Anda di halaman 1dari 28

BAB I

DASAR TEORI

1.1. Pengertian Drainase

Drainase merupakan salah satu faktor pengembangan irigasi yang


berkaitan dalam pengolahan banjir (flood protection), sedangkan irigasi
bertujuan untuk memberikan suplai air pada tanaman. Drainase merupakan
suatu sistim pembuangan air untuk mengalirkan kelebihan air di permukaan
tanah maupun dibawah tanah, sehingga dengan demikian drainase dibagi
menjadi dua macam, yaitu

1.1.2. Drainase permukaan

Adalah suatu sistem pembuangan air untuk mengalirkan kelebihan


air dipermukaan tanah hal ini berguna untuk mencegah adanya
genangan.

1.1.3. Drainase bawah tanah.

Adalah suatu sistem pembuangan untuk mengalirkan kelebihan air


di bawah tanah. Hal ini dibuat untuk mengendalikan ketinggian muka
air tanah.

Drainase diperlukan untuk mengalirkan air, baik yang berasal dari hujan
lokal maupun air kiriman dalam tempo yang sesingkat - singkatnya, sistem ini
juga dimanfaatkan pada musim kering untuk meningkatkan kondisi tanah yaitu
menekan derajat keasinan (salinitas) di daerah yang bersangkutan. Pada jenis
tanaman tertentu drainase juga bermanfaat untuk mengurangi ketinggian muka
air tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik sesuai dengan
persyaratan hidupnya. Tingkat sistem drainase, yaitu :

1.1.4. Tersier drainage


1.1.5. Secondary drainage
1.1.6. Main drainage
1.1.7. Sea drainage

Drainase secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang


mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks
pemanfaatan tertentu.

Drainase perkotaan adalah ilmu yang diterapkan mengkhususkan


pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan sosial yang ada di kawasan kota.

Drainase perkotaan / terapan merupakan sistem pengiringan dan pengaliran


air dari wilayah perkotaan yang meliputi :

1.1.8. Pemukiman
1.1.9. Kawasan Industri
1.1.10. Kampus dan Sekolah
1.1.11. Rumah Sakit & Fasilitas Umum
1.1.12. Lapangan Olahraga
1.1.13. Lapangan Parkir
1.1.14. Pelabuhan Udara

Kriteria desain drainase perkotaan memiliki kekhususan, sebab untuk


perkotaan ada tambahan variable desain seperti :

1.1.15. Keterkaitan dengan tata guna lahan


1.1.16. Keterkaitan dengan masterplan drainasi kota
1.1.17. Keterkaitan dengan masalah sosial budaya

(H.A. Halim Hasmar : 2012)


1.2 Tujuan Drainase
1.2.1 Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan permukiman.
1.2.2 Pengendalian kelebihan air permukaan dapat dilakukan secara aman,
lancar dan efisien serta sejauh mungkin dapat mendukung kelestarian
lingkungan.
1.2.3 Dapat mengurangi/menghilangkan genangan-genangan air yang
menyebabkan bersarangnya nyamuk malaria dan penyakit-penyakit
lain, seperti : demam berdarah, disentri serta penyakit lain yang
disebabkan kurang sehatnya lingkungan permukiman.
1.2.4 Untuk memperpanjang umur ekonomis sarana-sarana fisik antara lain
: jalan, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dari kerusakan
serta gangguan kegiatan akibat tidak berfungsinya sarana drainase.
1.3 Fungsi Drainase
1.3.1 Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah
dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negative berupa
kerusakan infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
1.3.2 Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya
agar tidak membanjiri/menggenangi kota yang dapat merusak selain
harta benda masyarakat juga infrastruktur perkotaan.
1.3.3 Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
1.3.4 Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.

(H.A. Halim Hasmar 2012 : 1)


1.4 Jenis-jenis dan Pola Drainase

1.4.1 Jenis – Jenis Drainase

A. Menurut Cara Terbentuknya

1. Drainase Alamiah (Natural Drainage)

Terbentuk secara alami, tidak ada unsur campur tangan manusia


serta tidak terdapat bangunan-bangunan pelimpah, pasangan
batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain.

