Anda di halaman 1dari 53

BAB II

PIAGAM MADINAH

A. Kondisi Masyarakat Madinah Sebelum Lahirnya Piagam Madinah

1. Kondisi Soial-Budaya

Masyarakat Madinah merupakan masyarakat yang heterogen.

Terdapat sebelas klan dan delapan diantaranya beragama Yahudi.

Penduduknya terdiri dari tiga komunitas besar, yaitu kelompok

Yahudi, Arab Pagan, dan penganut Kristen. Masyarakat Yahudi yang

terkenal pada masa itu bani Qainuqa’, bani Nadzir, dan bani

Quraidzah. Kabilah kabilah inilah yang selalu menyulut peperangan

antara kabilah Aus dan Khazraj sejak waktu yang cukup lama, bahkan

mereka terlibat langsung dalam perang Bu’ats dengan memihak

sekutu masing-masing. 28

Selain itu di kota Madinah terdapat pula golongan suku dari

bangsa Arab yang sudah lama menetap, yakni suku Aws dan Khazraj.

Kedua suku ini sering terjadi perselisihan yang cukup lama. Dari

tahun ke tahun, barometer kehidupan senantiasa mengalami

destabilitasi. Peperangan besar maupun kecil sering melanda kepada

kedua bangsa ini. Selain itu dari kalangan Yahudi ikut serta dalam

konflik yang berkepanjangan ini. Suatu suku bergabung dalam

persekutuan dengan suku lainnya mengadakan perlawanan pada suku

28
lihat. Syafiyurrahman Almubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Alih Bahasa: Suchail Suyuti
(Jakartai: Gema Insani) Hal.127

25
yang lain. 29 Contohnya dari kalangan Yahudi terutama dari suku

Qainuqa’ bersekutu dengan Khazraj, sedangkan suku Nadzir dan

Quraidzah bersekutu dengan suku Aws.

Selebihnya terdapat kelompok-kelompok kecil dari bangsa

Yahudi yang hidup di sekitaran kota Yastrib yang berjumlah 18 antara

lain: Bani Anif, Bani Qashish, Bani Hadal, Bani ‘Amru, Bani Murid,

Bani Muhammam, Bani Muawiyah, Bani Za’ura, Bani Zaid Al-Lat,

Bani Hajar, Bani Za’labah, Bani Juwaniyah, Bani Ikrimah, Bani

Rabikh, Bani Marawah, Bani Marawah, dan Bani Na’idhah. 30 Namun

secara keseluruhan jumlah suku atau kelompok-kelompok dalam

masyarakat Madinah yang tertulis dalam Piagam Madinah hanya

berjumlah 19 kelompok, yakni terdiri dari kalangan orang-orang

muhajirin dari Qurays, orang-orang anshar yang berjumlah 8

kelompok, dan orang-orang Yahudi yan terdiri dari 10 kelompok.

Kelompok suku-suku kecil lainnya yang tidak disebutkan dalam

Piagam Madinah sebagai pelengkap keanekaragaman masyarakat

Madinah.

Disini terdapat pola hubungan sosial yang berbeda dengan pola

hubungan sosial yang berlaku di makkah. Ditengah-tengah masyarakat

yang mayoritas memeluk ajaran Muhammad, seorang rantenir Yahudi

tidak dapat memperbudak seorang bangsa arab yang mempunyai

hutang, apalagi tidak mampu melunasi hutang-hutangnya. Berbeda


29
Abdurrahman Asy-Syarqowi, Muhammad sang Pembebas, terj. Ilyas Siraj.
Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 136-137
30
Zuhairi Misrawi, Madinah Kota Suci, hal.169-170

26
sekali hubungan antara kreditur dan debitur yang dilakukan oleh

masyarakat Qurays.

Beberapa penjelasan dalam buku-buku sejarah mengatakan

bahwa orang-orang Yahudi yang berada di Yastrib tidak seluruhnya

berlatar belakang Yahudi. pada hakikatnya ada sebagian orang Arab

yang memeluk agama Yahudi. Menurut Philip K. Hitty dalam

bukunya The History Of Arabs mengatakan bahwa, Arab bukanlah

entitas agama, Arab adalah etitas kebudayaan yang mana mereka

dipersatukan oleh bahasa budaya, bukan hanya agama. Satu hal yang

dapat ditarik kesimpulan bahwa Yastrib adalah tempat yang nyaman

bagi orang-orang Yahudi. namun tidak dapat dipungkiri bahwasannya

diantara suku-suku dari bangsa Yahudi banyak perbedaan pandangan

dan Persaingan yang kuat. Sehingga tidak jarang pula terjadi

kesenjangan dikarenakan interaksi sosial yang intensif.

2. Kondisi Agama

Sebelum agama Islam datang di Yatsrib, kota ini telah dihuni

oleh berbagai komunitas dan agama. Ada yang berasal dari komunitas

etnis Arab, baik dari Arab Selatan maupun Utara, juga ada yang

berasal dari komunitas Yahudi. Masing-masing komunitas tersebut

telah memiliki tradisi keagamaan yang sudah lama mereka praktikkan.

Agama yang dianut sebagian besar masyarakat kota Madinah adalah

agama Yahudi dan Nasrani, Selain agama Pagan. Agama Pagan

27
adalah kepercayaan kepada benda-benda dan kekuatan alam seperti

matahari, bintang-bintang dan bulan.

Agama Pagan mayoritas dianut oleh bangsa Arab di daerah

Makkah. Pemujaan terhadap pohon, batu, sumur, mata air, dan benda-

benda lain merupakan hal yang merata pada rumpun bangsa semit

dimana-mana. 31 Di kota Madinah terdapat pula masyarakat golongan

Arab yang menganut agama ini. Dan disaat pada musim datang, tidak

sedikit pula dari mereka yang berkunjung ke kota Makkah guna

menunaikan ajaran Nabi Ibrahim.

Berbeda lain dengan kota Makkah yang masyarakatnya

homogen. Pengelompokan golongan-golongan di kota makkah hanya

terbagi dalam ruang lingkup kabilah. Namun agama mereka tetaplah

satu, yakni agama yang diwariskan dari Nabi Ibrahim. Akan tetapi

semakin berjalannya waktu setelah Nabi Ibrahim tak lagi ada,

penyelewengan terhadap agama semakin terlihat. Yakni masyarakat

memasang berhala-berhala disekeliling ka’bah sehingga mencampur

adukkan ajaran agama Nabi Ibrahim dengan berhala.

Untuk penganut agama Yahudi Yahudi adalah salah satu agama

samawi (yang berdasarkan wahyu dari Allah), agama ini ada sekitar

2000 tahun sebelum agama Islam turun. Kitab sucinya adalahTaurat

yang diturunkan kepada Nabi Musa as. dan dibawa oleh penganutnya

31
Akhmad Sukardja, Piagam Madinah, hal. 61

28
hingga sampai di Yastrib 32. Tidak sedikit pula dari mereka masih ada

yang berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran dari pendahulunya.

3. Kondisi Politik

Sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Yastrib, masyarakat dari

kalangan aws dan khazraj sering terjadi konflik yang berkepanjangan.

Namun, sering kali pula setelah terjadi peperangan antar suku,

terdapat beberapa kesepakatan untuk meredam konflik. Hal ini terjadi

tidak lain adanya campur tangan dari orang-orang Yahudi dengan

memecah belah suku-suku Arab khususnya kelompok Aws dan

Khazraj untuk menguasai kota Yastrib.

Daerah yang terdiri dari berbagai macam kelompok etnis atau

budaya, akan sulit untuk mencapai kebersamaan dan sikap toleransi

jika didalamnya tidak terdapat aturan perundang-undangan

pemahaman multikulturalisme. Sebagai contoh penduduk kota

masyarakat Madinah dalam kehidupannya tidak teratur. Ketidak

teraturan ini dikarenakan penduduknya yang multi golongan itu belum

berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam pemerintahan. 33

Masyarakat Arab mempunyai kebiasaan berperang. Dimana

salah satu tujuannya adalah untuk menunjukkan eksistensi kelompok

mereka. Kebiasaan ini teredapat pula di Madinah. Konflik antara suku

32
Rukman Abdul Rahman Said, Hubungan Islam dan Yahudi Dalam Lintasan Sejarah,
Jurnal al-Asas, Dakwah (FUAD) IAIN Palopo Vol. III, No. 1, (April, 2015), hal. 45.
33
Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah,
(Yogayakarta: Ombak, 2014), hal. 40.

29
Aws dan Khazraj berlangsung cukup lama, yang pertama dikenal

dengan perang samir dan yang terkhir perang Bu’ats (618M). 34

4. Kondisi Ekonomi

Yastrib mempunyai corak yang berbeda dengan Makkah.

Yastrib mempunyai beraneka ragam suku dan agama yang dianut

masyarakat. Mereka tidak mewarisi suatu tempat semisal Ka’bah yang

menjadikan bangsa Arab memperoleh kemuliaan dari tempat itu. Dari

kalangan masyarakat Yastrib khususnya bangsa Yahudi memiliki

semangat yang kuat untuk memupuk harta kekayaan, sehingga

menjadikan salah satu penyulut api bergejolaknya konflik diantara

mereka.

Orang-orang Yahudi terbagi menjadi tiga suku, bani Qainuqa’,

bani Quraidah, dan bani Nadhir. Bani Qainuqa’ menempati kampung

tersendiri, yaitu perkampungan tukang emas. Diperkampungan

tukang emas inilah emas-emas milik penduduk Yastrib bertumpuk-

tumpuk. Dikampung ini terdapat pula bank-bank yang meminjamkan

uang dengan sistem bunga. Para pedagang besar semenanjung Arabia

semua meminta bantuan ke kampung ini untuk meminjam modal

ketika mereka membutuhkan. 35

Suku bani Nadhir dan bani Quraidah memperolah kedudukan

terhormat, karena mereka memiliki lahan-lahan yang luas disuatu

34
M. A. Salahi, Muhammad Sebagai Manusia dan Nabi, Alih Bahasa. Sadat (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2006), hal. 251.
35
Abdurrahman Asy-Syarqowi, Muhammad sang Pembebas, terj. Ilyas Siraj.
(Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 135

30
negeri yang perekonomiannya sebagian besar diperoleh dari sektor

pertanian. Dalam segi teknologi pertanian dan industri, bangsa Yahudi

memberikan dampak yang begitu besar bagi kemajuan perekoomian di

Yastrib sehingga mampu menghasilkan buah-buahan yang melimpah.

