Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Keperawatan

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP


PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PREMENSTRUAL
SYNDROME (PMS)

Dian Anisia Widyaningrum, Dwi Intan Permata Sari


Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Email : dwi.intanpermatasari@yahoo.co.id

ABSTRAK

Remaja putri yang mengalami premenstrual syndrome biasanya akan


menimbulkan gejala salah satunya kecemasan. Kecemasan yang dialami akan
mengganguremaja dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Untuk mengurangi
kecemasan dibutuhkan suatu cara salah satunya menggunakan teknik relaksasi otot
progresif. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh teknik relaksasi otot
progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan menghadapi premenstrual
syndrome (PMS) pada siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo Kabupaten Magetan.
Penelitian ini menggunakan desain Pra-Eksperimen, dengan menggunakan
pendekatan One Group Pra-Post test design.Sampel penelitian ini adalah siswi
yang mengalami kecemasan menghadapi premenstrual syndrome (PMS) sebanyak
15 responden yang diambil dengan menggunakan metode Purposive Sampling, uji
yang digunakan yaitu Uji Wilcoxon Signed Rank Test.Hasil penelitian menunjukkan
tingkat kecemasan sebelum dilakukan intervensi paling banyak dalam kategori
cemas sedang yaitu 60,0% sedangkan sesudah dilakukan intervensi paling banyak
dalam kategori cemas ringan yaitu 53,3%. Berdasarkan dari hasil uji statistik
didapatkan ρ value 0,001< 0,05, ini menunjukkan bahwa ada Pengaruh teknik
relaksasi otot progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan menghadapi
premenstrual syndrome (PMS) pada siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo Kabupaten
Magetan. Dari hasil penelitian ini diharapkan pemberian teknik relaksasi otot
progresif dapat dijadikan sebagai salah satu cara alternatif untuk mengurangi tingkat
kecemasan pada siswi saat menghadapi premenstrual syndrome (PMS).