2. Drainase Buatan (Artificial Drainage)

Dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainasi, untuk menentukan


debit akibat hujan, kecepatan resapan air dalam tanah dan dimensi
saluran serta memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti
selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan
sebagainya.

B. Menurut Letak Saluran

1. Drainase Muka Tanah (Surface Drainage)

Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang


berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan.

2. Drainase Bawah Tanah (Sub Surface Drainage)

Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan


permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa),
dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain : tuntutan
artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan
adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepakbola,
lapangan terbang, taman dan lain-lain.
C. Menurut Fungsi

1. Single Purpose

Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja,


misalnya air hujan atau jenis air buangan lain seperti air limbah
domestik, air limbah industry dan lain-lain.

2. Multy Purpose

Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik


secara bercampur maupun bergantian.

D. Menurut Konstruksi

1. Saluran Terbuka

Saluran untuk air hujan yang terletak di area yang cukup luas.
Juga untuk saluran air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan
lingkungan.

2. Saluran Tertutup

Saluran air untuk air kotor yang mengganggu kesehatan


lingkungan. Juga untuk saluran dalam kota.

1.4.2 Pola - Pola Drainasi

a. Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi
dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di
tengah kota.
b. Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan
saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek,
apabila terjadi perkembangan kot, saluran-saluran akan dapat
menyesuaikan diri.
c. Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terleteak di pinggir kota, sehingga
saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
d. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya sungai pada pola alamiah lebih besar.
e. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala
arah.
f. Jaring-Jaring
Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan
raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar. Saluran
Cabang adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit
yang diperolah dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya
dibuang ke saluran utama.

Saluran Utama adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan
dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang
dilaluinya.

1.5. Bentuk Penampang Saluran

Bentuk-bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran


irigasi pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan
dapat membentuk dimensi yang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu
kecil akan menimbulkan permasalahan karena daya tamping yang tidak
memedai. Adapun bentuk-bentuk saluran antara lain :

1.5.1 Trapesium Pada umumnya saluran ini terbuat dari tanah akan tetapi
tidak menutup kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan beton.
Saluran ini memerlukan cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan
menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan
debit yang besar.
1.5.2 Persegi Saluran ini terbuat dari pasangan batu dan beton. Bentuk saluran
ini tidak memerlukan banyak ruang dan areal. Berfungsi untuk
menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan
domestik dengan debit yang besar.
1.5.3 Segitiga Saluran ini sangat jarang digunakan tetap mungkin digunakan
dalam kondisi tertentu.
1.5.4 Setengah Lingkaran Saluran ini terbuat dari pasangan batu atau dari
beton dengan cetakan yang telah tersedia. Berfungsi untuk menampung
dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan
debit yang besar.

Dari keempat penampang drainase yang ada dijelaskan, pada laporan


kami hanya penampang persegi yang digunakan untuk sistem drainase
perumahan Graha Bukit Rafflesia Kenten Sukamaju Palembang.

1.6 Sistem Jaringan Drainase

1.6.1 Sistem Drainase Mayor

Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran yang menampung dan


mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area).
Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem
saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem
jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti
saluran drainase primer, kanal-kanal dan sungaisungai. Perencanaan
drainase mayor ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5-10
tahun dan pengukuran topografi yang detail diperlukan dalam
perencanaan sistem drainase ini.

1.6.2 Sistem Drainase Mikro

Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan


pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah
tangkapan air hujan (Catchment Area). Secara keseluruhan yang
termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi
jalan, saluran atau selokan air hujan di sekitar bangunan, goronggorong,
saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit yang dapat
ditampungnya tidak terlalu besar.

(Allafa : 2008)

1.7 Kuantitas Air Hujan

Kuantitas air hujan atau curah hujan (CH) adalah jumlah air yang jatuh
di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan
tinggi (mm) diatas permukaan horizontal bila tidak terjai evaporasi, aliran run
off, dan infiltrasi.

1.7.1 Pengukuran Hujan

Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisa


hirologi pada perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran
drainase. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam dengan cara ini
bearti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama 1 hari.
Untuk berbagai kepentingan perencanaan drainase tertentu data hujan
yang diperlukan tidak hanya data hujan harian akan tetapi juga distribusi
jam-jaman atau menitan. Hal ini akan membawa konsekuensi dalam
pemilihan data dan dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil
pengukuran dengan alat ukur otomatis.