Demikian juga dengan sektor peternakan dan industri tenun yang

dikerjakan oleh para wanita. 36

B. Terbentuknya Piagam Madinah

1. Hijrah

Sebelum terjadinya baiat aqabah yang pertama, pada saat musim

haji Muhammad SAW bertemu dengan 6 orang Anshar yakni dari

kabilah Khazraj di Aqabah, Beliau berdakwah dengan mengajak kaum

Khazraj untuk beragama Islam. Beliau menjelaskan tentang Islam dan

membacakan beberapa ayat Al-Qur’an kepada mereka. Orang-orang

Anshar sendiri bercerita tentang keadaan masyarakat dikota madinah

yang sedang dilanda konflik besar antara kabilah Aus, Yahudi dan

Khazraj. 37 Kemudian setelah mereka percaya dengan apa yang

dikatakan Rasulullah untuk membenarkan Islam, mereka pulang ke

kota Madinah. Disana mereka membicarakan perihal tentang apa yang

dikatakan oleh Muhammad SAW serta mengajak tetengga-tetangga

mereka untuk percaya datangnya Nabi dan membenarkan ajarannya.

36
Dr. Akram Dhiya’ Al-Umuri, Ash-Shirah An-Nabawiyah As-Shahihah, terj.Farid
Qurusy dkk, Team Pustaka As-Sunnah, cet-1 (Jakarta: 2010), Hal.22
37
Perlu diketahui bahwa kaum Anshar dari kabilah Khazraj sebagian besar menyembah
berhala. Dan orang-orang Yahudi sendiri menganut aliran monoteisme dikaruniai ilmu dan kitab
suci. Terjemah sirah nabawiyah ibnu Hisyam jilid 1,( Bekasi:PT.Darul Falah 20 15) hal.389

31
Para peserta baiat aqabah pertama terdiri dari 12 orang anshar.

Mereka bertemu dengan Rasulullah pada saat melaksanakan ibadah

haji yakni tahun setelahnya Nabi bertemu dengan orang-orang

Anshar. 38 Isi teks baiat aqabah pertama dalam buku Ibnu Hisam yang

diterjemahkan oleh Fadhli Bahri pada jilid pertama yang berbunyi:

“Ibnu Ishaq berkata bahwa Yazid bin Abu Habib berkata kepadaku
dari Abu Martsid bin Abdullah Al-Yazani dari Abdurrahman bin
Asilah bin Ash-Shanabihi dari Ubadah bin Ash-Shamit yang berkata:
“aku termasuk orang yang hadir pada baiat aqabah pertama. Kami
ketika itu berjumlah dua belas orang laki-laki. Kami bebait kepada
Rasulullah SAW seperti baiat kaum wanita dan itu terjadi ketika
perang belum diwajibkan kepada kami. Kami berbaiat kepada beliau
untuk tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, tidak mencuri,
tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak membawa
kebohongan yang dibawa didepan dan dibelakang kami, tidak durhaka
kepada beliau dalam kebaikan, jika kal;ian menetapi baiat kalian,
aklian masuk surge. Jika kalian menodai salah satu padanya, urusan
kalian terserah kepada Allah Azza Wajalla. Jika Dia berkehendak, Dia
member Ampunan. Jika Dia berkehendak, Dia menyiksa.”

Teks baiat Aqabah diatas menerangkan tentang kesetiaan kaum

Anshar tehadap Rasulullah, diamana mereka dilarang untuk berbuat

hal-hal yang buruk terhadap sesama. Ini menunjukkan bahwa

masyarakat Madinah membutuhkan seorang pemimpin yang mampu

mengelola tatana masyarakat yang adil tanpa harus membeda-bedakan

antar suku maupun kabilah, hidup damai dan sejahtera yang dicita-

citakan, saling menghormati hak-hak antar sesama.

Pada musim haji berikutnya peserta baiat aqabah kedua terdiri

dari 72 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Pada hari tasyriq, Nabi

38
lihat. Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, Alih Bahasa: Fadhli Bahri (Bekasi: PT.Darul
Falah) hal.391

32
mengajak mereka untuk menggelar pertemuan di Aqabah. Pertemuan

tersebut terkenal sebagai ikrar Aqabah kedua. Yang diantara isinya

adalah kesetiaan tehadap Nabi Muhammad SAW. Diantara Nabi dan

mereka mempunyai komitmen untuk saling melindungi. Jika ada

pihak yang mengganggu, maka keduanya akan saling bahu-

membahu. 39 Ini menunjukkan betapa seriusnya kaum Anshar terhadap

apa yang dicita-citakan oleh masyarakat Madinah. Dimana mereka

menantikan sosok pemimpin yang mempunyai visi untuk

kesejahteraan antar kelompok masyarakat sehingga terciptanya

kehidupan yang aman dan tentram.

2. Isi Teks Piagam Madinah

Piagam Madinah secara eksplisit merupakan yang sungguh-

sungguh dari Nabi untuk membangun toleransi. Beliau ingin

menunjukkan kepada umatnya dan kabilah yang hidup di Madinah,

bahwa kepemimpinannya akan akan mengedepankan prinsip toleransi,

baik toleransi internal di dalam umat Islam sendiri maupun toleransi

dalam konteks antar-agama dan kabilah. 40 Piagam itu diputuskan

setalah mengalami pertemuan antara kaum Anshar Madinah dan para

pemimpin keluraga Mekkah berkumpul untuk meminta pendapat dari

setiap kelompok sosial non muslim, setelah ia meminta pendapatnya

dari pihak muslim. Piagam Madinah merupakan hasil kesepakatan

antara para kepala suku.

39
Zuhairi misrawi, Madinah Kota Suci, hal.207
40
Ibid.., hal.298

33
Isi teks Piagam Madinah dalam bukunya Ahmad Sukardja yang

berjudul Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar NRI 1945 (

Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama dalam

Masyarakat Majemuk) yakni:

‫ﺑﺴﻢ ﷲ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‬

‫ﻫﺬﺍ ﻛﺘﺎﺏ ﻣﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻭﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﻗﺮﻳﺶ ﻭﻳﺜﺮﺏ‬

.‫ﻭﻣﻦ ﺗﺒﻌﻬﻢ ﻓﻠﺤﻖ ﺑﻬﻢ ﻭﺟﺎﻫﺪ ﻣﻌﻬﻢ‬

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan

mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib

(Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan

berjuang bersama mereka.

.‫ ﺍﻧﻬﻢ ﺍﻣﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ‬.۱

Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain.

‫ ﺍﻟﻤﻬﺎﺟﺮﻭﻥ ﻣﻦ ﻗﺮ ﻳﺶ ﻋﻠﻰ ﺭﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺍﺧﺬﺍﻟﺪﻳﺔ ﻭﺍﻋﻄﺎﺋﻬﺎ ﻭﻫﻢ ﻳﻔﺪﻭﻥ ﻋﺎﻧﻴﻬﻢ‬.۲

‫ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu

membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar

tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

‫ ﻭﺑﻨﻮﻋﻮﻑ ﻋﻠﻰ ﺭﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﻣﻌﺎﻗﻠﻬﻢ ﺍﻻﻭﻟﻰ ﻭﻛﻞ ﻁﺎﺋﻔﺔ ﺗﻔﺪﻯ ﻋﺎﻧﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ‬.۳

‫ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

34
Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu

membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku

membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

‫ ﻭﺑﻨﻮﺳﺎﻋﺪﺓ ﻋﻠٮﺮﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﻣﻌﺎﻗﻠﻬﻢ ﺍﻻﻭﻟﻰ ﻭﻛﻞ ﻁﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺗﻔﺪﻯ ﻋﺎﻧﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ‬.٤

‫ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

Banu Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu

membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap

suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara

mukminin.

‫ ﻭﺑﻨﻮ ﺍﻟﺤﺮﺙ ﻋﻠﻰ ﺭﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﺍﻻﻭﻟﻰ ﻭﻛﻞ ﻁﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺗﻔﺪﻯ ﻋﺎﻧﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ‬.٥

‫ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu

membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap

suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara

mukminin.

‫ ﻭﺑﻨﻮﺟﺸﻢ ﻋﻠٮﺮﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﻣﻌﺎﻗﻠﻬﻢ ﺍﻻﻭﻟﻰ ﻭﻛﻞ ﻁﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺗﻔﺪﻯ ﻋﺎﻧﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ‬.٦

‫ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu

membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap

35
suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara

mukminin.

‫ ﻭﺑﻨﻮ ﺍﻟﻨﺠﺎﺭ ﻋﻠٮﺮﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﻣﻌﺎﻗﻠﻬﻢ ﺍﻻﻭﻟﻰ ﻭﻛﻞ ﻁﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺗﻔﺪﻯ ﻋﺎﻧﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ‬.۷

‫ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu

membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap

suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara

mukminin.

‫ ﻭﺑﻨﻮ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﻋﻮﻑ ﻋﻠٮﺮﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﻣﻌﺎﻗﻠﻬﻢ ﺍﻻﻭﻟﻰ ﻭﻛﻞ ﻁﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺗﻔﺪﻯ ﻋﺎﻧﻴﻬﺎ‬.۸

‫ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

Banu ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu

membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap

suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara

mukminin.

‫ ﻭﺑﻨﻮ ﺍﻟﻨﺒﻴﺖ ﻋﻠٮﺮﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﻣﻌﺎﻗﻠﻬﻢ ﺍﻻﻭﻟﻰ ﻭﻛﻞ ﻁﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺗﻔﺪﻯ ﻋﺎﻧﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ‬.۹

‫ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu

membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap

suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara

mukminin.

36
‫ ﻭﺑﻨﻮ ﺍﻻﻭﺱ ﻋﻠٮﺮﺑﻌﺘﻬﻢ ﻳﺘﻌﺎﻗﻠﻮﻥ ﻣﻌﺎﻗﻠﻬﻢ ﺍﻻﻭﻟﻰ ﻭﻛﻞ ﻁﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺗﻔﺪﻯ ﻋﺎﻧﻴﻬﺎ‬.۱۰

‫ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟﻘﺴﻂ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬

Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu

membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap

suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara

mukminin.

