembimbing.
15. Ibu Dra. Weni Widaningsih, Apt. selaku Kepala Seksi Kimia Fisika Instalasi
Pengawasan Mutu dan sebagai pembimbing
16. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
17. Bapak Drs. Wiryanto, MS, Apt selaku Koordinator Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
18. Bapak Drs. Daniel Azali, Apt selaku Staf Pengajar Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
19. Seluruh Staf dan Karyawan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan
Angkatan Darat.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak dan Ibu dengan balasan
yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Bandung, Februari 2008

Penulis

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. ii

KATA PENGANTAR.............................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... x

RINGKASAN ........................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi ............................................. 2

BAB II TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT........ 3

2.1 Sejarah................................................................................ 3

2.2 Visi, Misi serta Tujuan....................................................... 4

2.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad......... 5

2.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad...................................... 7

2.4.1 Eselon Pimpinan .................................................... 7

2.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan ................................... 7

2.4.3 Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha Urusan

Dalam).................................................................... 8

2.4.4 Eselon Pelaksana.................................................... 9

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
2.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Ditkesad .................................... 11

2.6 Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad ......................................... 12

2.7 Industri Farmasi ................................................................. 15

2.7.1 Pengertian Industri Farmasi ................................... 15

2.7.2 Persyaratan Industri Farmasi.................................. 15

2.7.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi................ 17

2.8 Cara Pembuatan Obat Yang Baik ...................................... 17

2.8.1 Ketentuan Umum ................................................... 19

2.8.2 Personalia ............................................................... 19

2.8.3 Bangunan dan Fasilitas .......................................... 22

2.8.4 Peralatan................................................................. 28

2.8.5 Sanitasi dan Higiene............................................... 31

2.8.6 Produksi ................................................................. 33

2.8.7 Pengawasan Mutu .................................................. 41

2.8.8 Inspeksi Diri ........................................................... 47

2.8.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan

Kembali Obat dan Obat Kembalian ....................... 47

2.8.10 Dokumentasi .......................................................... 51

BAB III KEGIATAN INDUSTRI FARMASI....................................... 52

3.1 Kegiatan Lafi Ditkesad ...................................................... 52

3.1.1 Perencanaan dan Pengadaan Barang...................... 52

3.1.2 Penyimpanan Barang ............................................. 53

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
3.1.3 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu

(Instal.Wastu) ......................................................... 54

3.1.4 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan

(Instal.LitBang) ...................................................... 57

3.1.5 Kegiatan Instalasi Produksi (Instal. Prod).............. 57

3.1.6 Kegiatan Instalasi Simpan (Instal. Simpan) ........... 72

3.1.7 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan (Instal. Har)........ 73

3.2 Pengolahan Dokumen ........................................................ 81

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................... 84

4.1 Personalia ........................................................................... 85

4.2 Sanitasi dan Higiene........................................................... 85

4.3 Bangunan ........................................................................... 86

4.4 Peralatan............................................................................. 87

4.5 Produksi ............................................................................. 88

4.6 Pengawasan Mutu .............................................................. 89

4.7 Dokumentasi ...................................................................... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 92

5.1 Kesimpulan ........................................................................ 92

5.2 Saran................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 94

LAMPIRAN.............................................................................................. 95

TUGAS KHUSUS MANAJEMEN PERGUDANGAN

MENURUT WHO.................................................................................... 107

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi Lafi Ditkesad..................................... 95

Lampiran 2. Blanko Catatan Pengujian Bahan Baku ............................. 96

Lampiran 3. Blanko Hasil Pengujian Laboratorium............................... 97

Lampiran 4. Alur Proses Produksi Tablet .............................................. 98

Lampiran 5. Alur Proses Produksi Kapsul ............................................. 99

Lampiran 6. Alur Proses Produksi Sirup Kering .................................... 100

Lampiran 7. Alur Proses Produksi Salep................................................ 101

Lampiran 8. Alur Proses Produksi Sirup Basah ..................................... 102

Lampiran 9. Denah Instalasi Pengolahan Air Limbah............................ 103

Lampiran 10. Kartu Persediaan ................................................................ 104

Lampiran 11. Kartu Barang ...................................................................... 105

Lampiran 12. Kartu Gudang ..................................................................... 106

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Februari 2008

Berdasarkan Jenjang Pendidikannya........................................ 11

Tabel 2. Jumlah partikel di udara ruangan Menurut International

Standardization Organization (ISO14644 ............................... 22

Tabel 3. Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri................................... 78

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
RINGKASAN

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi Lembaga

Farmasi Angkatan Darat Bandung (LAFIAD) yang merupakan salah satu

program dalam pendidikan program profesi apoteker, yang bertujuan untuk

membekali calon apoteker dengan wawasan, pengetahuan dan keterampilan

mengenai seluruh aspek dalam industri farmasi terutama yang berhubungan

dengan bagian produksi, pengawasan mutu, serta bidang penelitian dan

pengembangan sesuai dengan pedoman CPOB sehingga dapat menghasilkan

calon-calon apoteker yang siap memasuki dunia kerja profesinya.

Praktek kerja profesi di Apotek Kimia Farma dilaksanakan pada tanggal

4 februari 2008 sampai 29 februari 2008. Kegiatan praktek kerja profesi di

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

Bandung yang dilakukan antara lain membuat catatan kegiatan harian yang

berisi absensi dan materi kegiatan yang ditanda tangani oleh pembimbing,

melihat secara langsung proses produksi di Industri Farmasi, membuat tugas

khusus mengenai Management Pergudangan Menurut WHO.

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi

sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda.

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) adalah

badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan langsung di bawah

Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad), yang mempunyai tugas pokok

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan

fungsi produksi, penelitian dan pengembangan obat.

Salah satu sarana dalam melaksanakan tujuan pembangunan kesehatan

adalah industri farmasi yang merupakan tempat bagi apoteker untuk

mengaplikasikan ilmu dan keahliannya selain di Rumah Sakit, pemerintahan

maupun di Apotek.

Industri farmasi merupakan tempat dimana apoteker melakukan

pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengolahan,

pengendalian mutu sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan

pengembangan obat.

Kata Kunci : Industri Farmasi, CPOB, Pengawasan Mutu, Produksi, Managemen

Pergudangan, Gudang, Apoteker.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan

nasional. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk

hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal, baik secara jasmani, rohani dan sosial sebagai salah satu unsur

kesejahteraan umum.

Salah satu sarana dalam melaksanakan tujuan pembangunan kesehatan

adalah industri farmasi yang merupakan tempat bagi apoteker untuk

mengaplikasikan ilmu dan keahliannya selain di Rumah Sakit, pemerintahan

maupun di Apotek.

Industri farmasi merupakan tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan

kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengolahan, pengendalian mutu

sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat.

Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan

mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh

masyarakat. Untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus

menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).

Salah satu aspek CPOB adalah personil yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
industri farmasi. Apoteker sebagai personil yang profesional harus memahami

penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan, baik yang

berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan.

Sebagai upaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang industri

farmasi bagi calon apoteker, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Medan bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan

Darat (Lafi Ditkesad) Bandung memberikan kesempatan bagi calon apoteker

untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas pengetahuan tentang industri

famasi melalui program Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan dari

tanggal 4 februari – 29 februari 2008.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Praktek Kerja Profesi Apoteker bertujuan untuk membekali calon apoteker

dengan wawasan, pengetahuan dan keterampilan mengenai seluruh aspek dalam

industri farmasi terutama yang berhubungan dengan bagian produksi, pengawasan

mutu, serta bidang penelitian dan pengembangan sesuai dengan pedoman CPOB

sehingga dapat menghasilkan calon-calon apoteker yang siap memasuki dunia

kerja profesinya.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB II

TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

2.1 Sejarah

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi

Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga

ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara

Belanda.

Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, sehingga

pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD

yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No.

Skep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah serah terima pada tanggal 1

Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua :

1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi

Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD).

2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat

Angkatan Darat (DOAD).

Berdasarkan SK Ditkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13

September 1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD

disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada

tanggal 15 Oktober 1970 LAFIAD dipisah kembali menjadi :

3
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan

Angkatan Darat (Lafi Jankesad).

2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat

Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat

Perbekalan Kesehatan (Dopusbekkes) Jankesad

Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad

disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April

2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad.

2.2 Visi, Misi serta Tujuan

Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi salah satu lembaga produksi yang

mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu dan aman bagi prajurit, PNS TNI AD

dan keluarganya.

1. Lafi Ditkesad mempunyai misi sebagai berikut :

a. Memberikan jasa informasi yang terbaik terhadap penggunaan obat

(Rational Use of Drugs).

b. Membantu fungsi pelayanan kesehatan atas ketersediaan obat atau

produk kesehatan lainnya bagi prajurit, PNS TNI AD dan keluarganya.

c. Terlibat secara aktif dalam fungsi dukungan kesehatan pada

penggunaan kekuatan untuk prajurit tugas operasional.

d. Memanfaatkan kapasitas atau kemampuan produksi untuk kepentingan

strategi.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. Tujuan Lafi Ditkesad adalah sebagai berikut :

a. Terwujudnya kesehatan yang optimal bagi prajurit, PNS AD sehingga

selalu siap tugas serta keluarganya sehat terayomi.

b. Terwujudnya satuan kesehatan lapangan yang tangguh dalam

dukungan kesehatan.

c. Terwujudnya instalasi kesehatan yang prima dalam pelayanan

kesehatan.

d. Meningkatnya kemampuan lembaga produksi dalam mendukung bekal

kesehatan.

e. Meningkatnya kemampuan penelitian dan pengembangan dalam

mendukung pembinaan kesehatan melalui kaidah-kaidah ilmiah.

f. Meningkatnya pelaksanaan fungsi organisasi di satuan kesehatan.

2.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi

Ditkesad) adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan

langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad), yang

mempunyai tugas pokok membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan

pembinaan dan melaksanakan fungsi produksi, penelitian dan pengembangan

obat. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Lafi Ditkesad

menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

1. Melaksanakan fungsi utama

a. Fungsi produksi; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di

bidang produksi obat.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Fungsi pengawasan mutu; meliputi segala usaha, pekerjaan dan

kegiatan pemeriksaan fisik, kimiawi, mikrobiologi, terhadap bahan

baku, bahan pembantu, sarana pendukung, produk antara, produk

ruahan dan produk jadi yang dilaksanakan sebelum, selama dan

sesudah proses produksi.

c. Fungsi penelitian dan pengembangan; meliputi segala usaha,

pekerjaan, kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan metode

produksi, pengawasan mutu, formulasi, uji produk, alat utama atau

bantu dan pengembangan kemampuan personil.

d. Fungsi pemeliharaan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di

bidang pemeliharaan, perawatan, perbaikan, pengembangan peralatan

produksi, pengawasan mutu dan utilitas.

e. Fungsi penyimpanan; meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di

bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan

penolong, peralatan untuk proses produksi dan produk jadi serta

menyalurkan produk jadi ke Gudang Pusat II Ditkesad.

2. Melaksanakan Fungsi Organik

a. Fungsi Organik Militer

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang pengamanan,

personil, logistik dan urusan dalam.

b. Fungsi Organik Pembinaan

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang perencanaan

anggaran, pengawasan dan pengendalian kegiatan.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
2.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad

Keputusan Kepala Staf TNI AD No. Kep/11/I/2004 tanggal 30

Januari 2004 tentang organisasi dan tugas Lafi Ditkesad telah mengalami

perkembangan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih

mengoptimalkan kinerja personil dalam menghadapi kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi Lafi Ditkesad dapat dilihat

pada lampiran 1. Struktur tersebut telah diterapkan sejak bulan April 2005,

dengan susunan organisasi sebagai berikut:

2.4.1 Eselon Pimpinan

1. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi

Kalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat

Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Dirkesad.

2. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi

Wakalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat, berpangkat

Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya

bertanggung jawab kepada Kalafi.

2.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan

1. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Pa Ahli Lafi

Pa Ahli Lafi dijabat oleh Pamen TNl Angkatan Darat berpangkat Letnan

Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi. Pa Ahli terdiri dari:

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
a. Perwira Ahli Madya Manajemen Industri, disingkat Pa Ahli Madya

Jemen In.

b. Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Pa Ahli Madya

Tekfi.

c. Perwira Ahli Madya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,

disingkat Pa Ahli Madya Amdal.

2. Bagian Administrasi Logistik, disingkat Bagminlog.

Kabagminlog dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat

Letnan Kolonel CKM, dalam pelaksanaaan tugas kewajibannya

bertanggung jawab kepada Kalafi. Kabagminlog dalam melaksanakan

tugasnya dibantu oleh dua kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh

Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

a. Kepala Seksi Perencanaan Anggaran dan Pengadaan,

disingkat Kasirengar Ada.

b. Kepala Seksi Pengendalian Materiil, disingkat Kasidalmat.

2.4.3 Eselon Pelayanan

(Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam, disingkat Si TUUD)

Kasi TUUD dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat

berpangkat Mayor CKM dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi. Kasi TUUD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh

tiga kepala urusan yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat

berpangkat Kapten CKM dan PNS golongan tiga serta satu perwira urusan yang

dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM terdiri dari:

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
a. Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik, disingkat

Kaurminperslog.

b. Kepala Urusan Tata Usaha, disingkat Kaurtu.

c. Kepala Urusan Dalam, disingkat Kaurdal.

d. Perwira Urusan Pengamanan, disingkat Paurpam.

2.4.4 Eselon Pelaksana

1. Instalasi Penelitian dan Pengembangan, disingkat Instal. Litbang

Ka Instal. Litbang dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat

berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh

dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan

Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

a. Kepala Seksi Penelitian, disingkat Kasilit.

b. Kepala Seksi Pengembangan, disingkat Kasibang.

Ka Instal. Litbang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi.

2. Instalasi Produksi, disingkat Instal. Prod.

Ka Instal. Prod dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan

Kolonel CKM (Apoteker), dalam pelaksanaan tugas kewajibannya

bertanggung jawab kepada Kalafi. Ka Instal. Prod dalam melaksanakan

tugasnya dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh

Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari :

a. Kepala Seksi Sediaan Padat, disingkat Kasi Diadat

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Kepala Seksi Sediaan Cair/steril, disingkat Kasi Dia Cair/steril

c. Kepala Seksi Sediaan Khusus, disingkat Kasi Diasus

d. Kepala Seksi Kemas, disingkat Kasi Kemas.

