Anda di halaman 1dari 40

REFERAT Januari 2019

TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh:

ADELIA NUR FITRIANA


N 111 17 099

PEMBIMBING KLINIK
dr. I KOMANG ADI SUJENDRA, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai
organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.
Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrane selnya
sehingga menyebabkan bakteri ini meanjadi tahan asam dan pertumbuhan dari
kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet,
karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.1
Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru (80%) dibandingkan dengan
organ lainnya. Pasien dengan TB paru biasanya disertai batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, napsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam lebih dari satu bulan.TBC paru biasanya menyerang usia produktif dan
kalangan ekonomi rendah dengan tingkat pendidikan rendah.2,3
Klasifikasi tuberkulosis terbagi dua yaitu tuberkulosis paru yang menyerang
jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan tuberkulosis extra paru yang
menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dll.2
Diagnosik TB dapat ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis BTA
pada sputum penderita. Jika TB paru dideteksi secara dini dan diobati secara tuntas
maka penderita TB paru dapat cepat menjadi non-infeksius dan akhirnya sembuh.
Oleh karena itu, diagnosis memegang peran penting dalam pengendalian infeksi TB
di komunitas.2
TB sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah
diterapkan dibanyak negara sejak tahun 1995. Secara global pada tahun 2016

1
terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC yang setara dengan 120 kasus per 100.000
penduduk. Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia,
China, Philipina, dan Pakistan. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak
420.994 kasus pada tahun 2017.4
Indonesia merupakan negara dengan penyumbang kasus TB Paru terbanyak
kedua di dunia setelah India. Akumulasi kasus di India, Indonesia dan Cina sendiri
menyumbang 46% kasus dari semua total kasus TB paru di dunia. Di antara kasus
baru, diperkirakan 3,3% adalah multidrug-resistant tuberculosis (MDR TB),
merupakan tingkat yang tetap tidak berubah dalam beberapa tahun terakhir.
Penyakit Tuberkulosis Paru termasuk penyakit menular kronis. Waktu pengobatan
yang panjang dengan jumlah obat yang banyak serta efek pengobatan yang
bervariasi menyebabkan penderita sering terancam putus berobat (Drop Out)
selama masa penyembuhan.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex. Kuman ini menyebar melalui inhalasi
droplet nuklei. Kemudian, masuk ke saluran nafas dan bersarang di jaringan
paru hingga membentuk afek primer. 5

B. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena bakteri
TB menyebabkan gangguan kesehatan pada jutaan orang dan sebagai penyebab
kematian kedua di dunia setelah virus HIV. Estimasi terbaru menunjukkan
bahwa pada tahun 2012 sebanyak 8,6 juta kasus TB baru dan 1,3 juta kematian
terjadi akibat TB. 6
Menurut laporan WHO 2013, Indonesia menempati peringkat empat
setelah India, China, dan Afrika Selatan sebagai negara dengan insidensi TB
tertinggi di dunia. Berdasarkan data Riskesdas 2013 prevalensi penduduk
dengan gejala TB paru batuk ≥ 2 minggu sebesar 3,9% dan batuk darah sebesar
2,8%. 6
Indonesia merupakan negara dengan penyumbang kasus TB Paru
terbanyak kedua di dunia setelah India. Akumulasi kasus di India, Indonesia
dan Cina sendiri menyumbang 46% kasus dari semua total kasus TB paru di
dunia. Di antara kasus baru, diperkirakan 3,3% adalah multidrug-resistant
tuberculosis (MDR TB), merupakan tingkat yang tetap tidak berubah dalam
beberapa tahun terakhir. Penyakit Tuberkulosis Paru termasuk penyakit
menular kronis. Waktu pengobatan yang panjang dengan jumlah obat yang
banyak serta efek pengobatan yang bervariasi menyebabkan penderita sering
terancam putus berobat (Drop Out) selama masa penyembuhan.4

3
C. Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium
Tuberkulosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M.
tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. leprae dsb. yang juga dikenal sebagai
Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang
terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk
itu pemeriksaan bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap
Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB.7
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain
adalah sebagai berikut:7
 Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron.
 Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen.
 Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa.
 Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan
dibawah mikroskop.
 Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 40C sampai minus 700C .
 Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet.
 Paparan langsung terhadap Sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit.
 Dalam dahak pada suhu antara 30 - 37 oC akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
 Kuman dapat bersifat dormant ("tidur”/ tidak berkembang) (pedoman
pengendalian TB 2014)