1.7.2 Alat Ukur Hujan

Dalam praktek pengukuran hujan terdapat 2 jenis alat ukur hujan, yaitu:

a. Alat Ukur Hujan Biasa (Manual Raingauge)

Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat


ini berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode
tertentu. Alat pengukur hujan ini berupa corong dan sebuah gelas ukur
yang masing-masing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan
dalam 1 hari (hujan harian)

b. Alat Ukur Hujan Otomatis (Automatic Raingauge)


Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dangan menggunakan
alat ini berupa data pencatatan secara terus menerus pada kertas
pencatat yang dipasan pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat
dilakukan analisa untuk memperoleh besaran intensitas hujan.

Tipe alat ukur hujan otomatis ada 3, yaitu :

 Weighting Bucket Raingauge


 Float Type Raingauge
 Tipping Bucket Raingauge

1.8 Analisa Hidrologi

Untuk melakukan perencanaan drainase diperlukan penggunaan metode


yang tepat. Ketidaksesuaian dalam penggunaan metode dapat mengakibatkan
hasil perhitungan tidak dapat diterapkan pada kondisi yang sebenarnya.
Analisis hidrologi merupakan faktor yang paling berpengaruh untuk
merencanakan besarnya sarana penampungan dan pengaliran air. Hal ini
diperlukan untuk dapat mengatasi terjadinya genangan air.

1.8.1 Analisa Frekuensi

Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-


peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan
kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan
frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar biasa ekstrim kejadiannya
sangat langka. Dalam menghitung analisa frekuensi hujan ini
menggunakan 2 metode antara lain :

a. Metode Gumbell Nilai Rata – Rata (mean) Metode Gumbell


b. Metode Log Pearsson Nilai Rata – Rata (mean) Metode Log Pearsson

1.8.2 Curah Hujan Regional

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah


hujan ratarata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di
beberapa titik pos penakar atau pencatat.
a. Metode Rerata Aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan
didalam dan disekitar daerah yang bersangkutan.
b. Cara Poligon Thiessen
Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar
merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan
memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
c. Cara Isohiet
Peta isohiet di gambar pada pera topografi dengan perbedaan 10 mm
– 20 mm berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di
dalam dan sekitar daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara
2 garis isohiet yang berdekatan diukur dengan planimeter. Demikian
pula harga rata-rata dari garis-garis isohiet yang berdekatan yang
termasuk bagian-bagian itu dapat dihitung.

1.8.3 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan


dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi
pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. (Sumber : Wesli 2008)

Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari


lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan
yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan
meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang
sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi
cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan
durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar
volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.(Sumber : Suroso 2006)

Biasanya dalam perencanaan bangunan pengairan (misalnya


drainase), debit rencana sangat diperlukan untuk mengetahui kapasitas
yang seharusnya dapat ditampung oleh sebuah drainase, agar semua debit
air dapat ditampung dan teralirkan.
1.8.4 Debit Rancangan

Debit rencana sangat penting dalam perencanaan sistem drainase,


apabila dalam menentukan debit rencana, maka sistem drainase yang
digunakan tidak akan berfungsi dengan semestnya. Debit aliran adalah
yang akan digunakan untuk menghitung dimensi saluran, didapat dari
debit yang berasal dari limpasan air hujan dan debit air buangan limbah
rumah tangga dengan rumus :

QTotal = Q Air Hujan + Q Air Kotor (m3/det)

Keterangan :

Q Total = Debit air hujan + debit air kotor (m3/det)

Q Air Hujan = Debit air hujan atau limpasan (m3/det)

Q Air Kotor = Debit limbah buangan rumah tangga (m3/det)

A. Debit Limpasan (Air Hujan)

Debit air hujan (limpasan) adalah volume aliran yang terjadi di


permukaan tanah yang disebabkan oleh turunnya hujan dan
terkumpulnya membentuk suatu aliran. Aliran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang saling mempengaruhi yaitu jenis permukaan
tanah, luas daerah limpasan, dan intensitas curah hujan. Debit air
hujan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Q Air Hujan = 0.278 C I A

Keterangan :