.‫ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻻﻳﺘﺮﻛﻮﻥ ﻣﻔﺮﺟﺎ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺍﻥ ﻳﻌﻄﻮﻩ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻓﻰ ﻓﺪﺍء ﺍﻭﻋﻘﻞ‬.۱۱

Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat

menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik

dalam poembayaran tebusan atau diat.

.‫ ﻭﻻ ﻳﺤﺎﻟـﻒ ﻣﺆﻣﻦ ﻣﻮﻟﻰ ﻣﺆﻣﻦ ﺩﻭﻧﻪ‬.۱۲

Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan

sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.

‫ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺍﻟﻤﺘﻘﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺑﻐﻰ ﻣﻨﻬﻢ ﺍﻭ ﺍﺑﺘﻐﻰ ﺩ ﺳﻴﻌﺔ ﻅﻠﻢ ﺍﺓ ﺍﺛﻢ ﺍﻭﻋﺪﻭﺍﻥ ﺍﻭ ﻓﺴﺎﺩ‬.۱۳

.‫ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻭﺍﻥ ﺍﻳﺪﻳﻬﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﺟﻤﻴﻌﺎ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻭﻟﺪ ﺍﺣﺪﻫﻢ‬

Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang

diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat,

melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin.

Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari

salah seorang di antara mereka.

37
.‫ ﻭﻻ ﻳﻘﺘﻞ ﻣﺆﻣﻦ ﻣﺆﻣﻨﺎ ﻓﻰ ﻛﺎﻓﺮ ﻭﻻ ﻳﻨﺼﺮ ﻛﺎﻓﺮﺍ ﻋﻠﻰ ﻣﺆﻣﻦ‬.۱٤

Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya

lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman

membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.

.‫ ﻭﺍﻥ ﺫﻣﺔ ﷲ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻳﺤﻴﺪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﺩ ﻧﺎﻫﻢ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﻌﻀﻬﻢ ﻣﻮﺍﻟﻲ ﺑﻌﺾ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ‬.۱٥

Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka

yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak

bergantung kepada golongan lain.

.‫ ﻭﺍﻧﻪ ﻣﻦ ﺗﺒﻌﻨﺎ ﻣﻦ ﻳﻬﻮﺩ ﻓﺎﻥ ﻟﻪ ﺍﻟﻨﺼﺮ ﻭﺍﻻﺳﻮﺓ ﻏﻴﺮ ﻣﻈﻠﻮﻣﻴﻦ ﻭﻻ ﻣﺘﻨﺎﺻﺮ ﻋﻠﻴﻬﻢ‬.۱٦

Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas

pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan

ditentang olehnya.

‫ ﻭﺍﻥ ﺳﻠﻢ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻻ ﻳﺴﺎﻟﻢ ﻣﺆﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻓﻲ ﻗﺘﺎﻝ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﷲ ﺍﻻ ﻋﻠﻰ ﺳﻮﺍء‬.۱۷

.‫ﻭﻋﺪﻝ ﺑﻴﻨﻬﻢ‬

Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh

membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu

peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan

di antara mereka.

.‫ ﻭﺍﻥ ﻛﻞ ﻏﺎﺯﻳﺔ ﻏﺰﺕ ﻣﻌﻨﺎ ﻳﻌﻘﺐ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﺑﻌﻀﺎ‬.۱۸

38
Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu

satu sama lain.

‫ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﺒﺊ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾ ﺑـﻤﺎﻧﺎﻝ ﺩﻣﺎءﻫﻢ ﻓٮﺴﺒﻴﻞ ﷲ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻭﺍﻟﻤﺘﻘﻴﻦ‬.۱۹

.‫ﻋﻠﻰ ﺍﺣﺴﻦ ﻫﺪﻯ ﻭﺍﻗﻮﻣﻪ‬

Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam

peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada

pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

.‫ ﻭﺍﻧﻪ ﻻﻳﺠﻴﺮ ﻣﺸﺮﻙ ﻣﺎﻻ ﻟﻘﺮ ﻳﺶ ﻭﻻﻧﻔﺴﺎ ﻭﻻﻳﺤﻮﻝ ﺩﻭﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺆﻣﻦ‬.۲۰

Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang

(musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang

beriman.

‫ ﻭﺍﻧﻪ ﻣﻦ ﺍﻋﺘﺒﻂ ﻣﺆﻣﻨﺎ ﻗﺘﻼ ﻋﻦ ﺑﻴﻨﺔ ﻓﺎﻧﻪ ﻗﻮﺩﺑﻪ ﺍﻻ ﺍﻥ ﻳﺮﺿﻰ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﻤﻘﺘﻮﻝ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬.۲۱

.‫ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻓﺔ ﻭﻻﻳﺤﻞ ﻟﻬﻢ ﺍﻻﻗﻴﺎﻡ ﻋﻠﻴﻪ‬

Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas

perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela

(menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam

menghukumnya.

‫ ﻭﺍﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﻞ ﻟﻤﺆﻣﻦ ﺃﻗﺮ ﺑﻤﺎ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ﻭﺁﻣﻦ ﺑﺎہﻠﻟ ﻭﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻵﺧﺮ ﺍﻥ ﻳﻨﺼﺮ ﻣﺤﺪﺛﺎ‬.۲۲

39
‫ﻭﻻ ﻳـﺆﻭﻳﺔ ﻭﺍﻧﻪ ﻣﻦ ﻧﺼﺮﻩ ﺍﻭ ﺁﻭﺍﻩ ﻓﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻟﻌﻨﺔ ﷲ ﻭﻏﻀﺒﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﻻﻳـﺆﺧﺬ ﻣﻨﻪ ﺻﺮﻑ‬

.‫ﻭﻻﻋﺪﻝ‬

Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya

pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi

tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan

menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat

kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya

penyesalan dan tebusan.

‫ ﻭﺍﻧﻜﻢ ﻣﻬﻤﺎ ﺍﺧﺘﻠﻔﺘﻢ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺷﻴﺊ ﻓﺎﻥ ﻣﺮﺩﻩ ﺍﻟﻰ ﷲ ﻋﺰﻭﺟﻞ ﻭﺍﻟﻰ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬.۲۳

‫ﻭﺳﻠﻢ‬

Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut

(ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.

‫ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻳﻨﻔﻘﻮﻥ ﻣﻊ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻣﺎﺩ ﺍﻣﻮﺍ ﻣﺤﺎﺭﺑﻴﻦ‬.۲٤

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam

peperangan.

‫ ﻭﺍﻥ ﻳﻬﻮﺩ ﺑﻨﻲ ﻋﻮﻑ ﺍﻣﺔ ﻣﻊ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻟﻠﻴﻬﻮﺩ ﺩﻳﻨﻬﻢ ﻭﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺩﻳﻨﻬﻢ ﻣﻮﺍﻟﻴﻬﻢ ﻭﺍﻧﻔﺴﻬﻢ ﺍﻻ‬.۲٥

.‫ﻣﻦ ﻅﻠﻢ ﻭﺍﺛﻢ ﻓﺎﻧﻪ ﻻ ﻳـﻮﺗﺦ ﺍﻻ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﺍﻫﻞ ﺑﻴﺘﻪ‬

Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin.

Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama

mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri

40
mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan

merusak diri dan keluarga.

‫ ﻭﺍﻥ ﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﺍﻟﻨﺠﺎﺭ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﻋﻮﻑ‬.۲٦

Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu

‘Awf.

‫ ﻭﺍﻥ ﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﺍﻟﺤﺮﺙ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﻋﻮﻑ‬.۲۷

Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu

‘Awf.

‫ ﻭﺍﻥ ﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﺳﺎﻋﺪﺓ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﻋﻮﻑ‬.۲۸

Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu

‘Awf.

‫ ﻭﺍﻥ ﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﺟﺸﻢ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﻋﻮﻑ‬.۲۹

Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu

‘Awf.

‫ ﻭﺍﻥ ﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﺍﻻﻭﺱ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﻋﻮﻑ‬.۳۰

Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu

‘Awf.

‫ ﻭﺍﻥ ﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﺛﻌﻠﺒﺔ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﻋﻮﻑ ﺍﻻﻣﻦ ﻅﻠﻢ ﻭﺍﺛﻢ ﻓﺎﻧﻪ ﻻ ﻳﻮﺗﺦ ﺍﻻﻧﻔﺴﻪ ﻭﺍﻫﻞ‬.۳۱

.‫ﺑﻴﺘﻪ‬

41
Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu

‘Awf.

‫ ﻭﺍﻥ ﺟﻔﻨﻪ ﺑﻄﻦ ﺛﻌﻠﺒﻪ ﻛﺄ ﻧﻔﺴﻬﻢ‬.۳۲

Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti

Yahudi Banu ‘Awf.

‫ ﻭﺍﻥ ﻟﺒﻨﻰ ﺍﻟﺸﻄﻴﺒﺔ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻟﻴﻬﻮﺩ ﺑﻨﻰ ﻋﻮﻑ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﺒﺮ ﺩﻭﻥ ﺍﻻﺛﻢ‬.۳۳

Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi

Banu ‘Awf.

‫ ﻭﺍﻥ ﻣﻮﺍﻟﻲ ﺛﻌﻠﺒﻪ ﻛﺄﻧﻔﺴﻬﻢ‬.۳٤

Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu

Sa’labah).

‫ ﻭﺍﻥ ﺑﻄﺎﻧﺔ ﻳﻬﻮﺩ ﻛﺄﻧﻔﺴﻬﻢ‬.۳٥

Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

‫ﻭﺍﻧﻪ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﺍﺣﺪﻣﻨﻬﻢ ﺍﻻ ﺑﺎﺫﻥ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠٮﺎہﻠﻟ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺍﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﺤﺠﺮﻋﻠﻰ ﺛﺎﺭ ﺟﺮﺡ‬۳٦

.‫ﻭﺍﻧﻪ ﻣﻦ ﻓﺘﻚ ﻓﺒﻨﻔﺴﻪ ﻓﺘﻚ ﻭﺍﻫﻞ ﺑﻴﺘﻪ ﺍﻻ ﻣﻦ ﻅﻠﻢ ﻭﺍﻥ ﷲ ﻋﻠﻰ ﺍﺑﺮﻫﺬﺍ‬

Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin

Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan)

luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka

balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia

teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.

