Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Bioremediasi merupakan proses penguraian limbah organik atau anorganik polutan


secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan
mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Menurut definisi (Vidali, 2001), bioremediasi
adalah penggunaan organisme hidup, terutama mikroorganisme, untuk mendegradasi
kontaminan lingkungan ke dalam bentuk yang kurang beracun.
Bioremediasi terjadi karena enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut
biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana
polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi
metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Secara umum teknik bioremediasi terbagi dua in situ (on-site), dapat dilakukan
langsung di lokasi tanah tercemar dan ex situ (off-site) yaitu tanah tercemar digali dan
dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol. Lalu diberi perlakuan khusus
dengan memakai mikroba. Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
(1) Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan
nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, (2) Inokulasi (penanaman)
mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan
biotransformasi khusus, (3) Penerapan immobilized enzymes, (4) Penggunaan tanaman
(phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut biostimulasi, bioaugmentasi dan
bioremediasi intrinsic. Faktor yang mempengaruhi optimalisasi proses bioremediasi
meliputi adanya populasi mikroba yang mampu menurunkan polutan, keberadaan
kontaminan terhadap populasi mikroba, faktor-faktor lingkungan (jenis tanah, suhu, pH,
adanya oksigen atau akseptor elektron lainnya, dan nutrisi ) (Vidali, 2001).
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya
menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air yang
dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian, terganggunya kenyamanan
dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan
adalah berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama
pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-
lubang besar di permukaan bumi.
Logam berat merupakan jenis polutan yang terdistribusi secara luas didalam tanah
dan mendapatkan perhatian secara khusus karena sifatnya yang tidak dapat terdegradasi
serta dapat bertahan lama didalam lingkungan. Limbah padat dan atau cair yang dihasilkan
dari berbagai proses industri dan pertambangan mengandung logam berat toksik (Essa et.al,
2002). Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat lingkungan diantaranya yaitu
Cr, Cd, As Pb dan Hg (Merkuri). Merkuri ini merupakan salah satu jenis polutan yang
bersifat toksik (Santi dan Goenadi, 2009). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Selid, et.al (2009) bahwa merkuri adalah unsur yang sangat beracun yang banyak tersebar
di atmosfer, litosfer, dan air permukaan. Merkuri menimbulkan masalah serius bagi
kesehatan manusia, seperti bioaccumulation merkuri dalam otak dan ginjal pada akhirnya
mengarah pada penyakit neurologis.
Upaya penanggulangan bahaya pencemaran yang diakibatkan oleh merkuri telah
banyak dilakukan. Berdasarkan asumsi bahwa baik tanaman maupun bakteri merupakan
agens biologi penting yang dapat digunakan untuk bioremediasi, maka beberapa tahun
terakhir ini bidang mikrobiologi terapan dan biologi molekular menjadi dasar
pengembangan teknologi bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri yang dapat mereduksi
merkuri.

I.2. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme penggunaan mikroorganisme


bakteri Indigenous dan kemampuan tanaman (fitoremediasi) dalam bioremediasi limbah
merkuri pada lahan penambangan emas.
BAB II
PEMBAHASAN

II.2. Ulasan Singkat Tentang Logam Merkuri (Hg)

Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai sifat cair
pada temperatur ruang dengan spesifik gravity dan daya hantar listrik yang tinggi. merkuri
di industri ini untuk memudahkan (sebagai katalis) proses pencampuran logam dengan
logam lainnya, contohnya dalam proses ekstraksi logam emas dan logam campuran untuk
gigi.
a) Sifat Fiska - Kimia Merkuri
Secara umum logam merkuri mempunyai sifat-sifat sebagai berikut yaitu
berwujud cair pada suhu kamar (250C) dengan titik beku paling rendah sekitar
0
39 C. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan
logam yang lain.Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga
menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya
listrik.Dapat melarutkan bermacam- macam logam untuk membentuk alloy yang
disebut dengan amalgam. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua
makhluk hidup , baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam
bentuk persenyawaan (Palar, 1994). Merkuri umumnya terdiri dari tiga bentuk
yaitu elemen merkuri (Hg0), ion merkuri (Hg2+), dan merkuri organik kompleks
(Selid et.al, 2009).
b) Siklus Merkuri di Dalam Lingkungan
Siklus merkuri di alam dimediasi oleh proses geologi dan biologi. Bentuk
utama merkuri di atmosfer adalah uap merkuri (Hg o) yang mudah menguap dan
dioksidasi menjadi ion merkuri (Hg2+) sebagai hasil dari interaksi terhadap ozon
dengan adanya air. Kebanyakan merkuri yang masuk ke lingkungan perarian
adalah Hg2+.