Q = Debit limpasan (m3/det)

C = Koefesien pengaliran (tabel)

I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2)

1.9 Peralatan dan Bahan


1.9.1 Peralatan
a. Cangkul
Digunakan untuk memulai penggalian tanah dimana pipa saluran atau
bak kontrol akan dipasang.
Pemakaian alat tersebut digunakan pada tanah yang tidak terlalu keras
atau tidak terlalu lembek.

b. Lempak
Digunakan untuk memulai penggalian atau dalam penggalian tanah
dimana pipa saluran atau bak kontrol akan dipasang.
Pemakaian alat tersebut digunakan pada tanah dalam kondisi lembek
hingga tanah agak keras (tanah padas)

Arah Penggalian Tanah


c. Sekop.
Alai ini selain digunakan untuk mengaduk beton dalam keadaan kering
atau basah, serta mengaduk spesi, juga dapat digunakan untuk
mengambil tanah galian dari dalam galian untuk diangkat keatas galian
atau untuk mengembalikan tanah bekas galian sebagai urugan galian.

d. Garpu
Digunakan untuk memulai penggalian atau dalam penggalian dimana
pipa saluran atau bak kontrol akan dipasang.
Pemakaian alat tersebut digunakan pada tanah yang cukup keras (jika
sulit menggunakan lempak)
e. Ganco / Belincong
Digunakan untuk memulai penggalian atau dalam penggalian dimana
pipa saluran atau bak kontrol akan dipasang.
Pemakaian alat tersebut digunakan pada tanah berbatu, berakar atau
pada tanah bekas galian bangunan juga cocok untuk penggalian tanah
berpadas yang akan dilalui jalur / rute instalasi pipa / saluran drainasi.

f. Pemadat Manual / Stamper.


Digunakan untuk memadatkan lantai kerja sebagai perletakan pipa, baik
lantai kerja beton tumbuk maupun urugan pasir, serta untuk pemadatan
urugan tanah.
g. Boning-Rod
Digunakan untuk menentukan kemiringan dasar galian/pemasangan
pipa agar memiliki kemiringan yang lurus sesuai dengan yang
dikehendaki.

h. Pompa Air Bertekanan (Dilengkapi Dengan Manometer).


Digunakan untuk memeriksa instalasi pipa yang telah dipasang terhadap
kebocoran dan menguras air apabila ada air yang menggenang pada
galian saluran.
1.9.2 Bahan
a. Pipa Untuk Saluran.

No Jenis Pipa Spesifikasi Digunakan Untuk


1 Pipa Tanah Liat biasa Diameter 7 cm - 15 cm Saluran air buangan ,
buatan lokal lengkap dengan ma- cam- saluran air hujan dan
macam sam bungannya. khusus untuk daerah yang
Disambung dengan tanahnya tidak berair .
adukan atau spesi.
2 Pipa Tanah Liat yang Diameter 10-30cm Instalasi air bersih ,
diglasuur dibuat de- ngan panjang 50-200cm pembuangan air dari
mesin lengkap dengan ma cam- industri
macam cabang annya dan
alat pe nyambung berupa
cincin karet dan lem
3 Pipa Paralon PVC/ UPVC Diameter 25-315cm instalasi air minum, air
panjang 600cm leng kap buangan dll.
dengan sambung annya
dan disambung dengan
lem dan cincin karet
4 Pipa Besi Diameter 24-800mm Instalasi air minum
panjang 6000mm leng kap
dengan fittingnya ,di
sambung dengan thread
atau flens.
5 Pipa asbes Diameter 25-80cm instalasi air buangan
panjang 600 disam bung
dengan lem dan mortar
khusus
6 Pipa beton Diameter 30cm-100 cm Instalasi air bersih &
panjang 50cm-100 cm instalasi air buangan
disambung de- ngan beton
dan mor- tar.
b. Batu Bata

Untuk membuat bak control, dsb.

c. Kapur

Sebagai bahan perekat pasir

d. Pasir

Sebagai bahan untuk membuat spesi

e. Paku

Sebagai penguat/ penyambung pada kayu

f. Benang

Untuk alat ukur pada pekerjaan bowplank


BAB II
METODE PELAKSANAAN

2.1 METODA PENYELESAIAN PEKERJAAN

Dalam pekerjaan Pelaksanaan Pekerjaan Kontraktor akan melaksanakan


pekerjaan dari pekerjaan persiapan hingga selesai dengan tahapan/metoda
sebagai berikut :

