Anda di halaman 1dari 18

KELIMPAHAN FITOPLANKTON DAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN

SULAWESI SELATAN

KIMIA OCEANOGRAFI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
1. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Maros
Pertumbuhan phytoplankton tergantung pada fluktuasi unsur hara dan
hidrodinamika perairan. Kondisi suatu perairan juga akan mempengaruhi pola
penyebaran atau distribusi phytoplankton baik secara horizontal maupun vertikal,
sehingga akan berpengaruh pada kelimpahan phytoplankton yang selanjutnya
berpengaruh pada nilai produktivitas primer. Kelimpahan phyto-plankton di suatu
perairandipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungandan karakteristik
fisiologisnya. Fitoplanktonmenduduki tropik level pertama dalam rantaimakanan,
sehingga keberadaannya akan mendukung organisme tropik level selanjutnya.
Pengamatan diperairan estuaria sungai Kurilompo, Desa Nisombalia Kec. Marusu,
Kab. Maros, ditemukan 7 spesies phytoplankton yang terdiri : Chaetoceros sp,
Navicula sp, Nitzschia sp, Coscinodiscus sp, Gleotrichia sp, Biddulphia sp, dan
Pleurosigma sp.

2. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Sinjai


Ekosistem mangrove mempunyai nilai penting dalam aspek ekologis,
ekonomis, dan sosial. Secara ekologis mangrove menjadi daerah asuhan (nursery),
tempat berlindung, mencari makan (feeding), dan tempat memijah (spawning)
beberapa jenis ikan, udang, kerang-kerangan, dan biota lainnya. Selain itu, ekosistem
ini merupakan habitat alami beberapa jenis burung, mamalia, reptilia, insekta, dan
moluska serta merupakan sumber keanekaragaman hayati (biodiversity) dan gudang
plasma nutfah (genetic pool) (Salim, 1991 dan Bengen, 2001).
Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar
pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas
2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunan tersebut
mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu
sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi
menjadi
Lahan tambak, penebangan liar, dan sebagainya (Dahuri, 2002). Lokasi pengambilan
sampel adalah merupakan hutan mangrove hasil swadaya masyarakat. Jenis
tanamannya adalah mangrove Rhyzophora mucronata Lamk. Lokasi penelitian
terletak di Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai,
dengan luas 511,81 ha. Temperatur rata-rata di lokasi ini 30 0C, salinitas rata-rata
32% dan pH rata-rata 5,9. Adapun pada non mangrove (perairan terbuka) merupakan
kawasan tanpa naungan yang memiliki substrat berpasir dengan kecerahan sekitar 40
cm. Temperatur rata-rata di perairan ini 32 oC, salinitas rata-rata 33‰, dan pH rata-
rata 6,5.