42
‫ ﻭﺍﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻧﻔﻘﺘﻬﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻧﻔﻘﺘﻬﻢ ﻭﺍﻥ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺍﻟﻨﺼﺮﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺣﺎﺭﺏ ﺍﻫﻞ ﻫﺬﻩ‬.۳۷

‫ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ﻭﺍﻥ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺍﻟﻨﺼﺢ ﻭﺍﻟﻨﺼﻴﺤﺔ ﻭﺍﻟﺒﺮ ﺩﻭﻥ ﺍﻻﺛﻢ ﻭﺍﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﺄﺛﻢ ﺍﻣﺮﺅ ﺑـﺤﻠﻴﻔﻪ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻨﺼﺮ‬

.‫ﻟﻠﻤﻈﻠﻮﻡ‬

Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada

kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu

dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran

dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak

menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan

diberikan kepada pihak yang teraniaya.

.‫ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻳﻨﻔﻘﻮﻥ ﻣﻊ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻣﺎﺩﺍ ﻣﻮﺍ ﻣﺤﺎﺭﺑﻴﻦ‬.۳۸

Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam

peperangan.

.‫ ﻭﺍﻥ ﻳﺜﺮﺏ ﺣﺮﺍﻡ ﺟﻮﻓﻬﺎﻻﻫﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ‬.۳۹

Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam

ini.

.‫ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﺠﺎﺭ ﻛﺎﻟﻨﻔﺲ ﻏﻴﺮ ﻣﻀﺎﺭ ﻭﻻﺍﺛﻢ‬.٤۰

Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin,

sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

43
‫ ﻭﺍﻧﻪ ﻻ ﺗﺠﺎﺭﺣﺮﻣﺔ ﺍﻻ ﺑﺎﺫﻥ ﺍﻫﻠﻬﺎ‬.٤۱

Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.

‫ ﻭﺍﻧﻪ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺑﻴﻦ ﺍﻫﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ﻣﻦ ﺣﺪﺙ ﻭﺍﺷﺘﺠﺎﺭ ﻳﺨﺎﻑ ﻓﺴﺎﺩﻩ ﻓﺎﻥ ﻣﺮﺩﻩ ﺍﻟﻰ ﷲ‬.٤۲

.‫ﻭﺟﻞ ﻭﺍﻟﻰ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠٮﺎہﻠﻟ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺍﻥ ﷲ ﻋﻠﻰ ﺍﺗﻘﻰ ﻣﺎ ﻓﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ﻭﺍﺑﺮﻩ‬

Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung

piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan

penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan

(keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling

memelihara dan memandang baik isi piagam ini.

‫ ﻭﺍﻧﻪ ﻻﺗﺠﺎﺭ ﻗﺮﻳﺶ ﻭﻻ ﻣﻦ ﻧﺼﺮﻫﺎ‬.٤۳

Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi

pendukung mereka.

.‫ ﻭﺍﻥ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺍﻟﻨﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺩﻫﻢ ﻳﺜﺮﺏ‬.٤٤

Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi

penyerang kota Yatsrib.

‫ ﻭﺍﺫﺍ ﺩﻋﻮﺍ ﺍﻟﻰ ﺻﻠﺢ ﻳﺼﺎﻟﺤﻮﻧﻪ )ﻭﻳﻠﺒﺴﻮﻧﻪ( ﻓﺎﻧﻬﻢ ﻳﺼﺎﻟﺤﻮﻧﻪ ﻭﻳﻠﺒﺴﻮﻧﻪ ﻭﺍﻧﻬﻢ ﺍﺫﺍ ﺩﻋﻮﺍ‬.٤٥

‫ﺍﻟﻰ ﻣﺜﻞ ﺫﻟﻚ ﻓﺎﻧﻪ ﻟﻬﻢ ﻋﻠٮﺎﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺍﻻ ﻣﻦ ﺣﺎﺭﺏ ﻓﻰ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺍﻧﺎﺱ ﺣﺼﺘﻬﻢ ﻣﻦ ﺟﺎﺑﻨﻬﻢ‬

.‫ﺍﻟﺬﻯ ﻗﺒﻠﻬﻢ‬

Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka

(pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian

44
itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai

seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan

melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang

menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban)

masing-masing sesuai tugasnya.

‫ ﻭﺍﻥ ﻳﻬﻮﺩ ﺍﻻﻭﺱ ﻣﻮﺍﻟﻴﻬﻢ ﻭﺍﻧﻔﺴﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻻﻫﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ﻣﻊ ﺍﻟﺒﺮ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﻣﻦ‬.٤٦

.‫ﺍﻫﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ﻭﺍﻥ ﺍﻟﺒﺮ ﺩﻭﻥ ﺍﻻﺛﻢ‬

Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan

kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan

perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini.

Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan

(pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya.

Sesungguhnya Allah palingmembenarkan dan memandang baik isi

piagam ini.

‫ ﻭﻻ ﻳﻜﺴﺐ ﻛﺎﺳﺐ ﺍﻻﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﺍﻥ ﷲ ﻋﻠﻰ ﺍﺻﺪﻕ ﻓﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ﻭﺍﺑﺮﻩ ﻭﺍﻧﻪ ﻻ‬.٤۷

‫ ﻭﺍﻧﻪ ﻣﻦ ﺧﺮﺝ ﺁﻣﻦ ﻭﻣﻦ ﻗﻌﺪ ﺁﻣﻦ ﺑﺎﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﺍﻻ ﻣﻦ ﻅﻠﻢ ﻭﺍﺛﻢ‬.‫ﻳﺤﻮﻝ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺩﻭﻥ ﻅﺎﻟﻢ ﻭﺁﺛﻢ‬

.‫ﻭﺍﻥ ﷲ ﺟﺎﺭ ﻟﻤﻦ ﺑﺮ ﻭﺍﺗﻘﻰ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat.

Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah

aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin

45
orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah

SAW.

Penyebutan nama-nama suku dalam Piagam Madinah dan

disebutkannya beberapa adat yang berlaku dilingkungan suku-suku itu

menjadi bukti bahwa Nabi Muhammad SAW bersikap sangat realistis.

Beliau mengakui eksistensi dan pengaruh suku-suku dan

membolehkan adat yang dianggap baik berjalan terus. 41

3. Pengaruh Piagam Madinah terhadap Masyarakat Madinah

Pada waktu Piagam Madinah dirumuskan dan disetujui,

komunitas Islam masih merupakan minoritas. Komunitas terbesar

adalah komunitas Yahudi, ditambah dengan komunitas Kristen dan

penganut kepercayaan Pagan. Justru dalam masyarakat yang plural itu,

Nabi berperan sebagai pemersatu, tanpa melebur diri ke dalam

masyarakat tunggal. 42

Salah satu aspek yang paling utama dan penting dalam Piagam

Madinah adalah perubahan status sosial dari pertalian darah (al-nasab)

menuju pertalian nilai (ummah). 43 Hal ini ditandai dengan perdamaian

seluruh pihak yang terlibat dalam Piagam Madinah tanpa melihat latar

belakang masing-masing kelompok sosial. Jika ada suatu perseteruan

41
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar NRI 1945, kajian
perbandingan tentang dasar hidup bersama dalam masyarakat majemuk, (Jakarta: Sinar Grafika,
2014), hal. 99
42
Munawar Budhy Rachman, Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Islam progresif
dan Perkembangan Diskursusnya, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010 ) hal. 209.
43
Zuhairi Misrawi, Madinah Kota Suci, hal. 306

46
antar kelompok, maka seluruhnya urusan dihadapkan langsung kepada

Nabi. Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi yang

menegaskan visi Islam sebagai agama yang selalu mengedepankan

toleransi dan kebersamaan, yang mana relasi antar kelompok tidak

hanya berdasarkan keyakinan sebuah agama, tetapi berdasarkan

prinsip kemanusiaan. Di dalam Al-Qur’an, misi Nabi yang mulia itu

dikenal dengan rahmatan lil alamin. Yaitu sebuah misi yang

berkomitmen membangun tali kasih di antara seluruh penduduk bumi,

apapun latar belakang agama dan suku mererka. 44

Nabi mampu mempersaudarakan antara kelompok Muhajirin

dan kaum Anshar, bahkan diantara mereka saling mewarisi meskipun

tanpa ada tali persaudaraan. Persaudaraan antara sesama muslimin

sudah terjalin dengan erat, karena dengan Islam semua segi kehidupan

mereka telah meningkat. 45

Kemudian hal terpenting lain setelah lahirnya Piagam

Madinah, yakni dalam aspek politik Nabi menjadi pemimpin yang

mutlak dikalangan masyarakat Madinah. Hal ini terjadi dikarenakan

Nabi beberapa kali sering berinteraksi dengan kelompok masyarakat

Madinah. Seperti sebelum hijrah munculnya baiat Aqabah yang

pertama dan kedua, Piagam Madinah, dan perjanjian-perjanjian lain

yang mengatur urusan kemaslahatan bersama.


44
Ibid...., hal. 304
45
Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, ( Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2008) hal. 234.

47
BAB III

KONSEP MULTIKULTURALISME DALAM PIAGAM MADINAH DAN

RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Konsep Multikulturalisme Piagam Madinah

1. Pengertian Multikulturalisme

Pengertian mengenai multikulturalisme secara umum yakni,

dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme

(aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan

martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaan

masing-masing yang unik. 46 Sedangkan menurut ahli ilmu budaya secara

umum, multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan

kederajatan dalam perbedaan kebudayaan-kebudayaan. 47 Ideologi sendiri

adalah pemahaman seseorang terhadap suatu obyek sesuai dengan

pengertian yang didapat.

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian

kebudayaan di antara para ahli harus disamakan, atau tidak

dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli

dengan konsep ahli-ahli lainnya. Karena multikulturalisme itu adalah

sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat

manusia dan kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat

dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Saya melihat

46
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hal.
75.
47
Joko TriPrasetya, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta :PT. Rineka cipta,1991), hal. 28.