3. Instalasi Pengawasan Mutu, disingkat Instal. Wastu

Ka Instal. Wastu dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat

berpangkat Letnan Kolonel CKM (Apoteker), dalam melaksanakan

tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh

Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

a. Kepala Seksi Kimia dan Fisika, disingkat Kasi Kifis

b. Kepala Seksi Biologi, disingkat Kasi Bio.

Ka Instal. Wastu dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi.

4. Instalasi Pemeliharaan, disingkat Instal. Har

Ka Instal. Har dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat

Mayor CKM. Ka Instal. Har dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh

dua Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama TNI

Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM, terdiri dari:

a. Kepala Urusan Perawatan Teknik, disingkat Kaur Watnik.

b. Kepala Urusan Utilitas, disingkat Kaur Utilitas.

Ka Instal. Har dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
5. Instalasi Simpan, disingkat Instal. Simpan

Ka Instal. Simpan di.jabat oieh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat

Mayor CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala

Urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten

CKM dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan

Darat berpangkat Letnan CKM, terdiri dari:

a. Kepala Urusan Penyimpanan Materil Produksi, disingkat Kaur

Simpan Matprod.

b. Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi, disingkat Paur. Simpan

Obat Jadi.

Ka. Instal. Simpan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi.

2.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad

Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri dari militer dan

Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun data personil Lafi Ditkesad Bulan

Februari 2008 berdasarkan jenjang pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Februari 2008 Berdasarkan Jenjang

Pendidikannya.

No Kualifikasi Militer PNS Jumlah

1 S2 Farmasi 2 1 3

2 S2 Manajemen 2 - 2

3 S1 Apoteker 7 3 10

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
4 S1 Kimia / Sarjana lain-lain 3 3 6

5 Sarjana Muda Kimia 1 - 1

6 D3 Analisis Medis / Kesehatan 2 1 3

7 Asisten Apoteker 1 7 8

8 Analis 1 2 3

9 Perawat Umum / Bidan 1 - 1

10 Perawat Veteriner - -

11 STM Alkes - 2 2

12 SLTA (SMA, SMEA, STM) 19 72 91

13 SLTP 1 20 21

14 SD - 3 3

Jumlah 39 114 153

2.6 Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Angkatan Darat merupakan salah satu badan pelaksana

di tingkat Ditkesad yang bertugas melaksanakan fungsi penelitian, pengembangan

dan produksi obat-obatan, yang mengharuskan lembaga ini mengikuti peraturan

pemerintah melalui keputusan MenKes RI No. 43/MenKes/SK/II/1988 tentang

Cara Pembuatan Obat Yang Baik yang mengharuskan seluruh industri farmasi

melaksanakan seluruh kegiatan sesuai dengan tuntunan CPOB.

Dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas maka dimulailah

pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung dengan rancang

bangun sesuai CPOB dan perkembangan teknologi di bidang industri farmasi.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Pembangunan gedung baru ini dilaksanakan setelah Rencana Induk Pembangunan

(RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad mendapatkan persetujuan dari

Dirjen POM Depkes RI dengan surat keputusan No. 02.01.2.4.96.665 tanggal 28

Februari 1996.

Pembangunan dan pekerjaan yang sudah dilaksanakan Lafi Ditkesad pada

saat ini adalah :

1. Bangunan

a. Bangunan Instalasi Produksi Betalaktam.

b. Bangunan Instalasi Produksi Non Betalaktam.

c. Bangunan Instalasi Pengawasan Mutu.

d. Fasilitas sumber air PDAM dan air baku farmasi untuk seluruh kebutuhan

Instalasi Produksi (betalaktam dan non betalaktam), Instalasi Pengawasan

Mutu dan perkantoran.

e. Fasilitas gardu listrik mencakup seluruh kebutuhan Instalasi Produksi,

Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran.

f. Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu mengolah

limbah cair pabrik.

g. Unit ketel uap yang mencakup kebutuhan seluruh pabrik.

h. Kompresor udara bertekanan yang mampu mendukung seluruh kebutuhan

pabrik.

i. Air Handling System (AHS) untuk unit produksi Betalaktam, ruang

laboratorium mikrobiologi dan Instalasi Pengawasan Mutu dan unit

produksi Non Betalaktam sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. Peralatan

Peralatan untuk betalaktam, non betalaktam dan Instalasi Pengawasan Mutu

sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB.

3. Dokumen Prosedur Tetap (Protap)

Dokumen protap yang sudah dibuat dan dilaksanakan terdiri dari betalaktam

dan sebagiab non betalaktam.

4. Pelatihan CPOB

Pelatihan CPOB umum, kalibrasi atau validasi telah dilaksanakan berkala

minimal 1 tahun.

5. Sertifikasi CPOB

Sertifikasi CPOB yang telah diterima oleh Lafi Ditkesad sampai bulan

Februari 2007 ditujukan untuk sediaan betalaktam dan non betalaktam.

a. Sertifikat CPOB untuk Sediaan betalaktam :

1) Tablet antibiotika Penisilin dan turunannya

2) Tablet salut antibiotika Penisilin dan turunannya

3) Kapsul keras antibiotika Penisilin dan turunannya

4) Suspensi kering oral antibiotika Penisilin dan turunannya

5) Serbuk steril injeksi antibiotika Penisilin dan turunannya

b. Sertifikat CPOB untuk Sediaan non betalaktam :

1) Tablet biasa non antibiotik

2) Tablet salut non antibiotik

3) Kapsul keras non antibiotik

4) Serbuk oral non antibiotik

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
5) Cairan obat luar non antibiotik

Sertifikasi ini merupakan pengakuan Badan Pengawas Obat dan

Makanan yang berlaku selama industri menjalankan prinsip CPOB yang

telah ditetapkan.

2.7 Industri Farmasi

2.7.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri

yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses

pembuatan. Obat jadi ini dapat berupa sediaan atau paduan bahan yang siap

digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi

semua bahan baku baik berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat dan digunakan

dalam proses pembuatan obat. Industri farmasi mempunyai peranan dalam

melengkapi pengadaan kebutuhan obat nasional. Pengadaan dan produksi obat

bertujuan untuk menjamin tersedianya obat yang dibutuhkan dengan jenis dan

jumlah yang cukup, mutu yang baik dan terjangkau oleh masyarakat.

2.7.2 Persyaratan Industri Farmasi

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi,

karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai

berikut :

1. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum

berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.

2. Memiliki rencana investasi.

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan

CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.

43/Menkes/SK/II/1988.

5. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan

secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara

Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan

penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan

CPOB.

6. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan

setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan

wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut

berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri

farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing dan pelaksanaannya.

2.7.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal:

1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi

dan perluasan tanpa memiliki izin.

2. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri

secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan

informasi yang tidak benar.

3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis

terlebih dahulu.

4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang

tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).

5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.8 Cara Pembuatan Obat yang Baik

CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh

rangkaian proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan

keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara

Pembuatan Obat yang Baik.

Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang

senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Pengawasan menyeluruh pada pembuatan obat sangat penting untuk

menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi, tidak cukup bila

obat jadi hanya sekedar lolos dari serangkaian pengujian, tetapi sangat penting

bahwa mutu obat harus dibentuk dalam produk obat tersebut. Semua obat

hendaknya dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau, oleh karena itu

industri farmasi harus memiliki sistem pengawasan mutu yang efisien, yang

sepenuhnya dapat menjamin mutu obat jadi yang dihasilkan. Untuk menjamin

mutu obat jadi adalah dengan cara penerapan CPOB dalam seluruh aspek dan

rangkaian kegiatan produksi.

Obat yang berkualitas adalah obat jadi yang benar-benar dijamin bahwa

obat tersebut :

1. Mempunyai potensi atau kekuatan untuk dapat digunakan sesuai

tujuannya.

2. Memenuhi persyaratan keseragaman, baik isi maupun bobot.

3. Memenuhi syarat kemurnian.

4. Memiliki identitas dan penandaan yang jelas dan benar.

5. Dikemas dalam kemasan yang sesuai dan terlindung dari kerusakan dan

kontaminasi.

6. Penampilan baik, bebas dari cacat atau rusak.

Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB adalah ketentuan umum,

personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,

pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap keluhan dan penarikan

kembali obat dan obat kembalian serta dokumentasi.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
2.8.1 Ketentuan Umum

CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu serta

bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat, senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Landasan umum CPOB antara lain :

1. Pada pembuatan obat, pengawasan menyeluruh adalah sangat esensial

untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

2. Tidaklah cukup obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,

tetapi yang sangat penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam

produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan

dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia

yang terlibat dalam pembuatan obat.

3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak hanya mengandalkan pada

satu pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi

yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat.

4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat

dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki, bila perlu

dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang

telah ditentukan tetap tercapai.

2.8.2 Personalia

Jumlah personil pada tiap tingkatan harus memadai dan memiliki

pengetahuan, keterampilan serta kemampuan sesuai dengan tugasnya. Personil

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
juga harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik, sehingga mampu

melakukan tugasnya secara profesional, memiliki sifat dan kesadaran yang tinggi

untuk mewujudkan CPOB.

Aspek personalia meliputi :

1. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung jawab

a. Struktur organisasi perusahaan hendaklah sedemikian rupa sehingga

bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang

yang berlainan yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap

yang lain.

b. Manajer produksi hendaklah seorang apoteker yang cakap, terlatih

dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri

farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga

memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional, memiliki

tanggung jawab bersama dalam mutu obat, baik dengan manajer

pengawasan mutu maupun manajer teknik.

c. Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang cakap,

terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk

memungkinkan melaksanakan tugasnya secara profesional. Manajer

pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang

untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan

obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau

menolaknya bila tidak sesuai dengan spesifikasinya atau bila tidak

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang

ditentukan.

d. Manajer produksi dan manajer pengawasan mutu bersama-sama

bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-

prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan

pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi,

kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian

persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan

produk dan bahan terhadap kerusakan dan kemunduran mutu dan

dalam penyimpanan catatan-catatan.

2. Pelatihan

Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan

obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah

pembuatan obat, diberikan pelatihan mengenai kegiatan tertentu yang sesuai

dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB.

a. Pelatihan diberikan oleh tenaga yang kompeten khususnya bagi

mereka yang bekerja di daerah steril dan daerah bersih atau bagi

mereka yang bekerja menggunakan bahan yang mempunyai resiko

tinggi, toksik atau yang menimbulkan sensitisasi.

b. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dan

dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para karyawan

terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
c. Pelatihan dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui

oleh Manajer Produksi dan Pengawasan Mutu.

d. Catatan pelatihan personil mengenai CPOB, hendaknya disimpan dan

efektifitas program pelatihan hendaknya dinilai secara berkala.

2.8.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran dan rancang

bangun konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam

pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja

hendaklah memadai sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran

silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat

dihindarkan.

Menurut International Standardization Organization (ISO14644 ), jumlah

partikel di udara ruangan:

Nama Kelas Jumlah Partikel

Kelas ISO U.S. FS 209E ISO, m3 FS 209E, ft.3

3 Kelas 1 35,2 1

4 Kelas 10 352 10

5 Kelas 100 3.520 100

6 Kelas 1.000 35.200 1.000

7 Kelas 10.000 352.000 10.000

8 Kelas 100.000 3.520.000 100.000

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan rancang bangun

dan penataan gedung adalah kesesuaian dengan kegiatan produksi, luasnya ruang

kerja, pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas

umum bagi karyawan, meliputi:

1. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya

pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara,

tanah, dan air maupun dari kegiatan di dekatnya.

2. Gedung hendaklah dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh

cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya

binatang.

3. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah

dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam

sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan

b. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan

produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan

berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas

kebersihan yang disyaratkan

c. Luas ruang kerja memungkinkan penempatan peralatan secara teratur

untuk memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja,

komunikasi dan pengawasan yang efektif maupun untuk mencegah

kesesakan dan ketidakteraturan.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu

lintas umum bagi karyawan, bahan-bahan atau tempat penyimpanan

kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.

4. Rancangan bangunan dan tata letak ruang harus memenuhi persyaratan-

persyaratan sebagai berikut:

a. Dicegah resiko tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda,

kemungkinan terjadinya kontaminasi silang oleh obat atau bahan lain,

serta terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Untuk

bahan yang sangat beracun atau bahan yang dapat menimbulkan

sensitisasi seperti hormon, bahan sitotoksik dan antibiotika tertentu

hendaklah diberi perhatian khusus dalam pengolahannya. Dalam hal

ini perlu pemisahan bangunan untuk pembuatan obat yang

mengandung bahan tersebut.

b. Obat yang mengandung golongan penisilin hendaklah diproduksi

dalam suatu bangunan terpisah dengan pengendalian udara khusus

untuk produksi tersebut.

c. Obat yang mengandung golongan sefalosporin dapat diproduksi di

ruang terpisah dalam satu bangunan dengan pengendalian udara dan

peralatan termasuk lini pengemasan khusus untuk produk tersebut.

Produksi dapat dilakukan juga dengan cara produksi beberapa bets

secara berurutan di daerah terpisah yang dibersihkan dan

didekontaminasi menurut prosedur yang sudah divalidasi.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari

ruang produksi obat.

e. Disediakan ruangan terpisah untuk membersihkan alat yang dapat

dipindah-pindahkan dan ruang untuk menyimpan bahan pembersih.

f. Kamar ganti pakaian berhubungan langsung dengan daerah

pengolahan tetapi letaknya terpisah.

g. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi

dengan ventilasi yang baik.

h. Hewan ditempatkan dalam gedung terpisah atau setidak-tidaknya

dalam ruang yang terisolasi dengan baik.

5. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan daerah khusus antara lain:

penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal,

penimbangan dan penyerahan, pengolahan, penyimpanan produk ruahan,

pengemasan, karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir,

penyimpanan obat jadi, pengiriman barang dan laboratorium serta

pencucian peralatan.

6. Daerah pengolahan produk steril hendaklah dipisahkan dari daerah

produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. Ruang-ruang

terpisah diperlukan bagi kegiatan-kegiatan berikut: pembukaan kemasan

komponen, pencucian peralatan serta wadah, pengolahan, pengisian dan

penutupan wadah langsung, ruang penyangga udara yang menghubungkan

antara ruang ganti pakaian dengan ruang pengisian dan ruang ganti

pakaian steril sebelum memasuki ruang steril.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
7. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit)

hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah

dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah

pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan

memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga

hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-

sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis

hendaklah berbentuk lengkungan.

8. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol

serta sirkulasi udara yang baik. Saluran yang terbuka hendaklah sedapat

mungkin dicegah tetapi bila diperlukan hendaklah cukup dangkal untuk

memudahkan pembersihan dan desinfeksi.

9. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa-pipa dan salurannya

hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya

pencemaran terhadap produk.

10. Bangunan hendaklah mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai

ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk suhu, kelembaban

dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun

dengan lingkungan sekitarnya.

11. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi lain di daerah produksi

hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari terbentuknya

ceruk yang tidak dapat dibersihkan. Instalasi seperti ini sedapat mungkin

dipasang di luar daerah pengolahan.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
12. Pemasangan tulang atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan

hendaklah dicegah. Apabila tidak bisa dihindari, maka suatu prosedur

tetap dan penjadwalan khusus mengenai pembersihan terhadap yang

dipasang tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.

13. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel di dinding

tetapi di gantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak yang

cukup untuk memudahkan pembersihan.

14. Tenaga listrik hendaklah memadai untuk menjamin kelancaran produksi

dan laboratorium.

15. Seluruh bangunan termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, gang

dan daerah sekeliling gedung hendaklah dirawat, agar senantiasa dalam

keadaan bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah diperiksa secara

teratur dan dilakukan perbaikan dimana perlu. Perhatian khusus perlu

diberikan untuk menjamin agar perbaikan atau kegiatan perawatannya

tidak akan mengakibatkan pengaruh negatif terhadap produk.

16. Gudang penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan

dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan

produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur.

a. Daerah penyimpanan hendaklah cocok untuk melaksanakan

pemisahan bahan dan produk yang dikarantina secara efektif.

Daerah khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan

bahan mudah terbakar, bahan mudah meledak dan bahan yang

sangat beracun, narkotika dan obat berbahaya lain.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Bila diperlukan hendaklah disediakan sarana gudang dengan

kondisi khusus, misalnya suhu, kelembaban dan keamanan

tertentu.

c. Gudang penyimpanan hendaklah ditata sedemikian rupa untuk

memungkinkan pemisahan yang efektif dan teratur terhadap

berbagai kelompok bahan yang di simpan serta untuk memudahkan

perputaran persediaan.

d. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan terpisah bagi barang-

barang yang ditolak, ditarik kembali atau dikembalikan.

e. Penyimpanan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-

masing label yang berbeda dan bahan cetak lain disimpan terpisah

untuk mencegah terjadinya pencampuran.

17. Pintu yang membuka langsung ke lingkungan luar dari ruang produksi

seperti pintu bahaya kebakaran hendaklah selalu ditutup rapat untuk

mencegah masuknya cemaran. Peraturan hendaklah dibuat untuk

menjamin bahwa pintu tersebut hanya digunakan dalam situasi darurat.

Pintu-pintu di dalam gedung yang difungsikan sebagai perintang terhadap

kontaminasi silang hendaklah selalu dalam keadaan tertutup apabila

sedang tidak digunakan.

2.8.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki

rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta

ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan

dan perawatannya.

1. Rancang bangun dan konstruksi

Rancang bangun dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi

persyaratan-persyaratan berikut:

a. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk

antara, produk ruahan atau produk jadi tidak boleh bereaksi,

mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat mengubah identitas, mutu

atau kemurniannya di luar batas yang ditentukan.

b. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji

dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta

dikalibrasi menurut suatu program dan prosedur yang tepat.

c. Peralatan hendaklah dapat dibersihkan dengan mudah baik bagian

dalam maupun bagian luar.

d. Bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus seperti

pelumas atau pendingin, tidak boleh bersentuhan langsung dengan

bahan yang diolah karena hal ini dapat merubah identitas, mutu atau

kemurnian bahan baku, bahan antara, produk ruahan atau obat jadi.

e. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan bahan kimia yang

mudah terbakar, atau ditempatkan di daerah dimana digunakan

bahan yang mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan

perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan

sempurna.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
f. Penyaring untuk cairan tidak boleh melepaskan serat ke dalam

produk. Penyaring yang mengandung asbes tidak boleh digunakan

walaupun penyaring khusus yang tidak melepas serat digunakan

sesudahnya.

2. Pemasangan dan penempatan

a. Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk

memperkecil kemungkinan pencemaran silang antar bahan di

daerah yang sama.

b. Tiap peralatan hendaklah diberi nomor pengenal yang jelas.

c. Peralatan hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup renggang

dari peralatan lain untuk memberikan keleluasaan kerja dan

memastikan tidak terjadinya campur-baur atau kekeliruan.

d. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah

dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan

berlangsung dan hendaklah diberi label atau tanda yang jelas agar

mudah dikenal.

e. Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa pendingin

hendaklah diberi isolasi yang baik untuk mencegah kemungkinan

terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan energi.

f. Saluran pipa ke alat yang menggunakan uap bertekanan hendaklah

dilengkapi dengan perangkap uap dan saluran pembuangan yang

berfungsi dengan baik.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
g. Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi,

pengatur suhu udara, air minum, pemurnian air, penyulingan air,

uap, udara bertekanan dan gas hendaklah divalidasi untuk

memastikan bahwa sistem-sistem tersebut senantiasa berfungsi

sesuai dengan tujuannya.

3. Pemeliharaan

a. Peralatan hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap

berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang

dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian produk.

b. Prosedur-prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah

dibuat dan dipatuhi.

c. Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu

peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku catatan harian.

2.8.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap

hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk.

1. Personalia

a. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan, baik

sebelum diterima menjadi personil maupun selama bekerja.

b. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
c. Tiap personil yang mengidap suatu penyakit atau menderita luka

terbuka yang dapat merugikan kualitas produk, hendaklah dilarang

menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan yang sedang dalam

proses dan obat jadi, sampai ia sembuh kembali.

d. Untuk keamanan sendiri dan untuk menjamin produk terlindung dari

pencemaran, personil hendaklah mengenakan pakaian pelindung badan

yang bersih termasuk penutup rambut yang bersih sesuai dengan tugas

yang mereka laksanakan.

e. Merokok, makan, minum, mengunyah, meletakkan tanaman atau

menyimpan makanan, minuman, dan obat pribadi hanya diperbolehkan

di daerah tertentu dan dilarang dalam daerah produksi, laboratorium,

daerah gudang dan daerah lainnya yang mungkin merugikan mutu

produk.

2. Bangunan

a. Gedung yang digunakan untuk pembuatan obat harus dirancang dan

dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang

baik.

b. Toilet tersedia dalam jumlah yang cukup dengan ventilasi yang baik

dan tempat cuci kaki bagi personil yang letaknya mudah dicapai dari

daerah kerja.

c. Hendaklah disediakan fasilitas yang memadai untuk penyimpanan

pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Harus ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggungjawab

sanitasi

3. Peralatan

a. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar

maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, serta

dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih.

b. Harus ada prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan

sanitasi peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat.

4. Kualifikasi dan Validasi Prosedur Sanitasi dan Higiene

Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi

secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang

bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

2.8.6 Produksi

Produksi harus dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan

sehingga menjamin obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditentukan.

1. Bahan awal

a. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, harus

memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi

label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Setiap penerimaan bahan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan

secara visual tentang kondisi umum, keutuhan kemasan, kebocoran

dan kerusakan, serta contoh untuk pengujian diambil oleh petugas

dengan menggunakan metode yang telah disetujui oleh manajer

pengawasan mutu.

c. Bahan awal yang baru tiba, harus dikarantina, sampai disetujui dan

diluluskan untuk digunakan oleh penanggung jawab pengawasan mutu.

d. Label yang menunjukkan status bahan awal hanya boleh dipasang oleh

petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab bagian pengawasan

mutu.

e. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai

secara jelas, tersimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau

dikembalikan kepada pemasok.

2. Validasi proses

a. Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat.

b. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah

disertai dengan tindakan validasi ulang.

3. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat

merugikan kesehatan, mengurangi daya terapeutik atau mempengaruhi

kualitas suatu produk tidak dapat diterima. Perhatian khusus harus

diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini

menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai dengan

CPOB.

4. Sistem penomoran bets dan lot.

a. Sistem yang menjabarkan cara penomoran bets dan lot secara rinci

diperlukan, untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan

atau obat jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau

lot tertentu.

b. Sistem penomoran bets atau lot harus menjamin bahwa nomor bets

atau lot yang sama tidak digunakan secara berulang.

5. Penimbangan dan penyerahan

a. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang

boleh diserahkan hanyalah yang telah diluluskan oleh bagian

pengawasan mutu.

b. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan

terhadap kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan

dari bagian pengawasan mutu.

c. Setiap penimbangan atau pengukuran hendaknya dilakukan

pembuktian kebenaran, ketepatan identitas, dan jumlah bahan yang

ditimbang dan diukur oleh dua petugas secara terpisah.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Bahan baku, produk antara, dan produk ruahan hendaknya diperiksa

ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi

sebelum diserahkan ke bagian produksi.

6. Pengembalian

a. Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan

yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah

didokumentasikan.

b. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan tidak

boleh dikembalikan ke gudang kecuali bila memenuhi spesifikasi yang

ditetapkan.

7. Pengolahan

a. Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa

terlebih dahulu sebelum digunakan.

b. Kondisi daerah pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan

sampai tingkat yang disyaratkan untuk kegiatan yang akan dilakukan.

Sebelum pengolahan dimulai, ditempuh langkah yang menjamin

bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari bahan, produk atau

dokumen yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang bersangkutan.

c. Semua peralatan yang digunakan dalam pengolahan hendaklah

diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih

secara tertulis sebelum digunakan.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti

prosedur tertulis yang telah ditentukan. Tiap penyimpanan hendaklah

dilaporkan dengan menyertakan alasan dan penjelasan.

e. Semua produk antara atau produk ruahan harus diberi label yang tepat

dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.

8. Produk steril

a. Cara produksi ada dua kategori yaitu aseptis dan sterilisasi akhir.

b. Semua produk steril dibuat dengan kondisi terkendali dan dipantau

dengan teliti serta diperlukan tindakan khusus untuk meyakinkan

sterilitas produk steril yang dibuat.

c. Untuk membuat produk steril diperlukan ruang terpisah yang

dirancang khusus.

d. Pembuatan produk steril memerlukan tiga kualitas ruangan yang

berbeda, yakni: ruang ganti pakaian, ruang bersih untuk persiapan

komponen dan penyiapan larutan dan ruangan steril untuk kegiatan

steril

e. Kontaminasi jasad renik tidak boleh melebihi nilai batas.

f. Personel yang bekerja dipilih dengan seksama dan harus

memperhatikan standar higiene dan kebersihan perorangan serta

mendapatkan pelatihan sesuai dengan bidangnya.

g. Personel memakai pakaian khusus untuk daerah bersih dan steril serta

ditangani secara terpisah pemakaian dan pencuciannya. Arloji,

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
perhiasan dan kosmetik tidak boleh dipakai dalam ruangan bersih dan

steril.

h. Bangunan untuk ruangan steril dirancang khusus, diberi aliran udara

bertekanan positif secara efektif melalui saringan. Permukaan ruangan

harus kedap air dan tidak retak. Tidak boleh ada bagian yang dapat

menjadi tempat penumpukan debu. Pipa–pipa dipasang dengan tepat

dan saluran pembuangan dipasang terpisah serta tidak boleh ada bak

pencucian.

i. Peralatan dirancang dan dipasang dengan tepat dan mudah

dibersihkan.

j. Pengolahan bahan awal dan produk hendaklah dihindari dari

pencemaran jasad renik, baik sebelum dan sesudah sterilisasi. Wadah,

pembersih, jarak waktu sterilisasi, pembuatan larutan dan sumber air

selalu dipantau dengan baik.

k. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering,

saring, etilen oksida atau radiasi sesuai dengan masing-masing cara

yang efektif.

9. Pengemasan

a. Kegiatan pengemasan berfungsi untuk membagi-bagi dan mengemas

produk ruahan menjadi obat jadi. Proses pengemasan hendaklah

dilaksanakan di bawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas,

keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai hendaklah dilakukan

pemeriksaan untuk memastikan bahwa peralatan dan ruang kerja

dalam keadaan bersih dan bebas dari produk, sisa produk lain atau

dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan yang dilakukan.

c. Setiap penyerahan produk ruahan dan bahan pengemas hendaklah

diperiksa dan diteliti kesesuaiannya dengan prosedur pengemasan

induk atau perintah pengemasan khusus.

10. Bahan atau produk pulihan

Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan asalkan

bahan atau produk tersebut layak untuk diolah ulang melalui prosedur

tertentu yang disahkan, serta hasilnya masih memenuhi persyaratan

spesifikasi yang ditentukan dan tidak terjadi perubahan berarti terhadap

mutunya.

11. Obat kembalian

a. Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik misalnya karena label

atau kemasan luar yang kotor dapat diberi label kembali dan harus

hati-hati untuk menghindari campur baur dengan produk lain atau

terjadinya kesalahan pemberian label.

b. Obat jadi yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari

pengawasan pabrik pembuat, setelah dievaluasi secara kritis oleh

petugas pengawasan mutu dan ternyata memenuhi standar, spesifikasi

dan karakteristik yang ditetapkan maka, dapat dipertimbangkan untuk

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
dijual kembali, diberi label kembali atau diolah ulang ke bets

berikutnya. Bilamana ada keraguan terhadap mutu, produk ini tidak

boleh dipertimbangkan untuk didistribusikan kembali atau diolah

ulang.

12. Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi

diserahkan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum obat jadi

dipindahkan ke gudang, pengawasan ketat hendaklah dilaksanakan untuk

memastikan bahwa produk dan catatan menyeluruh tentang bets yang

bersangkutan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

13. Pengawasan distribusi obat jadi

a. Sistem distribusi hendaklah dirancang dengan tepat sehingga

menjamin bahwa obat jadi yang pertama masuk didistribusikan

terlebih dahulu.

b. Sistem tersebut mencakup pula cara pencatatan yang tepat sehingga

distribusi tiap bets dapat segera diketahui untuk mempermudah

penyelidikan dan penarikan kembali jika diperlukan.

c. Prosedur tertulis mengenai distribusi obat hendaklah dibuat dan

dipatuhi.

d. Penyimpangan terhadap prinsip pertama masuk pertama keluar hanya

diperbolehkan untuk jangka waktu pendek dan hanya atas persetujuan

pimpinan yang bertanggung jawab.

14. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Semua bahan hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk

mencegah resiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan

pemeriksaan dan pemeliharaan.