D. Klasifikasi
Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan: 7
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

4
Tuberkulosis paru: Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan)
paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau
efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada
paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru
dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai
pasien TB paru.12
Tuberkulosis ekstra paru: Adalah TB yang terjadi pada organ selain
paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit,
sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB
ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa
organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.7

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya: 7


a) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pemah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis)
b) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (> dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
 Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pemah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan Saat ini didiagnosis TB berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar
kambuh atau karena reinfeksi)
 Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir

5
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow
up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien
setelah putus berobat "default).
 Lain-lain: adalah pasien TB yang pemah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui
c) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.12

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan Obat


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa: 7
 Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
 Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
 Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
 Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus
juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
 Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV 7
1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko•infeksi TBIHIV): adalah
pasien TB dengan.
 Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART,
atau
 Hasil tes HIV positif pada Saat diagnosis TB
2) Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan:

6
 Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau
 Hasil tes HIV negatif pada Saat diagnosis TB.
Catatan: Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV
menjadi positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai
pasien TB dengan HIV positif.
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa
ada bukti pendukung hasil tes HIV Saat diagnosis TB ditetapkan.
Catatan: Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes
HIV pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifkasinya berdasarkan
hasil tes HIV terakhir.

E. Patogenesis
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada
ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-
bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran
partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil,
kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru,
berkembangbiak dalam sito-plasma makrofag. Kuman yang bersarang di
jaringan paru akan ber-bentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura,
maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati
regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ

7
seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.8
Tuberkulosis Paska Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas
reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas
menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. 8
Tuberkulosis pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya
adalah ke daerah parenkim paruparudan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini
ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi
oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang yang mula-mula meluas,
tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang
membungkus diri menjadi keras, menimbulkan per-kapuran. Sarang dini yang
meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya
dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk
jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas.
Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena
infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis
protein lipid dan asam nukleat oleh ensim yang diproduksi oleh makrofag, dan
proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang
jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia
lanjut. Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak, kavitas dapat.8
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas
ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB miller.
Dapatjuga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan

8
selanjutnya ke usus jadi TB usus. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB
endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura;
b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali
menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah
kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi
mycetoma;
c. Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang
berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti
bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni 8
1. Sarang yang sudah sembuh.
2. Sarang aktif eksudatif.
3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh.

F. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan terbanyak adalah: 8
Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 41oC. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat hilang timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbul demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang
masuk.8
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin
saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni

9
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan darah pada TB
terjadi karena kavitas,, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. 2
Sesak nafas. Pada penyakityang ringan (baru tumbuh) meliputi setakahbagian
paru-paru. 8
Nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrat radang
sudah sampai ke pelura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya. 8
Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam hilang timbul secara tidak teratur.8

G. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya. 7
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.7
1. Gejala respiratorik
 Batuk ≥ 3 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
ke luar.

10
2. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat. gejala sesak
napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.7

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. 7
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan. 7
Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”. 7

Pemeriksaan Bakteriologik7
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan

11
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan
cara:
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Dahak Pagi (keesokan harinya )
 Sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi).
Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan
ialah bila:
 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali
positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif,
 bila 3 kali negatf → Mikroskopik negative.
Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali negatif
tidak perlu diulang. 7

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif : 12
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
 Bayangan bercak milier.

12
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran
radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif.
 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas Kalsifikasi atau
fibrotik.
 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura Luluh Paru
(Destroyed Lung) :
o Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .Gambaran radiologik
luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru.
Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan
gambaran radiologik tersebut.
o Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti
proses penyakit Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk
kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama
pada kasus BTA dahak negatif) :
 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis
4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti.
 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal. 7

Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. 7
1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan
teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah
cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam

13
pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar
dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data
lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan
deteksi M.tb tersebut diatas, bahan/spesimen pemeriksaan dapat berasal dari
paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat. 7
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa
masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi
menetap dalam waktu yang cukup lama. 7
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibody antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai
yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna
pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah. 7
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi. 7
d. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah
uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji
ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5
antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam
bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen

14
diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang
akandiperiksa sebanyak 30 μl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian
serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan
positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari
empat garis antigen pada membran. Dalam menginterpretasi hasil
pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena
banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Saat
ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis. 7
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M.tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis. 7
4. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis
adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan
pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. 7
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan
trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru
terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain
diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH
=biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis
pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru

15
atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan
perkejuan. 7
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua
sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat
kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat
digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta
kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian
pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/daya tahan tubuh
penderita, yaitu dalam keadaan supresi/tidak. LED sering meningkat pada
proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfosit pun kurang spesifik.7
7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat
bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu
bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali
atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama
pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi
positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung
reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang
analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ
yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila
menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).
7

16
Gambar 1. Alur diagnosis dan tidak lanjut TB paru pada pasien
dewasa (tanpa kecurigaan/bukti: hasil tes HIV (+) atau
terduga TB resisten Obat7

17
H. Penatalaksanaan
Tujuan Pengobatan TB adalah:
a. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup
b. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya
c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB
d. Menurunkan penularan TB
e. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan Obat. 7

Prinsip Pengobatan TB:


Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: 7
 Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam Obat untuk mencegah terjadinya resistensi
 Diberikan dalam dosis yang tepat
 Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) sampai selesai pengobatan
 Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap Ianjutan untuk mencegah kekambuhan

Tahapan Pengobatan TB:


Pengobatan TB harus selalu me iputi pengobatan tahap awa dan tahap lanjutan
dengan maksud: 7
 Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah
kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru,
harus diberikan selama 2 bulan. pada umumnya dengan pengobatan secara

18
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu.
 Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya
kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan.

Tabel 1. OAT Lini Pertama

Tabel 2. Kisaan dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Catatan:
 Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur tahun atau pasien
dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis

19
>500mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis
menjadi 10 mg/kg/BB/hari. 7p

Tabel 3. OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan


ISTC) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah: 12
 Kategori 1 : 2 (HRZE)/ 4(HR)3
 Kategori 2 : 2 (HRZE)S/ (HRZE)/5 (HR)3E3
 Kategori Anak : 2 (HRZ)/4 (HR) atau 2HRZA (S)/4-10 HR
 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan Obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,

20
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT
lini-l, yaitu pirazinamid and etambutol.
Paduan OAT Kategori-l dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
Obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis Obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. 7
Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) ini terdiri dari :
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg,
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg. 7
Paket Kombipak. Adalah paket Obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT
sebelumnya. 7
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket Obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi
3 jenis Obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.7
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian Obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan. 7
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT
mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a) Dosis Obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas Obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan Obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi. Obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep

21
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian Obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien7

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya. 7


a. Kategori-l : 2(HRZE)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru

Tabel 4. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1:


2HRZE/4H3R3

b. Kategori-2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya (pengobatan ulang): 7
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

22
Tabel 6. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2:
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tabel 7. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2:


2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3

Catatan:
 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml. (1 ml = 250mg).
 Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.
 Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida
(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan
kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut
jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
 OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat. 7

23
Paduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi: 7
 TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk:
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologic lesi luas (termasuk luluh
paru)
c. TB di luar paru kasus berat.
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan,
dengan paduan 2RHZE / 7RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada
keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll).
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan
hasil uji resistensi. 7
 TB Paru (kasus baru), BTA negative
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE.
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan.
 TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT
pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat
diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan
6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan

24
obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji
resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5
R3H3E3 (Program P2TB).7
 TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan
minimal menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih
sensitive (seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama
pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi
dapat diberikan dahulu 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi. 7
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat: 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB).
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.
 TB Paru kasus lalai berobat. 7
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
- Penderita yang menghentikan pengobatannya <2 minggu, pengobatan
OAT dilanjutkan sesuai jadwal.
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
1. Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
2. Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama
3. Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
4. Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama

25
5. Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal. 7
- TB Paru kasus kronik7
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT
yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten)
ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.
Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan
pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan. Kasus
TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru. TB diluar paru lihat TB
dalam keadaan khusus.

Terapi Non Farmakologis TB


a) Health Resort Area
Setiap pasien tuberculosis harus di rawat di sanatorium, yakni tempat
berudara segar, sinar matahari yang cukup, dan makanan yang bergizi
tinggi.9
b) Bedrest Area
Pasien tidak perlu dirawat di sanatorium, cukup diberi istirahat
setempat terhadap fisiknya saja disamping makanan yang bergizi tinggi.
c) Collapse Therapy Area
Cukup paru yang sakit diistrahatkan dengan melakukan pneumonia
artifisial. Paru-paru yang sakit dibuang secara wedge resection, satu lobus,
atau satu bagian paru. 9