Kata Kunci : Teknik Relaksasi Otot Progresif, Kecemasan, Premenstrual


Syndrome

Halaman | 22
Jurnal Keperawatan

PENDAHULUAN mudah tersinggung, mudah marah, cemas,


Masa remaja adalah masa transisi yang merasa tertekan, mood tidak stabil, merasa
di tandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, sedih dan depresi, sensitif, sulit
psikis. Masa remaja antara usia 10-19 tahun, berkonsentrasi (Proverawati dan Misaroh,
adalah suatu periode masa pematangan 2009). Berbagai gejala emosional yang paling
organ reproduksi manusia, dan sering disebut umum dialami wanita saat PMS salah satunya
masa pubertas (Setiyaningrum, 2015). Salah timbulnya suatu kecemasaan ketika
satu ciri yang menandai masa pubertas menghadapi PMS.
perempuan adalah menstruasi (Nur, 2011). Kecemasan adalah berupa rasa
Salah satu gangguan sebelum menstruasi kekhawatiran atau rasa takut yang tidak dapat
yaitu premenstrual syndrome. Meskipun dihindari dari hal- hal yang berbahaya dan
begitu banyak wanita mengalami dapat menimbulkan gejala atau respon tubuh
ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari (Manurung, 2016). Kecemasaan pada saat
sebelum menstruasi sehingga menimbulkan PMS dapat berdampak secara fisiologis,
rasa cemas, perubahan mood secara tiba- kognitif, maupun afektif. Kecemasan pada
tiba, mudah marah, sensitif serta kesulitan remaja yang mengalami PMS memerlukan
dalam berkonsentrasi (Saryono dan Sejati, penanganan, bahkan beberapa wanita
2009). mengalami depresi ringan sampai sedang
Angka kejadian PMS cukup tinggi, yaitu sebelum menstruasi (Saryono dan Sejati,
hampir 75% wanita usia subur diseluruh dunia 2009). Premenstrual syndrome dapat sangat
mengalami PMS. Pada wanita indonesia yang hebat pengaruhnya sehingga harus
mengalami gejala premenstrual syndrome beristirahat dari sekolah atau kantornya
cukup tinggi yaitu 80-90% dan kadang- selama berjam-jam atau beberapa hari
kadang gejala tersebut sangat berat dan (Sukarni dan Wahyu, 2013).
mengganggu kegiatan sehari-hari Bahkan angka kejadian kecemasan
(Pudiastutik, 2012). Berdasarkan studi akibat dari premenstrual syndrome cukup
premenstrual syndrome yang ditemukan di 10 tinggi yaitu sekitar 20% di populasi umum
negara pravalensinya tertinggi di negara barat dan 48% wanita usia subur yang mengalami
sekitar 71- 73%, sedangkan di Indonesia kecemasan akibat premenstrual syndrome
angka pravalensi ini mencapai 85%, dari (Lestari, 2015). Selain itu penelitian yang
seluruh remaja yang mengalami premenstrual dilakukan oleh Ricka dan Wahyuni (2010) di
syndrome sekitar 60-70%. Sementara di Jawa dapatkan remaja putri yang mengalami
Timur siswi yang mengalami premenstrual kecemasaan saat premenstrual syndrome,
syndrome adalah 39,2% mengalami gejala kecemasan sedang yaitu 69,7%, kecemasan
berat dan 60,8% yang mengalami gejala ringan 12,2%. Sementara menurut penelitian
ringan (Sulistyowati, 2015). Sedangkan Laili dan dewi (2014) dilaporkan bahwa 71
pravalensi prementrual syndrome di Indonesia responden (60,6%) pada remaja putri
dari 60-75 % mengalami PMS sedang dan mengalami tingkat kecemasan sedang saat
berat (Irliana, 2014). menghadapi premenstrual syndrome.
Premenstrual syndrome adalah Sedangkan menurut penelitian Siyamti dan
berbagai gejala fisik, psikologis, dan emosi Pertiwi (2011) dilaporkan bahwa remaja putri
yang terkait dengan perubahan hormonal yang mengalami kecemasan premenstrual
yang terjadi karena ketidakseimbangan syndrome yaitu kecemasan ringan 19
hormon esterogen dan progesteron, dimana responden (17,1%), kecemasan sedang 33