48
kebudayaan dalam perspektif tersebut, dan karena itu melihat

kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. 48

Secara istilah multikulturalisme adalah pemahaman cara pandang

dan pengakuan atas keanekaragaman kebudayaan yang lebih

memperhatikan kesetaraan dari masing-masing kelompok. Sebagai

sebuah ide atau ideologi, multikulturalisme terserap dalam berbagai

interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia

yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis,

kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya dalam masyarakat yang

bersangkutan. Kajian-kajian mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan

antarmanusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber

daya akan merupakan sumbangan yang penting dalam upaya

mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Menurut H.A.R. Tilaar, multikulturalisme merupakan upaya

untuk menggali potensi budaya sebagai kapital yang membawa suatu

komunitas dalam menghadapi masa depan yang penuh resiko. 49 Istilah

multikultural sendiri sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan

berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu Negara,

multikulturalisme adalah suatu pemahaman yang menekankan pada

kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa

48
Parsudi Suparlan, Menuju Masyarakat yang Multikultural, Keynote Adress, Universitas
Indonesia, 2002, hal.100
49
H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme. Tantanan-Tantangan Masa Depan dalam
Transformasi pendidikan Nasional, Grasindo, Jakarta, 2004, hal.93-94.

49
mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada, dengan kata lain

fokus utama multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya dalam

situasi kondisi masyarakat yang tersusun dari banyak kebudayaan.

Multikulturalisme tidak memandang sebelah mata diantara

beberapa banyaknya kesukuan, baik itu dari golongan yang kecil maupun

yang besar. Multikulturalisme memiliki tujuan agar manusia hidup

bersama-sama meskipun mereka memiliki kebudayaan yang berbeda

tetap terciptanya suatu perdamaian yang nyata.

2. Model-model Multikulturalisme

Menurut Bikhu Parekh setidaknya ada tiga model kebijakan

multikultural negara untuk menghadapi realitas pluralitas kebudayaan. 50

Pertama, model yang mengedepankan nasionalitas. Nasionalitas adalah

sosok baru yang dibangun bersama tanpa memperhatikan aneka ragam

suku bangsa, agama, dan bahasa, dan nasionalitas bekerja sebagai perekat

integrasi. Dalam kebijakan ini setiap orang—bukan kolektif—berhak

untuk dilindungi negara sebagai warga negara. Model ini dipandang

sebagai penghancur akar kebudayaan etnik yang menjadi dasar

pembentukan negara dan menjadikannya sebagai masa lampau saja.

Model kebijakan multikultural ini dikhawatirkan terjerumus ke dalam

kekuasaan otoritarian karena kekuasaan untuk menentukan unsur-unsur

integrasi nasional berada di tangan suatu kelompok elite tertentu.

50
Bikhu Parekh , Rethingking Multikulturalisme, hal. 276.

50
Kedua, model nasionalitas-etnik yang berdasarkan kesadaran

kolektif etnik yang kuat yang landasannya adalah hubungan darah dan

kekerabatan dengan para pendiri nasional (founders). Selain itu, kesatuan

bahasa juga merupakan ciri nasional-etnik ini. Model ini dianggap

sebagai model tertutup karena orang luar yang tidak memiliki sangkut

paut hubungan darah dengan etnis pendiri nasional akan tersingkir dan

diperlakukan sebagai orang asing.

Ketiga, model multikultural-etnik yang mengakui eksistensi dan

hak-hak warga etnik secara kolektif. Dalam model ini, keanekaragaman

menjadi realitas yang harus diakui dan diakomodasi negara, dan identitas

dan asal-usul warga negara diperhatikan. Isu-isu yang muncul karena

penerapan kebijakan ini tidak hanya keanekaragaman kolektif dan etnik,

tetapi juga isu mayoritas-minoritas, dominan-tidak dominan.

Persoalannya menjadi lebih kompleks lagi karena ternyata mayoritas

tidak selalu berarti dominan, karena berbagai kasus menunjukkan bahwa

minoritas justru dominan dalam ekonomi. Jika kekuasaan negara lemah

karena prioritas kekuasaan dilimpahkan ke aneka ragam kolektif sebagai

konsekuensi pengakuan negara, negara mungkin diramaikan konflik-

konflik internal berkepanjangan yang pada gilirannya akan melemahkan

negara itu sendiri.

51
3. Proses Perubahan dalam Masyarakat Multikultur

Secara umum terjadi beberapa proses perubahan didalam

masyarakat yang multikultur antara lain 51:

a) Proses Sosialisasi

Penyesuaian diri seorang individu kedalam kehidupan

kelompok dimana individu tersebut berada, sehingga

kehadirannya dapat diterima oleh anggota kelompok yang lain.

b) Proses Enkulturasi

Proses ketika individu memilih nilai-nilai yang dianggap baik

dan pantas untuk hidup bermasyarakat, sehingga dapat dipakai

sebagai pedoman bertindak.

c) Proses Revolusi

Proses perubahan kebudayaan yang terjadi secara cepat,

sehingga akibat dari perubahan itu segera terlihat dan

dirasakan oleh masyarakat, seperti revolusi industri, revolusi

politik.

Dalam suatu ekosistem masyarakat majemuk, sangat rentan

terhadap konflik. Fanatisme kesukuan akan melekat erat dari masing-

masing kelompok menjadi salah satu penyebabnya. Maka dari itu,

multikulturalisme sangatlah penting untuk menjaga kestabilan sosial

dalam kehidupan, baik itu dalam kelompok masyarakat yang homogen

maupun heterogen.
51
Sujarwa, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (PT:Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010) hal.
42.

52
4. Nilai-nilai Multikulturlaisme dalam Piagam Madinah

Konsep multikulturalisme adalah sebuah konsep dimana sebuah

komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman,

perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, agama dan

lain-lain. Bangsa yang multikultural adalah bangsa yang memiliki

kelompok-kelompok etnik atau budaya yang ada dapat hidup

berdampingan secara damai dalam prinsip co existensi yang ditandai oleh

kesediaan untuk menghormati keadaan yang lainnya.

Pada tahun 710-719 konstitusi Madinah dicatat dalam bentuk

tulisan dan inilah dokumen Piagam Madinah yang menjadi rujukan

dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. 52 Naskah Piagam

Madinah dengan kata Hadza kitabun min Muhammad al-Nabi, naskah

tersebut berasal dari Muhammad SAW bahwa Nabi sudah mempunyai

tempat yang cukup strategis di tengah masyarakat Madinah. 53 Dalam

piagam tersebut memuat beberapa prinsip dasar tatanan hidup sosial

dalam masyarakat majemuk. Hal ini ditunjukan dengan terdapatnya

kelompok maupun golongan dari campuran ras Yahudi, Arab pengelana

(suku Aus dan Khazraj) dan kaum muslimin emigran Mekkah

(Muhajirin).

52
Jamal Ghofir, Piagam Madinah, 66
53
Zuhairi Misrawi, Madinah Kota Suci, hal. 301

53
Dengan berlakunya Piagam Madinah tersebut maka masyarakat

Islam telah diakui secara resmi mempunyai kedaulatan di Madinah. 54

Namun yang harus disadari bersama bahwa nabi Muhammad tidak hanya

memperhatikan kelompok muslim, akan tetapi perhatiannya juga

diberikan untuk kalangan non muslim. Pada prinsip Lahirnya piagam

tersebut dilatar belakangi oleh keinginan Nabi Muhammad untuk

memperkokoh masyarakat majemuk di Madinah yang dulunya belum

tertata secara baik.

Secara umum konsep multikulturalisme dalam Piagam Madinah

termuat dalam nilai-nilai multikulturalisme, antara lain :

a. Persatuan dan Kesatuan

Prinsip persatuan dan kesatuan dalam Piagam Madinah

terutama tercantum pada pendahuluan, dalam pendahuluan telah

disebutkan berbagai kelompok seperti muslimin, mukminin yang

berasal dari kaum Quraysy dan yastrib, dan orang-orang yang

bersekutu dengan mereka, baik itu dari kalangan Yahudi maupun

yang lainnya. Kemudian dijelaskan dalam pasal 1 yakni “

sesungguhnya mereka asatu umat, lain dari manusia yang lain”.

Dalam pasal ini menjelaskan bahwa kata “mereka” dimaksudkan

pada orang-orang muslim dan mukmin dari bangsa Qurays dan

Yasrib, dan kelompok-kelompok suku lain yang ikut mendukung

54
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hal. 42

54
Piagam Madinah. Selain pasal 1 yang mamuat prinsip persatuan dan

kesatuan terdapat dalam pasal 15, pasal 17, pasal 25, pasal 37, pasal

38, dan pasal 44.

Dalam Piagam tersebut yang mesti diutamakan adalah

persamaan di antara berbagai kelompok sejauh mereka mematuhi

poin-poin yang tertuang dalam Piagam Madinah. Hal tersebut untuk

saling bahu membahu untuk kenyamanan, kemakmuran, dan

kedamaian tatanan sosial-masyarakat. 55 Sebagaimana dalam Piagam

Madinah persamaan yang mencakup berbagai aspek kehidupan dapat

dirujuk pada jiwa ketetapan lain. Persamaan dari unsur kemanusiaan

termuat dalam ketetapan yang menyatakan seluruh penduduk

Madinah adalah umat yang satu atau umat-umat yang mempunyai

status yang sama dalam kehidupan sosial, persamaan tanggung

jawab dalam mempertahankan kota Madinah, dan persamaan dalam

ekonomi, agama dan keyakinan. 56

Persamaan hak dalam Piagam Madinah tidak boleh dilanggar

atas perbedaan yang ada karena pada prinsipnya hak tersebut

merupakan hak dasar manusia yang juga telah mengakui persamaan

semua golongan yang harus diakui dan tanpa dilanggar oleh pihak

manapun.

55
Zuhairi misrawi, Madinah Kota Suci, hal. 312
56
Ija Suntana, Pemikiran Ketatanegaraan, hal. 107

55
Perlu diketahui bahwa perumusan Piagam Madinah di

sepakati oleh semua pemimpin-pemimpin besar dari berbagai suku.

adapun konsep dan tujuan dibentuknya Piagam Madinah antara lain

ditujukan untuk:

1) Menyatukan Ummat Dari Berbagai Kelompok

Salah satu aspek terpenting dalam Piagam Madinah

adalah menyatukan ummat dari berbagai kelompok. Setibanya

Nabi di madinah dan belum terbentuknya Piagam Madinah,

masyarakat Yastrib terdiri dari beberapa kabilah-kabilah dan

kelompok agama. Salah satu strategi untuk menyatukan

kelompok-kelompok tersebut ialah dengan

mempersaudarakan dari kalangan muhajirin dengan kaum

Anshar. Kaum anshar sendiri adalah penduduk asli Yastrib

dari kalangan suku Aws dan Khazraj.

Dalam rangka untuk menyatukan masyarakat,

sesampainya di Yastrib Nabi melakukan tiga hal pokok

terlebih dahulu. Pertama, membangun Masjid sebagai sarana

peribadatan umat muslim dan dapat pula digunakan sebagai

tempat pertemuan. Kedua, mempersaudarakan Muhajirin dan

Anshar. Ketiga, membuat perjanjian yang mengatur

kehidupan sesama kaum muslimin dan menjelaskan hubungan

56
mereka dengan orang-orang diluar Islam secara umum dan

secara khusus dengan kaum Yahudi. 57

Pada awal mula kedatangan ini, banyak sekali urusan

yang harus diselesaikan terlebih dahulu dalam perihal

kemasyarakatan. Begitu juga dalam internal kalangan orang

Islam sendiri, Nabi memerintahkan kaum Muhajirin untuk

mencari pekerjaan dan membantu masyarakat lain untuk

memajukan perekonomian rakyat. Orang-orang muhajirin

diantara lain mereka mayoritas bekerja sebagai buruh tani di

dalam pertanian orang-orang Anshar.

Dalam kurun waktu yang tidak lama rasa persaudaraan

dan persatuan dari kalangan muslimin mulai tumbuh. Rasa

cinta kasih terjalin diantara mereka dengan tanpa unsur

keterpaksaan. Masyarakat melihat tujuan yang mulia dengan

membangun persatuan antar dua kelompok untuk menjalin

hubungan yang harmonis tanpa adanya konflik, mereka

bersatu dalam naungan agama Islam dan di bawah pimpinan

Nabi Muhammad saw.

Selain membangun persatuan masyarakat dalam

internal kaum Muslimin, Nabi juga membina dan

mempersatukan hubungan umat Islam dengan umat-umat

diluar Islam. Yakni dengan membaur bersama masyarakat,


57
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, Alih Bahasa: Fadhli Bahri (Bekasi: PT.Darul Falah)
hal.391

57
menata perekonomian dengan upaya memperkerjakan warga

muhajirin yang tidak memiliki pekerjaan untuk bekerja

dengan warga, baik itu menjadi buruh tani, menjadi

penggembala hewan ternak, maupun yang lainnya.

2) Menyatukan Masyarakat untuk Membangun Pertahanan

Negara

Sebagai kota yang baru terlahir, Madinah hendaknya

perlu dijaga keutuhannya dari serangan musuh diluar kota

maupun dari dalam masyarakat itu sendiri. Untuk itu Nabi

Muhammad mengajak seluruh elemen masyarakat untuk

bersama-sama mempertahankan kota Madinah, baik dari

kalangan orang-orang Yahudi, Kristen, Islam, maupun dari

kabilah-kabilah yang ada dikota tersebut.

Dalam Piagam Madinah beberapa pasal menunjukkan

anjuran untuk mempertahankan kota Madinah, antara lain :

pasal 44. Dalam pasal ini menerangkan bahwa mereka (yang

mendukung Piagam Madinah) bahu-membahu dalam

menghadapi musuh yang menyerang kota Madinah.

Dalam masyarakat multikultur, negara merupakan

sumber persatuan, memberikan fokus bagi kehidupan

bersama-sama yang dimiliki warga, dan diharapkan dapat

58
memberi contoh untuk mengatasi prasangka-prasangka dan

pandangan-pandangan komunal yang sempit. 58

Selain hal tersebut, menurut Nurcholish,” yang paling

menakjubkan dari Piagam Madinah ialah dokumen tersebut

memuat, untuk pertama kalinya dalam sejarah, prinsip-prinsip

dan kaedah-kaedah kenegaraan, dan nilai-nilai kemanusian

yang sebelumnya tak pernah dikenal umat manusia. 59

b. Kebebasan

Piagam Madinah secara eksplisit juga menegaskan perihal

kebebasan beragama. Muhammad Husein Haikal menegaskan,

bahwa misi utama yang digelar Nabi selama berada di Madinah

adalah memberikan jaminan kepada kelompok-kelompok agama dan

suku untuk memeluk agama secara keyakinannya. 60 Pada dasarnya

manusia dilahirkan dengan bebas, kemudian memilih dan

menentukan kehidupannya masing-masing sesuai keinginannya.

Semangat seperti inilah yang tercantum dalam Piagam

Madinah yang menyatakan bahwa kaum Yahudi tetap berpegang

pada agama mereka dan orang mukmin pun tetap berpegang pada

agama mereka(pasal 25). Hal senada juga terdapat di pasal (26-35)

58
Bikhu Parekh , Rethingking Multikulturalisme, hal. 280
59
Budhy Munawar Rachman, @Filecaknur Satu Menit Pencerahan Nurcholish Madjid,
(Depok: Paramadina, 2013), hal. i
60
Zuhairi misrawi, Madinah Kota Suci, hal. 314.

59
yang kurang lebih sama dalam hal kebebasan beragama. 61 Dalam

konteks tersebut bisa diartikan bahwa hak kebebasan beragama harus

dijadikan sebagai spirit bersama untuk saling menghormati dalam

memilih agama yang dianut bukan untuk dipaksakan memilih

agamanya.

Karena Piagam Madinah adalah konstitusi negara Madinah,

maka ketetapan tersebut mengandung makna dan fungsi strategis di

mana kebebasan dalam melaksanakan ajaran dan keyakinan dijamin

secara konstitusional. Kebebasan beragama diberikan setiap individu

untuk memeluk keyakinan masing-masing tanpa adanya intervensi

dan intimidasi.

Prinsip kebebasan beragama dalam Piagam Madinah telah

tercantum dalam pasal 25 yang berbunyi “bagi orang-orang

Yahudi, agama mereka dan bagi orang-orang Islam agama

mereka.” Diantara wujud kebebasan beragama itu adalah beribadat

menurut ajaran agama masing-masing. 62 Dalam pasal ini juga

menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi dan Islam adalah satu

umat, hal ini menandakan bahwa tidak ada pebedaan antara orang-

orang Yahudi dan Islam. Dan juga pada pasal ini berlaku untuk

61
Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip, hal. 191.
62
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar NRI 1945, kajian
perbandingan tentang dasar hidup bersama dalam masyarakat majemuk, (Jakarta: Sinar Grafika,
2014), hal. 167.

60
kelompok-kelompok lain yang ikut bersekutu mengikuti dan

tunduk terhadap Piagam Madinah.

c. Keadilan

Keadilan adalah sesuatu yang didambakan, sesuai dengan

fitrah manusia itu sendiri. Karena keadilan berlaku baik untk

manusia sebagai maupun sebagai suatu masyarakat. Karena itu

sebagai sifat yang ketiga dalam hukum islam ialah individualistik

dan kemasyarakatan yang diikat oleh niilai-nilai transendental.

Pengertian keadilan itu berkisar pada makna pertimbangan

atau keadaan seimbang atau tidak esktrim, persamaan atau tidak

adanya deskriminasi dalam bentuk apapun, dan penunaian hak

kepada siapa saja yang berhak atau penempatan sesuatu pada

tempat yang semestinya. 63 Prinsip keadilan dimaksudkan

meyebutkan keseimbangan antar hak dan kewajiban warga negara

yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Jika demikian, maka tidak

akan menimbulkan monopoli absolut dari salah satu aspek

kehidupan masyarakat. Secara hakikat, masyarakat dapat

memporeleh hak dan kewajiban yang sama tanpa diskriminasi dari

penguasa.

Keadilan tidak memandnag suku, ras, agama dan golongan.

Semua perbedaan dalam lingkup negara memiliki kedudukan yang

63
Azhari Akmal Tarigan, Islam Mazhab HMI: Tafsir Tema Besar Nilai Dasar
Perjuangan (NDP), (Jakarta: Kultura, 2007), hal. 143

61
sama di mata hukum. Siapapun yang salah akan mendapatkan

hukuman atas kesepakatan bersama bersama sesuai dengan aturan

yang berlaku di Madinah. Nabi Muhammmad SAW tidak pernah

membedakan peserta hasil konsensus baik itu Islam, Yahudi

maupun dari golongan lainya, karena mereka mempunyai

kedudukan yang sama. Prinsip keadilan yang di bangun oleh Nabi

Muhammad melalui perjanjian Piagam Madinah memberikan hak

kepada siapa saja yang menjadi hakya dalam mencapai tujuan hak

tersebut jangan sampai melanggar hak orang lain. Beliau telah

menerapkan prinsip keadilan sebagai mestinya yang berlaku dan

berusaha menghindari sikap keberpihakan dalam menjalankan

fungsinya sebagai pencetus lahirnya Piagam Madinah.

Keadilan (al-adalah) merupakan simbol adanya

kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa (baldatun thayibatun

wa rabbun ghafurun). 64Dengan adanya keadilan maka suatu

masyarkat majemuk untuk membangun peradaban yang memiliki

jiwa semangat untuk tidak mlahirkan kecemburuan sosial akan

terwujud. Artinnya kemanusiaan yang beradab hanya ada dalam

keadilan, dan hanya kemanusiaan yang adil yang mendukung

peradaban. 65 Peradaban akan tebentuk dengan baik jika

karakteristik keadilan muncul dalam masyarakat majemuk. Apa

64
Jamil Ghofir, Piagam Madinah, hal. 180
65
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1987),
hal. 58

62
yang digarap oleh Rasululloh dalam Piagam Madinah adalah untuk

menciptakan masyarakat yang mempunyai sikap kemanusiaan dan

keadilan.