Organisme predator yang ada di tingkat paling atas dalam rantai makanan umumnya
memiliki konsentrasi merkuri lebih tinggi, yang dikenal sebagai bentuk organik
metylmerkuri. Umumnya bentuk kimia merkuri yang terpapar pada manusia adalah uap
merkuri Hgo dan senyawa metylmerkuri yang merupakan racun yang sangat kuat bagi
semua organisma hidup. Adanya kontaminasi limbah logam berat mengakibatkan beberapa
bakteri, jamur dan tanaman telah berevolusi sehingga memiliki mekanisme resistensi
terhadap beberapa bentuk zat kimia yang berbeda. Bakteri memainkan peran penting dalam
siklus global merkuri dalam lingkungan sekitar.
II.2.1.Bioremediasi Merkuri Menggunakan Bakteri Indigenous Dari Limbah
Penambangan Emas

Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan sumber daya emas besar
(Fachri, 2005; Supit, 2009; Karmanto et al., 2013), dimana salah satu lokasinya terletak di
Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Setiawan, 2017). Namun pada
proses penambangannya digunakan proses ekstraksi yang berbahaya baik bagi lingkungan
maupun makhluk hidup, yaitu menggunakan logam merkuri untuk proses amalgamasi
karena biaya yang dikeluarkan relatif rendah (Davies, 2014).
Limbah merkuri merupakan suatu limbah berbahaya yang sering digunakan sebagai
proses amalgamasi dalam penambangan emas. Dampak dari merkuri akan semakin
meningkat terlebih para penambang tidak pernah mengolah limbah merkuri tersebut
sebelum dibuang ke lingkungan, sehingga diperlukan suatu metode untuk menjadikan
limbah merkuri tersebut tidak beracun atau bahkan hilang. Salah satu metode yang dapat
dilakukan yaitu melakukan proses bioremediasi.
Pada penelitian ini, proses bioremediasi dilakukan dengan menggunakan bakteri
indigenous yang diisolasi dari limbah penambangan emas Tumpang Pitu, Banyuwangi.
Bakteri indigenous tersebut didapatkan dengan mengambil sampel berupa sedimen dan
sampel cair dari penambangan emas, dan kemudian dilakukan proses isolasi dan seleksi
menggunakan merkuri dengan kadar 0-130 ppm. Proses ini untuk mendapatkan bakteri
yang resisten terhadap kadar merkuri tertinggi dan mampu untuk melakukan proses
degradasi merkuri terbaik. Selanjutnya, dilakukan proses identifikasi bakteri yang terbukti
mampu untuk melakukan proses bioremediasi.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan bakteri indigenous dari limbah
penambangan emas pada proses bioremediasi limbah merkuri di suatu lingkungan
sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri
jenis Morganella morganii yang resisten terhadap merkuri dan mampu melakukan
bioremediasi merkuri hingga mencapai 92.46%.
II.2.2. Fitoremediasi Tanah Tercemar Merkuri Menggunakan Lindernia crustacea,
Digitaria radicosaa, dan Cyperus rotundus Serta Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung

Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak dijumpai kegiatan


penambangan emas skala kecil (PESK). Desa Pesanggaran, Kecamatan Genteng,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, merupakan salah satu lokasi PESK yang terlah
beroperasi secara ilegal sejak tahun 2009. Keberadaan kegiatan penambangan di Desa
Pesanggaran dilaporkan oleh Kepala Desa telah menurunkan produksi tanaman jagung
sampai 70%. Fitter dan Hay (2004) menyatakan bahwa ion-ion logam bereaksi secara
spesifik dengan enzim yang pada gilirannya mengganggu proses metabolisme pada
tanaman. Menurut Subowo et al. (2007) adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat
menurunkan produktivitas pertanian dan kualitas hasil pertanian selain dapat
membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah
yang tercemar logam berat tersebut. Kadar logam berat pada lahan pertanian tersebut
dapat dikurangi dan dinetralisir dengan metode yang murah, yang dikenal dengan
fiitoremediasi (Truu, 2003).
Teknologi ini merupakan sebuah inovasi, biaya efektif dan alternatif untuk
mengelola limbah berbahaya yang ramah lingkungan (EPA, 2001). Bahan kimia yang
diserap oleh tanaman disimpan dalam akar, batang, dan daun yang nantinya akan diubah
menjadi bahan kimia yang kurang berbahaya, diubah dalam bentuk gas dan dilepaskan ke
udara dalam proses transpirasi (EPA, 2001: Priyanto dan Prayitno, 2005).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui kemampuan
Lindernia crustacea, Digitaria radicosa, dan Cyperus rotundus sebagai fitoremediator
untuk tanah yang terkontaminasi oleh limbah penambangan emas yang mengandung
merkuri dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dilakukan di rumah
kaca dengan enam belas perawatan yang terdiri dari tiga akumulator tanaman, dua tanah
terkontaminasi merkuri, dan dua tingkat aplikasi bahan organik. Parameter yang diukur
yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering, serapan N tanaman, kadar Hg, dan
serapan Hg.
II.2.3. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi Lahan dan Air
Terdegradasi Penambangan Emas

Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari


tanah atau perairan yang terkontaminasi. Akhir-akhir ini teknik reklamasi dengan
fitoremediasi mengalami perkembangan pesat karena terbukti lebih murah dibandingkan
metode lainnya, misalnya penambahan lapisan permukaan tanah. Fitoremediator tersebut
dapat berupa herba, semak bahkan pohon. Semua tumbuhan mampu menyerap logam
dalam jumlah yang bervariasi, tetapi beberapa tumbuhan mampu mengakumulasi unsur
logam tertentu dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Indonesia memiliki keragaman jenis tumbuhan endemik/lokal yang tinggi. Dengan
banyaknya jenis flora yang dimiliki Indonesia, diperkirakan tidak sedikit pula jenis
tumbuhan yang memiliki potensi sebagai hiperakumulator yang dapat digunakan untuk
meremediasi lingkungan yang tercemar. Seiring bertambahnya waktu, di tempat
penimbunan tailing PT. Aneka Tambang (Antam), Pongkor, Bogor, tumbuh berbagai jenis
tumbuhan rumput dan gulma berdaun lebar. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk mencari
jenis-jenis tumbuhan yang pontesial untuk fitoremediasi.
Penelitiannya diarahkan untuk mendapatkan jenis tumbuhan yang dapat beradaptasi
pada tanah dengan tingkat kelarutan logam yang relatif tinggi. Tumbuhan yang mampu
tumbuh dengan baik di lahan tersebut berarti mempunyai toleransi yang baik untuk hidup
pada lahan marginal. Dari sekian keragaman jenis di lahan tersebut, diduga terdapat jenis
yang potensial untuk dikembangkan sebagai tumbuhan fitoremediator. Penelitian ini lebih
menitikberatkan pada tumbuhan pionir yang tumbuh di lahan tersebut. Tumbuhan yang
diharapkan adalah yang mampu menyerap polutan dalam jumlah tinggi dalam waktu
singkat. Sifat hipertoleran terhadap logam berat dan sianida adalah kunci karakteristik yang
mengindikasikan sifat hiperakumulator tumbuhan potensial tersebut.
BAB III
KESIMPULAN

Upaya penanggulangan bahaya pencemaran yang diakibatkan oleh merkuri telah


banyak dilakukan. Berdasarkan asumsi bahwa baik tanaman maupun bakteri merupakan
agens biologi penting yang dapat digunakan untuk bioremediasi, maka beberapa tahun
terakhir ini bidang mikrobiologi terapan dan biologi molekular menjadi dasar
pengembangan teknologi bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri yang dapat mereduksi
merkuri. Sehingga diperoleh kesimpulan setiap artikel, yakni :

1. Hasil penelitian Bioremediasi Merkuri Menggunakan Bakteri Indigenous Dari Limbah


Penambangan Emas menunjukkan bahwa bakteri jenis Morganella morganii yang
resisten terhadap merkuri dan mampu melakukan bioremediasi merkuri hingga
mencapai 92.46%.

2. Hasil penelitian Fitoremediasi Tanah Tercemar Merkuri Menggunakan Lindernia


crustacea, Digitaria radicosaa, dan Cyperus rotundus Serta Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung menunjukkan bahwa 10% dari tanah
yang terkontaminasi tailing (T1) mengandung Hg kurang dari 20% tanah
terkontaminasi tailing (T2). Penambahan bahan organik dapat membantu menyediakan
Nutrisi dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan kesuburan tanah, sehingga
potensi serapan meningkat dan bisa mengurangi kandungan Hg dalam tanah tailing
yang terkontaminasi. Lindernia crustacea, Digitaria radicosa, dan Cyperus rotundus
berpotensi dalam mengurangi konsentrasi merkuri dalam tailing tanah yang
terkontaminasi mengubah pertumbuhan jagung yang lebih baik.

3. Hasil penelitian Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi Lahan dan Air
Terdegradasi Penambangan Emas menunjukkan beberapa spesies akumulasi Pb dan
sianida dalam konsentrasi tinggi seperti Ipomoea sp. (35,70 ppm cyanida) dan
Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Robinson (11,65 ppm Pb). Serangkaian penelitian
diperlukan untuk membuktikan bahwa spesies ini berpotensi sebagai akumulator
logam berat dan sianida.
DAFTAR PUSTAKA

Davies, G, R. 2014. A toxic free future: is there a role for alternatives to mercury in small-
scale gold mining. Futures. 62:113-119
EPA. 2001. A Citizen’s Guide to Phytoremediation. US Enviroenmental Protection Agency.
Essa, A.M.M., L. E. Macaskie and N. L. Brown. Mechanisms of mercury bioremediation.
Biochemical Society Transactions (2002) Volume 30, part 4
Fachri, F. 2005. Aplikasi kriging sekuensial pada penaksiran cadangan emas. Jurnal
Gradien. 1(1):34-37
Fitter, A. H dan R. K. M. Hay. 2004. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan oleh Sri
Andani dan E. D. Purbayanti. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Ghosh, Amitava, Piyali C, Partha R, Somnath B, Tanushree N and Simli S. Bioremediation
of Heavy Metals from Neem (Azadirachta Indica) Leaf Extract by Chelation
with Dithizone. (A Protective and Effective Method for Pharmaceutical
Industry). AsianJournal of Pharmaceutical and Clinical Research. Volume 2,
issue 1, Jan-March 2009.
Priyanto, B. dan J. Prayitno. 2002. Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan
Pencemaran, Khususnya Logam Berat. Dalam
Http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora.htm
Selid, Paul D., Hanying Xu, E. Michael Collins, Marla Striped FC and Julia X Z. Sensing
Mercury for Biomedical and Environmental Monitoring. Sensor.2009.9.5446-
5459
Shaaban, M, T, Ghozlan, H, A, Maghraby, M, M, E. 2012. Susceptibility of bacteria
infecting urinary tract to some antibiotics and essential oils. Journal of Applied
Pharmaceutical Science. 2(4):90-98
Subowo, M., S. Widodo dan A. Nugraha. 2007. Status dan Penyebaran Pb, Cd, dan
Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya. Prosiding.
Bidang Kimia dan Bioteknologi Tanah, Puslittanak, Bogor.
Truu, J., E. Talpsep, E. Vedler, E. Heinaru, and A. Heinaru. 2003. Enhanced Biodegradation
of Oil Shale Chemical Industry Solid Wastes by Phytoremediation and
Bioaugmentation. Estonia Academy Publisher.
Vidali, M. Bioremediation. An overview. Pure Appl. Chem., Vol. 73, No. 7, pp. 1163–1172,
2001.
Bioremediasi Tanah

Penggunaan Mikroorganisme Bakteri Indigenous dan


Kemampuan Tanaman (Fitoremediasi) dalam
Bioremediasi Limbah Merkuri Pada Lahan Penambangan Emas

OLEH :

RISKI APRIYANI

G022181001

PRODI ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

Anda mungkin juga menyukai