hormon esterogen dalam siklus menstruasi responden (29,7%) dan kecemasan berat 59
terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon (53,2%). Berdasarkan hal tersebut maka
progesteronnya (Saryono dan Sejati, 2009). semakin berat tingkat kecemasannya, maka
Sekitar 80 hingga 95 % perempuan premenstrual syndromenya semakin berat,
mengalami gejala-gejala premenstrual sebaliknya semakin ringan tingkat
syndrome dapat mengganggu aspek dalam kecemasannya, maka premenstrual
kehidupannya. Gejala fisik yang sering syndromenya juga semakin ringan.
dirasakan saat PMS antara lain kram, nyeri Salah satu cara nonfarmakologi
perut, nyeri payudara, perut kembung, berat menurunkan kecemasan menghadapi
badan meningkat, kelelahan, nyeri sendi, sakit premenstrual syndrome yaitu dengan teknik
kepala hingga sulit tidur (insomnia). relaksasi (Proverawati dan Misaroh, 2009)
Sedangkan gejala emosinya antara lain salah satunya adalah teknik relaksasi otot
Halaman | 23
Jurnal Keperawatan

progresif. Relaksasi otot atau relaksasi dengan menggunakan teknik relaksasi otot
progresif merupakan suatu metode yang progresif tidak pernah dilakukan. Tujuan
terdiri peregangan dan relaksasi sekelompok penelitian ini adalah untuk mengetahui
otot, serta memfokuskan pada perasaan pengaruh teknik relaksasi otot progresif
rileks. Manfaat melakukan relaksasi otot terhadap perubahan tingkat kecemasan
progresif untuk menurunkan ketegangan otot, menghadapi premenstrual syndrome (PMS)
mengurangi tingkat kecemasan. Dengan pada siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo
begitu orang yang setelah melakukan Kabupaten Magetan
relaksasi otot ini dapat meningkatkan rasa
kebugaran dan konsentrasi, membangun METODE PENELITIAN
emosi positif dan emosi negatif, dan Penelitian ini menggunakan desain Pra-
menurunkan ketegangan otot, kecemasan, Eksperimen, dengan menggunakan
nyeri leher dan punggung. Terapi relaksasi ini pendekatan One Group Pra-Post test design.
tidak memiliki efek samping dan mudah dalam Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
melakukannya (Solehati dan Kosasih, 2015). siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo Kabupaten
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh Magetan yang berjumlah 51 siswi. Sampel
peneliti di SMPN 1 Bendo Kecamatan Bendo dalam penelitian ini adalah siswi yang
Kabupaten Magetan dari remaja putri terdapat mengalami kecemasan menghadapi
10 siswi yang mengalami premenstrual premenstrual syndrome (PMS) sebanyak 15
syndrome. Berdasarkan hasil kuesioner responden yang diambil dengan
HARS yang dibagikan ke 10 siswa. Dari 10 menggunakan metode Purposive Sampling.
siswi tersebut diketahui 7 (70%) diantaranya Sebelum dilakukan teknik relaksasi otot
mengalami kecemasan saat gejala progresif dilakukan pengukuran tingkat
premenstrual syndrome terjadi, Sedangkan 3 kecemasan menggunakan skala HARS.
siswi (30%) tidak mengalami kecemasan. Dari kemudian responden melakukan teknik
5 siswi (71,42%) yang mengalami kecemasan relaksasi otot progresif dengan satu kali
akibat premenstrual syndrome, mereka terapi per hari selama 20 menit dan
mengatasinya dengan membiarkan gejala dilaksanakan 3 hari berturut-turur setelah itu
tersebut hilang dengan sendirinya. dilakukan pengukuran tingkat kecemasan
Sedangkan 2 siswi (28,57%) yang lain menggunakan skala HARS kembali. Pada
mengatasi kecemasan dengan beristirahat. penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon
Sementara cara penanganan kecemasan Signed Rank Test.

HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
Kategori Analisis Univariat
Mean Modus Min-Max SD CI-95%
Usia (tahun) 13,33 13 13-14 0,488 13,06-13,60
Usia Pertama Haid 12,67 13 11-14 0,900 12,17-13,16
(menarche)
Lama haid 6,27 7 4-7 1,280 5,56-6,98
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata usia responden kelas 7 Di SMPN 1
Bendo Kabupaten Magetan 13,33 tahun, usia responden yang paling banyak adalah 13
tahun. Umur termuda 13 tahun dan yang tertua 14 tahun. Pada data usia pertama haid
(menarche) dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata menarche 12,67 tahun, usia
menarche terbanyak responden 13 tahun, usia Menarche termuda responden 11 tahun dan
yang tertua 14 tahun. Untuk data lama haid, dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata
lama haid responden 6,27 hari, lama haid terbanyak responden 7 hari, lama haid responden
terendah 4 hari dan tertinggi 7 hari.

Halaman | 24
Jurnal Keperawatan

2. Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome (PMS) Sebelum Dilakukan Teknik


Relaksasi Otot Progresif Pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Bendo Kabupaten Magetan.
No Keterangan Jumlah Persentase
1 Tidak ada kecemasan 0 0,0%
2 Kecemasan ringan 2 13,3%
3 Kecemasan sedang 9 60,0%
4 Kecemasan berat 4 26,7%
Jumlah 15 100%
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar tingkat kecemasan responden
setelah di lakukan teknik relaksasi otot progresif dalam kategori cemas sedang yaitu
sebanyak 9 responden (60.0%).
3. Tingkat Kecemasan Menghadapi Premenstrual Syndrome (PMS) Sesudah Dilakukan Teknik
Relaksasi Otot Progresif Pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Bendo Kabupaten Magetan.
No Keterangan Jumlah Persentase
1 Tidak ada kecemasan 4 26,7%
2 Kecemasan ringan 8 53,3%
3 Kecemasan sedang 3 20,0%
4 Kecemasan berat 0 0,0%
Jumlah 15 100%
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar tingkat kecemasan responden
setelah di lakukan teknik relaksasi otot progresif dalam kategori cemas ringan yaitu
sebanyak 8 responden (53,3%).
4. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan
Menghadapi Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Bendo
Kabupaten Magetan.
Tidak ada Kecemasan Kecemasan Kecemasan
Kelompok
kecemasan ringan sedang berat
penelitian
f % f % f % f %
Sebelum 0 0% 2 13,3% 9 60,0% 4 26,7,%
Sesudah 4 26,7% 8 53,3% 3 20,0% 0 0%
Wilcoxon ρ Value = 0,001
Signed
Rank Test
Dari hasil penelitian diketahui setengah dari responden mengalami perubahan pada
tingkat kecemasan menghadapi Premenstrual Syndrome (PMS) dari tingkat kecemasan
sedang menjadi tingkat kecemasan ringan setelah dilakukan teknik relaksasi otot progresif.
Uji statistik menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan hasil nilai ρ = 0,001 < α
= 0,05 sehingga H1 diterima yang artinya terdapat pengaruh teknik relaksasi otot progresif
terhadap perubahan tingkat kecemasan menghadapi premenstrual syndrome (PMS) pada
siswi kelas 7 Di SMPN 1 Bendo Kabupaten Magetan