15. Pembuatan obat berdasarkan kontrak

a. Pembuatan obat berdasarkan kontrak berarti pembuatan sebagian atau

keseluruhan dari suatu obat oleh satu atau lebih pabrik pembuat

(disebut penerima kontrak) untuk kepentingan pihak lain (disebut

pemberi kontrak).

b. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa penerima kontrak telah

memiliki izin operasional dan sertifikat CPOB yang sesuai dengan

bentuk sediaan obat yang akan dikontrakkan.

2.8.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat

yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.

1. Ketentuan umum

Bagian pengawasan mutu melaksanakan tugas pokok antara lain

sebagai berikut:

a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi

b. Menyiapkan instruksi tertulis yang rinci untuk tiap pemeriksaan,

pengujian dan analisis

c. Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan di masa mendatang

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Meluluskan atau menolak setiap bets bahan awal, produk antara,

produk ruahan dan obat.

e. Mengevaluasi dan menyetujui prosedur pengolahan ulang suatu

produk.

2. Laboratorium pengujian

a. Bangunan laboratorium hendaklah terpisah dari ruangan produksi dan

terpisah antar masing-masing laboratorium. Ruang instrumen juga

dibuat terpisah untuk melindungi terhadap listrik, getaran, kelembaban

yang berlebihan atau instrumen tersebut perlu diisolasi dari peralatan

lainnya.

b. Personalia, setiap personil yang bertugas mengawasi atau yang

langsung melakukan pekerjaan laboratorium hendaklah mempunyai

pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk menjalankan

tugasnya serta mendokumentasikan segala tugas dan tanggungjawab

yang diberikan. Dalam bekerja personil hendaklah memakai pakaian

pelindung dan alat pengaman seperti respirator atau masker, kaca mata

pelindung dan sarung tangan yang tahan terhadap asam atau alkali.

c. Peralatan serta instrumen laboratorium pengujian hendaklah cocok

untuk prosedur pengujian yang dilakukan serta prosedur tetap untuk

pengoperasian tiap instrumen dan peralatan hendaklah tersedia dan

diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang bersangkutan.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Pereaksi dan media biakan bakteri yang diterima hendaklah dicatat,

serta dibuat sesuai dengan prosedur pembuatan tertulis dan diberi label

yang sesuai. Untuk memastikan kecocokan media pembiakan yang

dipakai digunakan kontrol positif dan kontrol negatif.

e. Baku pembanding dipegang oleh seorang yang telah ditunjuk. Baku

pembanding terdiri atas baku pembanding primer yang digunakan

untuk tujuan tertentu yang sesuai dalam monografi, dan baku

pembanding sekunder atau baku pembanding kerja dapat dibuat dan

dipakai setelah dilakukan pengujian yang sesuai secara periodik.

Semua baku pembanding tersebut hendaklah disimpan dan digunakan

secara tepat sehingga mutunya tetap.

f. Spesifikasi dan prosedur pengujiaan hendaklah divalidasi dengan

memperhatikan fasilitas peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut

digunakan dalam pengujian rutin, dan hendaklah mengikuti instruksi

yang tercantum dalam prosedur pengujian untuk masing-masing bahan

atau produk jadi.

g. Catatan analisis mencakup nama dan nomor bets, nama petugas yang

mengambil contoh, metoda analisa yang digunakan, semua data

analisa, perhitungan data analisa, pernyataan toleransi yang

diperbolehkan yaitu pernyataan yang memenuhi syarat atau tidak

memenuhi syarat, tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan

pengujian dan perhitungan, nama pemasok, jumlah keseluruhan dan

jumlah bahan awal yang diterima, jumlah wadah, bahan baku, bahan

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi dari bets atau

lot yang dianalisa.

h. Contoh pertinggal dengan identitas yang jelas dan mewakili setiap bets

bahan baku berkhasiat yang diterima hendaklah disimpan untuk jangka

waktu tertentu. Jumlah contoh pertinggal sekurang-kurangnya dua kali

dari jumlah contoh yang dibutuhkan untuk pengujian lengkap kecuali

untuk uji sterilitas.

3. Validasi

Bagian pengawasan mutu hendaklah melakukan validasi terhadap

prosedur penetapan kadar dan kalibrasi instrumen.

a. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan

dan obat jadi

1) Tiap spesifikasi hendaklah disetujui terlebih dahulu dan

disimpan oleh bagian pengawasan mutu.

2) Pengambilan contoh merupakan operasi penting karena

hanya sebagian kecil saja dari suatu bets yang diambil

untuk pengujian mutu.

b. Pengolahan ulang

1) Pengolahan ulang tidak boleh dilakukan sebelum

prosedurnya diperiksa dan disetujui oleh bagian

pengawasan mutu.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
2) Pengolahan ulang suatu bets produk dapat dipertimbangkan

hanya apabila resiko yang mungkin sekali terjadi akibat

pengolahan ulang telah dilakukan eveluasi secara

meyakinkan dan dinilai dapat diabaikan.

3) Uji stabilitas lanjut hendaklah dilakukan terhadap obat jadi

hasil pengolahan ulang bila diperlukan.

c. Evaluasi bagian pengawasan mutu terhadap prosedur produksi

1) Bagian pengawasan mutu hendaklah ikut serta dalam

pembuatan prosedur pengolahan induk dan prosedur

pengemasan induk untuk setiap ukuran bets suatu produk

untuk menjamin keseragaman dari bets ke bets yang

diproduksi.

2) Bagian pengawasan mutu hendaklah memberikan

persetujuan atas prosedur pembersihan dan sanitasi

peralatan produksi.

d. Peninjauan catatan bets produksi

1) Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets obat jadi

hendaklah diteliti oleh bagian pengawasan mutu untuk

menentukan apakah pembuatan bets bersangkutan

memenuhi semua prosedur yang telah ditetapkan sebelum

diluluskan untuk produksi.

2) Tiap bets yang menyimpang atau gagal dalam memenuhi

spesifikasinya hendaklah diselidiki secara tuntas.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
e. Penelitian stabilitas

1) Hendaklah dirancang program pengujian stabilitas untuk

mengetahui stabilitas obat jadi untuk menentukan kondisi

penyimpanan yang cocok serta tanggal daluarsa.

2) Penelitian stabilitas dilakukan dalam hal produk baru,

memiliki kemasan baru yang berbeda dengan standar yang

telah ditetapkan, perubahan formula, perubahan metoda

pengolahan dan sumber bahan baku.

f. Keluhan terhadap obat

1) Hendaklah dirancang suatu sistem penanganan terhadap

keluhan obat yang mencakup prosedur tetap dan

penunjukan petugas yang bertanggung jawab menerima

keluhan.

2) Hendaklah dibuat catatan keluhan terhadap obat dan juga

penanganannya.

g. Obat kembalian

Bagian pengawasan mutu hendaklah bertanggung jawab atas

pemeriksaan produk yang dikembalikan karena adanya keluhan,

kerusakan, daluarsa atau hal lain yang menimbulkan keraguan atas mutu

produk tersebut.

h. Penilaian terhadap pemasok

Bagian pengawasan mutu hendaklah ikut bertanggung jawab

bersama departemen yang relevan untuk memilih pemasok yang mampu

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
dan dapat dipercaya dalam penyediaan bahan awal yang memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan.

2.8.8 Inspeksi Diri

Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Program inspeksi diri

dirancang untuk mencari kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk

menetapkan tindakan perbaikannya. Inspeksi diri harus dilakukan secara teratur

dan dibuat prosedur serta pencatatannya. Tindakan perbaikan yang disarankan

sebaiknya dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk tim yang

mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB.

Hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, bangunan termasuk fasilitas

untuk karyawan, penyimpanan bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi,

pengawasan mutu, dokumentasi, serta pemeliharaan gedung dan peralatan.

Inspeksi diri dapat dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan kebutuhan

pabrik yang bersangkutan. Inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan sekurang-

kurangnya sekali dalam setahun.

2.8.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan

Obat Kembalian

1. Keluhan dan Laporan

Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping

yang merugikan, dan masalah medis lainnya. Keluhan dan laporan

ditangani secara:

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
a. Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan

yang diterima.

b. Keluhan dan laporan hendaklah ditangani oleh bagian yang

bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima.

c. Terhadap tiap keluhan dan laporan dilakukan penelitian dan evaluasi

secara seksama, termasuk meninjau seluruh informasi yang masuk

tentang pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh yang diterima.

Bila perlu dilakukan pemeriksaan terhadap contoh pertinggal bets yang

bersangkutan dan meneliti kembali semua data serta dokumentasi yang

berkaitan.

Tindak lanjut terhadap keluhan dan laporan:

1) Tindakan perbaikan yang diperlukan termasuk penarikan kembali

bets obat jadi atau seluruh obat jadi yang bersangkutan dan

tindak lanjut lainnya yang sesuai.

2) Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk

evaluasi penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah

dicatat dan dilaporkan kepada bagian yang bersangkutan dan

kepada pejabat pemerintah yang berwenang.

2. Penarikan Kembali Obat Jadi

Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu

atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai

distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk

yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan

kesehatan.

Penarikan kembali dapat dilakukan atas prakarsa produsen sendiri

atau instruksi instansi pemerintah yang berwenang. Keputusan untuk

melakukan penarikan kembali obat jadi adalah tanggung jawab apoteker

penanggung jawab pabrik dan pimpinan perusahaan. Penarikan kembali

obat jadi dapat pula sekaligus merupakan penghentian pembuatan obat jadi

yang bersangkutan.

Pelaksanaan penarikan kembali obat jadi:

a. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui

adanya obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan atau

mempunyai efek samping yang tidak diperhitungkan

sebelumnya dan membahayakan kesehatan.

b. Obat jadi yang mempunyai resiko besar terhadap kesehatan

selain tindakan penarikan hendaklah segera diambil tindakan

khusus agar obat yang bersangkutan dikenakan embargo untuk

tidak digunakan. Dalam hal ini penarikan dilakukan sampai ke

tingkat konsumen.

Sistem dokumentasi pabrik dapat mendukung pelaksanaan

penarikan kembali dan embargo secara efektif, cepat, dan tuntas.

3. Obat Kembalian

Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar dan kemudian

dikembalikan ke produsen karena adanya keluhan kadaluarsa, masalah

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan

sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, kualitas, dan

kuantitas obat jadi yang bersangkutan.

Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki,

dan menganalisa obat yang dikembalikan, serta menetapkan apakah obat

tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan. Terhadap obat

kembalian dilakukan evaluasi yang seksama untuk menentukan apakah

obat jadi yang bersangkutan dapat diolah kembali atau dimusnahkan.

Obat kembalian digolongkan sebagai berikut:

a. Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan masih

dapat digunakan.

b. Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang.

c. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang.

Prosedur penanganan obat kembalian dibuat dengan

memperhatikan hal-hal berikut:

a. Jumlah dan identifikasi obat kembalian harus dicatat.

b. Obat kembalian yang diterima hendaklah dikarantina.

c. Terhadap obat kembalian dilakukan penelitian dan pemeriksaan

oleh bagian pengawasan mutu untuk menentukan tindak lanjut.

d. Keputusan untuk melakukan pengolahan obat kembalian

hendaklah dilakukan oleh pimpinan perusahaan atas dasar

pertimbangan yang seksama dan proses pengolahan harus

diawasi secara ketat.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Obat kembalian tidak dapat diolah ulang harus dimusnahkan.

Hendaklah dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak

yang mencakup pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah

kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak

berwenang.

2.8.10 Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi

manajemen yang meliputi spesifikasi bahan baku dan produk, prosedur, metode

dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pembersihan, pemeliharaan,

penyimpanan dan distribusi, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian

kegiatan pembuatan obat.

Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas

mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus

dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan

kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari

setiap bets atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta

penelusuran terhadap bets atau lot untuk produk yang bersangkutan. Sistem

dokumentasi digunakan juga dalam pemantauan dan pengendalian seperti pada

kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB III

KEGIATAN INDUSTRI FARMASI

3.1 Kegiatan Lafi Ditkesad

Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi

obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang,

proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan

dan kegiatan administrasi.

3.1.1 Perencanaan dan Pengadaan Barang

Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad

dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan

(Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah

dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan

Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana

pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar

kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan

dievaluasi oleh Subditbinyankes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan.

Surat Keputusan Kasad No. Skep/336/X/2005 tanggal 17 Oktober

2005 tentang Pengadaan Barang/Material dan Jasa di Lingkungan Angkatan Darat

mengatur tata cara pengadaan obat yang dilakukan dengan cara pembelian obat

jadi dan produksi di Lafi Ditkesad. Bagminlog membuat rencana kebutuhan

produksi obat Lafi Ditkesad yang terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif,

bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). Perencanaan tersebut disusun

52
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
berdasarkan formula dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi

Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan anggaran untuk

pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap bidang Lafi Ditkesad.

Pengadaan barang dilakukan melalui Ditkesad yang dikirimkan ke

Gudang Pusat II disertai dengan surat Perintah Penerimaan Material (PPnM).

Selanjutnya tim komisi penerimaan barang yang dibentuk oleh Dirkesad

memeriksa keadaan barang secara administrasi, fisika dan kimia, dan pemeriksaan

mutu dilakukan oleh Instalasi Wastu. Setelah barang lulus uji mutu akan

dibuatkan Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) Penerimaan

Material, lalu barang disimpan di Gudang Pusat II dan barang yang tidak

memenuhi spesifikasi yang ditetapkan akan ditolak dan dikembalikan kepada

pemasok.

3.1.2 Penyimpanan Barang

Penyimpanan barang dilaksanakan oleh Instalasi Simpan. Barang-

barang yang berkaitan dengan semua proses kerja yang berlangsung di Lafi

Ditkesad, baik produksi, pengawasan mutu, pengemasan, administrasi, maupun

proses pendukung lainnya merupakan tanggung jawab Instalasi Simpan.

Barang-barang di gudang tersebut disimpan berdasarkan jenis, sifat atau

keadaan bahan dan pengeluarannya sesuai dengan sistem First In First Out

(FIFO), First Expired First Out (FEFO) dan First Unstable First Out (FUFO).

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
3.1.3 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instal. Wastu)

Pengawasan mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat.

Instal. Wastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut

kualitas bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara,

produk ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan

kualitas setelah didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Instal.

Wastu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja yang

menyangkut pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas

penunjang lainnya seperti pemeriksaan kualitas udara, pengendalian mutu air

dan pemeriksaan limbah. Pelaksanaan kegiatan di Instal. Wastu ditunjang oleh

fasilitas Instrumen HPLC, spektrofotometer dengan sistem terkomputerisasi,

Laminar Air Flow, Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic

Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya.

