TINJAUAN UMUM
TUBERKULOSIS PARU
2. Etiologi TB Paru
Penyebab dari TB paru adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
ini memiliki ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3-0,6/um. Bakteri ini
bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang
memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Bakteri ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (BTA
Bakteri Tahan Asam). Bakteri ini cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur
lama) selama beberapa tahun.4
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis.Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.4
3. Epidemiologi TB Paru
Data WHO 2012 menginformasikan bahwa terdapat 182 negara
anggota dari total 204 negara di dunia memiliki 99% kasus TB Paru.5 Di
Indonesia didapatipenemuan kasus TB Paru pada tahun 2008 provinsi yang
tertinggi adalah di Provinsi Sulawesi Utara yakni 89,6% dan diikuti oleh
DKI Jakarta sebesar 85,5% dan Banten 78,6% dari angka perkiraan kasus
menular TB Paru. Sedangkan di Sumatera Utara prevalensi TB Paru pada
tahun 2008 yakni 67,0%.4
Menurut Jenis kelamin prevalensi kasus TB Paru pada tahun 2008
tidak memiliki perbedaan yang signifikan yaitu laki-laki berkisar 57-59%
dan perempuan 40-43%.4
4
pada TB paru didapati hilang timbul dan sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu
makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, nyeri otot,
keringat malam, dan lain-lain.
5. Patogenesis Tuberkulosis
5.1. Tuberkulosis Primer
Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernapasan,
saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Namun, penularan
yang paling sering terjadi adalah melalui inhalasi droplet yang melalui
udara. Kuman yang dibatukkan atau dibersinkan yang keluar menjadi
droplet nucleid merupakan partikel infeksi yang bisa menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembapan. Partikel infeksi dapat masuk ke alveolar
dengan ukuran partikel < 5 mikrometer.1,6
Bial kuman masuk yang pertama kali menghadapinya adalah neutrofil,
kemudian kuman akan dibersihkan oleh makrofag kemudian keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Namun, bila kuman bersarang di jaringan paru dan berkembang biak dalam
sito-plasma makrofag, akan menyebabkan kuman terbawa masuk ke organ
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk
sarang tuberkulosisi peneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek
primer atau sarang (fokus) Ghon.6,7
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah
bening hilus (limfadenitisregional). Gabungan ketiga kejadian ini
dinamakan komplek primer (Ranke), yang memiliki lama proses 3-8
minggu. Komplek primer ini selanjutnya dapat menjadi :6
- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan bekas.
6
6. Penegakan Diagnosa
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan :6
- Gejala klinis
- Pemeriksaan fisik
- Bakteriologik
- Radiologik
Gejala klinis TB paru meliputi gejala respiratorik dan gejala sistemik :
Radiologik
a. Gambaran lesi aktif :6
- Bayangan berawan segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah.
- Kavitas lebih dari 1 dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
- Bercak milier, terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar
merata pada seluruh lapangan paru.
- Efusi pleura unilateral/bilateral (massa cairan dibagian bawah paru).
- Fibrotik, terlihat bayangan bergaris-garis.
- Kalsifikasi : terlihat bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi
- Penebalan pleura (pleuritis)
- Atelektasis : terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang
dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian
paru.
9
b. Lesi minimal
Dikatakan lesi minimal terjadi bila proses mengenai sebagian dari satu
atau dua paru, luas tidak lebih dari sela iga 2 depan.
c. Lesi luas
Dikatakan lesi luas terjadi bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Bakteriologik
Bahan pemeriksaan :6
- Sputum
- Cairan pleura
- Bilasan bronkus
- Bilasan lambung
- Cairan serebrospinalis
Interpretasi pemeriksaan dahak menurut rekomendasi WHO : 8
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : negatif
Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
Ditemukan 10-99 BTA : 1+
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang : 2+
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapangan pandang : 3+
7. Penatalaksanaan
Pengobatan TB paru terbagi atas 2 fase :6,8
Fase intensif ( 2-3 bulan)
Fase lanjutan ( 4-7 bulan)
10
Keterangan :
R : Rifampisin
H : INH
Z : Pirazinamid
E : Etambutol
S : streptomisin
11
Evaluasi Pengobatan :6
1. Evaluasi klinik
Pasien dievaluasi tiap 2 minggu pada 1 bulan pertama selanjutnya
tiap bulan
2. Evaluasi Bakteriologik
Mendeteksi konversi sputum serta resistensi
3. Evaluasi Radiologik
Sebelum pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan dan akhir
pengobatan
4. Evaluasi efek samping obat
Awal pengobatan periksa fungsi hati, fungsi ginjal, darah lengkap,
uji visus dan buta warna, uji keseimbangan dan audiometri.