PEMBAHASAN banyak dalam kategori tingkat cemas


1. Tingkat Kecemasan Menghadapi sedang yaitu sebanyak 9 responden (60.0
Premenstrual Syndrome (PMS) Sebelum %), sedangkan paling sedikit cemas ringan
Dilakukan Teknik Relaksasi Otot Progresif (13,3%) pada siswi kelas 7 SMPN 1 Bendo
Pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Bendo Kabupaten Magetan.
Kabupaten Magetan. Pada penelitian ini usia responden
Berdasarkan hasil penelitian tingkat yang paling banyak berusia 13 tahun dan
kecemasan menghadapi premenstrual usia pertama haid (menarche) paling
syndrome (PMS) pada siswi kelas 7 SMPN banyak berusia 13 tahun, dimana tingkat
1 Bendo Kabupaten Magetan yang kecemasan yang tertinggi dialami
dilakukan sebelum adanya perlakuan, responden pada usia 13 tahun dengan usia
diketahui bahwa sebagian tingkat pertama haid (menarche) 13 tahun
kecemasan responden sebelum diberikan sebanyak 4 responden dalam kategori
teknik relaksasi otot progresif yang paling cemas berat. Sedangkan pada usia
Halaman | 25
Jurnal Keperawatan

pertama haid (menarche) 11 tahun, tingkat bahkan berbagai kesehatan antara lain
kecemasan terendah yang dialami diare, mual muntah dan lain-lain.
responden pada usia 13 tahun sebanyak 2 Masa remaja umumnya memiliki
responden dalam kategori cemas ringan, emosi yang masih labil, mood (suasana
dimana umur 13 tahun masa peralihan dari hati) bisa berubah dengan sangat cepat.
masa kanak-kanak menuju masa dewasa Perubahan mood yang drastis pada remaja
ini sering dikenal sebagai adolesens. ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan
Dalam masa ini mengalami perkembangan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan
fisik maupun psikis (Potter dan Perry, sehari-hari dirumah. Meski mood remaja
2006). Hal ini di dukung oleh Notoatmodjo yang mudah berubah-ubah dengan cepat,
(2005) dalam Laili dan dewi (2014) bahwa hal tersebut belum tentu merupakan gejala
semakin matang usia seseorang, maka atau masalah psikologis (Proverawati dan
semakin baik cara menanggapi masalah. Misaroh, 2009).
Umur yang lebih muda akan mengalami Berdasarkan analisis kuesioner
tingkat stress dan kecemasan yang lebih tingkat kecemasan menggunakan HARS
tinggi dari pada yang berusia tua. Dengan kepada responden, meliputi 4 aspek yaitu
usia pertama haid (menarche) 13 tahun aspek fisiologis, aspek perilaku, aspek
tingkat kecemasan yang dialami lebih kognitif dan aspek afektif. Dari hasil
tinggi. Hal ini dikarenakan responden baru pengukuran menunjukkan adanya
saja mengalami menstruasi (menarche). kecemasan dari aspek afektif dan kognitif
Keadaan ini yang kemungkinan lebih dominan dari pada aspek fisiologis.
menyebabkan tingkat kecemasan yang Dari 12 responden menjawab soal aspek
lebih tinggi saat premenstrual syndrome afektif. Dari aspek kognitif 11 responden
(PMS) di bandingkan dengan responden yang menjawab, sebanyak 4 responden
yang usia pertama haid (menarche) 11 yang menjawab pada aspek perilaku,
tahun. Jadi semakin lama usia pertama sedangkan pada aspek fisiologis yang
haid (menarche) maka seseorang semakin menjawab 4 responden. Dapat diketahui
dapat mentoleransi gejala-gejala PMS bahwa tingkat kecemasan yang dialami
yang muncul sebelum menstruasi. siswi yang paling banyak dari aspek afektif.
Pada hasil penelitian tersebut sesuai Berdasarkan teori Tresna (2011) Dimana
dengan penelitian sebelumnya yang aspek afektif ini merupakan reaksi
dilakukan oleh Ricka dan Wahyuni (2010) emosional yang berkaitan dengan
tentang hubungan tingkat kecemasan perasaan seseorang yang dirasakan
dengan sindroma pramenstruasi pada siswi secara berlebihan. Hal ini ditunjukkan
SMP Negeri 4 Surakarta dengan hasil dengan perasaan mudah terganggu, tidak
tingkat kecemasan remaja putri yang paling sabar, gelisah, tegang, cepat marah.
banyak cemas sedang yaitu 69,7%, Menurut asumsi dari peneliti
sedangkan paling sedikit cemas ringan kecemasan merupakan salah satu dampak
12,2%. Hal ini disebabkan ada sesuatu dari PMS yang dirasakan beberapa
kecenderungan responden bahwa semakin perempuan menjelang menstruasi. Tingkat
ringan tingkat kecemasannya maka kecemasan yang di rasakan berbeda-beda.
semakin ringan PMS nya. Hal ini sesuai Perasaan cemas saat menghadapi PMS
dengan teori Laili dan Dewi (2014) bisa disebabkan karena remaja merasa
Penyebab kecemasan dalam menghadapi takut dengan hal yang akan dialami dan
PMS adalah faktor hormonal pada wanita kurangnya informasi yang diberikan
yaitu ketidakseimbangan antara hormon kepada remaja tentang menstruasi.
estrogen dan progresteron. Beberapa 2. Tingkat Kecemasan Menghadapi
keluhan yang dirasakan saat PMS yaitu Premenstrual Syndrome (PMS) Sesudah
sakit kepala, sakit punggung, nyeri pada Dilakukan Teknik Relaksasi Otot Progresif
payudara. Akibat keluhan yang dirasakan Pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1 Bendo
dapat menimbulkan kecemasan pada Kabupaten Magetan.
wanita yang mengalami PMS. Apabila Berdasarkan hasil penelitian tingkat
kecemasan tidak segera diatasi akan kecemasan menghadapi premenstrual
menimbulkan berbagai respon kecemasan syndrome (PMS) sesudah dilakukan teknik
antara lain gelisah, keringat dingin, takut relaksasi otot progresif yang dilakukan satu
kali terapi per hari selama 20 menit dan
Halaman | 26
Jurnal Keperawatan

dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut selama berjam- jam atau beberapa hari
pada siswi kelas 7 SMPN 1 Bendo dapat (Sukarni dan Wahyu, 2013). Oleh karena
diketahui bahwa tingkat kecemasan itu perlu suatu cara untuk menurunkan
responden setelah diberikan teknik tingkat kecemasan menghadapi
relaksasi otot progresif yang paling banyak premenstrual syndrome (PMS). Dapat
dalam kategori cemas ringan yaitu dilakukan dengan dua cara yaitu
sebanyak 8 responden (53,3%), farmakologi dan non farmakologi,
sedangkan paling sedikit cemas sedang sedangkan penanganan secara non
sebanyak 3 responden (20,0%) pada siswi farmakologi salah satunya dapat dilakukan
kelas 7 SMPN 1 Bendo Kabupaten dengan teknik relaksasi otot progresif,
Magetan. dimana teknik relaksasi ini dapat
Pada hasil penelitian tersebut sejalan mengurangi tekanan dan gejala pada
dengan penelitian yang dilakukan oleh wanita yang mengalami masalah
Saputri (2016) tentang pengaruh relaksasi menstruasi (Proverawati dan Misaroh,
otot progresif terhadap tingkat kecemasan 2009).
ibu primigravida trimester III Di Puskesmas Berdasarkan hasil uraian diatas untuk
Sewon 1 Bantul, menyatakan bahwa mengurangi kecemasan menghadapi
sebelum diberikan intervensi teknik premenstrual syndrome (PMS) dengan dua
relaksasi otot progresif yang paling banyak cara yaitu secara farmakologi dan non
cemas sedang yaitu sebanyak 22 farmakologi. Salah satu cara
responden (64,7%), cemas ringan 7 nonfarmakologi yang digunakan dengan
responden (20,6%), cemas berat 1 berolahraga secara rutin yaitu dapat
responden (2,9%). Sedangkan hasil meringankan rasa tidak nyaman saat
setelah diberikan intervensi relaksasi otot premenstrual syndrome (PMS), khususnya
progresif kecemasan responden yang dengan melakukan teknik relaksasi otot
mengalami cemas ringan sebanyak 24 progresif dapat menurunkan kecemasan
responden (70,6%), cemas sedang 9 saat PMS.
responden (26,5%) dan yang mengalami 3. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif
cemas berat 1 responden (2,9%). Terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan
Relaksasi otot atau relaksasi Menghadapi Premenstrual Syndrome
progresif merupakan suatu metode yang (PMS) Pada Siswi Kelas 7 Di SMPN 1
terdiri peregangan dan relaksasi Bendo Kabupaten Magetan.
sekelompok otot, serta memfokuskan Setelah dilakukannya analisis data
perasaan rileks. Dengan begitu setelah dengan menggunakan wilcoxon signed
melakukan relaksasi otot ini dapat rank test, dengan tingkat kesalahan α =
menurunkan ketegangan otot, menurunkan 0.05 diperoleh sig ρ value = 0.001. Hal ini
kecemasan, nyeri leher dan punggung, menunjukkan bahwa ρ value = 0.001 < α =
tekanan darah tinggi, dan meningkatkan 0.05 yang artinya ada pengaruh tingkat
rasa kebugaran dan konsentrasi, kecemasan sebelum dan sesudah
memperbaiki kemampuan untuk mengatasi dilakukan teknik relaksasi otot progresif
stress (Solehati dan Kosasih, 2015). pada siswi kelas 7 SMPN 1 Bendo
Kecemasan pada remaja yang Magetan.
mengalami PMS memerlukan penanganan Sesuai dengan teori yang
bila tidak segera ditangani hal ini tentu saja dikemukakan Herodes, 2010 dalam
sangat berbahaya karena dapat Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa
mengganggu dalam melakukan aktivitas Teknik relaksasi otot progresif memusatkan
remaja sehari-hari apabila tidak tertangani perhatian pada suatu aktivitas otot dengan
dengan baik. Keadaan ini dapat mengidentifikasi otot yang tegang
menyebabkan remaja mengalami masalah kemudian menurunkan ketegangan dengan
terhadap prestasinya di sekolah, melakukan teknik relaksasi untuk perasaan
terganggunya komunikasi dengan teman, relaks. Teknik relaksasi otot progresif
terjadinya penurunan produktivitas belajar merupakan salah satu cara teknik relaksasi
bahkan tidak hadir disekolah (Andrews, yang mengkombinasi latihan nafas dalam
2010). Premenstruasi Syndrome dapat dan serangkaian relaksasi otot tertentu. Hal
sangat hebat pengaruhnya sehingga harus ini sejalan dengan penelitian Oktavianis
beristirahat dari sekolah atau kantornya (2010) yang menjelaskan bahwa relaksasi
Halaman | 27
Jurnal Keperawatan