A. PEK. PERSIAPAN DAN PERMULAAN


1. Pek. Pas. Bowplank dan Pengukuran
Pekerjaan Pengukuran. Pekerjaan Pengukuran merupakan pekerjaan
awal yang akan dilaksanakansebelum dimulainya pekerjaan, pengukuran ini
menggunakan alat ukur Waterpass atau Theodolith. Lokasi yang telah
diukur dipasang patok-patok untuk menentukan elevasi. Hasil pengukuran
tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk pelaksanaan pekerjaan yang
dibuatkan kedalam Mutual Chek Nol (MC-0). Pekerjaan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan gambar kerja (Sub Drawing) dan petunjuk dari
Direksi pekerjaan. Pengukuran lapangan kerja ini sebagai pedoman untuk
membuat bowplank dan titik elevasi/ peil bangunan. Untuk menyelesaikan
pekerjaan pengukuran / bouwplank, kita membutuhkan waktu di minggu
pertama,i untuk penyelesain tersebut dibantu dengan 2 tenaga pekerja,
adapun bahan yang dipakai sbb: kayu, papan, paku, cat. Adapun alat bantu
yang digunakan: meteran, palu, gergaji. Pekerjaan yang telah selesai
dilaksanakanakan diukur kembali untuk mencek hasil pekerjaan, dimana
hasil pengukuran ini nantinya dipakai sebagai Asbuilt Drawing (MC-100)

2. Pek. Pengujian
Kontraktor harus membuat benda uji menurut ketentuan dalam PBI
1971 pasal 4.7. Saat Pengecoran pertama harus dibuat minimal 1 (satu)
benda uji ukuran (15x15x15) cm, dibuat setiap 1,5 M3 beton, Pengambilan
benda uji harus dengan periode yang disesuaikan dengan kecepatan
pembetonan.
3. Pek. Barak Kerja & Gudang
Pembuatan Barak kerja & Gudang. Pembuatan Barak Kerja sesuai
dengan dokumen lelang dengan menggunakan bahan-bahan sederhana,
pintu-pintu dapat dikunci dengan baik, lantai semen,dinding papan/triplek,
atap seng.

`Pembuatan barak kerja untuk para pekerja dan gudang penyimpanan


barang-barang yang dapat dikunci, tempatnya akan ditentukan oleh
Konsultan Pengawas. Bahan-yang digunakan adalah: kayu, triplek, papan,
seng, paku dll. Adapun alat penunjangnya yaitu: meteran, palu, gergaji dan
alat-alat pendukung lainnya.

4. Pek. Papan Nama Proyek


Pembuatan papan nama pekerjaan akan dilaksanakan dengan
secepatnya setelah penunjukan pekerjaan oleh pengguna jasa. ukuran papan
nama proyek disesuaikan dengan dokumen lelang. Dan peletakan papan
nama pekerjaan haruslah mendapat persetujuan dari direksi

5. Pembersihan Sisa Pekerjaan


Pembersihan Lapangan Dalam hal ini membersihkan lapangan kerja
sebelum pekerjaan di mulai dan sesudah selesai pekerjaan dilaksanakan,
sehingga hasil pekerjaan nampak bersih. semua sisa - sisa pekerjaan harus
dibersihkan termasuk pohon-pohon, akar-akaran dan lain-lain. pembersihan
tersebut dibuang ketempat yang telah ditunjuk oleh Direksi Pekerjaan

6. Dokumentasi dan Pelaporan


dokumentasi akan diambil pada kondisi sebelum pekerjaan dimulai
(0 %)dan pekerjaan yang sedang dilaksanakan (50%) serta pekerjaan selesai
dilaksanakan (100%). Pengambilan foto dilakukan pada posisi pengambilan
yang sama sehingga dapat menghasilkan Dokumentasi yang
menggambarkan proses pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai selesai.