Dalam menjalankan tugasnya, Instal. Wastu didukung oleh personel

yang terdiri dari apoteker dan analis yang terlatih dan berpengalaman dalam

menjalankan tugasnya.

Kegiatan Instal. Wastu tersebut dilaksanakan pada tahap persiapan, selama

proses produksi dan setelah proses produksi.

Beberapa kegiatan Instal. Wastu diantaranya:

1. Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi metode analisa

yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan

pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan

didokumentasikan.

3. Menyiapkan baku pembanding kerja (skunder) untuk pengujian.

4. Menyimpan contoh pertinggal dan Catatan Pengujian atau Pemeriksaan.

5. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi

meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan embalage. Hasilnya

dapat dicatat pada laporan hasil pengujian (Blanko laporan hasil pengujian

Bahan Baku dapat dilihat pada Lampiran 2).

6. Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan

memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap

produksi sampai hasil produk akhirnya.

7. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh.

Dicatat pada laporan hasil pengujian sediaan jadi (Blanko laporan hasil

Pengujian Laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 3).

8. Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan Bets) sebelum obat

diluluskan.

9. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat untuk menetapkan kondisi

penyimpanan dan masa edar suatu produk jadi.

10. Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.

11. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau

didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama

untuk sediaan antibiotika.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
12. Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan

didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian.

Ruangan-ruangan didalam bangunan Instal. Wastu terdiri dari :

1. Laboratorium kimia

Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan kimia yang menunjang

pemeriksaan mutu secara kimia, lemari asam dan climatic chamber.

2. Laboratorium mikrobiologi

Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril, Laminar Air

Flow dan alat pembaca daya hambat bakteri ( Read Biotic).

3. Ruang fisika

Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan

tablet, keregasan tablet, waktu hancur tablet dan alat uji kebocoran strip.

4. Ruang Instrumen

Peralatan yang terdapat di ruang Instrumen adalah spektrofotometer UV – Vis,

alat uji disolusi dan HPLC.

5. Ruang timbang

6. Ruang contoh pertinggal

7. Gudang reagen

8. Perpustakaan

9. Ruang staff

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
3.1.4 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Instal. Litbang)

Dalam menjalankan perannya Instal. Litbang melakukan penelitian

terhadap produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh

kualitas yang lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan

rencana penelitian dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi :

1. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan

pengemas (embalage).

2. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk

Lafi Ditkesad.

3. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi

perubahan alat, bahan baku dan komponen produksi lainnya.

4. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian.

Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka,

pengadaan bahan, penelitian skala laboratorium dan skala produksi, selanjutnya

dilakukan validasi proses produksi dan pengawasan mutu dengan kerjasama

antara Instal. Prod. dan Instal. Wastu.

3.1.5 Kegiatan Instalasi Produksi (Instal. Prod.)

Kegiatan produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instal. Prod. yang

meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang

dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk betalaktam dan produk non

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
betalaktam, dimana masing-masing produk dikerjakan pada gedung yang berbeda.

Pada Instal. Prod. terdapat empat seksi yaitu: seksi sediaan padat, seksi sediaan

cair steril, seksi sediaan khusus dan seksi kemas. Masing-masing seksi dikepalai

oleh seorang Kepala Seksi.

Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad belum memiliki nomor

registrasi sehingga tidak diperdagangkan bagi masyarakat umum, namun

demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB

yang dikeluarkan oleh Badan POM.

Rencana produksi dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang

diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah

sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia.

Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan

dalam Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets (Batch Record) yang disusun

oleh tim dan disetujui oleh Ka. Instal. Wastu dan Ka. Instal. Prod, kemudian

didistribusikan dan didokumentasikan. Hal yang diuraikan dalam Prosedur

Pengolahan dan Pengemasan Induk adalah nama produk, kekuatan, bentuk

sediaan, pemerian, kondisi penyimpanan, perhatian khusus dan dokumen yang

terkait seperti nomor bets, besar bets dan tanggal pembuatan.

Pada bagian pengolahan dalam Catatan Pengolahan Bets diuraikan

mengenai jumlah penimbangan bahan, prosedur pengolahan serta data

pemeriksaan selama proses (In Process Control). Pada bagian pengemasan dalam

catatan pengemasan bets diuraikan tentang jumlah, bahan pengemas yang

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
diterima, prosedur pengemasan, pengambilan contoh, hasil obat jadi, pengiriman

ke Instal. Simpan dan rekonsiliasi pengemasan.

Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan

digunakan dan dikeluarkan dari Instal. Simpan berdasarkan Catatan Pengolahan

bets dan catatan pengemasan Bets untuk setiap produk. Barang yang telah

dikeluarkan dari Instal. Simpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada

masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan padat, seksi sediaan cair, seksi

sediaan khusus.

Berikut ini adalah uraian mengenai proses produksi pada masing-masing

seksi yang ada di Instalasi Produksi :

1. Seksi Sediaan Padat (Si Diadat)

Kasi Diadat adalah seorang Apoteker yang bertanggung jawab kepada Ka.

Instal. Prod. Pada seksi ini memproduksi obat-obatan yang terdiri dari: sediaan

tablet, sediaan kapsul dan sediaan sirup kering.

a. Sediaan Tablet

Seksi ini meliputi kegiatan pencampuran, pengeringan, granulasi,

pencetakan, penyalutan dan stripping. Hasil dari seksi sediaan tablet ini kemudian

dikirim ke bagian pengemasan untuk dikemas.

Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa

cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau

cembung, mengandung satu jenis bahan obat atau lebih dengan atau tanpa zat

tambahan.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Peralatan yang digunakan oleh seksi sediaan padat untuk pembuatan

tablet diantaranya adalah mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap,

mesin pencampur basah sekaligus campur kering, oven pengering, granulator,

mesin cetak tablet, mesin salut film serta mesin strip tablet.

Metoda pembuatan tablet yang biasa digunakan adalah metoda cetak

langsung dan metoda granulasi basah. Tablet yang diproduksi adalah tablet biasa,

tablet kunyah, tablet lapis, tablet salut film dan tablet salut enterik

Alur proses produksi tablet di Lafi Ditkesad dengan menggunakan

metoda granulasi basah dimulai dengan urutan sebagai berikut:

1) Proses penimbangan bahan baku

Bahan yang ditimbang diambil dari Instal. Simpan. Bahan yang dibawa

ke ruang timbang hanya boleh terbungkus oleh kemasan primernya,

sedangkan kemasan sekundernya tidak disertakan. Proses penimbangan

dilakukan di ruang kelas III. Ruang timbang dilengkapi dengan dust

extractor dan meja timbang yang kuat dan tahan getar. Bahan baku yang

akan digunakan adalah bahan baku yang sudah dinyatakan lulus.

2) Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago)

Pada proses pembuatan mucilago harus diperhatikan bahwa bahan

mucilago telah dicampur homogen sebelum penambahan aqua

demineralisata panas. Kemudian dilakukan pengadukan sampai

terbentuk massa bening. Pembuatan mucilago ini dilakukan di dalam

tangki pemanas double jacket.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
3) Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam

Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam, diaduk sampai

homogen. Pada pencampuran ini yang harus diperhatikan adalah waktu

pencampuran dan putaran mesin pencampur agar dihasilkan massa yang

homogen.

4) Proses granulasi basah

Pada proses granulasi ditambahkan sejumlah bahan pengikat (mucilago)

ke dalam hasil campuran zat berkhasiat dengan fase dalam dan diaduk

hingga homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal. Proses

granulasi ini dilakukan di dalam Mixer.

5) Proses pengeringan

Massa yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 380C selama

±20 jam, sampai terbentuk massa setengah kering (tergantung jenis

tablet yang dibuat).

6) Proses pengayakan

Massa setengah kering diayak dengan ayakan mesh tertentu tergantung

dari jenis dan ukuran tablet yang akan dibuat. Hasil pengayakan disebut

dengan granul setengah kering.

7) Proses pengeringan

Setelah diayak granul setengah kering kembali dikeringkan dalam oven

pada suhu dan waktu tertentu sampai mencapai kadar air sekitar 2-5 %

(tergantung jenis tablet yang dibuat).

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
8) Proses pengayakan

Setelah kering, granul diayak kembali dengan ayakan ukuran mesh

tertentu sampai menjadi granul.

9) Pengawasan mutu

Pada granul yang telah dikeringkan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi

pemeriksaan kadar air granul.

10) Proses pencampuran dengan fasa luar

Setelah granul lulus dalam uji mutu (IPC) dibuat massa cetak yaitu

dengan penambahan pelincir dan penghancur yang kemudian diaduk

hingga homogen.

11) Pengawasan mutu

Sebelum massa cetak dicetak, dilakukan uji mutu (IPC) meliputi

pemeriksaan homogenitas kadar zat aktif .

12) Proses pencetakan tablet

Setelah lulus uji mutu dilakukan pencetakan tablet dengan mesin cetak

sesuai dengan ukuran, diameter dan berat tablet yang diinginkan. Untuk

tablet berlapis dua dibuat sedemikian rupa sehingga kedua lapisan warna

sama tebal dan tidak tersisa granul salah satu warnanya saja pada

hopper. Selama pencetakan juga harus diperhatikan keragaman bobot,

kekerasan dan keregasan tablet. Selama pencetakan, tablet yang

dihasilkan dimasukkan ke dalam alat deduster untuk menghilangkan

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet. Ruang cetak tablet

dilengkapi dengan dust extractor.

13) Pengawasan mutu

Selama pencetakan dilakukan IPC meliputi keragaman bobot dan

kekerasan. Sementara Instal. Wastu melaksanakan uji mutu terhadap

hasil pencetakan yang meliputi keragaman bobot, kekerasan, keregasan,

ketebalan, diameter tablet, uji waktu hancur, kadar bahan aktif dan uji

disolusi untuk tablet tertentu (untuk tablet yang ada monografi uji

disolusinya).

14) Proses penyalutan

Setelah dicetak, tablet ada yang disalut dan ada yang langsung distrip.

Pada proses penyalutan harus diperhatikan suhu, frekuensi

penyemprotan, kecepatan putar panci penyalut dan sudut penyemprotan.

Tablet bersalut ada dua jenis yaitu tablet salut film dan tablet salut gula.

Pada tablet salut film, sediaan tablet disalut dengan larutan penyalut.

Alat-alat yang digunakan adalah coating pan dan spray nozzle. Tablet ini

diputar dalam coating pan kemudian disemprot dengan larutan bahan

penyalut dan dikeringkan dengan mengalirkan udara panas. Tablet salut

gula atau sugar coating merupakan sediaan tablet yang disalut dengan

larutan penyalut gula (dragee).

15) Pengawasan mutu

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah waktu hancur

dan keseragaman bobot.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
16) Proses penyetripan

Tablet salut ataupun tablet biasa distrip dengan menggunakan bahan

pengemas Polycello pada suhu mesin ± 60 0C atau Polycellonium pada

suhu mesin ± 800C - 110 0C sebagai pengemas primer. Suhu mesin tidak

boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat

melekat satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan

merusak kemasan itu sendiri.

17) Pengawasan mutu

Uji mutu (IPC) yang dilakukan pada hasil penyetripan berupa

pemeriksaan uji kebocoran strip. Tablet yang telah distrip siap untuk

dikemas dan obat jadi dikirim ke Instal. Simpan.

Alur proses produksi tablet dan tablet salut dapat dilihat pada Lampiran 4.

Untuk pembuatan tablet metoda cetak langsung dimulai dari proses

penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa

cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses

granulasi.

b. Sediaan Kapsul

Ruang produksi terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian dan

polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan

kapsul diantaranya adalah mesin pencampur, mesin pengisi kapsul, mesin

polishing dan mesin strip.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Alur proses produksi kapsul terdiri dari tahapan sebagai berikut:

1) Penimbangan bahan baku

Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan

pengisi, bahan pelincir dilakukan di ruang kelas C, oleh personil Instal.

Simpan .

2) Pencampuran/granulasi

Proses pencampuran dilakukan hingga seluruh bahan yang dicampurkan

homogen. Bahan yang diisikan ke dalam kapsul ada yang harus

digranulasi terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat alirnya, sedangkan

untuk bahan yang tidak digranulasi langsung diisikan pada cangkang

kapsul.

3) Pengawasan mutu

Hasil pencampuran massa kapsul dilakukan IPC oleh Instal. Wastu yang

meliputi pemeriksaan homogenitas dan kadar zat aktifnya.

4) Pengisian kapsul

Setelah massa kapsul diluluskan oleh Instal. Wastu maka massa kapsul

diisikan ke dalam cangkang kapsul. Selama pengisian harus diperhatikan

suhu dan kelembaban ruangan.

5) Polishing

Polishing dilakukan untuk menghilangkan debu yang masih menempel

pada dinding luar kapsul.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
6) Pengawasan mutu

Pada hasil pengisian kapsul dilakukan pemeriksaan meliputi kadar aktif,

keragaman bobot, uji waktu hancur.

7) Stripping

Proses stripping kapsul sama dengan proses stripping pada tablet.

8) Pengawasan mutu

Pada hasil stripping dilakukan tes kebocoran strip. Kapsul yang telah di

strip siap untuk dikemas dan dikirim ke Instal. Simpan.

Alur proses produksi kapsul dapat dilihat pada Lampiran 5.

c. Sirup Kering

Alur proses produksi sirup kering hampir sama dengan alur proses

produksi tablet, yang membedakan hanya pada proses pencetakan, stripping dan

pengemasan. Alur proses produksi sirup kering dapat dilihat pada Lampiran 6.

2. Seksi Sediaan Cair (Si Dia Cair)

Seksi sediaan cair dikepalai oleh seorang Kasi (Apoteker) yang bertanggung

jawab kepada Ka Instal. Prod. Seksi sediaan cair ini memproduksi obat-obatan

yang terdiri dari sediaan salep, sediaan sirup, dan sediaan cairan obat luar.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
a. Sediaan Salep

Ruang produksi salep terdiri dari ruang pencampuran dan ruang

pengisian. Peralatan yang digunakan antara lain mesin peleleh basis (double

jacket), mesin pencampur salep dan mesin pengisi-penutup salep otomatis.

Alur proses produksi salep terdiri dari tahapan sebagai berikut:

1) Penimbangan bahan baku dilakukan diruang kelas C oleh personil Instal.

Simpan

2) Pelelehan basis

Basis dilelehkan pada tangki pemanas double jacket, disaring kemudian

didiamkan selama satu malam.