otot progresif efektif untuk menurunkan (spontan) pada saat genggaman.


stres pada responden. Stres merupakan Rangsangan tersebut akan mengalirkan
setiap keadaan atau peristiwa yang semacam gelombang kejut atau listrik
menyebabkan perubahan dalam kehidupan menuju otak kemudian di proses dengan
seseorang, sehingga orang itu harus cepat dan diteruskan menuju saraf pada
melakukan perubahan dan penyesuaian organ tubuh yang mengalami gangguan,
atau adaptasi untuk mengatasi sehingga sumbatan di jalur energi menjadi
masalahnya. Hal ini dikarenakan, relaksasi lancar. Relaksasi genggam jari dapat
otot progresif salah satu pengelolaan diri mengendalikan dan mengembalikan emosi
didasari pada kerja sistem saraf simpatis yang akan membuat tubuh menjadi rileks.
dan parasimpatis Pada saat seseorang Ketika tubuh dalam keadaan rileks, maka
mengalami kecemasan saraf yang bekerja ketegangan pada otot berkurang yang
lebih dominan yaitu sistem saraf simpatis, kemudian akan mengurangi kecemasan
sedangkan saat keadaan rilek yang bekerja (Yuliastuti, 2015 dalam Sari, 2015).
adalah sistem saraf parasimpatis. Dimana Hasil penelitian ini sejalan dengan
saraf simpatis dan parasimpatis yang hasil penelitian Astuti dan Ruhyana(2015)
kerjanya saling berlawanan, ketika otot- dengan judul “pengaruh pemberian terapi
otot dirilekskan dapat menormalkan relaksasi progresif terhadap tingkat
kembali fungsi-fungsi organ tubuh. Selain kecemasan pasien pre operasi Di RSU
itu gerakan relaksasi otot progresif ini PKU Muhammadiyah bantul tahun 2015”,
menstimulasi pengeluaran hormon dengan hasil terdapat perbedaan tingkat
endorphin yang memberikan rasa bahagia kecemasan pasien pre operasi dengan
dan kenyamanan pada tubuh. Hormon ini pemberian terapi relaksasi progresif
dapat berfungsi sebagai obat penenang dengan tingkat signifikansi diperoleh nilai
alami yang di produksi di otak dan susunan ρ=0,002 (ρ< 0,05).
saraf tulang belakang. Endorphin bekerja Berdasarkan uraian diatas peneliti
mengikat reseptor yang ada di sistem dapat berasumsi bahwa ada pengaruh
limbik, Sistem limbik adalah bagian dari teknik relaksasi otot progresif terhadap
otak yang dikaitkan dengan suasana hati, perubahan tingkat kecemasan menghadapi
emosi (Akbar dan Afriyanti, 2014). premenstrual syndrome (PMS) pada siswi
Dalam hasil wawancara pada 5 kelas 7 SMPN 1 Bendo Kabupaten
responden, mengatakan bahwa setelah Magetan. Hal ini sesuai dengan teori
dilakukan kegiatan teknik relaksasi otot bahwa teknik relaksasi otot progresif dapat
progresif. Gerakan tersebut bisa sambil menurunkan tingkat kecemasan pada
duduk dilantai sambil menonton tv, tidak seseorang karena teknik relaksasi otot
memerlukan waktu yang lama, dan progresif memberikan efek yang
gerakan-gerakannya mudah diingat seperti menenangkan dan merilekskan tubuh.
gerakan gengggam jari yang dimana-mana Sehingga penggunaan teknik relaksasi otot
bisa dilakukan. Jadi kegiatan teknik progresif dapat diterapkan karena mudah
relaksasi otot progresif ini bisa menjadikan dilakukan, relaksasi ini hanya melibatkan
olahraga dalam aktivitas sehari-hari. sistem otot tanpa memerlukan alat lain dan
Menurut teori Liana, 2008 dalam Sari dapat dilakukan ketika dalam keadaan
(2015) mengemukakan salah satu gerakan istirahat yaitu saat menonton tv atau duduk
relaksasi otot progresif adalah relaksasi di kursi, sehingga mudah dilakukan kapan
genggam jari merupakan sebuah teknik saja. Selain itu relaksasi ini bisa digunakan
relaksasi yang sangat sederhana dan sebagai salah satu alternatif dalam
mudah dilakukan. Menggenggam jari penanganan ketika menghadapi
disertai dengan menarik nafas dalam- premenstrual syndrome (PMS).
dalam dapat mengurangi ketegangan fisik
dan emosi, karena genggaman jari akan KESIMPULAN
menghangatkan titik-titik masuk dan Berdasarkan dari hasil pembahasan
keluarnya energi pada meridian (saluran penelitian yang berjudul Pengaruh Teknik
energi) yang berhubungan dengan organ- Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan
organ di dalam tubuh yang terletak pada Tingkat Kecemasan Menghadapi
jari tangan. Titik-titik refleksi pada tangan Premenstrual Syndrome (PMS) Pada Siswi
memberikan rangsangan secara refleks
Halaman | 28
Jurnal Keperawatan