Pinsip inilah yang mendapat posisi dalam Piagam Madinah

sebagai sistem perundang-undangan yang termuat dalam pasal 2-10

dinyatakan bahwa orang-orang mukmin harus berlaku adil dalam

membayar diat dan menebus tawanan. 66 Pada hakikatnya ketetapan

terebut menghasilkan upaya untuk tidak meluasnya sumber

permusuhan dan untuk menghindari semangat untuk balas dendam

dan semuanya itu akan terwujud bilamana semua warga menyadari

akan pentingnnya sebuah keadilan.

Kemudian berlanjut pada pasal 13 yang menuntut orang-

orang mukmin bersikap adil dalam menentang perliaku kejahatan,

ketidakadilan dan dosa sekaligus anak sendiri. 67 Dari ketetapan

tersebut dapat ditegaskan bahwa diantara perbedaan golongan

dalam keadilan tak ada kompromi jika diantara mereka melakukan

pelanggaran dan sanksi akan ditegakkan tanpa memandang

komunitas manapun. Mengakkan keadilan akan mencipatakan

kebaikan dan siapapun yang melaksanakannya, dan pelanggaran

mengakibatkan malapetaka bagi siapapun yang melakukannya. 68

66
Ija Suntana, Pemikiran Ketatanegaraan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal.
67
Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip, hal. 258
68
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaa: Membangun Tradisi Dan Visi Baru
Islam Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hal. 183

63
Contoh pasal yang menerangkan tentang keadilan tertuang

pada pasal 16, yang berbunyi “sesungguhnya orang Yahudi yang

mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang

orang (mukminin) tidak terdzalimi dan ditentang (olehnya)”. Pasal

ini memperjelas bahwa orang-orang Yahudi yang mematuhi

Piagam Madinah berhak diperlaukan secara adil seperti

mendapatkan pertolongan dan santunan layaknya orang-orang

mukmin selama mereka tidak berbuat dzalim.

Hal-hal lain yang secara jelas berkaitan dengan prinsip

keadilan yakni pasal 21, dimana barangsiapa yang membunuh

orang beriman dan memiliki cukup bukti atas perbuatannya, maka

harus dibunuh bagi yang membunuh. Namun ada pengecualian,

bagi keluarga yang terbunuh apabila ikhlas dan rela menerima

pembayaran diat. Hal ini juga menegaskan bahwa warga negara

baik muslim maupun non muslim mendapatakan perlakuan yang

sama (adil). Maka salah satu maksud ungkapan bahwa seseorang

telah bersikap dan bertindak adil adalah jika manusia

memperlakukan semua orang sama tanpa tidak adanya diskriminasi

dalam bentuk apapun.

d. Kesetaraan

Dalam masyarakat homogen, individu satu dengan yang

lainnya memiliki kebutuhan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku yang

relatif sama. Hak dan kewajiban merekapun setara dengan ciri khas

64
masyarakat itu sendiri. Dengan demikian kesetaraan lebih mudah

untuk diterapkan dan penanganan terhadap ketidakcocokan akan

lebih mudah untuk diselesaikan. Hal ini berbeda lain dengan

masyarakat yang multikultural. Masyarakat yang heterogen akan

memiliki banyak perbedaan dari berbagai macam hal. Baik itu

berupa budaya, tradisi, bahkan bahasa yang merupakan simbol

utama dalam segi kesukuan. Masyarakat Madinah sendiri secara

garis besar terdiri dari banyak suku yang ada. Tetapi dapat hidup

berdampingan dari suku satu dengan yang lainnya.

Bagi Piagam Madinah sendiri keanekaragaman bani-bani

yang ada dianggap satu kesatuan yang disebut ummah, baik itu dari

kalangan agama Yahudi, Nasrani, Islam, maupun Arab Pagan.

Kesetaraan dalam masyarakat dari berbagai kelompok terdapat

dalam pasal 1 sampai 10 yakni menerangkan semua kelompok

bani-bani yang terlibat dalam Piagam Madinah sesuai dengan

kebiasaan masing masing suku, membayar diat dan tebusan

tawanan dengan cara yang baik. Penyebutan kabilh-kabilah

bukanlah asas utama dalam mengikat dan mempererat hubungan

antar sesama dan tidak pula membiarkan munculnya fanatisme

kesukuan dan golongan.

Piagam Madinah mengindikasikan bahwa seluruh

kelompok dalam masyarakat madinah itu sama dalam

65
kedudukannya secara eksplisit. Terlihat dalam penyebutan nama-

nama suku baik itu dari kalangan muslim, Yahudi, ataupun sekutu-

sekutu dari mereka. Dengan demikian, pengakuan terhadap kabilah

dan kesukuan bukan berarti untuk mengagungkan kabilah-kabilah

tertentu, melainkan untuk memperlakuan semua golongan itu sama.

Dalam Piagam ini yang jelas ditonjolkan adalah persamaan

derajat antar berbagai kelompok sejauh mereka mematuhi poin-

poin yang tertuang. Mereka berhak dilindungi dan melindungi,

serta saling bahu-membahu untuk kenyamana, kemakmuran, dan

kedamaian tatanan sosial masyarakat.

Di sisi lain Islam juga telah mengajarkan mengenai

kesatuan umat yang bermuara pada kesadaran bahwa manusia

diciptakan satu Tuhan, Islam lebih lanjut agar hidup dalam

bermasayrakat hendakanya dipandang sama. Dipandang sama

maksudnya ialah tidak lagi perbedaan yang nanti justru

menghambat terbentuknya kesadaran bermasyarakat dalam

keberagaman. 69 Dalam hal ini, prinsip kesetaraan dipandang

sebagai salah satu hak dasar warga negara yang harus diperhatikan

dalam sebuah negara.

69
Jamal Ghofir, Piagam Madinah, hal. 205

66
B. Relevansi Konsep Multikulturalisme dalam Piagam Madinah dengan

Tujuan Pendidikan Islam

1. Pendidikan Islam

Dalam masyarakat yang dinamis, Pendidikan memegang peranan

yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat tersebut.

Oleh karena itu, pendidikan merupakan usaha melestarikan dan

mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus. 70

Hakekat pendidikan Islam adalah “usaha orang dewasa

muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing

pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak

didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan

perkembangannya.” 71

Al-Qur'an dan Sunnah Rasul merupakan sumber ajaran Islam,

maka pendidikan Islam pada hakekatnya tidak boleh lepas dari kedua

sumber tersebut. Dalam kedua sumber tersebut pendidikan lebih

dikenal dengan istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan

pendidikan, yaitu at-Tarbiyah.

Pendidikan atau at-tarbiyah menurut pandangan Islam adalah

bagian dari tugas manusia sebagai Khalifah Allah di bumi. Allah

adalah Rabb al-’Alamin juga Rabb al-Nas. Tuhan adalah “yang

70
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 11.
71
Ibid.... hal. 32.

67
mendidik makhluk alamiah dan juga yang mendidik manusia.” 72

Sebagai khalifah Allah, manusia mendapat kuasa dan limpahan

wewenang dari Allah untuk melaksanakan pendidikan terhadap alam

seisinya dan manusia, oleh karenanya dalam konteks masalah ini

manusialah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan

tersebut.

Syariat Islam “tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau

diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan.” 73 Dari

satu segi, kita melihat bahwa pendidikan Islam itu banyak ditujukan

kepada kebaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal

perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Di sisi

lain, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja tapi juga

praktis. Ajaran Islam juga tidak memisahkan antara iman dan amal

sholeh.

a. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian

memberi makan kepada jiwa seseorang sehingga mendapatkan

kepuasan rohaniah. 74 Pendidikan bila ingin diarahkan kepada

pertumbuhan yang sesuai dengan ajaran Islam, maka harus

berproses melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikuler

yang berpedoman pada syari’at Islam.

72
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 147.
73
Zakiyah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 28.
74
M. Arifin, Ilmu Pendidikan, 32.

68
Ada beberapa istilah yang bisa digunakan dalam pengertian

pendidikan, yaitu ta’lim , ta’dib dan tarbiyah. Namun menurut al-

Attas dalam Hasan Langgulung, bahwa kata ta’dib yang lebih tepat

digunakan dalam pendidikan agama Islam, karena tidak terlalu

sempit sekedar mengajar saja, dan tidak terlalu luas, sebagaimana

kata terbiyah juga digunakan untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan

dengan pengertian memelihara. Dalam perkembangan selanjutnya,

bidang speliasisai dalam ilmu pengetahuan, kata adab dipakai untuk

kesusastraan, dan tarbiyah digunakan dalam pendidikan Islam

hingga populer sampai sekarang. 75

Menurut Omar Muhammad Al-Toumy As-Syaibany, definisi

pendidikan Islam adalah, “proses mengubah tingkah laku individu

pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitar dengan

pengajaran sebagai aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara

profesi-profesi asasi di dalam masyarakat. 76 Menurut definisi ini,

pendidikan Islam dikonotasikan pada pembentukan etika dan

mengeksplorasi masalah produktivitas beserta kreativitas manusia

dalam menjalani perannya dalam kehidupan masyarakat di

samping menjadikannya sebagai salah satu alternative profesi.

75
Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran ; Implementasi Konsep, Karakteristik
dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I. Yogyakarta: Pustaka Felicha.
2009. Hal. 12
76
Omar Muhammad At-Toumy As-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), hal. 339.

69
Menurut Ahmad D. Marimba, pengertian pendidikan Islam

adalah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-

hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama

menurut ukuran-ukuran Islam”. 77 Menurutnya kepribadian utama

adalah kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai agama Islam,

memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai

Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dari uraian di atas, penulis berasumsi bahwa pendidikan

Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu

pengetahuan dan nilai-nilai ajaran Islam pada anak didik melalui

pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan

kesempurnaan hidup.

b. Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan sebagai sebuah proses tentunya mempunyai

tujuan dimana tujuan merupakan suatu arah yang ingi dicapai.

Tujuan pendidikan ditentukan oleh dasar pendidikannya sebagai

suatu landasan filosofis yang bersifat fundamental dalam

pelaksanaan pendidikan.

Dalam undang-undang sistem sistem pendidikan nasional

no.20 Tahun 2003 menerangkan bahwa pendidikan berlandaskan

Pancasila dan Undang-Undang dasar negara yang berakar pada nilai-

77
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1964),
hal. 24.

