Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan penyebab utama kesakitan dan

kematian di dunia. Kasus terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

mencapai 120 juta jiwa setiap tahunnya dan sekitar 1,4 juta orang meninggal.

Sekitar 95% kematian yang disebabkan ISPA terjadi di negara- negara dengan

pendapatan perkapita rendah dan menengah (Sonego et al., 2015). Prevalensi

kematian yang disebabkan ISPA di Indonesia mencapai 17% setiap tahunnya dan

sebagian besar terjadi pada anak dengan usia di bawah 5 tahun. Sementara itu,

prevalensi terjadinya ISPA di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 menduduki

peringkat ketujuh di Indonesia dengan angka kejadian sebesar 26,6%

(Departemen Kesehatan RI, 2014)

ISPA disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. ISPA akan menyerang host

apabila imunitas tubuh menurun (Sukarto et al., 2016). Faktor risiko yang

menyebabkan terjadinya ISPA yaitu faktor pencemaran pada lingkungan seperti

kebakaran hutan, polusi udara dan asap rokok, perilaku yang kurang baik terhadap

kesehatan diri serta rendahnya gizi pada masyarakat (Daroham dan Mutiatikum,

2009).

Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPA) merupakan penyakit yang

paling umum terjadi pada anak-anak. Hal ini terjadi karena sistem kekebalan

tubuh pada anak menurun (Chauhan et al., 2013).


Penyakit (ISPA) yang paling banyak terjadi yaitu diantaranya adalah

influenza, otitis media akut, sinusitis dan faringitis. Infeksi saluran pernapasan

atas akut (ISPaA) menyebabkan peradangan serta infeksi pada hidung dan

tenggorokan. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa infeksi saluran pernapasan

atas akut disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus yang sebagian besar

menyebabkan ISPaA adalah rhinovirus, parainfluenza, coronavirus, adenovirus,

dan virus influenza. Bakteri yang paling umum menyebabkan (ISPA) adalah

Streptococcus pneumonia, Neisseria gonorrhoeae, Haemophilus influenza,

Chlamydia pneumonia, Bordetella pertussis dan Moraxella catarrhalis (Rohilla et

al., 2013).

Pengobatan ISPA menggunakan antibiotik sering diberikan tanpa didahului

dengan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan terhadap mikroorganisme

penginfeksi. Pada dasarnya asas penggunaan antibiotik secara rasional adalah

pemilihan antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme penginfeksi dan

efektif memusnahkan mikroorganisme penginfeksi. Tetapi akibat dari pemberian

antibiotik yang tidak tepat, dapat menimbulkan bakteri yang resisten terhadap

antibiotik. Ini diakibatkan karena bakteri dapat beradaptasi pada lingkungannya

dengan cara mengubah sistem enzim atau dinding selnya menjadi resisten

terhadap antibiotik (Karch, 2011). Selain itu dampak dari penyalahgunaan

pemberian antibiotik dapat menimbulkan kegagalan terapi, superinfeksi (infeksi

yang lebih parah), meningkatnya resiko kematian, peningkatan efek samping,

resiko terjadinya komplikasi penyakit, peningkatan resiko penularan penyakit,

peresepan obat yang tidak diperlukan, dan peningkatan biaya pengobatan (Llor

and Bjerrum, 2014).


ISPA diobati menggunakan suatu antibiotik (Kemenkes, 2012). Penelitian

yang dilakukan oleh Antoro (2013) di Puskesmas Kecamatan Kunduran

Kabupaten Blora menunjukan bahwa dari 110 sampel pada anak usia 0-12 tahun

yang terdiagnosa ISPA, 92 kasus (83,63%) menggunakan antibiotik amoksisilin,

18 kasus (16,37%) menggunakan antibiotic kotrimoksazol dan hanya 47 kasus

(42,72%) yang rasional dalam penggunaan antibiotik. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Aprilia pada Tahun 2013 pasien ISPA non-pneumonia anak di

Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Demak dari 100 kasus ditemukan 75% tidak

sesuai dengan pedoman pengobatan berdasarkan acuan standar WHO (2001) dan

penggunaan obat rasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia Tahun 2012.Kriteria kerasionalan berdasarkan kriteria

ketepatan indikasi, ketepatan dosis, ketepatan pasien dan ketepatan obat diperoleh

hasil ketepatan indikasi sebesar 100%, ketepatan obat sebesar 25%, ketepatan

dosis sebesar 25%, dan ketepatan pasien sebesar 100% (Kemenkes,2012).

Puskesmas (PKM) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan

masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksana

teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes, 2011

Berdasarkan kedua penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa

ketidakrasionalan penggunaan antibiotik pada balita masih tinggi sehingga

diperlukan penelitian mengenai kerasionalan penggunaan antibiotik pada balita

penderita ISPA di daerah lain. Antibiotik yang digunakan secara tidak rasional

dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan, salah satunya resistensi bakteri

terhadap antimikroba yang ada. Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi
tenaga kesehatan untuk memberikan pengobatan yang rasional.Penelitian ini

dilakukan di Rawat Jalan Klinik Hadi Medika Kab.Bekasi, karena jumlah pasien

anak penderita ISPA di Rawat Jalan Klinik Hadi Medika Kab.Bekasi sangat tinggi

sehingga penelitian ini menjadi penting untuk meningkatkan kualitas hidup anak

pasien ISPA

Anda mungkin juga menyukai