Kelas 7 Di SMPN 1 Bendo Kabupaten DAFTAR PUSTAKA


Magetan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tingkat kecemasan menghadapi Akbar, I. Putria, D. E. dan Afriyanti, E. (2014).
premenstrual syndrome (PMS) sebelum Pengaruh Relaksasi Otot Progresif
dilakukan teknik relaksasi otot progresif Terhadap Penurunan Disminore Pada
pada siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo Mahasiswi A 2012 Fakultas
Kabupaten paling banyak dalam kategori Keperawatan Unand.
kecemasan sedang yaitu sebanyak 9 Andrews, G. (2010). Buku Ajar Kesehatan
responden (60.0%). Reproduksi Wanita. Ed 2. Jakarta :
2. Tingkat kecemasan menghadapi Penerbit Buku Kedokteran EGC
premenstrual syndrome (PMS) sesudah Astuti, H. T. dan Ruhyana. (2015). Tentang
dilakukan teknik relaksasi otot progresif Pengaruh Pemberian Terapi Relaksasi
pada siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan
Kabupaten Magetan paling banyak dalam Pasien Pre Operasi Di RSU PKU
kategori kecemasan ringan yaitu sebanyak Muhammadiyah Bantul.
8 responden (53,3%). Irliana. (2014). Pengaruh Penyuluhan
3. Ada pengaruh teknik relaksasi otot Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja
progresif terhadap perubahan tingkat Tentang Syndrom Premenstuasi Di SMP
kecemasan menghadapi premenstrual Mataram Kasihan Bantul.
syndrome (PMS) pada siswi kelas 7 Di Laili, S. I. dan Dewi, L. L. (2014). Tingkat
SMPN 1 Bendo Kabupaten Magetan yang Kecemasan Remaja Putri Dalam
dibuktikan dengan hasil analisis nilai ρ Menghadapi Premenstrual Syndrome Di
(0,001) < nilai α (0,05). SMP 2 Sooko Mojokerto.
Lestari, C. P. (2015). Hubungan Sindrom
SARAN Prementruasi Dengan Tingkat
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, Kecemasan Pada Siswi Kelas XI
maka penulis ingin menyampaikan beberapa Jurusan Akutansi SMK Negeri 1 Bantul
saran sebagai berikut : Yogyakarta.
1. Bagi Responden. Penelitian ini disajikan Manurung , N. (2016). Terapi Reminiscence.
sebagai alternatif dalam menurunkan Jakarta : CV trans Info Media.
kecemasan menghadapi premenstrual Nur, N. L. (2011). Buku Pintar Menstruasi.
syndrome (PMS), sehingga disarankan Jogyakarta : Buku Biru.
untuk menggunakan teknik relaksasi otot Oktavianis, D. (2010) Efektifitas Relaksasi
progresif yang dapat dilakukan secara Otot Progresif Untuk Menurunkan
mandiri sebagai untuk mengatasi Tingkat Stres Pada Pengasuh Lanjut
kecemasan menghadapi premenstrual Usia Di Panti Werdha.
syndrome (PMS). Proverawati, A. dan Misaroh, S. (2009).
2. Bagi Institusi Pendidikan Stikes Bhakti Menarche Menstruasi Pertama Penuh
Husada Mulia Madiun. Diharapkan hasil Makna. Yogyakarta : Nuha Medika.
penelitian ini dapat digunakan sebagai Pudjiastuti, R. D. (2012). 3 Fase Penting Pada
referensi bagi mahasiswi tentang Wanita. Jakarta : PT Elex Media
pengobatan yang menggunakan metode Komputindo.
non farmakologi dengan teknik relaksasi Ricka dan Wahyuni. (2010). Hubungan
dalam menurunkan kecemasan Tingkat Kecemasan dengan Sindroma
menghadapi premenstrual syndrome Pramenstruasi Pada Siswi SMP Negeri
(PMS). 4 Surakarta.
3. Bagi Peneliti. Hasil peneliti ini belum Sari, R. D. K. (2015). Pengaruh Teknik
sempurna karena keterbatasan peneliti, Relaksasi Genggam Jari Terhadap
diharapkan peneliti lain mampu Penurunan Kecemasan Pada Pasien
mengembangkan penelitian lain mengenai Pre Operasi Sectio Caesarea.
kecemasan menghadapi premenstrual Saputri, F. D. (2016). Pengaruh Relaksasi
syndrome (PMS), dari segi faktor dan Otot Progresif Terhadap Tingkat
variabel yang berbeda agar dapat Kecemasan Ibu Primigravida Trimester
mengembangkan penelitian di masa yang Iii Di Puskesmas Sewon 1 Bantul.
akan datang.

Halaman | 29
Jurnal Keperawatan

Saryono dan Sejati, W. (2009). Sindrom Keperawatan Maternitas. Bandung :


Premenstruasi. Yogyakarta : Nuha PT Refika Aditama.
Medika. Sukarni, I dan Wahyu. (2013). Buku Ajar
Setiyaningrum, E. (2015). Pelayanan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta :
Keluarga. Berencana dan Kesehatan Nuha Medika.
Reproduksi-Revisi. Jakarta : CV Trans Sulistyowati, Lilis, M. dan Nurul, J. A. (2015).
Info Media. Perbedaan Premenstrual Syndrome
Setyoadi dan Kushariyadi. (2011). Terapi Sebelum Dan Sesudah Senam Yoga
Modalitas Keperawatan Pada Klien Pada Remaja Putri Di Lembaga
Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba Pendidikan Ihyaul Ulum Kecamatan
Medika Dukun Kabupaten Gresik.
Siyamti, S dan Pertiwi, W. H. (2011). Sustraini, L. Alam, S. dan Hadibroto, I. (2004).
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Hipertensi. Jakarta : Gramedia.
Dengan Sindrom Premenstruasi Pasa Tresna, I. G. (2011). Efektifitas Konseling
Mahasiswa Tingkat II Akademik Behavioral Dengan Teknik
Kebidanan Estu Utomo Boyolali. Desensitisasi Sistematis Untuk
Solehati, T. dan Kosasih, E. C. (2015). Mereduksi Kecemasan Menghadapi
Konsep dan Aplikasi Relaksasi Dalam Ujian

Halaman | 30

Anda mungkin juga menyukai