5. Evaluasi keteraturan berobat
Ketidakteraturan berobat menyebabkan timbulnya resistensi
Pasien dikatakan sembuh bila :
- BTA mikroskopik 2 kali negatif, pada fase intensif dan akhir
pengobatan
- Foto toraks serial stabil
- Biakan sputum negatif
Metode DOTS
WHO menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan
TB adalah dengan menerapkan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short Course)
DOTS mengandung 5 komponen :
a. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional.
b. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis
c. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung,
dikenal dengan istilah Directly Observed Theraphy (DOT)
d. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
e. Monitoring secara pencatatan dan pelaporan yang baku/standar.3
13
1. Tujuan DOTS
a. Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
b. Mencegah putus berobat
c. Mengatasi efek samping obat jika timbul
d. Mencegah resistensi
2. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :
a. Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, missal tiap minggu maka
paramedis atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO
(Pengawas Minum Obat). Bila pasien diperkirakan tidak
mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi
dengan Puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat
dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini.
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO :
Petugas kesehatan
Orang lain (kader, tokoh masyrakat, dll)
Suami/istri/keluarga/orang serumah.
b. Pasien dirawat
Selama perawatan di RS yang berindak sebagai PMO
adalah petugas RS, selesai perwatan untuk pengobatan
selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.3
8. Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi seperti :6
Tabel.1.4. Komplikasi TB Paru
Komplikasi dini Komplikasi lanjut
- Pleuritis - Obstruksi jalan
- Efusi pleura napas
- Empiema - Kor pulmonal
- Laringitis - Karsinoma paru
15
DAFTAR PUSTAKA
TINJAUAN KHUSUS
Pembahasan
Pada bab ini akan dibahas mengenai kecocokan antara teori dan
tinjauan kasus pada pasien laki-laki berumur 20 tahun menderita TB paru di
RS HKBP Balige zall F.
TB paru ini merupakan penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis, yang menular melalui droplet, khususnya
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung BTA.6
lapangan paru atas dextra dan ditemukan pula ronkhi basah pada bagian
apeks paru.
Hal ini menunjukkan bahwa, pengkajian teori tentang TB paru dan
masalah yang ditemukan pada study kasus sejalan.
B. Merumuskan diagnosa.
Dalam menegakkan suatu diagnosa, harus berdasarkan pendekatan
yang didukung dan ditunjang oleh beberapa data, baik data subjektif
maupun data objektif serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
yaitu pemeriksaan sputum dan radiologi.
Pada study kasus “Simamora, Mual Jenri (20 thn), diperoleh
diagnose TB paru, karena anamnesis yang ditemukan yaitu demam, batuk
kronis, batuk darah, dan penurunan nafsu makan sejalan dengan teori. Dari
pemeriksaan fisik juga ditemukan hal yang sejalan dengan teori yaitu
ditemukan stem fremitus yang mengeras pada lapangan paru dextra, sonor
memendek pada lapangan paru dextra, dan ditemukan pula suara pernafasan
vesikuler melemah disertai dengan suara tambahan ronkhi basah.
Diagnosa ini juga didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan
radiologi. Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan BTA 3x,
ditemukan BTA (+). Pada pemeriksaan radiologi diperoleh lesi infiltrat pada
lapangan paru atas dextra yang khas sekali dengan TB paru.
Dari teori yang sejalan dengan masalah yang ditemukan pad study
kasus, diperoleh diagnos “Simamora, Mual Jenri (20 thn)” dengan TB paru
kasus baru karena pada anamneses, pasien belum pernah mendapat
pengobatan OAT.
C. Therapi
Setelah didiagnosis TB paru, pasien harus segera mendapatkan OAT
dengan fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Pada study
kasus “Simamora, Mual Jenri (20thn)” dengan TB Paru juga menjalani
OAT. Berdasarkan karakteristik dengan BTA (+) dan kasus baru,
“Simamora, Mual jenri harus menjalani OAT dengan fase intensif 2 bulan,
18
setiap hari mengkonsumsi INH 400 mg, Rifampisin 600 mg, Pirazinamid
2000 mg, Etambutol 1000 mg. Setelah menjalani fase intensif, pasien juga
harus menjalani OAT dengan fase lanjutan 4 bulan mengkonsumsi INH 400
mg dan Rifampisin 600 mg yang diberikan 3 kali seminggu.
Evaluasi pengobatan juga harus dilakukan sesudah pasien diterapi
dengan OAT yaitu evaluasi klinik, bakteriologik yaitu pemeriksaan sputum
serta resistensi OAT, radiologik yang dilakukan tiap 2 bulan ,dan evaluasi
efek samping OAT yaitu fungsi hati dan ginjal.6
KUMPULAN PERTANYAAN
PRESENTASI KASUS
Jawaban