26
BAB III

KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. A
Umur : 25 Tahun
Pekerjaan :-
Alamat : Desa Labean, Balaesang
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 3 Januari 2019
Ruangan : Pav. Dahlia RSUD Undata Palu

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Batuk darah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan batuk berdarah yang dialami
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai adanya lendir yang berwarna
putih. Sebelumnya, pasien sudah mengalami batuk berdahak ± 2 bulan yang
lalu kemudian memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan demam (+) 2 minggu sebelum masuk RS, demam naik turun,
dalam waktu yang tidak menentu, menggigil (+), sakit kepala (+), berkeringat
malam hari (+), berat badan menurun dalam 1 bulan terakhir (+), tidak ada
nafsu makan. Pasien juga merasa lemas. BAB (+) biasa, BAK (+) Lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Hipertensi (-), Riwayat Diabetes Mellitus (-), Riwayat pengobatan
OAT (-), Riwayat konsumsi minuman beralkohol 1 tahun yang lalu, Riwayat
merokok (+).
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat yang sama

27
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
SP : Compos Mentis/SS/GS BB: 45 Kg TB: 165cm IMT:16,52
kg/cm2

Vital Sign
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 38,3°C

Kepala
Wajah : Simetris, tampak lemas
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normochepal
Mata
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterus (-/-)
Pupil : Isokor +/+, ukuran 2,5 mm/2,5mm, Refleks cahaya (+/+)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), tonsil (T1/T1) tidak hiperemis
Leher
KGB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : Tidak ada Pembesaran
JVP : Tidak ada peningkatan
Massa Lain : Tidak ada
Dada
Paru-Paru
Inspeksi : Thorax tampak simetris bilateral
Palpasi : Massa (-), Vocal fremitus simetris bilateral,
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler(+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)

28
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat linea midclavicularis sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC 5 linea midclavicularis
sinistra
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas Kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas Kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Perut
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi : Massa (-), hepatosplenomegali(-), Nyeri tekan abdomen (-)

Anggota Gerak
Atas : Akral Hangat +/+, edema -/-
Bawah : Akral Hangat +/+, edema -/-

D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Lab Hematologi
Darah Rutin: (Tanggal 31 Desember 2018)
- WBC : 10,7 x 103 /mm3
- RBC : 4,48 x 106/ mm3
- Hb : 11,7 g/dl
- HCT : 36,1 %
- PLT : 338 x 103 /mm3
- MCV : 81 µm3
- MCH : 26,0 pg
- MCHC : 32,3 g/dl

29
b. Serologi
- HBS-Ag : Non Reaktif
- Pemeriksaan Anti-HIV :
 SD : Non Reaktif
 Intech : Non Reaktif
 Onco Probe : Non Reaktif
Hasil Akhir Non Reaktif

c. Lab Biokimia
GDS (31 Desember 2018) : 124 mg/dL

Tanggal 31 Desember 2018


Urea : 19,8 mg/dl
Creatinin : 0,88 mg/dl

Fungsi Hati:
SGOT : 14,0 U/L
SGPT : 8,9 U/L

d. Lab Mikrobiologi
a. GeneXpert : MTB DETECTED MEDIUM
Rif Resistance NOT DETECTED

f. Radiologi:
Foto thorax PA view:

30
Kesan : TB Paru Aktif Bilateral

E. RESUME
Pasien laki-laki usia 25 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan hemaptue
yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai adanya lendir (+)
yang berwarna putih. Sebelumnya, Pasien sudah mengalami batuk berdahak ±
2 bulan yang lalu kemudian memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan febris (+) 2 hari sebelum masuk RS, febris dirasakan
naik turun, dalam waktu yang tidak menentu, menggigil (+), cephalgia (+),
berkeringat malam hari (+), berat badan menurun dalam 1 bulan terakhir (+),
tidak ada nafsu makan. Pasien juga merasa lemas. BAB (+) biasa dan BAK (+)
lancar. Pasien belum pernah mengkonsumsi obat OAT sebelumnya, dan di
keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama. Pasien memiliki
riwayat merokok (+) dan minum minuman beralkohol 1 tahun yang lalu.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis, dan status gizi, gizi sedang. Pada tanda-tanda vital
didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 82x/menit, respirasi 20x/menit
dan suhu 38,3°C. Pada pemeriksaan bagian thorax di dapatkan adanya rhonki
(+/+) pada auskultasi di seluruh lapang paru.
Pada hasil pemeriksaan laboratoriun didapatkan RBC: 4,48 x 106/ mm3,
PLT: 338 x 103/mm3, WBC : 10,7 x 103/mm3, GDS : 124 mg/dl, SGOT : 14,0
U/L, SGPT : 8,9 U/L, , Genexpert: MTB detected Rif Resistance not detected.