3) Pencampuran

Bahan basis yang telah dilelehkan lalu dicampur dengan zat aktif dan

diaduk terus sampai homogen pada suhu 400C di dalam Homomixer.

4) Pengawasan mutu

Pada hasil proses pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap

homogenitas, pH dan kadar zat aktif.

5) Pengisian tube

Setelah lulus uji mutu, massa salep diisikan ke dalam tube dengan suhu

yang terjaga sekitar 400C.

6) Pengawasan mutu

Pada hasil pengisian dilakukan uji mutu (IPC) untuk diperiksa

keseragaman isi tube dengan cara menimbang tube satu persatu yang

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
dilakukan setiap 15 menit. Setelah lulus uji mutu, tube siap dikemas dan

dikirim ke Instal. Simpan.

Alur proses produksi salep dapat dilihat pada Lampiran 7.

b. Sediaan Sirup

Ruang produksi sirup merupakan ruang kelas III yang terdiri dari ruang

pencampuran, ruang pengisian, ruang pencucian alat. Peralatan yang digunakan

antara lain mixer, colloid mill, tangki pemanas (double jacket), filter, drum

stainless, mesin pengisi sirup, penutup botol dan pemasangan etiket yang

merupakan satu rangkaian (In Line Process).

Alur proses produksi sirup terdiri dari tahapan sebagai berikut:

1) Penimbangan bahan baku dilakukan diruang kelas C oleh personil Instal.

Simpan

2) Pembuatan larutan gula pekat (Syrupus Simplex)

Pembuatan larutan gula pekat dilakukan pada tangki pemanas (double

jacket). Pemanasan menggunakan uap air yang dihasilkan oleh ketel uap.

3) Pencampuran

Zat aktif dan zat tambahan (pewarna dan pengawet) masing-masing

dilarutkan dalam pelarutnya sampai larut sempurna, lalu dicampur

dengan larutan gula pekat. Essence dapat ditambahkan jika diperlukan

dan volume ditambahkan sampai tanda batas yang ditentukan.

4) Pengawasan mutu

Pada hasil pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas

larutan, kadar zat aktif, pH larutan dan bobot jenis.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
5) Pengisian, penutupan dan labelling

Setelah lulus uji mutu dilakukan pengisian, penutupan dan pemberian

etiket atau label.

6) Pengawasan mutu

Pada hasil pengisian dan penutupan dilakukan pengawasan mutu yang

meliputi kadar zat aktif, pH larutan dan berat jenis. Selama proses

pengisian dilakukan pengontrolan setiap 15 menit terhadap keseragaman

volume dan hasil penutupan.

Alur proses produksi sirup dapat dilihat pada Lampiran 8.

3. Seksi Sediaan Khusus (Si Diasus)

Seksi sediaan khusus terdiri dari produksi Betalaktam dan Sefalosporin.

Produksi Sefalosporin belum dimulai karena bangunan produksi belum jadi.

Produksi Betalaktam di Lafi Ditkesad telah mendapatkan sertifikat CPOB pada

tanggal 1 Juni 2000.

Proses produksi Betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan

produksi Non Betalaktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang.

Gedung produksi Betalaktam telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara

(Air Handling System), air washer, air shower, dan ruang penyangga (air lock).

Lantai, dinding dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan

pembersihan.

Ruang kelas A terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), dimana dilakukan

pengisian ke dalam vial. Ruang kelas B meliputi loker, koridor kelas B, air

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
shower, dan ruang staging steril. Ruang kelas C meliputi ruang timbang, ruang

staging, ruang campur, ruang cetak tablet, ruang karantina, ruang salut film, ruang

penyetripan, ruang isi kapsul, ruang isi sirup kering, ruang cuci vial, ruang botol

bersih, ruang simpan alat, ruang IPC, ruang janitor, loker kelas C wanita dan pria.

Ruang kelas D meliputi ruang coding, ruang kemas, ruang karantina obat jadi,

ruang gudang sejuk, ruang gudang botol/vial, ruang cuci botol, ruang simpan alat,

ruang laundry dan loker kelas D wanita dan pria.

Sistem pengaturan udara (Air Handling System/AHS) untuk ruang kelas A

dan kelas B dilakukan dengan sistem recycle/ sirkulasi (udara dari kelas B

disaring kemudian ditambah udara segar 10-20 % dan diolah kembali), kemudian

udara yang masuk disaring dengan HEPA filter. Sementara untuk ruang kelas C

dengan sistem pengolahan udara terbuka (udara segar yang masuk disaring

dengan pre-filter dan medium filter). Kondisi ruangan di Betalaktam selalu diukur

secara berkala untuk mengukur pertukaran udara, suhu udara, kelembaban dan

jumlah partikel. Setiap personel yang masuk ke ruangan Betalaktam diharuskan

menggunakan pakaian khusus lengkap dengan aksesorisnya yang berupa masker,

sepatu dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruangan dan saat keluar dari

ruangan diharuskan melewati air shower yang dimaksudkan untuk menghilangkan

partikel-partikel pengotor yang melekat. Setelah selesai melaksanakan kegiatan

produksi, setiap personel diharuskan untuk membersihkan diri dengan mandi.

4. Seksi Kemas

Pengemasan dilakukan pada produk ruahan tablet, kapsul, sirup, dan salep.

Pengemasan tablet dilakukan setelah proses stripping. Tablet yang sudah distrip,

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik lalu dislep, setiap

sak plastik berisi 25 strip, tiap-tiap strip berisi 10 tablet. Hasil slep kemudian

dimasukkan ke dalam dus dimana setiap dus isinya berbeda sesuai dengan ukuran

diameter tablet yaitu:

a. Untuk tablet dengan diameter 7,5 mm, setiap dus berisi 50 sak plastik.

b. Untuk tablet dengan diameter 10-13 mm, setiap dus berisi 30 sak

plastik.

c. Untuk kaplet dan kapsul, setiap dus berisi 20 sak plastik.

Pengemasan kapsul dilakukan setelah proses stripping. Kapsul yang sudah

distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik lalu di seal.

Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus dimana tiap dus berisi 20 sak

plastik, setiap sak plastik berisi 25 strip dan setiap strip berisi 10 kapsul.

Untuk sirup dipak ke dalam dus. Tiap dus berisi 36 botol dilengkapi

dengan sendok dan slip pak.

Untuk sediaan salep setelah dimasukkan ke dalam tube aluminium

sebanyak 10 g yang etiketnya telah tercetak pada permukaan luar tube,

dimasukkan ke dalam dus kecil. Setiap dus kecil berisi 25 tube dan dimasukkan ke

dalam dus besar yang berisi 24 dus kecil.

Setelah pengemasan selesai, dilakukan pemeriksaan oleh Instal. Wastu.

Setelah dikemas dan diperiksa oleh Instl. Wastu seksi kemas membuat laporan

administrasi yang terdiri dari laporan bulanan dan bukti penyerahan obat jadi yang

dikirim ke Instalasi Simpan.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
3.1.6 Kegiatan Instalasi Simpan (Instal.Simpan)

Instalasi Simpan (Instal. Simpan) bertanggung jawab terhadap barang-

barang yang berkaitan dengan setiap proses kerja yang berlangsung di Lafi

Ditkesad yaitu produksi, laboratorium, pengemasan, administrasi dan logistik

serta proses pendukung lainnya. Barang- barang yang disimpan di gudang Instal.

Simpan disusun berdasarkan jenis dan sifat barang. Adapun penyelenggaraan

administrasi yang menyertai pemindahan tanggung jawab dari Instal. Simpan ke

Gudang Pusat II adalah sebagai berikut :

1. Bukti Penyerahan Barang (BP) dari Instal. Simpan ke Gudang Pusat II.

2. Bukti Pengiriman (Surat Kirim Barang).

Kegiatan yang dilakukan oleh Instal. Simpan meliputi :

1. Menerima dan menyimpan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan

bahan lain serta peralatan produksi dari Gudang Pusat II.

2. Menyerahkan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain serta

peralatan kepada bagian dan Instalasi yang membutuhkan.

3. Menerima obat jadi dari Instalasi Produksi

4. Menyerahkan obat jadi ke Gudang Pusat II.

Persediaan barang di Ins. Simpan diawasi dengan ketat dimana pemasukan

dan pengeluaran barang dicatat di kartu gudang. Ruang Instal. Simpan terdiri dari

ruangan administrasi, ruang sejuk (AC), ruang sampling (kelas C), ruang timbang,

ruang bahan aktif, ruang bahan cair dan ruang produk jadi, ruang bahan

pembantu, ruang embalage, ruang timbang yang dilengkapi AC dan penyedot

debu serta ruangan hasil timbang.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
3.1.7 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan (Instal.Har)

Instalasi pemeliharaan merupakan pelaksana fungsi pemeliharaan dan

perbaikan terhadap alat produksi dan laboratorium sehingga siap digunakan,

penatalaksanaan limbah industri, menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan

produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan

pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan

dilaporkan kepada Kalafi.

1. Penanganan Limbah

Limbah dari industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan di

sekitar industri tersebut. Limbah Lafi Ditkesad berasal dari proses produksi dan

proses pengujian, yang terbagi atas limbah padat dan limbah cair.

Pada produksi obat Non Betalaktam, pengolahan limbah padat dilakukan

dengan menggunakan dust collector yaitu limbah (debu) disedot dari ruang

produksi dengan blower kemudian dikumpulkan dalam kantong penampung dan

dibakar. Khusus untuk limbah dari proses penyalutan tablet, terlebih dahulu diolah

dengan air washer. Sedangkan limbah cair produksi Non Betalaktam langsung

dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah.

Pada produksi Betalaktam, pengolahan limbah terlebih dahulu diolah

melalui air washer, dimana limbah padat (debu) disedot oleh blower dari ruangan

yang berdebu seperti ruangan strip, isi kapsul, cetak, coating, campur dan ruang

isi sirup kering, lalu disemprot dengan air bertekanan 4 bar sehingga debu akan

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak destruksi yang dilengkapi dengan

dozing pump dan pH meter. Cairan ini didestruksi untuk memecah cincin

Betalaktam dengan larutan NaOH 0,1 N yang diteteskan secara otomatis sampai

diperoleh pH 9. Sedangkan limbah cair produksi obat non Betalaktam tidak

melalui destruksi. Selanjutnya, limbah hasil produksi Betalaktam disalurkan ke

IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Pengolahan limbah pada IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia dan

mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan mengendapkan kotoran pada bak

pengendap. Cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan Poly

Aluminium Chloride pada bak koagulan dan flokulan polimer anionik pada bak

flokulasi. Cara mikrobiologi dilakukan dengan mengembangbiakkan bakteri

aerobik pada bak aerasi agar dapat menghancurkan zat organik. Untuk menjaga

pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea sebagai nutrisi untuk bakteri.

Tahapan pengolahan air limbah di IPAL LAFI DITKESAD adalah

sebagai berikut:

a. Bak Penampungan Awal

Air limbah yang masuk dari produksi Betalaktam yang telah mengalami

destruksi akan ditampung dan pengotornya diendapkan dalam bak ini.

Kemudian dialirkan ke bak pengendapan (sedimentasi pertama).

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Bak Sedimentasi Pertama

Disini terjadi proses pengendapan kembali. Di dalam bak ini terdapat

sekat-sekat yang menghambat laju aliran air sehingga reaksi pengendapan

berlangsung lama. Air limbah dari bak ini mengalir ke bak equalisasi.

c. Bak Equalisasi

Disini terjadi proses fisika. Di bak ini material padat dihancurkan dengan

menggunakan Communitor, pasir terbawa diendapkan. Bak ini dilengkapi

dengan pompa untuk mengendalikan fluktuasi jumlah air kotor yang tidak

merata, yaitu pada jam kerja dan di luar jam kerja. Bak ini juga terdapat

pengaduk untuk mengaduk bahan organik agar tidak mengendap.

d. Bak Aerasi dan Stabilisasi

Air limbah masuk ke dalam bak ini dengan menggunakan pompa secara

kontinyu. Di dalam bak ini limbah diolah menggunakan bakteri aerob

(jenis SGP-50) yang berguna untuk menghancurkan zat-zat organik. Bak

ini dilengkapi dengan aerator untuk memasukkan oksigen dari udara yang

dihasilkan oleh blower dan ditransfer ke dalam air limbah, sehingga

mikroorganisme mampu melanjutkan sintesis dan dekomposisi bahan

pencemar menjadi gas yang tidak mencemari. Di dalam bak ini dilakukan

juga pengadukan untuk menjamin seluruh material yang ada di dalam

limbah cair dalam kondisi tersuspensi.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
e. Bak Sedimentasi Kedua (Clarifier)

Air limbah dari bak aerasi mengalir ke dalam bak sedimentasi kedua.

Dalam bak ini air mengalami penjernihan. Bak ini memiliki dinding

pemisah bergerigi untuk menahan pengotor dan dasar yang berbentuk

kerucut untuk mengendapkan sedimen sehingga air yang mengalir ke bak

koagulasi hanya cairannya saja.

f. Bak Koagulasi

Cairan dari bak sedimentasi kedua masuk ke dalam bak koagulasi. Di

dalam bak ini ditambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride)

dengan menggunakan dozing pump yang disertai dengan pengaduk,

dimana koagulasi berfungsi untuk mengikat protein berantai panjang.

Konsentrasi PAC yang diteteskan dalam larutan yaitu 50 kg PAC dalam

1000 L air. Bak koagulasi berfungsi sebagai bak penampung koagulan.

g. Bak Flokulasi

Dari bak koagulasi cairan dialirkan ke bak flokulasi yang berfungsi untuk

mengendapkan endapan yang masih terbawa. Di dalam bak ini air limbah

mengalami penambahan flokulan berupa polimer elektrolit sebagai

polianionik dengan konsentrasi 1 kg polianionik dalam 1000 L air

sehingga terbentuk flok-flok yang kemudian diendapkan di bak

sedimentasi kedua. Untuk air yang sudah jernih akan langsung menuju ke

bak penampungan akhir melalui bidang miring.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
h. Bak Pengendapan akhir (Bak Sedimentasi Ketiga)

1) Dari bak flokulasi, cairan yang masih mengandung endapan dialirkan

ke dalam bak sedimentasi ketiga yang berbentuk kerucut di bagian

bawah bak. Pada bak ini diberi karung yang berfungsi sebagai

penyaring untuk menampung endapan, sedangkan cairan yang lebih

jernih masuk ke dalam bak penampung cairan.