a. Komposisi dan Kelimpahan Plankton


Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada perairan mangrove ditemukan
plankton (baik fitoplankton maupun zooplankton) sebanyak 22 jenis dan di perairan
terbuka (non mangrove) ditemukan 12 jenis. Jenis fitoplankton yang mempunyai
kelimpahan relatif tinggi (= 5%) di perairan mangrove adalah Navicula oblonga,
Oscillatoria sp., Cylindrocystis sp., Nitzschia sp.1., Rhizosolenia sp.2, Gyrosigma
sp.1, Peridinium sp., Nitzschia sp.2, dan Ceratium sp.2. Jenis zooplankton yang
tergolong melimpah adalah Cyclopsis sp. Pada perairan terbuka, jenis fitoplankton
yang mempunyai kelimpah relatif tinggi adalah Oscillatoria sp., Chrysophyta
unident, dan Gyrosigma sp.2. Jenis zooplankton yang melimpah adalah Cyclopsis
sp., Bosmia sp., Diaptomus sp., Canthocampus sp., dan Cypris sp.
Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton tersebut diduga tergantung pada
ketersediaan nutrient dan temperature perairan. Nybakken (1992) mengatakan bahwa
ada dua faktor yang dapat membatasi produktivitas fitoplankton yaitu cahaya dan
zat-zat hara. Selain itu, aktivitas grazing dari zooplankton diduga juga
mempengaruhi kelimpahan fitoplankton (Nybakken, 1992). Di perairan mangrove
zat-zat hara akan disuplai oleh adanya guguran serasah dari mangrove tersebut.
Kelimpahan plankton di perairan mangrove lebih tinggi yaitu berkisar antara 828-
1.548 individu/liter, sedangkan diperairan terbuka berkisar antara 882-972
individu/liter. Nilai kelimpahan ini ternyata lebih besar dari kelimpahan fitoplankton
yang terdapat di perairan mangrove Teluk Bintuni yakni rata-rata 1.432 individu/liter
(Sediadi dan Wenno, 1995). Halidah et al. (2006) melaporkan bahwa guguran
serasah dari Rhyzophora mucronata di lokasi penelitian dapat mencapai 128,38
gram/m /bulan atau 15,40 ton/ha/tahun. Hal ini dapat menunjukkan bahwa tingginya
kelimpahan plankton di perairan mangrove dapat disebabkan karena adanya hara
yang tersedia dari guguran serasah tegakan mangrove. Mann (1982) mengatakan
bahwa untuk pertumbuhan fitoplankton dibutuhkan tidak kurang dari 18 mineral dan
berbagai organik. Hal yang sama diungkapkan oleh Marsono etal. (1995) bahwa
jumlah plankton yang ditemui di pantai Cilacap yang direhabilitasi cenderung
meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Serasah-serasah ini
kemudian diurai menjadi bahan anorganik. Oleh karena itu, kelimpahan plankton di
perairan mangrove ini relatif lebih tinggi. Selain itu, aktivitas grazing zooplankton
di perairan mangrove yang rendah juga menyebabkan kelimpahan fitoplankton
menjadi relatif lebih tinggi.
Jenis-jenis plankton yang mempunyai kelimpahan relatif tinggi merupakan
jenis-jenis yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya lebih efisien daripada jenis
lain dalam tingkat trofik yang sama. Hal ini berarti jenis-jenis tersebut mempunyai
peranan
yang penting bagi komunitas plankton di perairan tersebut. Di perairan mangrove,
kelimpahan jenis Navicula oblonga disebabkan karena jenis ini mempunyai
kemampuan beradaptasi dengan berbagai habitat termasuk habitat yang kurang
menguntungkan. Hal ini sesuai dengan Gell et al. (1999) yang menyatakan bahwa
Navicula spp. dan Asterionella sp. memiliki kemampuan untuk hidup di tempat yang
kurang menguntungkan.

b. Keanekaragaman, Perataan, dan Dominansi Jenis Plankton


Nilai indeks keanekaragaman jenis, indeks perataan, dan indeks domonansi
jenis plankton di setiap titik sampling nampak bahwa keanekaragaman jenis
plankton
di perairan mangrove lebih tinggi daripada di perairan terbuka. Hal ini berarti
komunitas plankton di perairan mangrove lebih stabil daripada perairan terbuka.
Perbedaan kestabilan komunitas ini juga ditunjukkan oleh adanya nilai indeks
perataan
dan indeks dominansinya. Di perairan mangrove indeks perataan jenisnya relative
lebih tinggi daripada perairan terbuka. Hal ini berarti bahwa kelimpahan pada setiap
jenis hampir sama atau dengan kata lain jumlah individu relatif tersebar merata pada
masing-masing jenis. Kestabilan komunitas plankton terkait dengan kestabilan
habitat.
Pada perairan mangrove gerakan ombak relatif tenang karena terhalang oleh akar-
akar
vegetasi sehingga sebagai biota pasif, plankton relatif lebih bisa berkembangbiak
dengan baik. Indeks dominansi menunjukkan bahwa di perairan mangrove relatif
lebih rendah dibandingkan dengan perairan terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa di
perairan
mangrove relatif tidak ada jenis yang mendominasi, dengan kata lain masing-masing
jenis mempunyai peran yang sama pada komunitasnya.

3. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Sungai Tallo


Makassar
Kualitas suatu perairan dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Berbagai faktor penyebab perubahan itu menciptakan berbagai fenomena lingkungan
yang penting dicermati. Hal ini memberikan pengaruh terhadap organisme yang
hidup didalamnya. Suatu badan perairan yang rentang mengalami perubahan adalah
perairan estuari/muara sungai (May et al. 2003). Dari waktu ke waktu, badan
perairan menerima beban dari daratan baik bersumber dari kegiatan antropogenik
(Kennish 1994 dan Jassby et al. 2002) maupun industri. Perairan estuari Sungai Tallo
Makassar sebagai salah contoh menerima banyak pasokan limbah dari kegiatan
pertanian dan perikanan serta rumah tangga maupun industri di sekitarnya.
Beberapa contoh kasus yang dapat dideteksi sehubungan dengan penjelasan
diatas adalah pengaruhnya terhadap perubahan konsentrasi klorofil-a fitoplankton
dan kepadatan komunitas zooplankton pada perairan estuari Sungai Tallo.
Sebagaimana fungsinya sebagai perairan estuari yang mampu menjebak
nutriennutrien dari daratan untuk mempersubur perairan, maka pertumbuhan
organisme seperti fitoplankton dan zooplankton akan memperlihatkan dinamika
tersendiri pada perairan ini. Perubahan parameter fisika dan kimia perairan akan
terjadi akibat pengaruh daratan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Seberapa
kuatnya pengaruh parameter itu terhadap perubahan klorofil-a fitoplankton dan
kelimpahan zooplankton akan terjelaskan dengan melakukan penelitian menyangkut
hal tersebut. Parameter fisika dan kimia perairan yang dimaksud antara lain adalah
nutrien (jenis nitrat dan fosfat), arus, suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan. Untuk itu,
telah dilakukan penelitian menyangkut identifikasi keterhubungan klorofil-a
fitoplankton dan komunitas zooplankton dengan berbagai parameter berpengaruh di
estuari Sungai Tallo Makassar. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi sehubungan dengan keterhubungan yang dimaksud untuk pemanfaatan
perairan di masa yang akan datang.
Penggambaran hubungan kepadatan zooplankton dengan berbagai parameter
berpengaruh tercermin pada hubungan kekeruhan khususnya pada stasiun Tallo 5.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu, besarnya parameter ini pada stasiun Tallo 5
memang masih berada dalam batas kelayakan pertumbuhan zooplankton (Ray dan
Rao, 1964). Disamping itu, pertambahan kepadatan zooplankton pada stasiun Tallo 5
ini terjadi karena nilai kekeruhan dan kecepatan arus dalam kategori yang rendah, hal
ini mengakibatkan zooplankton menjadi lebih aktif melakukan aktifitas.
yang positif dengan suhu dan sebaliknya hubungan negatif dengan arus dan
Keterhubungan klorofil-a fitoplankton dengan berbagai parameter berpengaruh
tergambarkan pada hubungan yang positif dengan pH dan salinitas, sementara itu
hubungan negatif tergambarkan dengan nitrat. Keterhubungan komunitas
zooplankton dengan berbagai parameter berpengaruh tercermin dalam hubungan
positif dengan suhu, sementara itu hubungan negatif dengan kekeruhan dan
kecepatan arus.

4. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Bantaeng


Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan
dengan jarak sekitar 120 km dari Kota Makassar ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.
Kabupaten yang memiliki garis pantai dengan panjang sekitar 21.5 km yang
membentang dari barat ke timur (termasuk pantai Seruni yang terletak di Kelurahan
Tappanjeng Kecamatan Bantaeng Kabupatan Bantaeng) yang menjadikan Pantai
Seruni masih berada dalam kawasan Kota Bantaeng. Pada tahun 2010, Pemerintah
Kabupaten Bantaeng melakukan pembenahan pada beberapa kawasan pesisir seperti
reklamasi Pantai Seruni. Pada awalnya, pantai ini hanya merupakan kawasan pantai
biasa dan menjadi empat para nelayan melaut. Seiring dengan pembangunan kota,
sebagian wilayahnya dirubah menjadi kawasan reklamasi sepanjang satu setengah
kilometer, wilayah itu adalah pantai Seruni. Di atas reklamasi itu, kawasan multiguna
Anjungan Pantai Seruni dibangun dan sampai saat ini tempat itu menjadi kawasan
wisata, kuliner, protokoler, lahan terbuka, taman kota atau taman bermain anak, sport
center, dan lain-lain.
Suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), kecerahan, arus, nitrat (NO3(PO4)),
total padatan tersuspensi (TSS) dan oksigen terlarut (DO) masih berada dalam
rentang nilai yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton.
Berdasarkan uji korelasi, Suhu merupakan parameter oseanografi yang berpengaruh
secara nyata terhadap kelimpahan fitoplankton dan memberikan pengaruh positif
terhadap kelimpahan Fitoplankton. Nilai indeks keanekaragaman (H’) menunjukkan
keanekaragaman dan kestabilan fitoplankton berada pada kategori sedang.
Selanjutnya, nilai indeks keseragaman (E’) menunjukkan bahwa jumlah individu tiap
jenis fitoplankton adalah sama/merata. Kemudian, nilai indeks dominansi (D)
menunjukkan bahwa tidak ada jenis fitoplankton yang mendominasi.

5. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Kepualan Selayar


Kepulauan Selayar merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi
Sulawesi Selatan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar terdiri dari
kumpulan banyak pulau dan memiliki luas perairan laut 9.146,66 km2 (BPS
Kabupaten Kepulauan Selayar, 2012). Kepulauan Selayar merupakan kawasan
segitiga karang dunia (coral triangle) sehingga memiliki ekosistem terumbu karang
yang masih tergolong bagus dan berpotensi sebagai kawasan penangkapan ikan
karang.
Plankton merupakan komponen utama yang menyusun ekosistem perairan.
Plankton dapat diartikan sebagai organisme kecil yang pasif dan melayang mengikuti
arus, walaupun kecil memiliki kemampuan berenang tetapi tidak terlalu kuat untuk
melawan arus. Berdasarkan fungsinya, plankton dapat dibedakan menjadi
fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton merupakan plankton nabati yang mempunyai fungsi sebagai
produktifitas primer perairan dan sebagai rantai makan paling bawah. Fitoplankton
juga mempunyai kemampuan dalam menyediakan oksigen terlarut bagi biota lain
dari hasil proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Sedangkan zooplankton
memiliki fungsi sebagai produktifitas sekunder merupakan konsumen langsung
fitoplankton dan penting dalam transfer energi melalui rantai makanan. Zooplankton
terdiri dari plankton sejati (Holoplankton) dan plankton sementara (Meroplankton).
Bagian terbesar dari organisme zooplankton adalah anggota filum Arthropoda
dan hampir semuanya termasuk ke dalam kelas Crustacea. Holoplankton yang paling
umum ditemukan dilaut adalah cepopoda. Copepoda merupakan zooplankton yang
mendominasi di semua laut dan samudera, serta merupakan herbivora utama dalam
perairan bahari dan memiliki kemampuan menentukan bentuk kurva populasi
fitoplankton. Copepoda berperan sebagai mata rantai yang sangat penting antara
produksi primer fitoplankton dengan karnivora besar dan kecil.
Kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan fitoplankton,
karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton, dengan demikian kuantitas
atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi kandungan
fitoplanktonnya.
Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan dengan penyebaran
zooplankton. Zooplankton bermigrasi ke arah horizontal dan vertikal mengikuti
kelompok fitoplankton. Jika sudah mencapai tingkat kepadatan tertentu
perkembangan zooplankton akan berkurang dan memberi kesempatan pada
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak sehingga menghasilkan konsetrasi
yang tinggi.
Distribusi fitoplankton yang diteliti yaitu di perairan Pulau Gusung, epulauan
Selayar, Sulawesi Selatan. Lokasi sampling ditentukan dengan metodepurposive
sampling yaitu pemilihan sekelompok subjek berdasarkan atas ciri-ciri yang sudah
diketahui sebelumnya. Tempat pengambilan sampel dibagi menjadi 5 stasiun yang
semua stasiun tersebut berada disekitar perairan Pulau Gusung dan merupakan
daerah penangkapan ikan karang yang potensial. Dasar pertimbangan dalam
penentuan stasiun adalah berdasarkan letak, kedalaman, dan jenis subtract yang
mendominasi.
Staisun I (Taka Bajang Sakulu-Kulu) berada diantara Pulau Selayar dan
Pulau Gusung memiliki kedalaman ± 10 meter dengan subtract dasar didominasi
oleh karang. Stasiun II (Taka Bajang Batu Kalong) berada diantara Pulau Selayar dan
Pulau Gusung memiliki kedalaman ± 6 meter dengan subtract karang. Staisiun III
(Taka Timbutu Batu Puteh) berada diantara Pulau Selayar dengan Pulau Gusung
memiliki kedalaman ± 10 meter dengan subtract dasar karang dan pecahan karang
mati (rubble). Staisun IV (Taka Pangguringan) berada menghadap langsung laut
lepas memiliki kedalaman ± 5 meter dengan karang dan pasir. Stasiun V (Taka
Siamu) berada menghadap langsung laut lepas memiliki kedalaman ± 6 meter
dengan subtract karang dan pecahan karang mati (rubble).
Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan secara pasif dengan menyaring
air sebanyak 100 L dengan menggunakan plantonnet yang memiliki diameter 20 cm
dan mesh size 37 μm. Hasil penyaringan sebanyak 200 mL, pengawetan sampel
fitoplankton dengan penambahan formalin 4%.
Hasil yang diperoleh komposisi fitoplankton yang ditemukan terdiri dari 2
kelas yaitu kelas Bacillariopycea (14 genus) dan Dinophceae (2 genus). Komposisi
fitoplankton yang ditemukan di perairan yaitu Protozoa (1 genus dari 1 kelas),
Anellida (3 genus dari 1 kelas), Mollusca (4 genus dari 2 kelas), Chordata (1 kelas).
Berdasarkan hasil kelimpahan didapatkan nilai kelimpahan antara 42.000-92.000
sel/L. Nilai kelimpahan tersebut masuk dalam kategori kelimpahan sedang karena
kriteria kelimpahan tinggi apabila kelimpahan fitoplankton mencapai 2 x 109 sel/L.
Kelimpahan tertinggi terdapat pada Stasiun II (92.000 sel/L) dan kelimpahan paling
rendah pada Stasiun IV (42.000 sel/L).
Genus Rhizosolenia dari Kelas Bacillariopyceae memiliki kelimpahan paling
tinggi (16.000-40.000 sel/L). kelimpahan Rhizosolenia juga mendominasi di Perairan
Timur Pantai Belitung 1.104-25.969 sel/m3. Hal tersebut diduga karena kelimpahan
Rhizosolenia akan mengurangi jumlah kelimpahan fitoplankton lainnya berhubungan
dengan kempetisi nutrisi atau dapat dikatakan bahwa Rhizosolenia berhasil dalam
kompetisi dengan fitoplankton lain. Rhizosolenia melimpah diduga pula karena
perairan Pulau Selayar memiliki parameter lingkungan yang sesuai dengan
habitatnya yaitu salinitas (31 ppt), suhu (24-26,6oC), oksigen terlarut (5,488-5,814
mg/L) (data parameter lingkungan di sekitr perairan Kepulauan Selayar diperoleh
berdasarkan penelitian Rashidy ea al. pada bulan Agustus 2013).
Indeks keanekargaman fitoplankton berkisar antara 1,539-1,766
(keanekaragaman sedang). Indeks keanekaragaman sedang-tinggi diduga berkaitan
dengan kemampuan sejumlah spesies untuk memanfaatkan dan keanekaragaman.
Indeks keseragaman fitoplankton berkisar antara 0,773-0,889 (keseragaman tinggi).
keseragaman tinggi menunjukkan bahwa kekayaan individu pada masing-masing
spesies relative sama, dengan kata lain tidak terlalu berbeda atau tidak ada dominansi
jenis tertentu.
Indeks dominasi fitoplankton berkisar antara 0,111-0,227 (tidak ada
dominasi). Nilai indeks keseragaman akan berbanding terbalik dengan nilai indeks
dominasi. Indeks kesamaan komunitas pada fitoplankton berkisar anatar
30,77-76,92% masuk dalam kategori rendah, kategori sedang, kategori tinggi. stasiun
yang memiliki kesamaan paling tinggi adalah stasiun III dengan Stasiun IV
(76,92%). Stasiun II dan stasiun V memiliki indeks kesamaan paling rendah
(30,77%).
Kelimpahan zooplankon di peroleh nilai 2.240-4.880 ind/l, berdasarkan nilai
kelimpahan tersebut menurut Goldman dan Horne (1983) perairan Pulau Gusung
masuk dalam kategori perairan yang memiliki kesuburan sedang (mesotrofik).
Kelimpahan tertinggi berada pada Stasiun I (4.880 ind/l) dan Stasiun III memiliki
kelimpahan paling kecil (2.240 ind/l).
Genus Limacina dari kelas Gastropoda mempunyai nilai kelimpahan yang
tinggi di setiap stasiun yaitu berkisar antara 400-1.440 ind/l. Liamacina tergolong
dalam Kelas Ptereopot kelompok Thecopsomata dan merupakan holoplankton atau
sering disebut planktonic mollusc. Biasanya Limacina besifat omnivora, pakannya
terdiri dari larva gastropoda, crustacea, dinoflagellata dan diatom. Alasan tersebut
yang diduga membuat jumlahnya melimpah di perairan Pulau Gusung karena
ketersediaan pakan yang tercukupi. Berlimpahnya copepoda pada setiap stasiun
menjadi alasan Limacina juga ikut berlimpah.
Komposisi zooplankton ditemukan 25 genus dan 10 kelas dari 7 filum yaitu
Arthopoda (15 genus dari 3 kelas), Cnidaria (1 genus dari 1 kelas), Chaetognata (1
genus dari 1 kelas), Protozoa (1 genus dari 1 kelas), Annelida (3 genus dari 1 kelas),
Mollusca (4 genus dari 2 kelas), Chordata (1 kelas).

6. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Kepualan Selayar


Kabupaten Pangkep (Pangkajene Kepulauan) terletak antara 1100BT dan 40
4’ LS sampai dengan 8000’ LS atau terletak di pantai barat Sulawesi Selatan.
Kabupaten Pangkep terdiri dari 12 kecamatan yaitu 9 kecamatan daratan dan 3
kecamatan kepulauan dengan luas wilayah 1.112,29 km2 dan berjarak 51 km dari
kota Makassar. Kabupaten Pangkep memiliki 97 desa, 48% (46 desa) saja
diantaranya merupakan daerah pantai, 8% (8 desa) lereng/bukit dan 44% (43 desa)
adalah daratan. Adapun batas-batas administrasinya sebagai berikut :
Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kab. Barru
Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kab. Maros
Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kab. Bone
Sebelah Barat: Berbatasan dengan pulau Kalimantan, Pulau Jawa dan Madura,
Pulau Nusa Tenggara, Pulau Bali.
Jumlah penduduk Kab. Pangkep adalah sebanyak 279.887 jiwa. Sebagaimana
lazimnya pada wilayah-wilayah kepulauan di seluruh Indonesia, sektor perikanan
dan kelautan merupakan sektor yang paling menonjol. Perairan pesisir merupakan
salah satu perairan yang memberikan manfaat yang besar terhadap ekosistem-
ekosistem di sekitarnya serta terhadap organisme yang hidup dan berasosiasi di
dalamnya. Pada perairan ini, hidup berbagai jenis biota yang saling berinteraksi
dan bersimbiosis antara satu dengan yang lainnya. Oraninesme-organisme tersebut
antara lain adalah nekton, benthos, dan plankton. Plankton yang terdiri atas
fitoplankton dan zooplankton merupakan makanan alami bagi larva organisme di
perairan laut. Sebagai produsen primer, fitoplankton memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dalam aktivitas kehidupannya.
Sementara itu, zooplankton berkedudukan sebagai konsumen primer dengan
memanfaatkan sumber energi yang dihasilkan oleh produser primer (Lagus et
al., 2004; Andersen et al., 2006).
Produksi primer fitoplankton dalam suatu perairan dikontrol oleh
kehadiran zooplankton pada perairan tersebut. Kehadiran dan kelimpahan
zooplankton sangat erat kaitannya dengan perubahan lingkungan dan ketersediaan
makanan. Organisme ini hanya dapat hidup dan berkembang dengan baik pada
kondisi perairan yang sesuai seperti perairan laut, sungai, dan waduk. Apabila
kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan zooplankton, maka zooplankton
akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Begitu pula sebaliknya, jika kondisi
lingkungan dan ketersediaan fitoplankton tidak sesuai dengan kebutuhan
zooplankton, maka zooplankton tidak dapat bertahan hidup dan akan mencari
kondisi lingkungan yang sesuai (Thoha, 2004).
Kondisi lingkungan yang sesuai bagi zooplankton dapat ditemukan pada
perairan-perairan yang tidak mendapat tekanan ekologis dari daratan ataupun dari
perairan itu sendiri. Kondisi perairan seperti itu sangat dipengaruhi oleh berbagai
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, baik kegiatan yang dilakukan di
daratan maupun kegiatan pada perairan bersangkutan. Demikian halnya
keberadaan zooplankton sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di sekitar perairan Pangkep.
Fitoplankton memegang peranan penting pada ekosistem perairan.
Fitoplankton dikenal sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil sehingga
mampu melakukan fotosintesis. Kandungan klorofil pada perairan memiliki
keterkaitan dengan kelimpahan fitoplankton (Febriyati et al.,2012). Fitoplankton
sebagai produsen primer mampu mengubah zat-zat anorganik menjadi zat-zat
organik dengan bantuan cahaya matahari dan pigmen fotosintetik klorofil-a.
Produktifitas primer fitoplankton di laut tergantung pada beberapa faktor lingkungan
seperti nutrien. Kepadatan fitoplankton dipengaruhi oleh sebaran nutrien yang
kemudian akan mempengaruhi variasi kepadatan secara vertikal dan horizontal
(Zulhaniarta et al. 2014).
Wilayah pesisir telah menjadi subyek peningkatan tekanan akibat perubahan
penggunaan dan perluasan lahan oleh manusia. Perairan ini banyak menerima