31
F. DIAGNOSIS AKHIR :
Tuberkulosis Paru

G. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
-
Tirah baring (Bed rest)
Medikamentosa :
- IVFD RL 24 Tpm
- Codein 10mg (3x1 tab)
- Paracetamol 500mg 3x1 tab
- Asam tranexamat amp/8 jam/ IV
- OAT Kategori 1 (2 (HRZE)/ 4(HR)3)

H. PROGNOSIS :
Qua Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Qua Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, seorang pasien laki-laki berusia 25 tahun masuk


rumah sakit dengan keluhan batuk berdarah yang dialami sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, disertai adanya lender yang berwarna putih. Sebelumnya,
pasien sudah mengalami batuk berdahak ± 2 bulan yang lalu kemudian memberat
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan demam (+) 2
minggu sebelum masuk RS, demam naik turun, dalam waktu yang tidak menentu,
menggigil (+), sakit kepala (+), berkeringat malam hari (+), berat badan menurun
dalam 1 bulan terakhir (+), tidak ada nafsu makan. Pasien juga merasa lemas. BAB
(+) biasa, BAK (+) Lancar.
Pada pemeriksaan fisik thorax ditemukan inspeksi : ekspansi paru simetris
bilateral dan tidak adar retraksi dinding dada, Palpasi tidak ditemukan Massa, Vocal
Fremitus kiri dan kanan sama, Perkusi dada sonor pada kedua paru-paru. Auskultasi
: ditemukan bunyi nafas vesikuler normal pada dada kiri dan kanan, ditemukan
bunyi nafas tambahan ronchi dikedua sisi dada pasien. Pada abdomen tidak ada
ditemukan kelainan dari pemeriksaan inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan WBC : 10,7 x
103/mm3, RBC : 4,48 x 106/mm3, PLT : 338 x 103/ mm3, Hb: 11,7 g/dL, HCT
: 36,9 %, SGOT : 14,0 U/L, SGPT : 8,9 U/L, GDS : 124 mg/dl, Kreatinin :
0,88 mg/dl , Urea : 19,8 mg/dl. Pada pemeriksaan GeneXpert MTB Detected
Medium dan Rifampicin resistance Not Detected. Pada pemeriksaan radiologi foto
thorax PA didapatkan kesan TB Pulmo Aktif Bilateral.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan diagnosis yaitu TB Paru.
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.7

33
a. Gejala respiratorik
 Batuk ≥ 3 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang
pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
b. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
c. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat. gejala sesak
napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.7
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan keluhan batuk sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan batuknya berdahak dengan dahak
berwarna putih, demam, berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan yang
signifikan, dimana ini sesuai teori merupakan gejala yang sering dirasakan pada
penderita tuberculosis paru. Batuk pada pasien terjadi akibat adanya infeksi pada
bronkus. Batuk diperlukan untuk mengeluarkan produk-produk radang keluar. Sifat
batuk dimulai dari batuk non produktif kemudian setelah timbul radang menjadi
batuk produktif (menghasilkan sputum). Demam yang dirasakan akibat infeksi
bakteri M. tuberculosis dan biasanya subfebril menyerupai demam influenza.
Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul
kembali tergantung pada daya tahan tubuh pasien. Gejala malaise sering ditemukan