2) Bak Cairan

Cairan yang masih mungkin mengandung limbah dialirkan kembali ke

bak sedimentasi pertama untuk diolah kembali sampai limbah tersebut

benar-benar bersih dari senyawa kimia yang berbahaya.

i. Bak Bidang Miring

Bak bidang miring berbentuk miring ke satu arah yang menghubungkan

bak flokulasi dan bak kontrol yang gunanya untuk menahan endapan dan

partikel lain yang masih terdapat dalam air limbah dari bak flokulasi.

Melalui bak bidang miring, air dari bak flokulasi mengalir ke bak kontrol.

j. Bak Kontrol (Bak Pembuangan Akhir)

Cairan yang sudah jernih dialirkan ke bak kontrol yang berisi ikan sebagai

kontrol biologi untuk diperiksa kadar COD dan BOD serta TDS (jumlah

zat padat total), pH dan angka fenol. Jika hasilnya memenuhi syarat air

dapat dibuang ke saluran pembuangan umum.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Parameter yang harus dipantau untuk limbah cair adalah :

1. pH

2. Suhu

3. Total Suspended Solid (TSS)

4. Total Dissolved Solid (TDS)

5. Biological Oxygen Demand (BOD)

6. Chemical Oxygen Demand (COD)

7. Minyak / lemak

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI

FARMASI (Kep-51/MENLH/10/1995)

Parameter Proses pembuatan Formulasi

Bahan Formula (Pencampuran)

(mg/L) (mg/L)

BOD 100 75

COD 300 150

TSS 100 75

Total-N 30 -

Fenol 1,0 -

pH 6,0 - 9,0 6,0 – 9,0

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Denah IPAL dapat dilihat pada Lampiran 9.

2. Fasilitas Pendukung / Utility

Fasilitas pendukung terdiri dari pengolahan air baku farmasi, Instalasi

listrik dan Instalasi udara bertekanan. Sumber air bersih didapat dari suplai

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang diolah menjadi air baku farmasi

melalui Instalasi pengolahan air. Air baku farmasi adalah air yang memenuhi

syarat untuk digunakan sebagai bahan baku air untuk produksi steril maupun

nonsteril. Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility adalah Kepala Instalasi

Pemeliharaan (Instal. Har). Fasilitas utility terdiri dari :

a. Instalasi Listrik

Sumber listrik Lafi Ditkesad berasal dari PLN dengan daya sebesar 2000

kW. Pada saat ini belum digunakan generator karena beberapa pertimbangan

antara lain karena jarang terjadi pemadaman listrik dari PLN dan penggunaan

generator terdapat delayed bila listrik dari PLN padam.

b. Pengolahan Demineralisata

Sumber air bersih berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

kemudian diolah menjadi air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air.

Pemilihan PDAM sebagai sumber air oleh Lafi Ditkesad adalah karena banyaknya

kandungan logam pada air tanah.

Air yang berasal dari PDAM terlebih dahulu ditampung pada tangki yang

tertanam di dalam tanah ( ground tank ) kemudian dialirkan melalui pipa ke

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
dalam suatu alat filtrasi. Air yang diolah menjadi air demineralisata mengalami

beberapa tahap penyaringan :

1) Saringan Pasir (sand filter)

Saringan pasir berfungsi untuk mengikat kotoran-kotoran dan kaporit

yang terbawa air selama pengolahan air di PDAM.

2) Saringan Karbon (carbon filter)

Saringan karbon berfungsi untuk menyerap bau, rasa, warna,

kontaminan organik dan unsur chlor yang ditambahkan pada

pengolahan air di PDAM.

3) Resin Kation

Resin kation berfungsi untuk menghilangkan ion-ion positif dan

ditukar dengan ion hidrogen.

4) Resin Anion

Resin anion berfungsi untuk menghilangkan ion-ion negatif dan

ditukar dengan ion hidroksida, sehingga menghasilkan air dengan

kandungan Total Dissolved Solid (TDS) kurang dari 8 ppm dan silika

kurang dari 0,1 ppm.

5) Setelah mengalami beberapa tahap pemurnian, air demineralisata

dialirkan ke ruangan-ruangan produksi dan laboratorium untuk

digunakan.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
c. Pengolahan Air Suling

Air suling merupakan kelanjutan dari air demineralisata yang dihubungkan

dengan alat dan pemroses aquadest, dengan alat ini dihasilkan air suling.

d. Boiller (Steam)

Air baku untuk menghasilkan uap panas adalah aqua demineralisata yang

ditekan melalui pompa air masuk ke filter kemudian ditampung di dalam tangki

stainless steel untuk mensuplai steam. Air dipanaskan melalui boiler hingga

menjadi uap. Alat ini bekerja secara semi otomatik dengan alat-alat pengaman

yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan dialirkan melalui pipa ke ruang-ruang

produksi yang membutuhkannya.

e. Udara Bertekanan

Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang

bekerja secara otomatis dengan alat pressure switch. Kompresor juga dilengkapi

dengan air dryer, main line filter, mist separator dan micro mist separator.

Instalasi kompresor ini digunakan hanya pada peralatan yang memerlukan udara

bertekanan.

3.2 Pengolahan Dokumen

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi menajemen sebuah

organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Ditkesad meliputi :

1. Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenaan dengan aktifitas Lafi

Ditkesad dengan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga produksi

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
obat yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (Protap) yang meliputi

bidang personalia, administrasi dan logistik, operasional peralatan dan

Instalasi umum, sanitasi dan higiene, prosedur operasional dan

perawatan alat, prosedur pembersihan alat atau ruangan, kalibrasi dan

validasi, spesifikasi bahan, prosedur pengolahan dan pengujian,

metoda dan instruksi serta protap-protap lain yang diperlukan.

2. Dokumen seluruh proses pembuatan obat yang dituangkan dalam

Catatan Pengolahan bets, dan catatan pengemasan bets meliputi

spesifikasi, prosedur, metoda dan Instruksi, catatan dan laporan selama

proses produksi berlangsung dari mulai penimbangan sampai

pengemasan yang menggambarkan riwayat lengkap dari bets obat yang

diproduksi.

3. Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik

bahan baku, bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi

serta hasil pengujiannya.

4. Dokumen untuk setiap obat yang telah diluluskan oleh Instalasi

Pengawasan Mutu dan telah didistribusikan.

5. Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktifitas yang berkenaan

dengan perbaikan, pemantauan dan pengendalian, misalnya

lingkungan, perlengkapan, peralatan dan personalia.

Seluruh dokumen di atas dikelola dan disimpan oleh bagian-bagian yang

bersangkutan dengan aktifitas yang dilaksanakan tetapi Master Document, catatan

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
pengolahan bets dan catatan pengemasan bets yang sudah diisi, disimpan di

Instalasi Pengawasan Mutu.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB IV

PEMBAHASAN

Lafi Ditkesad merupakan badan pelaksana pusat di tingkat Ditkesad yang

bertugas membantu Dirkesad dalam memproduksi obat-obatan, administrasi

logistik, penyimpanan dan pendistribusian material kesehatan, pemeriksaan

laboratorium terhadap bahan-bahan farmasi dan obat jadi, penelitian dan

pengembangan serta tugas-tugas lain yang ditentukan oleh Dirkesad. Lafi

Ditkesad memiliki kebijakan dan alur kerja berdasarkan komando sehingga

berbeda dengan prosedur dan manajemen industri farmasi lain.

Ditkesad mempunyai tugas pokok dalam memberikan pelayanan

kesehatan dan dukungan kesehatan untuk kepentingan TNI AD, PNS dan

keluarganya. Sebagai industri farmasi, Lafi Ditkesad dituntut untuk menghasilkan

obat jadi yang bermutu tinggi, aman dan berkhasiat, meskipun obat-obat tersebut

untuk kebutuhan TNI AD dan tidak untuk dipasarkan sehingga dapat

meningkatkan kepercayaan konsumen.

Untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan, dalam proses

produksinya Lafi Ditkesad selalu mengacu pada CPOB. Sertifikasi dilakukan oleh

BPOM dan merupakan pengakuan BPOM kepada industri farmasi yang

menjalankan prinsip CPOB yang telah ditetapkan.

Obat-obat yang diproduksi Lafi Ditkesad adalah berdasarkan

pertimbangan ” make or buy”, diproduksi di Lafi Ditkesad bila secara ekonomis

menguntungkan. Pembelian obat dilaksanakan bila biaya pembelian lebih murah

84
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
dari pada biaya produksi. Obat yang diproduksi Lafi Ditkesad merupakan ” me

too product” yaitu dengan mencontoh sediaan yang telah beredar di pasaran. Obat

yang diproduksi tidak didaftarkan ke Depkes RI karena hanya digunakan di

lingkungan intern TNI Angkatan Darat.

4.1 Personalia

Sumber daya manusia atau personil Lafi Ditkesad berdasarkan statusnya

terdiri dari militer dan PNS. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas

personilnya maka Lafi Ditkesad memberikan kesempatan untuk mengikuti

berbagai pelatihan keahlian, CPOB, dan pertemuan ilmiah lainnya. Pengadaan

personil sipil Lafi Ditkesad diterima melalui tes penerimaan PNS yang

dilaksanakan secara terpusat di Angkatan Darat. Dalam hal ini Lafi Ditkesad

hanya berhak mengajukan jumlah dan kualifikasi personil yang dibutuhkan.

Instalasi produksi dan instalasi pengawasan mutu dipimpin oleh Apoteker yang

berlainan, yang tidak saling membawahi. Hal ini telah sesuai dengan persyaratan

CPOB.

4.2 Sanitasi dan Higiene

Sanitasi dan higiene di Lafi Ditkesad telah diupayakan untuk dapat terus

ditingkatkan sesuai prinsip CPOB. Hal ini dilakukan antara lain dengan jalan

memelihara kebersihan ruangan, peralatan sebelum dan sesudah proses produksi.

Setiap personil yang bekerja di bagian produksi terutama beta laktam harus dalam

keadaan sehat dan setelah proses produksi selesai diwajibkan untuk mandi guna

menghindari terjadinya kontaminasi dari personil ke produk atau sebaliknya.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
4.3 Bangunan

Gedung produksi Lafi Ditkesad terdiri dari gedung produksi beta laktam

dan non beta laktam. Sarana dan prasarana unit produksi non betalaktam sedang

dalam tahap pengembangan sehingga belum sepenuhnya memenuhi persyaratan

CPOB. Lafi Ditkesad sedang merencanakan pembangunan gedung untuk produksi

obat golongan Sefalosporin yang terpisah dari kedua gedung produksi lainnya.

Lokasi bangunan produksi dibuat lebih tinggi dibandingkan dengan jalan dan

dilengkapi dengan saluran pembuangan air untuk mencegah pengaruh banjir

(masuknya air ke dalam gedung produksi). Menurut CPOB, obat yang

mengandung Penisilin hendaknya diproduksi dalam suatu bangunan terpisah yang

dilengkapi peralatan pengendali udara khusus untuk produksi tersebut. Lafi

Ditkesad melakukan hal yang serupa yaitu gedung sediaan beta laktam dan non

beta laktam dibuat terpisah yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

kontaminasi silang, reaksi alergi dan resistensi mikroba di lingkungan sekitar.

Ruangan-ruangan yang ada dalam gedung produksi Lafi Ditkesad telah

dipisahkan sesuai dengan CPOB. Gedung produksi non beta laktam telah

memiliki spesifikasi kelas ruangan seperti kelas D. Gedung produksi beta laktam

memiliki klasifikasi kelas ruangan mulai dari kelas A hingga D. Ruangan

produksi juga dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System).

Perbedaan tekanan terjadi diantara koridor kelas D dengan ruang unit

proses. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan alat pengukur beda tekanan

yaitu anemometer Magnehelic®. Tekanan udara di koridor dibuat lebih positif

dibandingkan dengan ruang unit proses agar partikel-partikel obat dari ruang unit

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
proses tidak mencemari ruang lain dan koridor. Perbedaan tekanan juga dapat di

lihat antara ruang produksi dengan ruang antara. Tekanan ruang antara dibuat

minimal sama besar dengan koridor kelas D gedung non beta laktam, sedangkan

untuk gedung beta laktam, tekanan ruang antara dibuat lebih negatif dibandingkan

ruang produksi agar debu-debu dari ruang produksi tidak keluar tanpa pengolahan

terlebih dulu. Perbedaan tekanan ini tergantung dari kegiatan produksi di ruang

produksi. Jika produksi menghasilkan banyak debu, tekanan ruang produksi

dibuat lebih negatif dari koridor. Untuk mengurangi kemungkinan masuknya

kontaminan kelas D ke ruang kelas B beta laktam maka grill outlet disimpan di

dekat pintu kelas D dalam ruang antara. Lafi Ditkesad memiliki gedung produksi

beta laktam yang telah memenuhi standar CPOB baik ruangan maupun mesin-

mesin dan peralatan pendukung produksi. Ruang kelas A beta laktam berupa

cubicle yang diletakkan di ruang kelas B beta laktam.

Limbah cair yang dihasilkan oleh beta laktam maupun non beta laktam

telah diolah dengan baik di bawah pengawasan instalasi pemeliharaan sesuai

dengan CPOB.

4.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan telah memiliki rancang bangun dan konstruksi

yang tepat serta pemasangan dan penempatan yang benar. Di setiap peralatan

telah dilengkapi dengan nomor identitas dan protap cara penggunaan alat. Tiap

ruang unit proses hanya terdapat satu peralatan. Peralatan yang telah selesai

digunakan langsung dibersihkan sesuai dengan protap pembersihan alat.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
4.5 Produksi

Pelaksanaan produksi telah mengikuti protap yang berisi prosedur

pengolahan dan pengemasan induk yang disertai pemeriksaan dan pengawasan

mutu dimulai dari penyediaan bahan baku, tahap produksi, tahap pengemasan

sampai obat siap didistribusikan. Setiap produk yang akan diproduksi telah

memiliki Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets tersendiri sehingga produk

yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

Setiap personil yang terlibat dalam proses produksi telah menyadari akan

pentingnya mengikuti petunjuk Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets.

Penerapan kedisiplinan setiap personil produksi untuk mencatat semua kegiatan

selama proses produksi berlangsung pada Catatan Pengolahan dan Pengemasan

Bets sangat diperlukan karena merupakan bagian dari tugas dan tanggung

jawabnya.

