Anda di halaman 1dari 8

NAMA : MAULANA IBRAHIM

KELAS : PAI 3D

MANAJEMEN SEKOLAH BERBASIS PESANTREN


Seputar Harga Kamis, 18 Mei 2017 Artikel Islami

kata9.com - Manajemen Sekolah Berbasis Pesantren, Lahirnya era reformasi telah


membawa angin segar bagi peningkatan mutu pendidikan kita. Era ini menghadirkan perubahan
yang signifikan dalam berbagai bidang kehidupan; baik politik, moneter, ekonomi, pertahanan
dan keamanan, maupun berbagai bidang lainnya yang termasuk di antaranya adalah bidang
pendidikan. Perubahan pada bidang terakhir ini ditandai dengan ditetapkannya Undang-Undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang baru serta dengan lahirnya Undang-Undang tentang
Otonomi Daerah dan juga Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
yang berimplikasi pada perubahan di bidang kebijakan pendidikan. Dalam semua Undang-
Undang di atas dinyatakan bahwa pengelolaan pendidikan tidak lagi bersifat sentralistis, tetapi
harus diarahkan pada desentralisasi yang menuntut partisipasi masyarakat secara aktif.
Partisipasi ini dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat dan sekaligus memberikan
keleluasaan kepada mereka dalam mengelola dan mengatur institusi pendidikan mereka dalam
rangka mencapai keunggulan dan peningkatan mutu pendidikan secara umum.
Peningkatan mutu pendidikan bukanlah persoalan yang sederhana; ia menyangkut
efektivitas dan efisiensi seluruh proses penyelenggaraan pendidikan yang rumit dan kompleks.
Salah satu faktor penting dan strategis yang patut memperoleh perhatian dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan efesiensi manajemen. Hal ini didasarkan pada
hasil penelitian Balitbang Dikbud (1991) yang mendapati bahwa manajemen sekolah merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi mutu pendidikan. Dengan demikian upaya
perbaikan mutu pendidikan harus dimulai dengan pembenahan dan peningkatan manajemen
pendidikan, tentu saja di samping bidang-bidang lainnya. Dalam hal ini, para pakar pendidikan
dan mereka yang peduli dengan dunia pendidikan, akhir-akhir ini sedang gencar-gencarnya
mempromosikan gagasan mengenai manajemen pendidikan berbasis sekolah atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management
(SBM).
Tulisan singkat ini akan mendeskripsikan tentang penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
dalam lembaga pendidikan Islam berbentuk pesantren dengan rujukan khusus kepada
pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor.