34
berupa keringat pada malam hari dan tidak adanya nafsu makan sehingga akan
terjadi penurunan berat badan yang signifikan.8
Kemudian pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami kondisi gizi
sedang. Pemeriksaan eksterna mata tidak ditemukan konjungtiva anemis. Pada
pemeriksaan thorax saat inspeksi ditemukan ekspansi paru simetris bilateral dan
tidak ada retraksi dinding dada. Pada palpasi ditemukan vocal fremitus kiri dan
kanan sama, serta tidak ditemukan massa. Pada perkusi ditemukan sonor pada dada
kanan dan kiri. Pada auskultasi ditemukan bunyi nafas normal vesicular normal
pada dada kiri dan kanan dan ada ditemukan ronchi (+/+). Sesuai teori adanya
rhonki merupakan tanda adanya infiltrate yang agak luas.8
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan WBC : 10,7 x 103/mm3 yang berarti
normal. Pada pemeriksaan Genexpert didapatkan positif MTB Detected Medium
dan Resisten Rifampisin Not detected yang berarti pasien positif menderita
Tuberkuosis yang tidak memiliki resistensi terhadap obat anti tuberculosis.8
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan foto polos thorax terdapat gambaran
konsolidasi di kedua apex paru, batas jantung normal dan systema tulang intak
dengan kesan Tb paru aktif bilateral. Sesuai teori pada gambaran radiologisnya
didapatkan berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas-batas yang tidak tegas.
Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan
batasan yang tegas.8
Penatalaksanaan pada kasus ini berdasarkan tanda dan gejala yang dialami.
Pasien diberikan terapi berupa pemberian cairan Ringer Laktat yang berfungsi
untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit dengan pemberian sebanyak 20
tetes per menit. Injeksi asam traneksamat diberikan saat pasien masih mengalami
batuk berdarah, asam traneksamat diberikan untuk mengurangi perdarahan dengan
cara menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin pada pembekuan darah.
Asam traneksamat diberikan sebanyak 1 ampul per 8 jam secara intravena. Untuk
mengatasi batuk berdahak yang dialami pasien maka pasien diberikan codein
sebanyak 3x 10 mg. Pemberian OAT dilakukan untuk mengobati TB paru yang
diderita pasien, pada pasien ini merupakan TB paru kasus baru maka obat yang
dapat diberikan yaitu kategori 1 : 2 (HRZE)/ 4(HR)3 disediakan dalam bentuk paket

35
Obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis Obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. 7
Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) ini terdiri dari :
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg,
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg dan pirazinamid 400 mg

36
BAB V

PENUTUP

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi


kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari
keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan
tuberculosis ekstrapulmonal.8
Untuk menegakkan diagnosis TB, dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Adapun beberapa gejala yang sering
dikeluhkan pasien pada saat anamsesis yakni :
a) Mudah letih, lesu kurang bergairah, penurunan berat badan, demam
subfebris, batuk, keringat malam, hemoptisis
Pada pemeriksaan fisik dapat kita temukan hal-hal berikut :
a) Tanda infiltrate : perkusi paru yang redup, suara paru bronchial
b) Dahak di salurah napas : rhonki basah, rhonki kering
c) Penarikan, pendorongan, kavitas, atelektasis
d) Efusi, pneumothoraks
e) Tanda pada TB ekstraparu : scrofuloderma, gibbus, osteomyelitis,
meningitis, dsb.
Sedangkan pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan yakni foto thoraks dan
laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Foto polos thoraks : nampak adanya infiltrate, dengan atau tanpa efusi,
atelektasis, keterlibatan limfe nodi hilus, infiltrate pada apex paru,
gambaran snow storm appearance, atipikal (pada HIV)
b) Laboratorium : LED meningkat, leukosit umunya normal10
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan
ISTC) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah: 12
 Kategori 1 : 2 (HRZE)/ 4(HR)3
 Kategori 2 : 2 (HRZE)S/ (HRZE)/5 (HR)3E3

37
 Kategori Anak : 2 (HRZ)/4 (HR) atau 2HRZA (S)/4-10 HR
 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan Obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT
lini-l, yaitu pirazinamid and etambutol.

38
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media : Jakarta.

2. Fattiyah I. 2011. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di

Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia : Jakarta.

3. Sondak, Maykel, dkk. 2016. Hasil diagnostic Mycobacterium tuberculosis dari

sputum penderita batuk ≥ 2 minggu dengan pewarnaan Ziehl. diakses pada

tanggal 31 Desember 2018. Dari http://ejournal.unsrat.ac.id

4. KEMENKES RI, 2018. Infodatin : Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia : Jakarta.

5. Tanto, C., Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4, Cetakan 1, Jakarta: Media

Aesculapius: 2014

6. Susilawati, M. & Muljati, S. Hubungan Antara Intoleransi Glukosa dan

Diabetes Melitus dengan Riwayat Tuberkulosis Paru Dewasa di Indonesia

2016: Vol. 26, No. 2

7. Pengendalian TB Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman

Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: KEMENKES RI; 2014

8. Sudoyo AW, Setiohadi W, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

I. Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Interna Publishing; 2014

9. Arliny Y. Tuberkulosis Dan Diabetes Mellitus Implikasi Klinis Dua Epidemik.

Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2015 : Vol. 15, No. 1

10. Alwi, Idrus., dkk. 2016. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam :

Panduan Praktik Klinis. PAPDI : Jakarta

39

Anda mungkin juga menyukai