Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kelainan His


Kelainan his adalah suatu keadaan dimana his tidak normal, baik
kekuatannya maupun sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan. His
yang normal atau adekuat adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan
persalinan. His persalinan tersebut meliputi secara klinis yaitu minimal 3 kali
kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40 – 60 detik, sifatnya kuat. Bila
melalui KTG yaitu 3 kali kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40 – 60
detik dengan tekanan intrauterine 40 – 60 mmHg.

2.2 Klasifikasi
Kelainan his dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Insersia uteri hipotoni ( disfungsi uteri hipotonik ) : kontraksi uterus
teroordinasi tetapi tidak adekuat.
Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
a) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang
tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan
persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita
telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
Penyebab:
- Gangguan pertumbuhan uterus :
bikornis unikolis/hipoplasia uteri
- Uterus yang terlalu tegang
- Kehamilan yg sering dgn jarak
pendek
4
- tumor ddg uterus : mioma uteri
- Keadaan umum jelek : anemia,
penyakit kronis, febris
- Faktor psikologis : takut &
emosional
- Bagian bawah janin tak
berhubungan erat dg SBU
1. Telalu lama istirahat
2. Perut gantung
3. Kelainan letak
4. DKP

b) Inersia uteri sekunder


Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik,
kemudian pada keadaan selanjutnya menjadi lemah
Penyebab:
- Pemberian sedativa berlebihan

- Persalinan lama/tidak maju: distosia faktor janin/jalan lahir

Komplikasi :

- Ibu : infeksi, partus lama, partus kasep


- Janin : infeksi intra uterine, gawat janin, janin mati dalam Rahim

5
2. Insersia uteri hipertoni ( disfungsi uteri hipertonik / disfungsi uteri
inkoordinasi ) : kontraksi uterus tidak terkoordinasi, kuat tetapi tidak
adekuat.
Dibedakan menjadi :

– Polaritas terbalik (hipertonik SBU) terdapat dominasi servikal,


tidak ada dominasi fundal

– Uterus kolik : tidak ada koordinasi bagian yang satu dengan bagian yang
lain. Bagian yang satu kontraksi, bagian yang lain relaksasi

– Lingkaran konstriksi (spasmus uterus lokal) : kontraksi uterus hanya


terdapat pada satu bgn saja

– Distosia servikalis : Serviks tidak membuka walaupun his baik


Macam distosia servikalis :

– Primer : faktor psikis, koordinasi uterus


inkoordinasi

– Sekunder : kelainan organ serviks, bekas parut, konglutinasio serviks


uteri, tumor serviks
3. Incoordinate uterine contraction (His yg tdk terkoordinasi)
Adalah sifat his yang berubah-ubah tidak ada koordinasi dan sinkronasi
antara kontraksi dan bagian-bagiannya, jadi kontraksi tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan.

2.3 Etiologi
Kelainan his dapat disebabkan oleh
6
1. Insersia uteri hipotoni : panggul sempit, kelainan letak kepala, penggunaan
analgesia terlalu cepat, hidramnion, gemeli, ibu merasa takut, salah
memimpin persalinan.
2. Insersia uteri hipertoni : pemberian oksitosin berlebihan.

2.4 Penyulit
Kelainan his ( insersia uteri ) dapat menimbulkan kesulitan, yaitu :
1. Kematian atau jejas kelahiran
2. Bertambahnya resiko infeksi
3. Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda-tanda : nadi dan suhu meningkat,
pernapasan cepat, turgor berkurang, meteorismus dan asetonuria.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Kelainan his dapat didukung oleh pemeriksaan

1. KTG
2. USG

2.6 Penatalaksanaan

Kelainan his dapat diatasi dengan :

1. Pemberian infus pada persalinan lebih 18 jam untuk mencegah timbulnya


gejala-gejala atau penyulit diatas.

2. Insersia uteri hipotoni : jika ketuban masih ada maka dilakukan amniotomi
dan memberikan tetesan oksitosin (kecuali pada panggul sempit,
penanganannya di seksio sesar.

7
3. Insersia uteri hipertoni.

TANDA HIS NORMAL

 fundal dominan
 simetris
 makin lama, makin kuat, makin sering
 relaksasi baik.

Bila satu atau lebih tanda tersebut tidak dijumpai atau tidak sesuai,
keadaan tersebut disebut gangguan / kelainan his. Kelainan his kita bedakan
menjadi 3 yaitu Inersia uteri primer ( hipotonic uterine contraction ) dan

8
sekunder, Hipertonic uterine contraction, dan Incoordinate uterine
contraction.

PENANGANAN

a. Pada keadaan Hipoptonic uterine Contraction

1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus


diperhatikan.

2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang


kemungkinan- kemungkinan yang ada.

3. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,


evaluasi kemajuan persalinan 12 jam kemudian dengan periksa dalam.
Jika pembukaan kurang dari 3 cm, porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita
diistirahatkan, diberikan sedativa sehingga dapat tidur. Mungkin masih
dalam "false labor". Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada
kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus
pitosin. Perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24
jam setelah ketuban pecah, agar prognosis janin tetap baik.

4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :

a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sefalopelvik dengan pelvimetri


klinik atau radiologi. Bila ada CPD maka persalinan segera diakhiri
dengan sectio cesarea.

b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus.

9
c. Nilai kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada
kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea.

d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau
cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan
alat tersebut.

b. Pada keadaan Hipertonic uterine Contraction


Penanganan:
a) Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya asal janin tidak akan lahir
dalam waktu dekat (4-6 jam).
b) Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan
secsio sesaria.
c) Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir
tiba-tiba dan cepat.
• Terapi :

– SBU hipertonik, Uterus kolik, lingkaran konstriksi

• Kala I : lakukan SC

• Kala II : Narkosa dalam, coba pervaginam gagal

SC

• Terapi :

– Distosia servikalis :

10
• Primer : terapi sama dengan segmen bawah rahim yang hipertonik

• Sekunder : SC, sebab dapat terjadi :

– Ruptur uteri

– Robekan serviks meluas ke SBU

– Serviks lepas melingkar (anular cervix detachment)

c. his tidak terkoordinasi

Penanganan:
a) Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obat anti sakit
dan penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin, dan valium.
b) Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut-larut selesaikanlah
partus menggunakan hasil pemriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forseps
atau seksio sesaria.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

11
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal, fundus
berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain. Kelainan terletak
pada kontraksinya yang singkat dan jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak
berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his
normal. Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Inersia uteri primer
Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsung
lama dan terjadi pada kala I fase laten.
b. Inersia uteri sekunder
Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan terjadi
pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah. Dapat
ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan. Pada bagian
terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah. Dewasa ini
persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama sehingga dapat
menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarang
ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu
persalinan.

3.2 SARAN
Kita sebagai tenaga kesehatan khusunya bidan harus mengetahui dengan
benar tanda dan gejala dari His Hipotonik agar dapat mendeteksi secara dini His
Hipotonik tersebut agar dapat berperan aktif dalam menurunkan angka kematian
pada ibu dan janin.

12

Anda mungkin juga menyukai