A. Manajemen Berbasis Sekolah


Manajemen mencakup segala kegiatan yang terkait dengan pengelolaan suatu proses
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ini berarti bahwa manajemen itu merupakan
suatu bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan suatu proses secara keseluruhan. Sebab
tanpa manajemen yang baik, tidak mungkin tujuan suatu organisasi dapat dicapai secara
optimal, efektif, dan efisien. (mulyasa, 20) Walaupun demikian, harus tetap disadari bahwa
manajemen itu bukanlah tujuan dalam dirinya sendiri. Ia merupakan suatu cara, kiat, ataupun
seni tentang bagaimana mengatur dan mengelola sesuatu guna mencapai tujuan tertentu. Ini
berarti bahwa seorang manajer harus benar-benar memahami tujuan yang hendak dicapainya.
Sementara itu, tujuan suatu organisasi ataupun lembaga pendidikan adalah penjabaran
secara lebih konkrit dan operasional dari misinya, sedangkan misi itu sendiri erat kaitannya
dengan dan dirumuskan berdasarkan suatu visi yang merupakan pandangan atau keyakinan
akan masa depan yang diinginkan, atau ia dapat juga dikatakan sebagai pernyataan ide, cita-
cita, dan gambaran global masa depan.(sanaki, 138) Demikian pula, rumusan mengenai
suatu visi lazimnya dibangun berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Mengingat
hal demikian, seorang manajer harus benar-benar memahami dan menghayati masalah-
masalah mendasar yang tidak secara langsung berhubungan dengan manajemen ini, dan tentu
saja masalah-masalah yang secara langsung terkait dengan manajemen itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa dalam hubungannya dengan
bidang pendidikan, manajemen pendidikan berarti segala usaha yang terkait dengan
pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu
lembaga pendidikan bersangkutan; baik tujuan itu berjangka pendek, berjangka menengah,
maupun berjangka panjang. Dengan demikian manajemen pendidikan itu merupakan suatu
bagian yang integral dan tidak terpisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan.
Pikiran ini dapat dimengerti, karena tanpa manajemen yang baik, tidak mungkin visi, misi,
dan tujuan pendidikan dapat dicapai secara optimal, efektif, dan efisien. (mulyasa, 20)
Manajemen pendidikan yang efektif adalah yang dijalankan oleh pihak yang benar-benar
mengerti kondisi riil suatu lembaga pendidikan serta terlibat dalam penyelenggaraannya.
Dalam kerangka inilah lahir kesadaran mengenai pentingnya manajemen berbasis sekolah
(MBS).
Dengan penerapan MBS, sekolah sebagai penyelenggara pendidikan memperoleh
kewenangan penuh (otonomi) untuk mengatur, merencanakan, mengorganisasi,
memberdayakan, dan mengawasi seluruh sumber daya dan potensi pendidikan yang ada guna
mewujudkan tujuan pendidikan dan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah.
Kewenangan sekolah dalam MBS ini juga mencakup kewenangan di bidang penggalian dan
pengelolaan sumber dana berdasarkan prioritas kebutuhan sekolah. Pada prinsipnya, inti dari
MBS itu adalah kewenangan yang bertumpu kepada sekolah, dan ini dipandang memiliki
tingkat efektivitas yang tinggi guna menghasilkan pendidikan yang bermutu dan yang sesuai
dengan kebutuhan bersama.

B. Manajemen Pendidikan Pesantren


Secara umum pesantren atau pondok bisa didefinisikan sebagai “lembaga pendidikan
Islam berasrama, kyai sebagai sentral figurnya, dan masjid sebagai titik pusat yang
menjiwainya.” Definisi ini menunjukkan bahwa inti dari dunia pesantren adalah
pendidikannya. Pendidikan di pesantren yang berlangsung 24 jam dalam lingkungan asrama
semacam itu tentu saja mencakup suatu bidang yang sangat luas, meliputi aspek-aspek
spiritual, intelektual, moral-emosional, sosial, dan termasuk juga aspek pendidikan fisik.
Sebagai sebuah sistem pendidikan yang memiliki akar historis dalam tradisi dan budaya
bangsa ini, pesantren telah berkiprah secara signifikan pada setiap zaman yang dilaluinya;
baik sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan ajaran-ajaran Islam, sebagai kubu
pertahanan Islam, sebagai lembaga perjuangan dan dakwah, maupun sebagai lembaga
pemberdayaan dan pengabdian masyarakat. Karena itu, hingga kini, eksistensi pesantren
tetap dipertahankan dan bahkan terus ditingkatkan dan dikembangkan agar dapat meningkat
kualitas dan kuantitas peran dan kontribusinya bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) adalah salah satu dari sekian banyak
lembaga pendidikan pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Pondok Modern
Darussalam Gontor didirikan pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal 1345/20 September 1926
oleh tiga bersaudara yang dikenal dengan sebutan “Trimurti”, mereka adalah K.H. Ahmad
Sahal, K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam Zarkasyi. Saat ini Gontor dipimpin oleh
generasi kedua yang terdiri dari K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A., K.H. Hasan Abdullah
Sahal, dan K.H. Imam Badri. Ada dua jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh
Gontor, yaitu jenjang menengah dengan nama Kulliyatu-l-Mu'allimin al-Islamiyah dan
jenjang perguruan tinggi dengan nama Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Jumlah
seluruh santri yang belajar di lembaga ini hampir 14000 yang tersebar di pesantren induk
dan di cabang-cabangnya; 4 kampus cabang putra dan 4 kampus cabang putri.
Pondok Gontor merupakan lembaga pendidikan yang mandiri dan bersatatus swasta
penuh. Kenyataan ini tetap dipertahankan sejak masa awal berdirinya hingga kini dan
seterusnya. Status ini membuat Pondok dapat mengatur dan menyelenggarakan seluruh
proses pendidikan dan pembelajaran secara bebas, tidak bergantung, dan tidak terikat oleh
ikatan-ikatan birokratis, politis, sosial keagamaan, maupun ikatan-ikatan lainnya. Menjadi
mandiri dan swasta sepenuhnya semacam demikian ternyata tidak mudah dan sederhana.
Banyak tantangan dan persoalan berat dan bahkan pahit yang harus dihadapi untuk
mempertahankan kemandirian ini, terutama pada masa-masa pemerintahan yang sentralistik
dan cenderung otoriter. Tetapi, berkat kesabaran dan kesungguhan para pengelolanya dan
berkat komunikasi positif yang terus menerus dibangun dengan berbagai pihak, tantangan
dan persoalan-persoalan tersebut dapat diatasi.
Kemandirian merupakan salah satu jiwa pesantren yang
dihayati dan diamalkan secara sungguh-sungguh dan konsisten dalam penyelenggaraan
pendidikan di Gontor. Kemandirian ini diwujudkan dalam seluruh dimensi kehidupan
Pondok; baik dalam hal kepemimpinan, kepengasuhan atau pembinaan santri, pembelajaran,
pengkaderan, pendanaan, penyediaan sarana dan prasarana, maupun dalam pembinaan
alumni. Pola pengaturan dan pengelolaan lembaga pendidikan secara mandiri semacam ini
tampaknya sejalan dengan paradigma baru dalam bidang pendidikan yang memberikan
kewenangan luas kepada pihak sekolah dalam mengatur dan mengelola pendidikan; suatu
konsep yang saat ini dikenal dengan sebutan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Berikut ini akan dibahas secara singkat mengenai manajemen kepemimpinan,
kepengasuhan, pembelajaran, pengkaderan, pendanaan, dan penyediaan sarana dan prasarana
di Pondok Gontor.
1. Manajemen Kepemimpinan
Kepemimpinan acap kali dimaknai sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang
atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam perspektif
manajemen kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai "kemampuan untuk
menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati,
membimbing, menyuruh, memeringtah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau
perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau
bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan
efisien."(mulyasa, 107-8) Pemimpin merupakan bagian yang sangat penting dalam
suatu organisasi. Pemimpin adalah pengendali dan penentu arah yang hendak
ditempuh oleh organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, karena itu
kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pemimpinnya.
Pernyataan ini didukung oleh banyak hasil kajian yang menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan faktor yang berhubungan dengan
produktivitas dan efektivitas organisasi tersebut. Pandangan ini juga berlaku di dunia
pesantren, di mana gaya kepemimpinan seorang kyai akan sangat berpengaruh
terhadap kinerja pesantren secara keseluruhan.
Secara umum, dalam tradisi pesantren, kyai adalah pengasuh, pemimpin, dan
sekaligus pemilik pesantren. Hal ini berdampak kepada pola kepemimpinan di
pesantren yang semuanya berpusat pada kyai. Segalanya berada di tangan kyai.
Sehingga ada yang menyebut pesantren itu mirip sebuah ‘dinasti’ atau sebuah
‘kerajaan kecil’; ketika kyai meninggal, seluruh aset pesantren termasuk
kepemimpinannya diwarisi oleh keturunannya. Setelah mewarisi ‘tahta’, anak kyai itu
menggantikan ayahnya menjadi pemegang kekuasaan dan kewenangan tunggal di
lingkungan pesantren tersebut; dia menjadi tumpuan segala persoalan di pesantren.
Ada dua hal yang dapat dicatat dari pola kepemimpinan ini, yaitu 1) hanya anak
kyai yang berhak mewarisi kepemimpinan di pesantren, dan 2) pesantren dijalankan
dengan kepemimpinan tunggal.
Persoalan yang sering timbul berkaitan dengan poin pertama dari pola
kepemimpinan ini adalah ketidaksiapan anak kyai untuk mewarisi kepemimpinan
ayahnya. Sehingga jika kyai pesantren itu wafat, kelangsungan hidup pesantrennya
tidak lagi dapat dipertahankan.
Sedangkan persoalan yang akan dihadapi oleh poin kedua dari kepemimpinan
tunggal ini adalah ketika pesantren itu menjadi besar, jumlah santri bertambah menjadi
ratusan dan bahkan ribuan, maka persoalan-persoalan yang akan timbul juga semakin
banyak dengan tingkat kerumitan yang lebih tinggi. Sehingga seorang pemimpin
tunggal diragukan akan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut secara
meyakinkan.
Dari sini lahir pandangan agar kepemimpinan pesantren pada masa depan tidak
lagi bersifat dinasti dan individual. Penetapan seorang pemimpin pesantren hendaknya
lebih ditentukan oleh faktor kelayakan ketimbang keturunan. Sehingga seorang anak
kyai tidak otomatis akan menjadi pemimpin pesantren, kecuali jika ia memenuhi
standar kelayakan untuk menjadi pemimpin pesantren tersebut. Demikian pula, untuk
kasus pesantren-pesantren besar yang memiliki ratusan dan ribuan santri, pola
kepemimpinan individu tidak lagi dapat berjalan efektif. Karena itu perlu diterapkan
pola kepemimpinan kolektif untuk menjamin efektifitas dan efisiensi pendidikan dalam
pesantren tersebut. Dengan kepemimpinan kolektif ini, tugas-tugas dan persoalan-
persoalan di pesantren dapat didelegasikan kepada pihak-pihak
(lembaga/bagian/departemen/ personil) yang berkompeten dalam bidangnya masing-
masing.
Di lingkungan Pondok Gontor, kepemimpinan pondok dijalankan secara kolektif
oleh tiga orang yang ditunjuk oleh Badan Wakaf dengan masa jabatan 5 tahun. Para
pemimpin ini ditunjuk oleh Badan Wakaf melalui suatu sidang khusus berdasarkan
standar kelayakan tertentu yang telah ditetapkan. Karena itu paska kepemimpinan para
pendirinya, salah seorang dari tiga pemimpinan di Pondok Gontor pernah diisi oleh 2
orang yang tidak berasal dari keturunan pendiri, yaitu K.H. Shoiman Lukmanul Hakim
(1985-1999) dan K.H. Imam Badri (1999-sekarang). Mereka itu adalah santri-santri
Gontor masa awal yang kemudian menjadi guru dan mengabdi untuk Pondok.
Untuk memastikan kinerja yang efektif, ketiga pemimpin Pondok selalu
melakukan koordinasi dan komunikasi; baik ke dalam antarmereka sendiri, maupun ke
luar kepada para penanggungjawab kegiatan-kegiatan Pondok serta kepada pihak-pihak
terkait lainnya di luar Pondok. Koordinasi dan komunikasi itu dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung, formal maupun informal. Untuk menghasilkan
keputusan yang tepat, pimpinan membentuk tim khusus (di Gontor dikenal dengan
sebutan "eselon 1") yang memberikan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan
suatu keputusan atau kebijakan.
a. Konseptor + pelaksana
Dalam menjalankan tugasnya sebagai mandataris Badan Wakaf, Pimpinan Pondok
Modern Gontor dibantu oleh lima lembaga di bawahnya, yaitu:
1) Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) yang membidani pendidikan dan
pengajaran di jenjang pendidikan menengah.
2) Institut Studi Islam Darussalam (ISID) yang menangani pendidikan dan
pengajaran di tingkat perguruan tinggi.
3) Pengasuhan Santri yang menangani kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat
ekstrakurikuler.
4) Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM)
yang menangani harta kekayaan yang dimiliki oleh Pondok.
5) Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) yang merupakan wadah bagi alumni
Pondok Gontor.

Di samping kelima lembaga di atas, terdapat empat lagi lembaga yang


bertanggungjawab langsung kepada Pimpinan, yaitu:
1) Koperasi Pondok Pesantren La Tansa (Kopontren La Tansa) yang menangani
unit-unit usaha yang dimiliki Pondok.
2) Pusat Latihan Manajemen dan Pengembangan Masyarakat (PLMPM) yang
bergerak di bidang kemasyarakatan.
3) Balai Kesehatan Santri dan Masyarakat (BKSM) yang bergerak di bidang
pelayanan kesehatan untuk santri dan masyarakat.
4) Bagian Pembangunan yang menangani penyediaan dan pemeliharaan sarana
dan prasarana Pondok.

2. Manajemen Kepengasuhan
Kepengasuhan merupakan bidang yang menangani pembinaan santri di luar jam
belajar formal. Pembinaan ini lebih ditekankan pada dimensi kecakapan emosional
yang mencakup sikap mental dan kepribadian dan kecakapan spiritual yang meliputi
ibadah dan kegiatan-kegiatan keagamaan pada umumnya. Pembinaan bidang moral dan
keruhanian memperoleh perhatian sangat besar dalam sistem pendidikan pesantren, dan
ini merupakan kekhasan dari sistem pendidikan pesantren yang membedakannya dari
sistem pendidikan lainnya.
Struktur keorganisasian pengasuhan di Gontor terdiri dari Pengasuh yang secara
langsung ditangani oleh Pimpinan Pondok, dibantu oleh staf pengasuhan yang terdiri
dari guru-guru KMI dan dosen-dosen ISID masing-masing untuk pengasuhan di tingkat
jenjang sekolah menengah dan pengasuhan santri di tingkat perguruan tinggi.
Pengasuhan ini membawahi seluruh organisasi santri pada setiap tingkatan sebagai
missal antara lain Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM, semacam OSIS),
organisasi kepramukaan, organisasi asrama, organisasi kedaerahan, organisasi kursus-
kursus dan klub-klub keilmuan, ketrampilan, kesenian, olahraga, dll. Manajemen
kepengasuhan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan seluruh
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler santri.
Pembinaan kecerdasan spiritual ini dilakukan dengan berbagai kegiatan dan
gerakan antara lain:
a. Jamaah lima waktu secara disiplin dan terkontrol
b. Salat nawafil
c. Puasa sunnah
d. Membaca, menghapal, dan tadabbur al-Qur’an
e. Peringatan hari besar keagamaan
f. Ceramah-ceramah agama
g. Majlis-majlis dzikir

Pengembangan kecerdasan emosional ini dilakukan dengan menyelenggarakan


berbagai kegiatan yang lebih bersifat ekstrakurikuler, antara lain:
a. Berorganisai
b. Kepramukaan
c. Ketrampilan
d. Kesenian
e. Olahraga
f. Kewiraswastaan
g. Pelatihan-pelatihan
3. Manajemen Kurikulum
Kurikulum dalam tulisan ini dimaksudkan seluruh kegiatan yang dilaksanan oleh
pesantren dalam tempo 24 jam. Hal ini mengingat bahwa semua kegiatan yang
diselenggarakan oleh pesantren dalam waktu 24 jam itu dirancang (atau seharusnya
dirancang) untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran. Sehingga segala yang
dilihat, didengar, dikerjakan, dialami, dan dirasakan oleh santri adalah untuk
pendidikan. Sebab pesantren itu sendiri adalah sebuah lingkungan yang sengaja
diciptakan untuk mendidik.
Kurikulum pesantren ini dapat dibagi menjadi intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
Pembagian ini dilakukan hanya untuk memudahkan pembahasan, sebab dalam tradisi
pesantren tidaklah mudah membedakan antara keduanya; meskipun keduanya kadang-
kadang bisa dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan bahkan terkadang antara
keduanya terdapat jalinan yang sangat erat.