beban masukan bahan organik maupun anorganik. Bahan antropogenik ini
berasal dari berbagai sumber seperti kegiatan pertambakan dan pertanian
selanjutnya memasuki perairan melalui aliran sungai dan run-off dari daratan.
Sumber ini merupakan salah satu sumber nutrien dalam perairan pesisir.
Perairan pesisir Pangkep misalnya, telah banyak mendapat run-off
daratan dari kegiatan pertanian, sepanjang aliran sungai dengan kegiatan
pertambakan dan pertanian yang banyak memberikan suplai dari penggunaan
pupuk yang mengandung N dan P. Penelitian terkait yang dilakukan Nasir et
al.(2015), menunjukkan perairan pesisir Pangkep telah mengalami eutrofikasi
dan dominansi fitoplankton dari jenis diatom dengan presentase sekitar 99,6-
99,9%. Walaupun dari jenis ini kurang berbahaya, akan tetapi telah mengganggu
keseimbagan produktivitas primer, namun bulan Nopember 2014, telah terjadi
perubahan komposisi fitoplankton yang didominasi oleh jenis T richodesmium
sebesar 28% dari 17 jenis yang ditemukan dengan kelimpahan 7100 sel/L
(Andriani et al., 2014). Kondisi ini berdampak pada kematian massal biota
perairan sepanjang aliran sungai Pangkep hingga muara. Kelimpahan
Trichodesmium ini dipicu oleh peningkatan konsentrasi fosfat sebesar 0,206 mg/L
dan amoniak 2,22 mg/L.Alaerts and Santika (1985) menyatakan, jika kadar amoniak
suatu perairan terdapat dalam jumlah terlalu tinggi (>1,1 mg/L) dugaan adanya
pencemaran.
Perairan pesisir Pangkep, sepanjang aliran sungai hingga muara memiliki
gradient salinitas pada musim kemarau mulai dari 9‰ hingga 27‰. Kondisi suhu,
pH dan oksigen terlarut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada tiap
lokasi. Suhu permukaan air pada tiap lokasi penelitian relatif sama, dengan nilai
berkisar 29,1-30 oC, pH berkisar 7,41-7,97, dan oksigen terlarut berkisar 6,04- 6,75
mg/L. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan batas
bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya fitoplankton akan tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 30 oC-35 oC (Haslam, 1995). Hal ini
masih bersesuaian dengan pertumbuhan fitoplankton di perairan pesir dan laut Kab.
Pangkep. Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang berpengaruh pada
fitoplankton. Variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis, terutama di daerah
estuaria khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batasbatas
salinitas yang kecil (stenohalin) (Kaswadji et al.,1993). Salinitas yang baik untuk
pertumbuhan fitoplankton adalah berkisar 10-40 ‰ (Raymond, 1980).
Selanjutnya Sachlan (1972), menyatakan pada salinitas 0-10 ‰ hidup plankton air
tawar, pada salinitas 10-20 ‰ hidup plankton air tawar dan air laut, sedangkan
pada salinitas yang lebih besar dari 20 ‰ hidup plankton air laut.
Nilai pH sangat menentukan dominansi fitoplankton. KEPMENLH
(2004), yang menyatakan kondisi derajat keasaman optimal untuk kehidupan
fitoplankton adalah 7- 8,5. Dengan demikian, kondisi pH yang didapatkan masih
cukup sesuai dengan kehidupan fitoplankton. Selain itu, Kelarutan oksigen 2 mg/L
sudah cukup untuk mendukung kehidupan fitoplankton selama perairan tersebut
tidak mengandung bahan-bahan yang bersifat toksik (Effendi, 2003). Menurut
KEPMNLH (2004), kisaran kandungan oksigen terlarut normal sesuai dengan
baku mutu kualitas air untuk biota laut yaitu >5 mg/L.
7. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Perairan Takalar
Takalar merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang memiliki
keindahan alam dominan di daerah laut. Kabupaten Takalar berada diantara 5.3o-
5.33o LS dan antara 119.22o-118.39° BT. Kabupaten Takalar dengan ibu kota
Pattalasang terletak 29 km arah selatan dari Kota Makassar ibukota Provinsi
Sulawesi Selatan. Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah sekitar 566,51 km Bagian
Utara Kabupaten Takalar berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa,
bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Gowa, bagian
Selatan dibatasi oleh Laut Flores, sementara bagian barat dibatasi oleh Selat
Makassar.

