Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Tenggelam
jenis Immersion syndrome dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Tenggelam jenis Immersion syndrome.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran,
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik serta
saran yang membangun demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Tanjung Pinang, 4 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan penulisan ........................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan umum .................................................................................... 2
1.2.2 Tujuan khusus ................................................................................... 2
1.3 Ruang lingkup penulisan .......................................................................... 2
1.4 Sistematika penulisan ............................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
LANDASAN TEORITIS ........................................................................................ 3
2.1 Definisi tenggelam ........................................................................................ 3
2.2 Faktor resiko tenggelam ................................................................................ 3
2.3 Immersion syndrome (vagal inhibition) ........................................................ 4
2.4 Pertolongan pertama pada korban tenggelam................................................ 4
BAB III ................................................................................................................... 7
PENUTUP ............................................................................................................... 7
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami
akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Proses tenggelam dimulai ketika
saluran nafas berada di bawah permukaan cairan (terendam) atau air yang terpercik
ke wajah (terbenam).1
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 0,7% kematian diseluruh dunia
disebabkan oleh tenggelam, atau lebih dari 372.000 kematian setiap tahunnya yang
paling banyak disebabkan oleh tenggelam yang tidak disengaja, setengah dari
korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering
terjadi pada laki – laki di bandingkan perempuan, angka ini tidak termasuk
kematian tenggelam akibat bencana seperti banjir, tsunami, dan kecelakaan kapal.1,2
Angka kematian yang dicatat ini belum dapat di jadikan sebagai patokan tepat sebab
kematian akibat tenggelam banyak terjadi sebelum korban sampai ke fasilitas
kesehatan sehingga data akurat mengenai tenggelam masih sulit untuk di dapatkan
hal ini menyebabkan diabaikannya penelitian dan pencegahan kejadian tenggelam.2
Menurut survei WHO yang terkahir terjadi peningkatan 39 – 50% angka
kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat,
Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara
miskin dan berkembang.2
Penelitian melaporkan rata – rata kejadian tenggelam terjadi pada saat
rekreasi air, seperti kolam renang dan bak mandi, selain itu salah satu faktor risiko
penting yaitu konsumsi alkohol di daerah yang dekat dengan air dapat
meningkatkan kejadian tenggelam.2,3

1
1.2 Tujuan penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa memahami tentang tenggelam dan
tenggelam jenis immersion syndrom (karena suhu air dingin).
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi tenggelam.
b. Mahasiswa mengetahui faktor-faktor resiko tenggelam.
c. Mahasiswa mengetahui apa itu Immersion Syndrome.
d. Mahasiswa mengetahui pertolongan pertama pada korban tenggelam.
1.3 Ruang lingkup penulisan
Makalah ini mencakup tentang aspek-aspek mengenai tenggelam dan tenggelam
jenis immersion syndrom (karena suhu air dingin).
1.4 Sistematika penulisan
Untuk memahami lebih jelas makalah ini, maka materi-materi yang tertera pada
makalah ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORITIS
Bab ini berisikan pembahasan tentang tenggelam dan tenggelam jenis immersion
syndrome.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan tenggelam yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber-sumber artikel yang diambil dalam pembuatan makalah.

2
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Definisi tenggelam


Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang disebabkan
oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada suatu kasus tenggelam
korban terbenam dalam air sehingga sistem pernapasannya terganggu dengan akibat
hilangnya kesadaran dan ancaman pada jiwa korban. Pada suatu kasus tenggelam,
seluruh tubuh tidak perlu terbenam di dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut
berada di bawah permukaan air sudah memenuhi criteria suatu kasus tenggelam.1
Jumlah air yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh paru-paru
sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan sebanyak 30-40 mililiter untuk bayi.3
Menurut WHO Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang
dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Tenggelam dapat terjadi di
lautan atau pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil
pada air dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi
akibat tenggelam akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering
disebut dengan asfiksia.2

2.2 Faktor resiko tenggelam


Faktor risiko yang mengakibatkan tenggelam di antaranya termasuk4:

1. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air


2. Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke
bawah)
3. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat, air yang sangat
dalam, terperosok sewaktu berjalan di atas es, ombak besar, dan pusaran
air
4. Terperangkap misalnya setelah peristiwa kapal karam, kecelakaan mobil
yang mengakibatkan mobil tenggelam, serta tubuh yang terbelenggu
pakaian atau perlengkapan

3
5. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan
minuman beralkohol
6. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
7. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk di
antaranya: infark miokard, epilepsi, atau strok.
8. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,
kekerasan antar anak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran.

2.3 Immersion syndrome (vagal inhibition)


Immersion syndrom termasuk pada klasifikasi tenggelam berdasarkan
kondisi paru atypical drowning. Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya
atau bahkan tidak adanya cairan dalam saluran napas. Karena tidak khasnya tanda
otopsi pada korban atypical drowning maka untuk menegakkan diagnosis kematian
selain tetap melakukan pemeriksaan luar juga dilakukan penelusuran keadaan
korban sebelum meninggal dan riwayat penyakit dahulu.

Immersion syndrom terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air


yang sangat dingin (< 20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi
disaritmia yang menyebabkan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan
kematian.