70
nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan

perubahan zaman. Kemudian tujuan pendidikan nasional yakni

untuk membentuk watak serta peradaban bangsa yang berartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan Islam tersebut, meskipun secara eksplisit

tidak menyebutkan kata Islam, namun secara substansial memuat

ajaran Islam. Dalam rumusan tersebut mengandung nilai-nilai ajaran

Islam yang telah terobjektivasi, yakni ajaran Islam yang telah

mentransformasi kedalam nilai-nilai yang disepakati dalam

kehidupan nasional. 78

Dalam perspektif Islam, tujuan pendidikan Islam secara

umum dapat dikatakan bahwa membentuk pribadi individu yang

paripurna (kaffah). Pribadi individu yang paripurna adalah pribadi

yang menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia

secara kodrati, yaitu sebagai makhluk individu, makhluk sosial,


79
makhluk bermoral, dan makhluk yang bertuhan.

Menurut Nur Uhbiyati Tujuan yaitu sasaran yang akan

dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan


78
Abudin Natta, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 64.
79
Novan Andy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam: Rancang Bangun Konsep
Pendidikan Monokotomik-Holistik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 26.

71
sesuatu kegiatan. Karena itu, tujuan pendidikan Islam yaitu sasaran

yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang

melaksanakan pendidikan Islam. 80

Dalam Ayat Al-Quran salah satu tujuan pendidikan Islam

tertera dalam Surat Az-Dzariyat ayat 56:

َ ‫ﺖ ْﺍﻟ ِﺠ ﱠﻦ َﻭﺍ ِﻹ‬


‫ﻧﺲ ﺇِﻻ ﻟِﻴَ ْﻌﺒُﺪُﻭﻧِﻲ‬ ُ ‫َﻭ َﻣﺎ ﺧَ ﻠَ ْﻘ‬

"Aku jadikan Jin dan Manusia itu untuk beribadah kepadaku".

Beribadah itu jugalah yang menjadi tujuan yang akan dicapai

oleh Pendidikan Islam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

tujuan Pendidikan Islam adalah "bagaimana merealisasikan ubudiyah

lillah dalam kehidupan insan, baik seca individu ataupun

kelompok. 8180F

Maksud dari beribadah disini tidak hanya persoalan ibadah

seperti shalat, puasa, zakat, dan lainnya. Namun keseluruhan dalam

aspek kehidupan manusia itu merupakan termasuk dalam ruang

lingkup ibadah. Disaat kita menuntut ilmu, bekerja, membantu orang

lain, bergotong-royong itupun termasuk beribadah.

Tujuan pendidikan Islam dapat disimpulkan bahwa,

membentuk pribadi manusia yang beriman dan bertakwa dengan

mengembangkan seluruh potensinya agar terciptanya akhlak mulia,

80
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 33.
81
Dr. Hamid Mahmud Ismail, Min Ushul Tabiyah fil Islam, Shan'a, Wizarah Atbiyah wa
At-Ta'lim, l986, hal. 98.

72
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang baik dan bertanggung jawab.

2. Relevansi Multikulturalisme Piagam Madinah terhadap Tujuan

Pendidikan Islam

Dari penjelasan sebelumnya kita dapat merumuskan bahwa

konsep multikulturalisme dalam Piagam Madinah memuat nilai-nilai

kesetaraan, kebebasan, keadilan, persatuan dan kesatuan. Namun,

terkait dengan tujuan pendidikan Islam dapat disimpulkan bahwa

Tujuan pendidikan yang diharapkan dengan melihat kemajemukan,

keanekaragaman yang ada disekitar kita yakni manusia berkepribadian

yang menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia secara

kodrati, yaitu sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk

bermoral, dan makhluk yang bertuhan.

a. Persatuan dan Kesatuan

Tujuan pendidikan memuat nilai-nilai multikulturalisme,

antara lain nilai persatuan dan kesatuan. Piagam madinah adalah

salah satu contoh keberhasilan Nabi dalam membangun masyarakat

yang multi-etnis dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan.

Tujuan pendidikan yang melihat konteks masyarakat majemuk

hendaknya lebih memperhatikannya. Karena bagaimanapun seorang

pendidik harus mampu memberikan pemahaman terhadap anak didik

untuk mengerti keanekaragaman budaya.

73
Nilai persatuan dan kesatuan dalam pendidikan dapat ditandai

dengan saat anak didik melaksanakan tugas sekolah, contohnya

kerjasama dalam kelompok kecil. Seorang pendidik hendaknya

mampu mengkolaborasikan masing-masing individu anak didik

dengan tanpa melihat latarbelakang mereka. Dalam ayat Al-qur’an

QS. Ali Imran : 103 telah dijelaskan :

ْ ‫ﻮﺍ َﻭ ْﺍﺫ ُﻛــــﺮ‬


َ‫ُﻭﺍ ﻧِ ْﻌ َﻤﺖ‬ ْ ُ‫ﷲِ َﺟ ِﻤــــــــــــــــﻴْﻌﺎ ً َﻭﻻَ ﺗَﻔَـــــــــ ﱠﺮﻗ‬ ْ ‫َﺼ ُﻤ‬
ّ ‫ﻮﺍ ﺑِ َﺤــــــــــ ْﺒ ِﻞ‬ ِ ‫ﻭﺍ ْﻋﺘ‬

ً‫ــــــــﻮﺍﻥ‬
َ ‫ﷲِ َﻋﻠَ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ﺇِ ْﺫ ُﻛﻨﺘُ ْﻢ ﺃَ ْﻋﺪَﺍء ﻓَﺄَﻟﱠﻒَ ﺑَ ْﻴﻦَ ﻗُﻠُﻮﺑِ ُﻜ ْﻢ ﻓَﺄَﺻْ ﺒَﺤْ ــﺘُﻢ ﺑِﻨِ ْﻌ َﻤﺘِــــــــــــ ِﻪ ﺇِ ْﺧ‬
ّ

Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali


(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat-nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara.” 82 81F

b. Kebebasan

Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan yang fitrah.

Manusia lahir didunia diberi kebebasan untuk memilih jalan

hidupnya masing-masing. Diantaranya tujuan pendidikan Islam

yakni mengembangkan potensi manusia. Jika anak didik memiliki

potensi kreatifitas, maka seorang pendidik hendaknya memfasilitasi

kebutuhannya.

Dalam hal lain kebebasan dalam dunia pendidikan Islam,

terdapat moral atau etika yang patut untuk disandingkan. Kebebasan

disini bukan berarti bebas melakukan hal apapun, akan tetapi

82
Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnya (Jakarta: Intermassa, 1994), hal. 64

74
kebebasan tanpa harus mengesampingkan norma-norma yang

berlaku dalam komunitas sosial.

Dalam dunia Pendidikan diwajibkan untuk menerima peserta

didik dari berbagai latar belakang agama yang berbeda. Contohnya

sekolah-sekolah Islam tidak boleh melarang calon peserta didik yang

beragama katolik untuk menuntut ilmu di sekolah Islam. Dan jika

ada anak didik yang beragama non-Islam namun sekolahnya di

sekolah Islam, maka wajib bagi pihak sekolah untuk memfasilitasi

ilmu keagamaan murid itu sendiri yang sesuai agama yang dianut.

Hal ini selaras dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 55 tahun 2007 Tentang Pendidikan agama dan pendidikan

keagamaan dalam pasal 3 dan 4. 83

c. Keadilan

Nilai keadilan dalam pendidikan terlihat dari bagaimana

pendidik dapat memposisikan dan mengatur proses pembelajaran

secara seimbang. Setiap anak didik tidak dapat dipungkiri bahwa

mereka memiliki kemampuan dan kecerdasan dalam tingkat yang

berbeda-beda. Peran seorang pendidik sangat mempengaruhi tingkat

keberhasilan pembelajaran. Dimana tingkat pengertian terhadap anak

yang kurang mampu akan lebih diperhatikan daripada anak yang

lebih.

83
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan
Agama Dan Pendidikan Keagamaan. Hal. 2.

75
Keadilan bukan berarti bahwa semua diperlakukan secara

sama. Namun hal yang membedakan adalah kualitas dan kuantitas

masing-masing. Karena pada dasarnya keadilan adalah

keseimbangan (al-mizan). Yaitu sikap tanpa berlebihan baik ke

kanan maupun ke kiri, karena itu kemampuan berbuat adil senantiasa

dikaitkan dengan kearifan atau wisdom dalam menentukan suatu

perkara. 84

d. Kesetaraan

Manusia diciptakan laki-laki dan perempuan. Namun secara

umum mereka memiliki peran yang sama. Seperti mendapatkan

pendidikan, kebebasan berpendapat, dan lain sebagainya. Prioritas

utama dalam mendapatkan pendidikan tanpa melihat perbedaan yang

ada. Pendidikan Islam bertujuan untuk mempersiapkan anak didik

menjadi manusia yang berkepribadian yang utuh.

Dalam proses pembelajaran seorang pendidik diharapkan dapat

menyelaraskan semua hak dan kewajibannya terhadap anak didik

seperti memberikan materi soal maupun jawaban tanpa membedakan

jenis kelamin. Perihal lain juga seperti hak untuk berperan

mengembangkan potensi non akademisi anak didik dilakukan

dengan setara.

Secara umum, Islam memandang laki-laki dan wanita dalam

posisi yang sama, tanpa ada perbedaan. Masing-masing adalah

84
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Dian Rakyat, 1994), hal. 41

76
ciptaan Allah yang dibebani dengan tanggungjawab melaksanakan

ibadah kepada-Nya, menunaikan titah-titah-Nya dan menjauhi

larangan-larangan-Nya. Hampir seluruh syariat Islam dan hukum-

hukumnya berlaku untuk kaum Adam dan kaum Hawa secara

seimbang. Begitu pun dengan janji pahala dan ancaman siksaan.

Tidak dibedakan satu dengan yang lainnya. Masing-masing dari

mereka memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah

sebagai hamba-hamba-Nya 85.

85
Abu Khalid, https://muslim.or.id/9129-kesetaraan-gender-dalam-sorotan.html/ artikel.
[15 agustus 2017]

77

Anda mungkin juga menyukai