B. PEKERJAAN DRAINASE TYPE 1


1. Pekerjaan Galian Tanah dilaksanakan dengan menggunakan Tenaga
Manusia (manual). Tanah galian dari saluran-saluran irigasi di buang di
luar saluran atau tanggul yang ditentukan oleh direksi. Luasnya
penggalian harus sekecil mungkin untuk pekerjaan bangunan.Penggalian
dimulai dari muka tanah dengan harus mengambil lebar yang cukup
sesuai gambar atau ditentukan lain oleh Direksi. kedalam galian harus
berpedoman pada titik peil/elevasi yang sudah disetujui.
2. setelah galian tanah selesai sesuai yang diinginkan pekerjaan dilanjutkan
pengurukan pasir t = 5 cm, atau dengan ketebalan sesuai dengan gambar
kerja. Pengurukan pasir ini ditimbris dan disiram air sampai kepadatan
maksimum. dilakukan oleh pekerja dan diawasi oleh mandor.
3. Setelah pengurukan pasir selesai di laksanakan, pekerjaan dilanjutkan
dengan pemasangan 1/2 bata dinding saluran dengan adukan 1:2.
Sebelum memulai pekerjaan harus diteliti kembali ketinggian peil yang
diisyaratkan sesuai dengan gambar rencana. Pengikatan pada pasangan
batu bata harus dilakukan secara baik dan sempurna, tidak dibenarkan
setiap pertemuan batu bata tidak diisi dengan adukan.( tidak dibenarkan
ada ruangan kosong di dalam pemasangan batu bata).
4. Setelah pekerjaan Pasangan batu bata saluran selesai dilaksanakan,
dilanjutkan dengan Pengurukan tanah kembali ketempat bekas galian
yang masih berongga, yakni disamping pasangan batu bata bagian luar.
5. Pekerjaan selanjutnya adalah pekerjaan pemelesteran dinding. Plesteran
dilaksanakan pada semua bidang vertikal dan lantai saluran yang
dikerjakan dengan pasangan bata. Pekerjaan pemelesteran dinding batu
bata harus rata dan baik, Lapisan harus dibentuk sedemikian rupa, hingga
rata. Hasil permukaan plesteran harus benar-benar merupakan bidang
yang rata dan halus. Pelesteran menggunakan campuran adukan 1:2,
Semua bagian yang akan diplesteran harus bersih dari kotoran dan
disiram dengan air. Selama proses pengeringan plesteran harus disiram
air agar tidak terjadiretak-retak akibat proses pengeringan yang terlalu
cepat.
6. Setelah Pasangan Bata mencapai ketinggian yang ditentukan dalam
bestek Langkah selanjutnya adalah Pembuatan beton Ring Balok 10/10
K-175. Rakitan Besi ring balok diletakan diatas Pasangan dinding bata
yang kemudian dibuat begisting/mal kanan kirinya, Sebelum
dilaksanakan Pengecoran, stek-stek besi untuk Skor Balok Praktis harus
sudah terpasang. Setelah ketinggian begisting sesuai dengan gambar
kerja barulah dilaksanakan pengecoran. Pengadukan coran menggunak
concrete mixer / molen.
7. Pekerjaan dilanjutkan dengan pengecoran Skoor balok praktis 10/10.
Pembuatan mal/begisting untuk balok skoor ditunjang dengan
menggunakan kayu dolken, rakitan besi balok skoor dikaitkan / di
sambung dengan stek-stek yang telah disiapkan, diletakan diatas papan
mal dan diselimuti kanan kirinya. Balok skoor harus lurus dan sama
tinggi dengan ditimbang menggunakan selang/water pas. Setelah
kedudukan sesuai yang diinginkan barulah dilaksanakan pengecoran
dengan menggunakan concrete mixer/molen.

C. PEKERJAAN DRAINASE TYPE 2


1. Pekerjaan Galian Tanah dilaksanakan dengan menggunakan Tenaga
Manusia (manual). Tanah galian dari saluran-saluran irigasi di buang di
luar saluran atau tanggul yang ditentukan oleh direksi. Luasnya
penggalian harus sekecil mungkin untuk pekerjaan bangunan.Penggalian
dimulai dari muka tanah dengan harus mengambil lebar yang cukup
sesuai gambar atau ditentukan lain oleh Direksi. kedalam galian harus
berpedoman pada titik peil/elevasi yang sudah disetujui.
2. setelah galian tanah selesai sesuai yang diinginkan pekerjaan dilanjutkan
pengurukan pasir t = 5 cm, atau dengan ketebalan sesuai dengan gambar
kerja. Pengurukan pasir ini ditimbris dan disiram air sampai kepadatan
maksimum. dilakukan oleh pekerja dan diawasi oleh mandor,
3. Setelah pengurukan pasir selesai di laksanakan, pekerjaan dilanjutkan
dengan pembuatan lantai kerja pondasi Beton K 100. Sebelum memulai
pekerjaan harus diteliti kembali ketinggian peil yang diisyaratkan sesuai
dengan gambar rencana serta menyiapkan bagian tersebut dengan baik.
Ketebalan cor lantai kerja disesuaikan dengan dokumen lelang dan rata
bagian permukaannya. Adukan harus dibuat dengan menggunakan mesin
pencampur (molen) atau dengan cara lain yang disetujui pengawas,
sampai didapat campuran yang homogen.
4. Pekerjaan dilanjutkan dengan Pemasangan Begisting untuk dinding,
Begisting harus dipasang sesuai dengan bentuk dan ukuran-
ukuran yang telah di tetapkan dalam gambar. Begisting harus
dipasang sedemikian rupa dengan perkuatan-perkuatan Skoor dan
cukup kokoh dijamin tidak berubah bentuk dan tetap pada kedudukan
selama pengecoran. Begisting/Acuan harus rapat dan tidak bocor,
permukaannya,bebas dari kotoran-kotoran seperti serbuk gergaji,
potongan-potongan kayu, tanah dan sebagainya, sebelum pengecoran
dilakukan dan harus mudah dibongkar tanpa merusak permukan beton.
Tiang-tiang acuan harus diatas tiang papan untuk memudahkan
memindahkan perletakan, tiang-tiang satu dengan lain harus diikat
dengan palang papan/balok secara menyilang.
5. Pekerjaan dilanjutkan dengan Perakitan Besi Beton. Baja tulangan / Besi
Beton yang dipakai adalah minimal harus sesuai dengan PBI 1971 setara
produksi Kratau Steel dengan ukuran sesuai dengan Bestek. Kawat beton
untuk pengikat beton harus terbuat dari baja lunak dengan diameter
minimal 1 ( satu ) mm. Besi dan kawat beton seperti dimaksud diatas
harus bebas dari kotoran – kotoran, karat, minyak, cat, kulit giling serta
bahan lain yang mengurangi daya lekat terhadap beton. Pembengkokan
dan pelurusan besi beton harus dilakukan dalam keadaan dingin, besi
beton dipotong dan dibengkokkan sesuai gambar.
6. Sebelum Pelaksanaan Pengecoran, Pemasangan Pipa Inlet PVC AW Dia
3" harus sudah siap, Jarak Pemasangan PVC sesuai dengan dokumen
lelang atau sesuai persetujuan direksi pengawas.
7. Setelah Begisting Dinding selesai dilaksanakan dan Rakitan Besi beton
sudah sesuai, langkah selanjutnya adalah pengecoran beton dengan
Beton K 200 menggunak concrete mixer / molen. Selama pengecoran
beton harus dipadatkan dengan alat pemadat (Concrete Vibrator)
Ketelitian dalam hal pemadatan perlu diperhatikan agar supaya sudut-
sudut, sela-sela diantara terisi dan disekeliling terpenuhi. Semua rongga-
rongga / gelembung udara tidak boleh terjadi pada pemadatan.
Harusdiperhatikan agar penggetaran / pemadatan tidak terlalu lama yang
dapat mengakibatkan pemisahan bahan-bahan (segregation). Permukaan
beton yang sudah di cor harus diusahakan tetap dalam keadaanlembab,
dengan cara menutupinya dengan kurang-karung-karung basah
ataumenggenangi air sampai selama paling lambat 2 minggu.
8. Pekerjaan dilanjutkan dengan Pemasangan Begisting untuk balok 15/20,
Begisting harus dipasang sesuai dengan bentuk dan ukuran-
ukuran yang telah di tetapkan dalam gambar. Papan Begisting untuk
balok ditunjang dengan kayu dolken dengan ketinggian yang sama dan
datar. rakitan Besi beton untuk balok diselimuti dengan papan bagian
kanan kirinya dengan kokoh sehingga tidak terjadi kebocoran pada waktu
pengecoran.
9. Pekerjaan dilanjutkan dengan pengecoran balok Beton 15/20, Setelah
Bagisting sudah terpasang dengan kuat dan rakitan besi sesuai gambar
kerja barulah dilaksanakan pengecoran dengan menggunakan concrete
mixer/molen dengan beton K 200
10. Setelah selesai pengecoran dan Papan Mal sudah dibongkar,
Pekerjaan dilanjutkan dengan pengurukan kembali tanah galian, Tanah
Galian yang memenuhi syarat diurug kembali Bekas galian untuk
memenuhi rongga-rongga disamping beton dinding coran.