a. Kegiatan Intrakurikuler
Untuk mendapat hasil yang maksimal, kegiatan ini perlu ditangani oleh suatu
badan atau bagian khusus yang membidangi bidang akademik ini. Di lingkungan
Pondok Gontor, bidang ini ditangani oleh lembaga yang disebut Kulliyatul
Mu’allimin al-Islamiyah (KMI). Lembaga ini dipimpin oleh seorang direktur dan
wakil direktur yang bertanggungjawab kepada Pimpinan Pondok dan membawahi
beberapa departemen sebagai kelengkapan organisasi yang memperlancar program-
program yang dicanangkannya.

b. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ini ditangani oleh Pengasuhan Santri yang langsung dipimpin oleh dua
orang dari Pimpinan Pondok. Dalam menjalankan tugasnya kedua orang pimpinan
tersebut dibantu oleh para staf yang terdiri dari para guru. Lembaga pengasuhan
santri ini membawahi organisasi santri: Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM)
yang membawahi 21 bagian serta 16 organisasi asrama dan 78 organisasi daerah,
dan Gerakan Pramuka yang membawahi 9 andalan; keduanya merupakan organisasi
di lingkungan santri-siswa. Sedangkan dilingkungan santri-mahasiswa terdapat
Dewan Mahasiswa (DEMA) yang membawahi 7 departemen.

4. Manajemen Keuangan/Pendanaan
Pendanaan merupakan salah satu unsur penting bagi berlangsungnya proses
pendidikan dan pengajaran di pesantren. Sebagaimana diketahui pesantren adalah
amanat umat, karena itu pengelolaan dana di pesantren harus dilakukan dengan sikap
penuh amanah dan bertanggungjawab. Persoalan manajemen pendanaan ini
sekurangnya meliputi anggaran pendapatan dan anggaran belanja serta pembukuannya.
a. Anggaran Pendapatan
Untuk menjaga kelangsungan program pendidikannya dan agar dapat
merancang programnya dengan baik, pesantren perlu menetapkan anggaran
pendapatannya. Pendapatan pesantren dapat diperoleh antara lain dari: iuran santri,
wakaf, zakat infak dan sedekah, bantuan dari pemerintah maupun lembaga swasta
yang tidak mengikat, dan usaha-usaha lain yang halal.
Untuk menopang kemandirian yang merupakan salah satu ciri utama
pesantren, lembaga ini perlu memiliki sumber dana sendiri yang dikelola secara
produktif. Misalnya adalah dengan membuka usaha-usaha mandiri di berbagai
bidang, antara lain: penerbitan dan percetakan, pertokoan, perkebunan, pertanian,
peternakan, jasa, dll. Dengan usaha-usaha mandiri ini Pondok tidak akan
bergantung kepada pihak lain serta kelangsungan hidupnya lebih terjamin.
b. Anggaran Belanja
Dengan perencanaan aggaran pendapatan yang cermat, pesantren dapat
merancang anggaran belanja secara lebih matang untuk memperlancar proses
pendidikan dan pengajarannya.
c. Pembukuan Keuangan
Pembukuan sirkulasi keuangan perlu dilakukan secara lebih rapi, tertib,
transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Agar pelaksanaan pembukuan ini dapat berlangsung sesuai dengan yang
diharapkan, berkenaan dengan pihak yang terkait dengan pembukuan ini, di
samping ia dipegang oleh orang yang mengerti dan bertanggungjawab, perlu
dipertimbangkan bahwa para penanggungjawab dalam bidang keuangan ini bukan
berasal dari keluarga pendiri atau keluarga jajaran para pemimpin pengambil
kebijakan utama di lingkungan pesantren. Hal ini untuk menghilangkan sikap
pakewuh dalam mengambil tindakan jika suatu saat yang bersangkutan itu
melakukan kesalahan dan pelanggaran.

Anda mungkin juga menyukai