Anda di halaman 1dari 3

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.

Abrasi biasanya
disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai
tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.
Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah dengan penanaman hutan mangrove.

Penyebab Abrasi

Umum juga dikenal dengan erosi pantai, abrasi dan erosi yang demikian bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor alam
hingga faktor manusia. Fenomena-fenomena alam yang menyebabkan abrasi di antaranya adalah pasang surut air laut, angin di atas
lautan yang menghasilkan gelombang serta arus laut yang berkekuatan merusak. Sebab-sebab yang demikian hampir tidak bisa
dielakkan sebab laut memiliki siklusnya sendiri dia mana pada suatu periode, angin bertiup amat kencang dan menciptakan
gelombang serta arus yang tidak kecil. Sementara itu, faktor-faktor yang menyebabkan abrasi dari ulah manusia di antaranya adalah
ketidakseimbangan ekosistem laut dan pemanasan global atau yang umum disebut global warming. Ketidakseimbangan ekosistem
laut misalnya terjadi akibat eksploitasi besar-besaran terhadap kekayaan laut mulai dari ikan, terumbu karang dan lain sebagainya
sehingga arus dan gelombang laut secara besar-besaran mengarah ke daerah pantai dan berpotensi menyebabkan abrasi. (baca
: manfaat pasang surut air laut)

Faktor penyebab abrasi pantai

Faktor lain yang menandai sekaligus menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem adalah penambangan pasir. Penambangan pasir
pantai yang terjadi besar-besaran dengan mengeruk sebanyak mungkin pasir serta dalam intensitas yang juga tinggi dapat
mengurangi volume pasir di lautan bahkan mengurasnya sedikit demi sedikit. Ini kemudian berpengaruh langsung terhadap arah dan
kecepatan air laut yang akan langsung menghantam pantai. Ketika tidak ‘membawa’ pasir, air pantai akan lebih ringan dari biasanya
sehingga ia dapat lebih keras dan lebih cepat menghantam pantai sehingga proses yang demikian turut memperbesar kemungkinan
terjadinya abrasi.

Adapun penyebab pemanasan global secara umum terjadi karena pemakaian kendaraan bermotor yang berlebihan serta asap dari
pabrik-pabrik industri ataupun pembakaran hutan. Asap dari kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik serta hutan yang dibakar
tersebut menghasilkan karbondioksida yang menghalangi keluarnya panas matahari yang dipantulkan bumi sehingga panas tersebut
terperangkat dan ‘bersemayam’ di lapisan atmosfer bumi. Akibatnya, suhu di bumi meningkat, es di kutub mencair dan permukaan
air laut mengalrtami peningkatan sehingga akan menggerus tempat yang rendah.

Dengan demikian, abrasi pantai yang disebabkan oleh ulah manusia sebenarnya bisa diminimalisir bahkan dihindari dengan
perubahan gaya hidup ataupun regulasi-regulasi yang sifatnya mengikat. Ini menjadi penting dan layak menjadi keprihatinan
bersama karena bahaya atau kerugian yang disebabkan abrasi tidaklah tanggung-tanggung dan dapat mengenai banyak untuk tidak
mengatakan semua pihak.

Dampak Abrasi

Pertama, penyusutan area pantai. Penyusutan area pantai merupakan dampak yang paling jelas dari abrasi. Gelombang dan arus laut
yang biasanya membantu jalur berangkat dan pulang nelayan ataupun memberi pemandangan dan suasana indah di pinggir pantai
kemudian menjadi mengerikan. Hantaman-hantaman kerasnya pada daerah pantai dapat menggetarkan bebatuan dan tanah
sehingga keduanya perlahan akan berpisah dari wilayah daratan dan menjadi bagian yang digenangi air. Ini tidak hanya merugikan
sektor pariwisata, akan tetapi juga secara langsung mengancam keberlangsungan hidup penduduk di sekitar pantai yang memilik
rumah atau ruang usaha. (baca : manfaat pantai)

Kedua, rusaknya hutan bakau. Penanaman hutan bakau yang sejatinya ditujukan untuk menangkal dan mengurangi resiko abrasi
pantai juga berpotensi gagal total jika abrasi pantai sudah tidak bisa dikendalikan. Ini umumnya terjadi ketika ‘musim’ badai, ketika
keseimbangan ekosistem sudah benar-benar rusak ataupun saat laut sudah kehilangan sebagian besar dari persediaan pasirnya. Jika
dampak yang satu ini terjadi, maka penanganan yang lebih intensif harus dilakukan sebab dalam sebagian besar kasus, keberadaan
hutan bakau masih cukup efektif untuk mengurangi kemungkinan abrasi pantai. Ketiga, hilangnya tempat berkumpul ikan perairan
pantai. Ini merupakan konsekuensi logis yang terjadi dengan terkikisnya daerah pantai yang diawali gelombang dan arus laut yang
destruktif. Ketika kehilangan habitatnya, ikan-ikan pantai akan kebingungan mencari tempat berkumpul sebab mereka tidak bisa
mendiami habitat ikan-ikan laut karena ancaman predator ataupun suhu yang tidak sesuai dan gelombang air laut yang terlalu besar.
Akibat terburuknya adalah kematian ikan-ikan pantai tersebut.

Tiga dampak abrasi di atas cukup menunjukkan bahwa abrasi sangatlah mengancam dan jika dibiarkan, daya destruktifnya dapat
semakin merusak dan merugikan banyak pihak. Selain pada pemukim dan pebisnis di wilayah pantai, abrasi yang dibiarkan juga
dapat berpengaruh besar terhadap hasil laut serta jenis jenis sumber daya alam yang menjadi bahan konsumsi pokok masyarakat
sekaligus mata pencaharian sebagian masyarakat yang jumlahnya tidak sedikit. Karena itulah, berbagai hal telah dilakukan dan atau
dicanangkan untuk mencegah dan mengurangi abrasi pantai.

Pencegahan Abrasi

Berdasarkan analisis dari penyebab abrasi pantai serta sifat dan karakteristik abrasi sendiri, berikut adalah hal-hal yang bisa
dilakukan untuk mencegah abrasi pantai :

1. Penanaman dan Pemeliharaan Pohon Bakau

Pohon bakau adalah jenis pepohonan pantai yang akarnya menjulur ke dalam air pantai. Pohon ini lazim ditanam di garis pantai yang
sekaligus menjadi pembatas daerah yang berair dengan daerah pantai yang berpasir. Ketika pohon ini tumbuh dan berkembang,
akarnya akan semakin kuat sehingga dapat menahan gelombang dan arus laut agar tidak sampai menghancurkan bebatuan atau
berbagai macam jenis jenis tanah (pasir) di daerah pantai kemudian mengikisnya sedikit demi sedikit.

2. Pemeliharaan Terumbu Karang

Terumbu karang di dasar laut dapat mengurangi kekuatan gelombang dan arus laut yang akan menyentuh pantai. Karena itu, jika
tumbuhan dasar laut ini dilestarikan dan dilindungi, gelombang laut tidak akan seganas biasanya sehingga kemungkinan abrasi
pantai dapat diminimalisir.

3. Pelarangan Tambang Pasir

Regulasi yang demikian sangat berperan penting dalam upaya mengurangi abrasi pantai. Jika persediaan pasir di laut tetap dalam
kategori cukup, air pasang, gelombang atau arus laut tidak akan banyak menyentuh garis pantai sehingga abrasi bisa dihindarkan
karena penyebab utamanya ‘dihalangi’ menyentuk sasaran. Namun demikian, hal tersebut merupakan PR yang demikian besar

Hujan asam diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6)
karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini
sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.

Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang
bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksidadan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air
untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut
akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman. Usaha
untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar dilaksanakan.

Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan
tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan
pabrik pengolahan pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan
kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.

Hujan asam karena proses industri telah menjadi masalah yang penting di Republik Rakyat Tiongkok, Eropa Barat, Rusia dan daerah-
daerah di arahan anginnya. Hujan asam dari pembangkit tenaga listrik di Amerika Serikat bagian Barat telah merusak hutan-hutan
di New York dan New England. Pembangkit tenaga listrik ini umumnya menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.

Secara sederhana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:


Bukti terjadinya peningkatan hujan asam diperoleh dari analisis es kutub. Terlihat turunnya kadar pH sejak dimulainya Revolusi
Industri dari 6 menjadi 4,5 atau 4. Informasi lain diperoleh dari organisme yang dikenal sebagai diatom yang menghuni kolam-kolam.
Setelah bertahun-tahun, organisme-organisme yang mati akan mengendap dalam lapisan-lapisan sedimen di dasar kolam.
Pertumbuhan diatom akan meningkat pada pH tertentu, sehingga jumlah diatom yang ditemukan di dasar kolam akan
memperlihatkan perubahan pH secara tahunan bila kita melihat ke masing-masing lapisan tersebut.

Sejak dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke atmosfer turut meningkat. Industri yang
menggunakan bahan bakar fosil, terutama batu bara, merupakan sumber utama meningkatnya oksida belerang ini. Pembacaan pH di
area industri kadang-kadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman cuka). Sumber-sumber ini, ditambah oleh transportasi,
merupakan penyumbang-penyumbang utama hujan asam.

Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan industri tetapi telah berkembang menjadi
lebih luas. Penggunaan cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi polusi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam,
karena emisi gas yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan lebih luas. Sering sekali, hujan
asam terjadi di daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, di mana daerah pegunungan cenderung memperoleh lebih banyak karena
tingginya curah hujan di sini.

Terdapat hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan berkurangnya populasi ikan di danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak
memungkinkan bagi ikan untuk hidup, sementara pH 6 atau lebih tinggi akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam di dalam
air akan menghambat produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar dari telurnya. Asam juga mengikat logam beracun
seperi alumunium di danau. Alumunium akan menyebabkan beberapa ikan mengeluarkan lendir berlebihan di
sekitar insangnya sehingga ikan sulit bernapas. Pertumbuhan fitoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga dihambat oleh
tingginya kadar pH.

Tanaman dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam cara. Lapisan lilin pada daun rusak sehingga nutrisi menghilang
sehingga tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin, jamur dan serangga. Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih
sedikit nutrisi yang bisa diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang.

Ion-ion beracun yang terlepas akibat hujan asam menjadi ancaman yang besar bagi manusia. Tembaga di air berdampak pada
timbulnya wabah diare pada anak dan air tercemar alumunium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Hujan asam dilaporkan pertama kali di Manchester, Inggris, yang menjadi kota penting dalam Revolusi Industri. Pada tahun 1852,
Robert Angus Smith menemukan hubungan antara hujan asam dengan polusi udara. Istilah hujan asam tersebut mulai digunakannya
pada tahun 1872. Ia mengamati bahwa hujan asam dapat mengarah pada kehancuran alam.

Walaupun hujan asam ditemukan pada tahun 1852, baru pada tahun 1970-an para ilmuwan mulai mengadakan banyak melakukan
penelitian mengenai fenomena ini. Kesadaran masyarakat akan hujan asam di Amerika Serikat meningkat pada tahun 1990-an
setelah di New York Times memuat laporan dari Hubbard Brook Experimental Forest di New Hampshire tentang banyaknya
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh hujan asam.

Metode Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Di Amerika Serikat, banyak pembangkit tenaga listrik tenaga batu bara menggunakan Flue gas desulfurization (FGD) untuk
menghilangkan gas yang mengandung belerang dari cerobong mereka. Sebagai contoh FGD adalah wet scrubber yang umum
digunakan di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Wet scrubber pada dasarnya adalah tower yang dilengkapi dengan kipas
yang mengambil gas asap dari cerobong ke tower tersebut. Kapur atau batu kapur dalam bentuk bubur juga diinjeksikan ke dalam
tower sehingga bercampur dengan gas cerobong serta bereaksi dengan sulfur dioksida yang ada, Kalsium karbonat dalam batu kapur
menghasilkan kalsium sulfat ber pH netral yang secara fisik dapat dikeluarkan dari scrubber. Oleh karena itu, scrubber mengubah
polusi menjadi sulfat industri.

Di beberapa area, sulfat tersebut dijual ke pabrik kimia sebagai gipsum bila kadar kalsium sulfatnya tinggi. Di tempat lain, sulfat
tersebut ditempatkan di land-fill.

Anda mungkin juga menyukai