D. PEKERJAAN GORONG - GORONG


Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Gorong-gorong adalah sebagai berikut:

1. Penggalian dilakukan secara manual oleh pekerja dengan menggunakan


peralatan seperti; cangkul, sekop, ganco ,linggis dan peralatan lainnya yang
diperlukan.
2. Kedalaman galian harus sesuai dengan gambar rencana atau sesuai dengan
petunjuk direksi pekerjaan
3. Pada lokasi penggalian perlu dipasang rambu peringatan agar tidak
membahayakan pengguna jalan
4. Setelah satu atau dua hari gorong-gorong pipa dipasang dan disambung
dengan cincin penyambung dari beton.
5. Pembuatan dinding sayap dan tembok kepala dari pasangan batu atau beton
bertulang seperti yang ditunjukkan gambar rencana atau sesuai petunjuk
direksi pekerjaan
6. Urugan Pasir di samping kanan kiri di samping kanan kiri gorong-gorong, dan
Timbunan dilakukan dengan material hasil galian atau dengan material lain
yang disetujui direksi pekerjaan dan kemudian dipadatkan.
7. Pengecoran Lantai Beton K 175 tbl 10 cm diatas Gorong-gorong
Pelaksanaan pekerjaan gorong – gorong dikerjakan tidak langsung secara
keseluruhan melainkan bertahap dari satu sisi, setelah selesai baru dilanjutkan
sisi lainnya. Hal ini dimaksudkan agar ruas jalan masih bisa dilewati, tidak
ditutup secara total

E. PEK. BETON PLAT DECKER

Tahapan Pelaksanaan Pembuatan Plat Decker

1. Pembuatan Begisting Plat Decker dengan menggunakan Papan / Plywood


2. Rakitan Besi beton diletakan diatas Begisting
3. Pengecoran Plat Decker dengan menggunakan beton K 175
BAB III
GAMBAR

3.1. Gambar denah (lampiran)


3.2. Gambar Sanitasi Air Kotor (lampiran)
3.3. Gambar Sanitasi Air Bersih (lampiran)
3.4. Gambar Detail (lampiran)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Drainase merupakan system jaringan instalasi air kotor dengan teknik
tertentu untuk menghindari pencemaran lingkungan yang keluar dari dalam
tanah dengan cara alami atau buatan. Dalam pembuatan drainase harus
ditentukan letak pemasangan pipa dan penentuan arah aliran air serta
penentuan kemiringan pemasangan pipa. Dalam pelaksanaan pekerjaan
drainase harus memperhatikan keselamatan kerja supaya tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan. Pada saat menentukan galian drainase harus
memperhatikan lokasi sekitar supaya tidak terjadi masalah saat
mengerjakannya.
4.2 Saran

Dari pengalaman yang telah kami lakukan pada pekerjaan drainase ,


penulis mengharapkan kepada instruktur/dosen beberapa hal :

4.2.1 Kami mengharapkan instruktur selalu mengawasi dalam pengerjaan


praktek.
4.2.2 Bila instruktur ada keperluan dan tidak bisa mengawasi pada saat
kami bekerja, kami mengharapkan instruktur melakukan
pengecekan pekerjaan beberapa kali agar tidak terjadi kesalahan dan
kami segera memperbaikinya.
4.2.3 Kami berharap peralatan yang diperlukan diperbanyak jumlahnya
serta memadai agar pengerjaan praktek mudah dikerjakan dan cepat
selesai.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai