Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran pada
Semester Ganjil yang Dibimbing oleh Ibu. Prof. Dr. Asri Budiningsih
Disusun oleh :
Calista Devi Handaru 13105241034
Teknologi Pendidikan B
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ada dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana dasar terbentuknya teori sosio-kultural?
2. Apa saja konsep teori sosio-kultural?
3. Apa pengaruh sosio-kultural pada perkembangan kognisi?
4. Bagaimana aplikasi teori sosio-kultural dalam bidang pendidikan?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori sosio-kultural?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sosio-kultural.
2. Untuk mengetahui pengaruh teori sosio-kultural
3. Untuk mengetahui aplikasi teori sosio-kultural
4. Untuk mengetahui aplikasi teori sosio-kultural dalam bidang pendidikan
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori sosio-kultural
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini untuk penulis dan pembaca adalah untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang teori sosio-kultural. Salah satu teori dalam
belajar dan pembelajaran.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Piagiet
Menurut piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, yaitu
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan system
syaraf.
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya
pengetahuan berasal dari individu.Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu
teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa.Penentu utama terjadinya
belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial
menjadi faktor sekunder.
Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar,
sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan
kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan
sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi
(asimilasi dan akomodasi).
Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam
struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya.Sedangkan melalui akomodasi siswa
memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan yang baru.
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget
yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik juga masih dirasakan
4
kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat
menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih
mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan
dengan budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai denga tuntutan revolusi-
sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.
B. Vygotsky
Vygotsky menjelaskan dalam tulisannya pada tahun 1920-an dan 1930-an
menekankan bagaimana interaksi anak dengan orang dewasa memberikan sumbangan
terhadap perkembangan keterampilan. Menurut Vygotsky, orang dewasa yang sensitif
memperhatikan kesiapan anak untuk tantangan baru, dan mereka menyusun kegiatan
yang tepat untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan baru. Orang
dewasa berperan sebagai mentor dan guru, mengarahkan anak ke dalam zone of
proximal development – istilah Vygotsky untuk rentang keterampilan yang tidak dapat
dilakukan anak sendiri tanpa bantuan orang dewasa yang ahli. Orang tua dapat
mendorong konsep angka sederhana, misalnya dengan menghitung bibit biji kakau
dengan anak-anak atau menakar beras untuk dimasak bersama, dan mengisi angka yang
tidak diingat anak.Saat anak berpartisipasi pada pengalaman semacam itu sehari-hari
dengan orang tua, guru, dan orang lain, mereka secara bertahap belajar praktek,
keterampilan, dan nilai kebudayaan (Trianto, 2008:67).
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul
tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang
dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu
itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya.
Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya.Anak-anak memperoleh berbagai
pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah
maupun keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif
sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan
dimensi sosial yang bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif atau
turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-
Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh
individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui
kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga dengan yang lainnya.
5
Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus berkembang sepanjang hidupnya
dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif ini para penganut aliran
sosiokultural berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa
mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya.
Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham denga konsep yang diajukan
Vygotsky.Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan manusia sebagai
sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.Ia menekankan
bahwa proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran
melibatkan pembelajaran dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain
itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan
dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Lev Vygotsky yang wafat pada usia muda (38 tahun, pada 1934) sudah
sangat menyumbangkan pemikirannya khususnya dalam bidang kognitifisme sosial di
antaranya:
6
2. Konsep Teori Sosio-Kultural
Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan
kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu
genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi.
a. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan
berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan
intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental
atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan
pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.Sedangkan fungsi intramental
dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui
penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development)
ke dalam dua tingkat:
1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan
berbagai masalah secara mandiri (intramental).
2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang
untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika
dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan
teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona
perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-
kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan.
c. Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas
manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa
bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.
Ada dua jenis mediasi, yaitu:
1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang
bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self
7
planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi
metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu
atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan
konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih
terjamin kebenarannya).
8
memecahkan masalah penjumlahan pada setiap minggunya selama 11 minggu
(Siegler & Jenkins, 1989).
3) Perkembangan Phylogenic adalah perubahan yang berskala evolusi, diukur
dalam ribuan dan bahkan jutaan tahun. Vygostsky sendiri berpendapat bahwa
untuk pemahaman sejarah spesies dapat memberikan masukan pada
perkembangan anak.
4) Perkembangan Sociohistorical, mengacu pada perubahan yang terjadi pada
budaya, kepercayaan, norma, dan teknologi.
b. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk
memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus
membatik.Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang
berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.
9
c. Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa
segi antara lain:
1). Kurikulum.
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan
sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan
Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri
nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa
pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada
anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat
internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya:
pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah
raga.
2). Siswa
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung
ataupun melalui rekaman.Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap
bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung.Selain
itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat,
dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
3). Guru
Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih
berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran
dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran
aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum
muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.
10
3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan
kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental;
4. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan
deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat
dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah;
5. Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan
kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara
bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kelemahan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-
proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai
sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara
langsung oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang anak yang masih dalam tahap pembelajaran hendaknya memperoleh
kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona pengembangan proksimalnya atau
potensinya melalui belajar dan berkembang. Guru sebagai fasilitator perlu menyediakan
berbagai jenis dan tingkatan bantuan agar anak dapat memecahkan permasalahan yang
dihadapinya. Bantuan yang diberikan dapat dalam bentuk contoh, pedoman, bimbingan
orang lain atau temen yang lebih kompeten. Bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif
serta belajar kontekstual sangat tepat digunakan.Bagi anak yang telah mempu belajar secara
mendiri perlu ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu menunggu anak yang berada
dibawahnya.Dengan demikian diperlukan pemehaman yang tepat tentang karakteristik
siswa dan budayanya sebagai pijakan dalam pembelajaran.
Dengan berfokus pada individu atau pun pada lingkungan tidak cukup untuk
menjelaskan mengenai perkembangan seseorang.Untuk itu perkembangan sebaiknya
dipelajari dari konteks sosial dan budaya.
B. Saran
Saran yang bisa diambil dari makalah ini adalah anak harus diberi kesempatan dalam
mengembangkan zona pengembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan
berkembang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Http://codehill2ra1.blogspot.com/2013/02/dasar-terbentuknya-teori-sosio-kultural.html
Http://teori-sosiokultural-konstruktivis.blogspot.com/
Dwi Siswoyo, dkk. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Budi Ningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta
13