Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama)
dan keluhan gatal (Djuanda, Adhi, 2007).
2. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup
banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh
banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat. Bila dibandingkan dengan
dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali
informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.
3. Etiologi
Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Faktor dari luar atau eksogen misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen), fisik (sinar
matahari, suhu), mikroorganisme (mikroorganisme, jamur).
2) Faktor dari dalam atau endogen misalnya dermatitis atopik.
4. Faktor Predisposisi
a. Keringnya kulit.
b. Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.
c. Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak
dengan pakaian berlapis.
d. Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.
e. Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.
f. Virus dan infeksi lain.
g. Perjalanan ke Negara dengan iklim berbeda.
5. Gejala klinis
Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis lainnya
bergantung pada stradium penyakitnya.
a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi sehingga tampak basah.
b. Stadium sub akut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi
kusta.
c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak awal
memberikan gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
6. Patofisologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui kerja
kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel
epidermis.
Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan
lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil
pada terjadinya kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat menimbulkan rasa
nyeri yang timbul akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu, dapat menimbulkan gangguan
intergritas kulit dan gangguan citra tubuh yang timbul karena vesikel kecil, kulit kering,
pecah-pecah, dan kulit bersisik.
7. Klasifikasi
2) Dermatitis Atopik
Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T
dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering
disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan
akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak
pada wajah dan bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih
sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar
adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi
yang merupakan keluahan utama mencari bantuan.
Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat gatal, lesi
akut berupa vesikel dan papolu vesikel ( 0,3 – 1.0 cm ) kemudian membesar
dengan cara berkonploensi atau meluas kesamping. Membentuk satu lesi
karakteristik seperti uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit edematosa, dan
berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar, bilateral
atau simetris dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar – numular.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga
karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi
hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
9. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik
adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi
individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
• Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan
dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan
mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
• Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
• Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila
kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan
aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau
linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres,
bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di
dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus
ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin
disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian
steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel
Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam
proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat
diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup
dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya
efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak
melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi
sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di
kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-
DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis.
Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui
mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans
akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat
di epidermis atau dermis.
5. Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus)
dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T
melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan
betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi
yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun
sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian
secara oral.
• Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya
adalah :
1. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya.
Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin.
Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat
pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular
atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih
mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam
waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada
penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia
hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat
pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3. Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan
menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi
aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi
ICAM-1.
4. Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-
1 pada keratinosit dan sel Langerhans merupakan derivat teobromin yang memiliki
efek menghambat peradangan.
5. FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.
Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis
leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga
diberikan secara topikal.
6. Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin
dan amilorid.
7. Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r
yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah
kalsitriol.
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
• Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.
1. Inspeksi
a. Higiene kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan
seseorang.
b. Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:
Makula: suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan kulit datar
dan ukurannya kurang dari 1 cm, misalnya pada morbili atau campak.
Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula,
misalnya: crysipelas
Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya, misal
nya gigitan.
Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih,
misalnya cacar air herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih
dari 1 cm disebut bula, misalnya luka bakar.
Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo, jerawat, infeksi
kuman staphilococcus (bisul).
Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan pustula.
Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah dsb.
Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.
Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal ini
diakibatkan penurunan elastisitas jaringan kulit.
Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka. Hal
ini bisa karena bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula
yang spesifik, yaitu cicatrixbekas irisan kulit pada seseorang mofinis
dan bekas suntikan BCG.
Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di epidermis kulit
berukuran kurang dari 1 cm.
Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar
dan berwarna merah, biru, ungu sampai biru.
Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi pada suatu
daerah kulit dengan batas tegas.
Hiperpigmentasi: suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari kulit
sekitarnya.
Vitiligo/hipopigmentasi: daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang pigmen
daripada kulit sekitarnya.
Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.
Hemangioma: suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh- pembuluh
darah setempat yang biasanya kongenital.
Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di kulit yang
khas bentuk dan arah aliran darahnya ( keluar) misalnya pada
penderita sirosis hepatis.
Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut wanita
hamil, orang- orang yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat bahu,
ketiak ini karena regangan kulit yang melebihi ekstisitisitasnya).
Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah gluteal
sampai lumbal, bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika,
dan Negro.
Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal halus ureum
yang terjadi akibat menguapnya keringat pasien uremia sehingga
di kulit tertinggal ”bedak” ureum.
Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir, konjungtiva, warna
dasar kuku karena kurangnya Hb.
Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb melebihi
kadar 5 % akibat kegagalan transport oksigen atau menumpuknya
CO2 di jaringan.
Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak
tangan, dan sklera mata karena bilirubin yang tinggi pada penyakit-
penyakit hati.
2. Palpasi
Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit (dingin, hangat, demam)
kemudian kelembabannya, pasien dehidrasi terasa kering dan pasien hipertiroidisme
berkeringat terlalu banyak.
a) Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar pada
defisiensi vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe, diaper-
rash (di selangkangan bayi ) akibat popok bayi.
b) Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke
keadaan semula menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
c) Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit akibat fraktura
tulang-tulang iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru
bisa berada di bawah kulit dada.
d) Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada jumlah
semestinya.
• Dermatitis atopik :
Erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti lipat
siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita
dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan
memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang
merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun
dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
• Dermatitis numularis :
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar
uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
• Dermatitis medikamentosa:
Adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu timbul reaksi obat
mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
b. Data subyektif
- Pruritus
- Nyeri
- Kecemasan
- Malu
c. Data obyektif
- Eritema
- Vesikel
- warna
- suhu
- Kelembapan / kekeringan
- Tekstur kulit
- Lesi
- Vaskularitas
d. Tanyakan :
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat alergi kulit
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat pengobatan sebelumnya
- Riwayat psikososial
2. Diagnosa Keperawatan
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
3. Intervensi
Djuanda, Adhi. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta: Salemba Medika.
Taylor, Cynthia M. (2003). Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.