Dalam tiap alur produksi terdapat parameter kritis yang harus diperhatikan

seperti pada proses pencampuran (homogenitas dan lamanya pencampuran),

proses granulasi (frekuensi vibrasi dan lamanya granulasi), proses pengeringan

(suhu dan durasi), proses pencetakan tablet (gaya tekan mesin cetak) dan proses

stripping (suhu dan kecepatan). Berdasarkan CPOB, parameter kritis ini

didokumentasikan dalam Dokumen Produksi Induk, dipantau selama proses

berlangsung dan dicatat dalam Catatan Pengolahan dan Pengemasan Induk. Hal

ini telah dilaksanakan oleh Lafi Ditkesad, namun diperlukan suatu sistem yang

dapat memudahkan dalam pemantauan, pencarian data dan penyelusuran

informasi.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
4.6 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang terpenting dari alur pembuatan

obat yang baik dengan tujuan untuk menghasilkan obat yang memenuhi

persyaratan mutu dan sesuai dengan tujuan pengunaannya fungsi pengawasan

mutu dengan adanya laboratorium kimia, fisika dan mikrobiologi sangat

membantu dalam proses pengawasan mutu bahan baku obat, bahan pembantu dan

bahan kemas serta obat jadi yang telah diproduksi dan pemantauannya dalam

distribusi. Untuk evaluasi dicatat di Catatan Pengolahan Bets. Bila instalasi wastu

belum menyatakan lulus maka personil instalasi produksi tidak dapat melanjutkan

pekerjaannya ke unit proses produksi berikutnya. Selama menunggu hasil

pemeriksaan laboratorium dari instalasi wastu, produk antara dan produk ruahan

disimpan dalam ruang karantina dilengkapi dengan identitas yang jelas sesuai

dengan CPOB. Pengawasan yang dilakukan di Instalasi Pengawasan Mutu

meliputi semua fungsi analisis termasuk pengambilan contoh pertinggal,

pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat

jadi, program uji stabilitas dan penetapan tanggal kadaluarsa, validasi prosedur

analisa, penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku bagi tiap bahan

baku dan produk jadi termasuk metode pengujiannya. Namun, di Lafi Ditkesad

penentuan tanggal kadaluarsa hanya ditujukan untuk produk beta laktam

sedangkan untuk produk non beta laktam belum dilakukan.

Kegiatan pengemasan dilakukan sesuai dengan Catatan Pengemasan Bets.

Seksi kemas akan memeriksa hasil pengemasan primer dan melengkapi kemasan

sebelum mengemasnya dalam folding box atau zak plastik. Pengawasan terhadap

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
pengemasan dilakukan dengan cara menimbang setiap folding box dan master

box. Bila didapatkan penyimpangan pada hasil penimbangan berarti ada

kekeliruan dalam proses pengemasan seperti jumlah strip obat, brosur, sendok

takar, serta folding box sehingga dapat dilakukan perbaikan. Setelah seksi kemas

menyelesaikan tugasnya maka obat jadi diserahkan dari instalasi produksi (seksi

kemas) ke instalasi simpan. Obat jadi akan disimpan di gudang karantina instalasi

simpan sampai instalasi wastu menyatakan release. Setelah dinyatakan release,

seksi kemas akan membuat Bukti Pengeluaran intern untuk instalasi

penyimpanan.

Langkah awal untuk melaksanakan inspeksi diri adalah membentuk tim

inspeksi yang dipilih dari instalasi produksi, wastu, litbang dan pemeliharaan.

Konsultan dari luar dapat diikut sertakan guna penilaian yang lebih objektif.

Setelah tim inspeksi terbentuk maka tim menyusun daftar periksa, melaksanakan

inspeksi serta membuat dokumentasi yang mencakup hasil temuan serta saran

perbaikan. Frekuensi inspeksi diri disesuaikan dengan tujuan inspeksi tersebut.

Untuk mengatasi keluhan terhadap obat maka Lafi Ditkesad telah

menyediakan fasilitas khusus contoh pertinggal sehingga bila terjadi keluhan

terhadap obat maka dapat dilakukan pengujian terhadap bets obat tersebut dan

penelusuran ulang proses produksinya. Dengan demikian Lafi Ditkesad telah

melaksanakan sesuai CPOB.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
4.7 Dokumentasi

Sistem dokumentasi sudah dilaksanakan oleh Lafi Ditkesad. Dokumen

yang ada meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan

obat.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Prosedur dan manajemen Lafi Ditkesad berbeda dengan industri farmasi

lainnya, karena memiliki kebijakan dan alur kerja berdasarkan jalur

komando dari sistem di atasnya.

2. Lafi Ditkesad saat ini sedang dalam tahap pengembangan menuju CPOB

untuk unit produksi non beta laktam ditunjukkan dengan peningkatan

sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung. Gedung produksi beta

laktam yang telah memenuhi CPOB sehingga dalam waktu dekat akan

memulai produksi untuk injeksi kering Amoxicilin.

3. Ruang penyimpanan yang dimiliki oleh Lafi Ditkesad telah memenuhi

persyaratan ruang yang telah ditentukan oleh CPOB, seperti sarana dan

prasarana, personalia, higiene, dan sanitasi serta pengawasan mutu dan

dokumentasi, sehingga menjamin kualitas dari bahan baku obat sampai

dengan obat jadi.

4. Ruang penyimpanan Lafi Ditkesad berfungsi sebagai tempat

penerimaan, pemeliharaan serta distribusi dari bahan baku obat maupun

obat jadi

92

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
5.2 Saran

1. Penentuan tanggal kadaluarsa untuk produk non beta laktam perlu

dilakukan sebagai pengawasan mutu terhadap obat yang beredar.

2. Dengan semakin ketatnya persaingan dan semakin majunya teknologi

sistem manajemen pergudangan maka industri farmasi sudah harus

memikirkan bagaimana menyusun strategi manajemen pergudangan

yang baik dengan menggunakan aspek-aspek yang dimiliki seefektif dan

seefisien mungkin.

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, http://www.inventoryops.com/warehouse_management_systems.htm

Anonim, http://investa-bostinco.com/products.htm

Anonim, http://actmagazine.com

Anonim, http:// who.or.id

Anonim,http://www.google.com/search?q=cache:aA9ClPCru1wJ:searchstorage.t

echtarget.com/tip/1,289483,sid5_gci928358,00.html+good+storage+prac

tices&hl=id&ct=clnk&cd=16&gl=id

Anonim, Indonesian Human Resource Management - PortalHR_com.mht

Badan POM. 2001. Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat yang Baik.

Jakarta.

Badan POM. 2006. Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat yang Baik.

Jakarta.

Lachman, L. dkk. 1986. Teori dan Praktek Farmasi Industri. UI Press.

Jakarta.

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan TNI Angkatan Darat. 1998. Vademikum.

Priyambodo,B. 2007, Manajemen Farmasi Industri, Edisi ke-1, Cetakan ke-1,

Global Pustaka Utama, Yogyakarta

World Health Organization, 2002, WHO Technical Report Series, No. 902,

WHO, 2003, Management Of drug Purchasing, Storage and Distribution, 34th.

Geneva

94
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Lampiran 1. Struktur Organisasi LAFI DITKESAD

Ka. Lafi
Waka. Lafi

BagMinLog PA. AHLI

SI TUUD

Ins. Litbang Ins. Wastu Ins. Prod Ins. Har Ins. Simpan

Kasilit Kasibang

Kasi Kifis Kasi Bio Kaur Watnik Kaur Utilitas

Ka Si Diadat Ka Si Dia Cair Ka Si Diasus Ka Si Kemas

-Tablet - Sirup - Betalaktam


- Kapsul - Cairan obat luar - Sefalosporin
- Sirup Kering - Semi solid
- Injeksi
Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Lampiran 2. Blanko Laporan Hasil Pengujian Bahan Baku

LEMBAGA FARMASI
DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
INSTALASI PENGAWASAN MUTU

LAPORAN HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKU


NOMOR : / /200

1. NAMA CONTOH 7. RUMUS KIMIA :


2. NAMA PABRIK :
3. NAMA PENYALUR : 8. DITERIMA TANGGAL :
4. JUMLAH :
5. KEMASAN : 9. MULAI DIUJI TANGGAL :
6. TGL DALUAWARSA :
10. SELESAI DIUJI TANGGAL :

11. PERMINTAAN DARI 12. MAKSUD PENGUJIAN :


Panitia Penerimaan Matkes/Matum No..... Quality Control
Tanggal ....-....-200..., TA 200.. Contoh :..No...
Batch/Lot:
13. HASIL PENGUJIAN
a. Pemerian
b. Identifikasi
c. Kemurnian
d. Kelarutan
e. Keasaman/Kebasaan

f. Suhu lebur C.I C.II C.III Syarat

g. Rotasi jenis
h. Indeks bias
i. Bobot jenis g/ml g/ml g/ml g/ml
j. Susut pengeringan % % % %-%
k. Kadar abu % % % Maks. %
l. Kadar % % % %-%
14. PEMERIKSAAN LAIN :
15. PUSTAKA : Farmakope Indonesia Ed. IV Th. 1995/Prosedur Tetap
16. CATATAN : 17. KESIMPULAN :
Memenuhi Syarat
18. PEMERIKSA :

BANDUNG, 200
KA. INSTAL. WASTU

( )

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Lampiran 3. Blangko Hasil Pengujian Laboratorium

LEMBAGA FARMASI
DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT
INSTALASI PENGAWASAN MUTU

HASIL PENGUJIAN SEDIAAN JADI


NOMOR : / P /200

1. NAMA OBAT JADI : 8. KOMPOSISI : Tiap 5 ml Sirop/tiap ml


2. NAMA PABRIK : Larutan mengandung :
3. NO. BATCH :
4. - JUMLAH : Botol 9. DITERIMA TANGGAL :
- SELESAI KEMAS TGL : - - - 200
- 200 10. MULAI DIUJI TANGGAL :
5. KEMASAN :Dus @ - - 200
6. TGL DALUAWARSA : 11. SELESAI DIUJI TANGGAL :
7. TANGGAL PEMBUATAN : - - 200 - - 200
Pem. Lab. :
12. PERMINTAAN DARI : Ins. Produksi 13. MAKSUD PENGUJIAN :
No. /Sie / / 200 , Tgl. - - 200 Quality Control
14. HASIL PENGUJIAN
a. Pemerian :
b. Identifikasi :
c. Waktu Hancur : Menit
d. Keseragaman Bobot : Memenuhi syarat
e. Bobot Netto Tiap kapsul : mg
f. Test Kebocoran Strip : Tidak bocor
g. Kadar : mg/kapsul atau %
(Syarat : %- %)
h. Kadar Berdasarkan Potensi : mg/kapsul atau %
(Syarat : %- %)
i. Persen Batas Ralat : %- %
(Syarat : %- %)
j. Hasil Jadi : Dus @ Zak @ 250 Kapsul

15. PUSTAKA : Farmakope Indonesia Ed. IV Th. 1995/Prosedur Tetap


16. CATATAN : 17. KESIMPULAN :
Memenuhi Syarat
18. PEMERIKSA :

BANDUNG, 200
KA. INSTAL. WASTU

( )

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
98

Lampiran 4. Alur Proses Produksi Tablet

Ins. Simpan

Penimbangan C
E
T
A
Pencampuran K

L
G A
R granulasi N
A G
N S
U U
L Pengeringan N
A G
S
I
Pengayakan

B ------- Wastu (IPC)


A
S Pencampuran
A
H
------- Wastu (IPC)
Pencetakan

------- Wastu (IPC)


Penyalutan

------- Wastu (IPC)


Stripping

------- Wastu (IPC)


Sie. Kemas

QC

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
99

Lampiran 5. Alur Proses Produksi Kapsul

Ins. Simpan

Penimbangan

Pencampuran

------- Wastu (IPC)

Pengisian

------- Wastu (IPC)

Polishing

Stripping

------- Wastu (IPC)

Sie. Kemas

QC

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
100

Lampiran 6. Alur Proses Produksi Sirup kering

Ins.Simpan Botol

Penimbangan Pencucian

Pencampuran Pengeringan

------- Wastu (IPC)

Pengisian & Penutupan Botol Bersih

Labelling

------- Wastu (IPC)

Sie. Kemas

QC

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
101

Lampiran 7. Alur Proses Produksi Salep

Ins.Simpan

Penimbangan

Pelelehan Basis

Pencampuran

------- Wastu (IPC)

Pengisian dan Penutupan

------- Wastu (IPC)

Sie. Kemas

QC

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
102

Lampiran 8. Alur Proses Produksi Sirup Basah

Ins.Simpan Botol

Penimbangan Pencucian

Pencampuran / Pelarutan Pengeringan

------- Wastu (IPC)

Pengisian & Penutupan Botol Bersih

Labelling

------- Wastu (IPC)

Sie. Kemas

QC

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Lampiran 9. Denah Instalasi Pengolahan Air Limbah

BAK KONTROL 10 Limbah Aman

BAK
8b
Bidang Miring PENAMPU
9 NGAN Pump

Dosing Pump
Pipa pengalir
Pengaduk 8a
cairan dari bak penampung
BAK FLOKULASI 7
Karung Penyaring
Endapan
Dosing Pump
Limbah Cair
6 Pengaduk BAK Beta Laktam
SEDIMENTASI 3
BAK KOAGULASI

BAK SEDIMENTASI 2
1
(CLARIFIER) 5 BAK
PENAMPUNGAN
AWAL

BAK AERASI DAN


STABILISASI Aerator
4

BAK
SEDIMENTASI 1
Pump
3
2
BAK
Pengaduk EQUALISASI Limbah Cair
Non Beta Laktam

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Lampiran 10. KARTU PERSEDIAAN

Nama Barang :
Bentuk Sediaan :
Kemasan :
Nama Pabrik :
No. Registrasi :
Faktur
Terima Dari/ Surat Pesanan SPB Penerimaan Pengeluaran Sisa No. Exp. Harga Satuan
No Pesanan
Keluar Kepada Persediaan Bets Date
Tgl No Tgl No Tgl No Tgl Jml Tgl Jml
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Lampiran 11. KARTU BARANG

Nama Barang :
Bentuk Sediaan :
Kemasan :
Nama Pabrik :
No. Registrasi :

Penerimaan Pengeluaran
No Sisa Persediaan No. Bets Exp. Date Paraf
Tgl Jml Tgl Jml
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008
Lampiran 12. KARTU GUDANG

Nama Barang :
Bentuk Sediaan :
Kemasan :
Nama Pabrik :
No. Registrasi :

Terima Dari/ Surat Pesanan SPB Penerimaan Pengeluaran Sisa No. Exp. Paraf
No
Keluar Kepada Tgl No Tgl No Tgl Jml Tgl Jml Persediaan Bets Date
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Desi Hernita: Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung, 2008.
USU e-Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai