Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Wahyudi, 2000). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai
suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri
dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar,
2006).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai
perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari
penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan
lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan
Hendra Utama,1995). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan
proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir
dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi,
2000).

5
6

2.1.2 Batasan Lansia


Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
a. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
b. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
c. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
Menurut Dra. Jos Masdani (psikolog UI) mengatakan lanjut
usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi
menjadi 4 bagian:
a. Fase Iuventus antara 25dan 40 tahun
b. Fase Verilitia antara 40 dan 50 tahun
c. Fase Praesenium antara 55 dan 65 tahun
d. Fase Senium antara 65 tahun hingga tutup usia

2.1.3 Tipe-Tipe Lansia


Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri
daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W (2000) adalah:
a. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan,
mempunyai kegiatan.
c. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan, jabatan, teman.
d. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
e. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, minder, pasif, dan kaget.
7

2.1.4 Teori-Teori Proses Penuaan


a. Teori Biologi
1) Teori genetik dan mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang terprogramoleh molekul-molekul atau
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2) Teori radikal bebas
Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi
bahan organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
3) Teori autoimun
Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada
keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal
yang telah menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi
untuk membentuk antibody yang menghancurkan sel tersebut.
Selain itu atripu tymus juga turut sistem imunitas tubuh, akibatnya
tubuh tidak mampu melawan organisme pathogen yang masuk
kedalam tubuh.Teori meyakini menua terjadi berhubungan dengan
peningkatan produk autoantibodi.
4) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan
lingkungan internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
dipakai.
5) Teori telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap
pembelaan akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang
panjangnya saat memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel
membelah, makin cepat telomer itu memendek dan akhirnya tidak
mampu membelah lagi.
6) Teori apoptosis
8

Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika
lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini
diperlukan pada perkembangan persarapan dan juga diperlukan
untuk merusak sistem program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini
lingkumgan yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres
dan hormon tubuh yang berkurang konsentrasinya akan memacu
apoptosis diberbagai organ tubuh.

b. Teori Kejiwaan Sosial


1) Aktifitas atau kegiatan (Activity theory)
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut bnyak kegiatan social.
2) Keperibadian lanjut (Continuity theory)
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality yang
dimilikinya.
3) Teori pembebasan (Disengagement theory)
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi lanjut
usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.

c. Teori Lingkungan
1) Exposure theory: Paparan sinar matahari dapat mengakibatkat
percepatan proses penuaan.
2) Radiaton theory: Radiasi sinar ƛ, sinar x dan ultraviolet dari alat-
alat medis memudahkan sel mengalami denaturasi protein dan
mutasi DNA.
3) Polution theory: Udara, air dan tanah yang tercemar polusi
mengandung subtansi kimia, yang mempengaruhi kondisi
epigenetik yang dpat mempercepat proses penuaan.
9

4) Stress theory: Stres fisik maupun psikis meningkatkan kadar


kortisol dalam darah. Kondisi stres yang terus menerus dapat
mempercepat proses penuaan.
5) Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia: Banyak kemampuan
berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut
sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin
bertambahnya umur.

Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia


adalah sebagai berikut.
a. Perubahan Fisik
1) Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot,
ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme
perbaikan sel.
2) Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun,
berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra
sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih
sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah,
kurang sensitive terhadap sentuhan.
3) Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih
suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul
sklerosis, daya membedakan warna menurun.
4) Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi
suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-
10

kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani
menjadi atrofi menyebabkan osteosklerosis.
5) Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur
ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole
normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering
ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan
reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7) Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun
(menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg,
CO2 arteri tidak berganti.
8) Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun,
pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
11

9) Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun
sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering
terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan
menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse
berefek pada seks sekunder.
10) Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen,
progesterone, dan testoteron.
11) Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya
elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan
fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
12) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan
pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

b. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1) Perubahan fisik.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Hereditas.
5) Lingkungan.
6) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
12

7) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.


8) Kenangan lama tidak berubah.
9) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari
faktor waktu.

c. Perubahan Psikososial
1) Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang
menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu
mengancam sering bingung panik dan depresif.
2) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosio-ekonomi.
3) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan
status, teman atau relasi
4) Sadar akan datangnya kematian.
5) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7) Penyakit kronis.
8) Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
9) Gangguan syaraf panca indra.
10) Gizi
11) Kehilangan teman dan keluarga.
12) Berkurangnya kekuatan fisik.
13

Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia


ada tiga yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis.
a. Perubahan biologis meliputi :
1) Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah
mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit
kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-
garis yang menetap.
2) Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut
sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C
dan asam folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang
dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan
nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya
kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
3) Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan
ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya
asupan gizi pada usia lanjut.
4) Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu
makan usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga
menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan
wasir .
5) Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia
lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap
makanan dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.
6) Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang
menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan
proses informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-
benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan
ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan
daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.
14

7) Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam


jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran
nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa
lelah.
8) Inkontinensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah
kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia
lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang
mengakibatkan dehidrasi.

b. Kemunduran psikologis
Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk
mengadakan penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang
dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang
berkepanjangan.

c. Kemunduran sosiologi
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang
sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan
status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan
dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi
perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia
lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik
mungkin.
15

2.1.5 Perawatan Lansia


Perawatan pada lansia dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu:
a. Pendekatan Psikis
Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan
sebagai support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.
b. Pendekatan Sosial
Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi,
menonton televise, perawat harus mengadakan kontak sesama mereka,
menanamkan rasa persaudaraan.
c. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia dalam
keadaan sakit.

2.2 Konsep dasar Tuberkulosis Paru


2.2.1 Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe. Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar kuman menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Paru adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis tipe
humanus (jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit
infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium
tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(infeksi melalui droplet) sampai alveoli sehingga terjadilah infeksi primer.
Selanjutnya infeksi menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan
terbentuklah primer kompleks atau ranke. TB paru adalah penyakit infeksi
16

yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang


sangat bervariasi.

2.2.2 Etiologi
Penyebabnya adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. Sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6
/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat bertahan dalam lemari es).

2.2.3 Patofisiologi
17

2.2.4 Tanda Dan Gejala


Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru antara
lain:
a. Keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.
b. BB klien biasanya menurun: agak kurus.
c. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
d. Batuk lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
e. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
f. Sesak nafas.
g. Nyeri dada.
h. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
berkeringat pada malam hari).

2.2.5 Manifestasi Klinik


Sebagian besar Tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan
penderita yang merasakan kurang enak badan. Biasaya keluhan yang
dirasakan penderita Tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa
keluhan sama sekali. Adapun keluhan yang tersering terjadi adalah :
a. Demam (panas)
Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam
hari. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-
kadang panas dapat mencapai 40-41 0C. Serangan demam ini sifatnya
hilang timbul yang berlangsung terus-menerus sehingga penderita tidak
pernah merasa terbebas dari demam ini. Hal ini juga tergantung dari daya
tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman Tuberkulosis.

b. Batuk dan sputum


Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi
pada bronchus yang diperlukan untuk membuang produk-produk radang
18

keluar. Batuk ini timbul setelah penyakit telah berkembang dalam


jaringan paru setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermual. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi batuk darah (hemaptoe)
karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak nafas
Sesak nafas yang terjadi pada Tuberkulosis berkaitan dengan penyakit
yang sudah terjadi infiltrasi yang luas di dalam paru atau telah terjadi
komplikasi beripa efusi pleura. Sesak nafas akan akan ditemukan pada
penyakit Tuberkulosis yang sudah lanjut.

d. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita
Tuberkulosis. Bila dijumpai kadang bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri
kadang dirasakan berat pada waktu mengambil nafas (inspirasi), rasa
nyeri ini juga berkaitan dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk
nyeri ini juga timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise
Penyakit Tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala malaise
sering ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan
menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul. Beberapa gambaran
klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala yang
mengarah ke diagnosis Tuberkulosis. Satu-satunya cara untuk
memastikannya yaitu dengan pengujian sputum untuk mencari kuman
Tuberkulosis pada individu yang menderita.
19

2.2.6 Komplikasi
Penyakit Tuberkulosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi di bagi atas 2 yaitu: 1) Komplikasi
dini, seperti Pleurtis, Efusi pleura, Empiema, Laringitis, serta menyebar ke
organ lain yaitu usus; dan Komplikasi lanjut, seperti Obstruksi jalan nafas-
SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), Kerusakan parenkim berat-
fibrosis paru, kor-pulmonal, Amioloidosis, Karsinoma paru, dan Sindrom
gagal nafas dewasa (ARDS)

2.2.7 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan Tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:
a. Fase Intensif (2-3 bulan).
b. Fase Lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide,
dan Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin atau
INH.
Tuberkulosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti
Tuberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan
digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM), etambutol
(EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, etionamid,
natirum para-aminosalisilat, amikasin dan siklisin merupakan obat-obat
baris kedua.
Mycobacterium Tuberkulosis yang resisten terhadap obat-obatan
terus menjadi isu berkembang di seluruh dunia. Meski TUBERKULOSIS
yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden
dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis
resisten obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:
20

a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens Tuberkulosis


garis depan pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan
pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau
lebih agens anti Tuberkulosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH
dan RIF Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus Tuberkulosis
yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam termasuk
INH, RIF dan PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan
untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti
Tuberkulosis baru three in-one yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah
dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan
kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya etambutol dan
streptomycin disertakan dalam terapi awal sampai sampai pemeriksaan
resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan, bagaimanapun tetap
dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2
sampai 3 minggu terapi obat kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan
sebagai tindakan preventif bagi mereka yang diketahui beresiko terhadap
penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien yang
berpenyakit aktif.
Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis
harian INH selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping,
dapat diberikan piridoksin (vitamin B6).
Terdapat beberapa efek samping dari penggunaan obat-obatan
TB, yaitu:
a. Rifampisin: Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan
merah SGOT/SGPT meningkat (gangguan hati).
b. Isoniasid (INH): Nyeri syaraf, hepatitis (radang hati), alergi, demam, dan
ruam kulit.
21

c. Pyrazinamid: muntah, mual, diare, kulit merah dan gatal, kadar asam urat
meningkat, dan gangguan fungsi hati.
d. Streptomisin: Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo
(pusing) dan kerusakan pendengaran.
e. Ethambutol: Gangguan syaraf mata.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Nielsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer), reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru: positif untuk granula TB, adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, ex:
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
22

penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim atau


fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas).

2.3 Konsep dasar asuhan keperawatan


2.3.1 Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan umum dan kelelahan, napas pendek karena kerja,
sulit tidur pada malam hari, atau demam malam hari, menggigil dan atau
berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : takikardi, dispnea, kelelahan otot, nyeri dan sesak.
b. Integritas ego
Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan, rumah, perasaan
tak berdaya/tak ada harapan
Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah terangsang.
c. Makanan dan cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna, penurunan berat
badan.
Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada mengikat karena batuk berulang
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
e. Pernapasan
Gejala : batuk produktif atau tidak, nafas pendek.
Tanda : pengikatan frekuensi pernapasan, pengembangan paru saat
bernafas tidak simetris, perkusi pekak dan penurunan vocal fremitus.
Karakteristik sputum : hijau/purulen/mukoid kuning atau bercak darah.
f. Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun
Tanda : demam rendah atau sakit panas akut
23

g. Interaksi sosial
Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular. Perubahan
pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.

2.3.2 Diagnosa keperawatan


a. Resiko tinggi penularan kepada orang lain berhubungan dengan
kerusakan pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis
secret atau kerusakan jeringan atau tambahan infeksi.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.

2.3.3 Intervensi Keperawatan


a. Resiko tinggi penularan kepada orang lain berhubungan dengan
kerusakan pertahanan primer
Kriteria hasil : klien dapat mencegah penularan penyakit, adanya
perubahan pola hidup
Intervensi :
1) Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif)
R/ membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi
program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/
komplikasi.
2) Identifikasi anggota keluarga yang beresiko
R/ orang-orang yang terpajan perlu program terapi untuk mencegah
penyebaran terjadinya infeksi
3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dengan mengeluarkannya pada
tisu atau tempat penampung yang berisi cairan desinfektan
R/ perilaku yang diperlukan untuk mencegah penularan
4) Kaji tindakan control infeksi sementara, seperti menggunakan masker
24

R/ dapat membantu menurunkan rasa isolasi pasien dan membuang


stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


Kriteria hasil : status nutrisi klien baik, adanya perubahan asupan nutrisi,
kenaikan BB dan nilai laboratorium.
Intervensi :
1) Catat status nutrisi pasien pada saat penerimaan, catat keadaan turgor
kulit, berat badan, dan derajat kekurangan BB, integritas mukosa oral.
R/ berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
2) Pastikan pola diet biasa pasien sukai dan tidak disukai
R/ membantu mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khususnya
pertimbangkan keinginan individu dalam memperbaiki asupan diet.
3) Awasi masukan dan pengeluaran serta BB selam waktu periodic
R/ berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Dorong makanan sedikit tapi sering
R/ membantu menghemat energy khususnya bila kebutuhan metabolik
meningkat saat demam.

c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan


berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
Kriteria hasil : klien menyatakan pamahaman proses penyakit atau
prognosis dan kebutuhan pengobatan
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut masalah,
kelemahan,tingkat partisipasi, lingkunag terbaik dimana pasien dapat
belajar.
R/ belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan
pada tahapan individu
2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
25

R/ dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau


efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk
rujukan contoh jadwal obat
R/ informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat
sejumlah besar informasi.

Anda mungkin juga menyukai