Umumnya korban berusia muda dan mengkonsumsi alkohol. Reflek ini


dapat juga timbul pada korban yang masuk ke air dengan kaki terlebih dahulu (duck
diving) yang menyebabkan air masuk ke hidung, atau teknik menyelam yang salah
dengan masuk air dalam posisi horizontal sehingga menekan perut. Tidak akan
ditemukan tanda-tanda khas dari tenggelam, diagnosis ditegakkan dengan
menelusuri riwayat korban sebelum meninggal.

2.4 Pertolongan pertama pada korban tenggelam

Evaluasi dan penanganan ABC (Airway-Breathing-Circulation) secara


tepat dan sinergis diperlukan untuk memaksimalkan fungsi paru-paru dan jantung
untuk menyelamatkan korban. Prinsipnya, oksigenasi, ventilasi, dan perfusi korban
tenggelam harus segera dikembalikan fungsinya sesegera mungkin.

4
Pertama, selamatkan korban dari air dan panggil bantuan serta ambulans.
Penolong sebaiknya bisa berenang dan harus dapat mencapai korban secepat
mungkin, dengan tetap memperhatikan keselamatan diri. Sebaiknya penyelamatan
dilakukan dengan alat angkut seperti perahu, rakit, atau alat angkut lainnya. Selama
evakuasi pastikan jalan napas korban selalu terbuka.

Setelah di darat, lakukan evaluasi terhadap kesadaran dan ABC. Cek


kesadaran korban. Berikan respon untuk menyadarkan korban dengan
menggoyang-goyangkan maupun menepuk tubuh pasien. Hal pertama yang
dilakukan dalam ABC adalah memastikan jalan napas korban bebas dari sumbatan
(Airway). Buka mulut dan angkat rahang korban dengan gerakan head tilt dan chin
lift atau bisa dengan memiringkan ke samping bila tidak dicurigai terdapat trauma
servikal. Bila dicurigai terdapat trauma servikal lakukan gerakan jaw trust untuk
membebaskan jalan napas korban dan pastikan posisi leher dengan badan segaris
lurus. Kemudian bersihkan muntahan dengan jari atau penyedot (suction) jika ada.
Cek pernapasan (Breathing), jika tidak ada napas berikan napas bantuan 2 kali
dahulu, bisa dari mulut ke mulut (mouth to mouth) atau dari mulut ke hidung (mouth
to nose), kemudian cek nadi (Circulation). Bila nadi masih ada tapi korban tidak
bernapas, lanjutkan napas bantuan 12 kali per menit atau napas bantuan diberikan
setiap 5 menit. Jika korban tidak bernapas dan nadi tidak teraba, segera lakukan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan kompresi dada dan pernapasan buatan sesuai
umur. RJP bertujuan untuk mengatasi kegagalan sirkulasi darah akibat henti
jantung. Frekuensi kompresi dada yang dilakukan setidaknya 100 kali per menit
dengan kedalaman 5 cm pada 2-3 jari diatas ujung tulang dada (processus
xiphoideus). 1 Siklus RJP pada dewasa adalah setiap 30 kali kompresi dada
diberikan 2 kali napas bantuan (30:2). Evaluasi kembali nadi dan napas setiap 5
siklus. Indikasi bahwa RJP dapat dihentikan adalah apabila pasien telah sadar atau
pasien sudah meninggal atau penolong kelelahan.

Penolong sebaiknya memasang Automated External Defibrillator (AED)


jika tersedia. Pakaian basah korban dilepas dan selimuti korban dengan selimut
yang kering dan tebal untuk mencegah hipotermia (kehilangan panas tubuh).
Setelah ambulans datang, bawa segera ke UGD terdekat untuk evaluasi dan

5
penanganan lebih lanjut sehingga dapat meminimalisir komplikasi yang mungkin
ditimbulkan dan menyelamatkan nyawa korban. Jadi evaluasi dan pelaksanaan
ABC yang tepat dan benar yang dilakukan sedini mungkin merupakan hal yang
penting untuk meminimalisir komplikasi dan angka kematian akibat tenggelam.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tenggelam didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang disebabkan
oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada suatu kasus tenggelam,
seluruh tubuh tidak perlu terbenam di dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut
berada di bawah permukaan air sudah memenuhi kriteria suatu kasus tenggelam.

Immersion syndrom termasuk pada klasifikasi tenggelam berdasarkan


kondisi paru atypical drowning. Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya
atau bahkan tidak adanya cairan dalam saluran napas. Immersion syndrom terjadi
dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat dingin (< 20℃ atau
68°F) akibat reflek vagal yang menginduksi disaritmia yang menyebabkan asistol
dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian.

Evaluasi dan penanganan ABC (Airway-Breathing-Circulation) secara


tepat dan sinergis diperlukan untuk memaksimalkan fungsi paru-paru dan jantung
untuk menyelamatkan korban. Prinsipnya, oksigenasi, ventilasi, dan perfusi korban
tenggelam harus segera dikembalikan fungsinya sesegera mungkin.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Szpilman D, Bierens J.J.M, Handley A.J, Orlowski J.P. Current Concepts


Drowning. N Engl J Med 2012;366:2102-10.
2. Global Report on Drowning : Preventing A Leading Killer. World Health
Organization 2014.
3. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention.
Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014.
4. Derrick J Pounder, University of Dundee, Lecture Notes. Recommended
guidelines for uniform reporting of data from drowning: the
‘‘Utsteinstyle’’, 2003.

Anda mungkin juga menyukai