Gambar 1. Peta Lokasi Kepulauan Tanakeke Kab. Takalar


Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir (pantai) memiliki
dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan
batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore).
Plankton merupakan organisme mikroskopis yang hidupnya mengapung atau
melayang– layang di perairan baik laut maupun tawar. Peranan organisme ini sangat
penting, salah satunya sebagai sumber makanan organisme lainnya yang hidup pada
tingkatan tropik yang lebih tinggi dalam perairan. Pada dasarnya, plankton terbagi
atas dua kelompok besar yaitu plankton tumbuhan (fitoplankton) dan plankton
hewani (zooplankton) (Nontji, 2008).
Organisme ini dapat ditemukan di hampir seluruh habitat perairan dengan
kelimpahan dan komposisinya yang bervariasi. Variasi kelimpahan dan
komposisinya bergantung pada kondisi suatu lingkungan. Beberapa faktor
lingkungan abiotik seperti paramater fisik-kimia (suhu, intensitas cahaya, salinitas,
dan pH) merupakan faktor-faktor yang berperan penting dalam menentukan
perkembangbiakan zooplankton di perairan. Di samping itu, faktor biotik seperti
tersedianya pakan (fitoplankton) dan banyaknya predator serta perilaku jenis-jenis
zooplankton dalam bersaing memperebutkan makanan merupakan faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan komposisi jenis-jenis zooplankton itu
sendiri (Arinardi,1997).
Seperti halnya fitoplankton yang berperan sebagai produser primer (penyedia
energi pada jenjang tropik yang lebih tinggi), peranan zooplankton justru
meneruskan energi tersebut dalam jenjang tropik yang lebih tinggi (Castro & Huber,
2007).
Salah satu organisme yang memanfaatkan zooplankton sebagai bahan
makananya adalah larva kuda laut. Ini sejalan dengan penelitian yang pernah
dilakukan oleh Redjeki (2007) yang memanfaatkan zooplankton jenis Copepoda
sebagai pakan alami kuda laut. Perairan kepulauan Tanakeke termaksud salah satu
perairan yang banyak di temukan kuda laut. Kuda laut bukan merupakan organisme
yang ditemukan di hampir semua wilayah perairan. Terkhusus di wilayah Sulawesi
Selatan, kuda laut hanya ditemukan pada perairan tertentu saja seperti halnya di
perairan Kepulauan Tanakeke Kabupaten Takalar (Syafiuddin, 2004).
Kelangsungan hidup dan pertumbuhan kuda laut ditentukan oleh keberadaan
zooplankton yang merupakan makanan dari larva kuda laut itu sendiri. Kuda laut
dapat tumbuh dan berkembang di perairan Kepulauan Tanakeke Kabupaten Takalar
merupakan fenomena tersendiri pada perairan ini ditinjau dari sebagian besar
wilayah perairan pesisir laut di Sulawesi Selatan. Perairan itu memiliki kekhasan
tersendiri yang berbeda dengan wilayah perairan laut lainnya dalam wilayah ini.
Bagian terbesar dari organisme zooplankton adalah anggota filum
Arthropoda dan hampir semuanya termasuk ke dalam kelas Crustacea. Holoplankton
yang paling umum ditemukan dilaut adalah cepopoda. Copepoda merupakan
zooplankton yang mendominasi di semua laut dan samudera, serta merupakan
herbivora utama dalam perairan bahari dan memiliki kemampuan menentukan
bentuk kurva populasi fitoplankton. Copepoda berperan sebagai mata rantai yang
sangat penting antara produksi primer fitoplankton dengan karnivora besar dan kecil
(Nybakken, 1992). Kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan
fitoplankton, karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton, dengan
demikian kuantitas atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi
kandungan fitoplanktonnya (Arinardi, 1997).
Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan dengan penyebaran
zooplankton. Zooplankton bermigrasi ke arah horizontal dan vertikal mengikuti
kelompok fitoplankton. Jika sudah mencapai tingkat kepadatan tertentu
perkembangan zooplankton akan berkurang dan memberi kesempatan pada
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak sehingga menghasilkan konsetrasi
yang tinggi (Nybakken, 1992).
Rangsangan utama yang mengakibatkan zooplankton melakukan migrasi
harian vertikal adalah cahaya. Pola yang umum tampak adalah zooplankton terdapat
di dekat permukaan laut pada makan hari, sedangkan menjelang dini hari dan
datangnya cahaya mereka bergerak lebih ke perairan yang dalam (Pranoto, 2008).
Menurut Nybakken (1988), zooplankton hidup sangat beraneka ragam, yang
terdiri atas berbagai bentuk larva dan bentuk dewasa yang dimiliki hampir seluruh
filum hewan. Organisme ini menempati posisi penting dalam rantai makanan dan
jaring – jaring kehidupan di perairan. Kelimpahan zooplankton akan menentukan
kesuburan suatu perairan. Oleh karena itu, dengan mengetahui keadaan plankton
(zooplankton termasuk didalamnya) di suatu perairan, maka akan di ketahui kualitas
perairan tersebut. Hal ini dapat diketahui dengan melihat kelimpahan,
keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi jenis zooplankton di perairan
tersebut. Patterson (1998) menyatakan bahwa komunitas plankton sangat sensitif
pada perubahan lingkungan. Perubahan pada struktur komunitas zooplankton
(kelimpahan, keragaman, keanekaragaman, dan dominansi) mengindikasikan bahwa
perairantersebut telah terjadi gangguan atau terjadi perubahan – perubahan.
Selain memiliki banyak daerah laut, dan juga memiliki banyak pulau yang
bagus tidak kalah dengan kabupaten pangkep, salah satu pulau yang memiliki daya
tarik bagi wisatawan yaitu Pulau Sanrobengi yaitu pulau pasir putih yang indah, dan
juga memiliki keindahan hijaunya tumbuhan yang tumbuh di daratan pulau
sanrobengi. Konon katanya jika anda berkunjung ke pulau ini anda akan merasakan
mandi cahaya ketika sunset datang di sore hari. Pulau Sanrobengi terletak di Desa
Boddiya, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan,
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai