Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau
asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan
integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat
berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan
(cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu
sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran),
dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam
keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu. Cara penanggulangan masalah
konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur - unsur kebudayaan baru dan
lama. Inilah yang disebut sebagai Integrasi Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979 dalam
Danandjaja, 1999).
Indonesia merupakan negara yang terpisah-pisah dari segi lingkungan geogarfisnya
yang terdiri dari pulau-pulau dari yang terbesar sampai ke pulau yang terkecil. Dari segi
wilayah Indonesia dapat dibagi dua yaitu Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Kenyataan
semacam ini yang menyebabkan NKRI terdiri dari berbagai aspek budaya yang berbeda. Baik
dari suku, ras, bahasa dan agama yang berbeda-beda. Dari hal ini tergambar jelas tentang
bagaimana upaya yang akan kita lakukan untuk mempersatukan perbedaan ini menjadi suatu
kesatuan yang utuh tanpa mengilangkan keasliannya. Suatu negara tidak mungkin bisa
mempertahankan integrasinya jika kelompok yang ada di dalamnya tidak bersatu.

Konsep integrasi pada dasarnya sejalan dengan kondisi Indonesia pada saat ini ketika
konflik antar etnik, antara daerah, antara agama,suku, partai politik, antar pelajar, serta
konflik lainya yang mengatasnamakan kepentingan sendiri diberbagai daerah yang ada di
Indonesia. Persoalan-persoalan seperti ini tentu tak lepas dari perhatian kita sebagai bagian
dari Indonesia yang terkenal dengan kemajemukannya sebagai bangsa yang aman. Memang
pada pelaksanaannya sangat sulit mempersatukan atau mengintegrasikan suata masyarakat
yang majemuk seperti bangsa Indonesia. Kita juga harus menyadari bahwa konflik karena
suatu perbedaan tidak akan pernah selesai secara sepenuhnya dan bukan berarti kita pasrah

1
pada kenyataan ini. Untuk itu integrasi perlu diupayakan lebih lanjut untuk membangun
Indonesia yang lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari integrasi nasional ?


2. Apa pentingnya integrasi nasional ?
3. Apa saja faktor-faktor pendorong dan penghambat integrasi nasional?
4. Apa saja problematika integrasi nasional ?
5. Upaya apa yang harus dilakukan dalam membangun integrasi?
6. Bagaimana mewujudkan integrasi nasional di indonesia ?

1.3 Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian integrasi nasional


2. Untuk mengetahui pentingnya integrasi nasional
3. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat integrasi nasional
4. Untuk mengetahui problematika integrasi nasional
5. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam membangun integrasi
6. Untuk mengetahui perwujudan integrasi nasional di indonesia

BAB II
ISI

2.1 Pengertian Integrasi Nasional

Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Intergasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang

2
saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi sosial
akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas
teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau
asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan
integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat
berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan
(cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu
sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran),
dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam
keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu. Cara penanggulangan masalah
konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur - unsur kebudayaan baru dan
lama. Inilah yang disebut sebagai Integrasi Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979 dalam
Danandjaja, 1999).
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang
ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari
kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa
karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya
budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan nasional. Istilah
integrasi mempunyai arti pembauran/penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh / bulat.
Istilah nasional mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu
bangsa seperti cita-cita nasional, tarian nasional, perusahaan nasional.
Nazaruddin berpendapat istilah integrasi nasional merujuk kepada seluruh unsur
dalam rangka melaksanakan kehidupan bangsa, meliputi sosial, budaya ekonomi, maka pada
intinya integrasi nasional lebih menekankan persatuan persepsi dan prilaku diantara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Dengan demikian Integrasi nasional dapat diartikan penyatuan bagian-bagian yang
berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.
Tentang integrasi, myron weiner (1971) memberikan lima definisi mengenai integrasi
yaitu :

3
a. Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial
dalam suatu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional, membangun rasa
kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang yang lebih
sempit.
b. Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat
diatas unit-unit sosial yang lebih kecil yang betanggotakan kelompok-kelompok sosial
budaya masyarakat tertentu.
c. Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang
diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada
kelompok elit dan massa.
d. Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang
diperlukan dalam memelihara tertib sosial.
e. Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima
demi mencapai tujuan bersama.

Sejalan dengan definisi tersebut, myron weiner membedakan lima tipe integrasi
nasional, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit massa, dan integrasi tingkah laku
(tindakan integratif). Integrasi merupakan upaya menyatukan bangsa-bangsa yang berbeda
dari suatu masyarakat menjadi satu bangsa.

2.2 Pentingnya Integrasi Nasional


Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara.
Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk
membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat
suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian
yang diderita, baik kerugian berupa fisik materill seperti kerusakan sarana dan prasarana yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan
kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Disisi lain
banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan
untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk
menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di
dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin
diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga

4
menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk
bekerja sama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan
potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat
seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan
adalah menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-pebedaan itu tidak dikelola
dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisi integrasi masyarakat
merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara,
dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi
masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat
mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.
Sejarah indonesia adalah sejarah yang merupakan proses dari bersatunya suku-suku
bangsa menjadi sebuah bangsa. Ada semacam proses konvergensi, baik yang desengaja
maupun tidak disengaja, ke arah menyatunya suku-suku tersebut menjadi satu kesatuan
negara dan bangsa.

2.3 Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Integrasi Nasional


a. Faktor Pendorong Integrasi Nasional sebagai berikut:
 Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
 Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan
dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
 Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan
perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
 Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan
oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.

b. Faktor Penghambat Integrasi Nasional sebagai berikut:


 Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor
kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah,
agama yang dianut, ras dan sebagainya.
 Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh
lautan luas.

5
 Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang
merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri.
 Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil
pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah
SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan
kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
 Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan
kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
 Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan,
Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya,
bahasa kesatuan bahasa Indonesia.

2.4 Problematika Integrasi Nasional

Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional.


Disintegrasi bangsa dapat terjadi karena adanya konflik vertikal dan horizontal sebagai akibat
tuntutan demokrasi yang melampaui batas, konflik antara elite politik, lambatnya pemulihan
ekonomi, lemahnya penegakan hukum dan HAM serta kesiapan pelaksanaan Otonomi
Daerah.

Problematika dalam integrasi nasional dapat dilihat dari berbagai aspek sebagai
berikut:

a. Geografi. Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri
adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya dari
negara tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh global
yang besar, seperti daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan alam yang
berlimpah.

b. Demografi. Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau penyebaran


penduduk yang tidak merata merupakan faktor dari terjadinya disintegrasi bangsa,
selain masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan SDM.

6
c. Kekayaan Alam. Kekayaan alam Indonesia yang sangat beragam dan berlimpah dan
penyebarannya yang tidak merata dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya
disintegrasi bangsa, karena hal ini meliputi hal-hal seperti pengelolaan, pembagian
hasil, pembinaan apabila terjadi kerusakan akibat dari pengelolaan.

d. Ideologi. Akhir-akhir ini agama sering dijadikan pokok masalah didalam terjadinya
konflik di negara ini, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap
agama yang dianut dan agama lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan
bijaksana pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya kemungkinan disintegrasi
bangsa, oleh sebab itu perlu adanya penanganan khusus dari para tokoh agama
mengenai pendalaman masalah agama dan komunikasi antar pimpinan umat
beragama secara berkesinambungan.

e. Politik. Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut
berbagai ketidak nyamanan atau ketidak tenangan dalam bermasyarakat dan sering
mengakibatkan konflik antar masyarakat yang berbeda faham apabila tidak
ditangani dengan bijaksana akan menyebabkan konflik sosial di dalam masyarakat.
Selain itu ketidak sesuaian kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan
pada pemerintah daerah juga sering menimbulkan perbedaan kepentingan yang
akhirnya timbul konflik sosial karena dirasa ada ketidak adilan didalam pengelolaan
dan pembagian hasil atau hal-hal lain seperti perasaan pemerintah daerah yang sudah
mampu mandiri dan tidak lagi membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat, konflik
antar partai, kabinet koalisi yang melemahkan ketahanan nasional dan kondisi yang
tidak pasti dan tidak adil akibat ketidak pastian hukum.

f. Ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin menyebabkan sebagian besar


penduduk hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial masyarakat Indonesia
yang semakin lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dan adanya
indikasi untuk mendapatkan kekayaan dengan tidak wajar yaitu melalui KKN.

g. Sosial Budaya. Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan sumber
konflik apabila tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang berlaku di daerah
yang satu tidak selalu sama dengan daerah yang lain. Konflik tata nilai yang sering
terjadi saat ini yakni konflik antara kelompok yang keras dan lebih modern dengan
kelompok yang relatif terbelakang.

7
h. Pertahanan Keamanan. Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat
ini menjadi bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari
luar negeri, hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, informasi dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam
pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya

2.5 Upaya yang Dilakukan dalam Membangun Integrasi

Untuk mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan kebijakan yang diterapkan


oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, gender, dan
sebagainya. Sebenarnya upaya membangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa
merupakan bagian dari upaya membangun dan membina stabilitas politik disamping upaya
lain seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme
parlemen.

Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional


adalah sebagai berikut :

a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.
b. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya tindakan KKN.
c. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari
ancaman luar.
d. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir
Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi
bangsa.
e. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
f. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam
memerangi separatis.

2.6 Perwujudan Integrasi Nasional di Indonesia

 Dimensi Integrasi Nasional

Integrasi nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi
horizontal. Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya
menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite dan massa atau antara

8
pemerintah dan rakyat. Jadi integrasi vertikal merupakan upaya mewujudkan integrasi
dengan menjebatani perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat. Integrasi nasional
dalam dimensi yang demikian biasa disebut dengan integrasi politik. Sedangkan dimensi
horisontal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya mewujudkan persatuan
di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat itu sendiri, baik perbedaan
wilayah tempat tinggal, perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya dan perbedaan-
perbedaan lainnya. Jadi integrasi horisontal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan
menjembatani perbedaan antar kelompok dalam masyarakat. Integrasi nasional dalam
dimensi ini biasa disebut dengan integrasi teritorial.

Pengertian integrasi nasional mencakup dimensi vertikal maupun dimensi horizontal.


Dengan demikian persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian hubungan antara
pemerintah dan rakyat, serta keserasian hubungan di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya. Dalam upaya mewujudkan
integrasi nasional indonesia, tantangan yang di hadapi datang dari keduanya. Dalam dimensi
horizontal tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada
perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal tantangan yang
ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, dimana latar belakang pendidikan
kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang cenderung berpandangan
tradisional. Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering muncul ke
permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga memberikan kesan bahwa
dalam kasus indonesia dimensi horizontal lebih menonjol dari pada dimensi vertikalnya.
(Sjamsuddin, 1989:11).

Tantangan integrasi nasional tersebut lebih menonjol ke permukaan setelah memasuki


era reformasi tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan
dengan melemahnya otoritas pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan pada era
reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi yang telah banyak disalahgunakan oleh
kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri, tindakan mana
kemudian memunculkan adanya gesekan-gesekan antar kelompok dalam masyarakat dan
memicu terjadinya konflik atau kerusuhan antar kelompok. Bersamaaan dengan itu
demontrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi, bahkan seringkali
demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkis.

9
Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat,
kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan
masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan
kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya
kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak atau kurang sesuai
dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat
terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi vertikal. Memang
tidak ada kebijakan pemerintah yang melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat,
tetapi setidak-tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan
harapan sebagian besar warga masyarakat.

Sedangkan jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang


berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling
menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaaan yang ada satu sama
lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal. Pertentangan atau konflik
antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak pernah tertutup
sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat
dikelola dan dicarikan solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu
mengganggu upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan
nasional.

 Mewujudkan integrasi nasional indonesia

Salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk


indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih
kuat. Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah
hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan.
(geertz, dalam : sudarsono, 1982: 5-7).

Di era globalisasi, tantangan itu bertambah oleh adanya tarikan global dimana
keberadaan negara dan bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntunan dan
kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan
sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mengabaikan batas-batas
negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatan-ikatan yang
sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan. Disitulah nasionalisme dan
keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat.

10
Namun demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter bangsa
tetap diperlukan di era indonesia merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi,
sekaligus mewujudkan taraf peradaban yang luhur, kekuatan yang tangguh, dan mencapai
negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin diperlukan dalam menjaga
harkat dan martabat bangsa di era globalisasi karena gelombang “peradaban kesejagatan”
ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas teritorial negara akibat gempuran informasi dan
komunikasi. (budimansyah dan suryadi, 2008:164).

Dengan kondisi masyarakat indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman,


harus disadari bahwa masyarakat indonesia menyimpan potensi konflik yang sangat besar,
baik konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat horizontal. Dalam dimensi vertikal,
sepanjang sejarah sejak proklamasi indonesia hampir tidak pernah lepas dari gejolak
kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri. Sedangkan dalam dimensi horizontal,
sering pula dijumpai adanya gejolak atau pertentangan diantara kelompok-kelompok dalam
masyarakat, baik konflik yang bernuansa ras, kesukuan, keagamaan, atau antar golongan.
Disamping itu juga konflik yang bernuansa kecemburuan sosial.

Dalam skala nasional, kasus aceh, papua, ambon, merupakan konflik yang bersifat
vertikal dengan target untuk memisahkan diri dari negara republik indonesia. Kasus-kasus
tersebut dapat dilihat sebagai konflik antara masyarakat daerah dengan otoritas kekuasaan
yang ada di pusat. Disamping masuknya kepentingan-kepentingan tertentu dari masyarakat
yang ada di daerah, munculnya konflik tersebut merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap
kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan di daerah. Kebijakan pemerintah pusat
dianggap memunculkan kesenjangan antar daerah, sehingga ada daerah-daerah tertentu yang
sangat maju pembangunannya, sementara ada daerah-daerah yang masih terbelakang. Dalam
hubungan ini isu dikhotomi jawa dan luar jawa sangat menonjol, dimana jawa dianggap
mempresentasikan pusat kekuasaan yang kondisinya sangat maju, sementara hanya daerah-
daerah di luar jawa yang merasa menyumbangkan pendapatan yang besar pada negara,
kondisinya masih terbelakang. Dengan mengacu pada faktor-faktor terjadinya konflik
kedaerahan sebagaimana disebutkan diatas, konflik kedaerahan di indonesia terkait secara
akumulatif dengan berbagai faktor tersebut.

Sejak awal berdirinya negara indonesia, para pendiri negara menghendaki persatuan
di negara ini diwujudkan dengan menghargai terdapatnya perbedaan di dalamnya. Artinya
bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia dilakukan dengan tetap memberi

11
kesempatan kepada unsur-unsur perbedaan yang ada untuk dapat tumbuh dan berkembang
secara bersama-sama. Proses pengesahan pembukaan UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 yang bahannya diambil dari naskah piagam jakarta, dan didalamnya terdapat
rumusan dasar-dasar negara pancasila, menunjukkan pada kjita betapa tokoh-tokoh pendiri
negara (the founding fathers) pada waaktu itu menghargai perbedaan-perbadaan yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat indonesia. Para pendiri negara rela mengesampingkan
persoalan perbedaan-perbedaan yang ada demi membangun sebuah negara yang dapat
melindungi seluruh rakyat indonesia.

Sejalan dengan itu dipakailah semboyan bhineka tunggal ika, yang artinya walaupun
berbeda-beda tetapi tetap satu adanya. Semboyan tersebut sama maknanya dengan istilah
“unity in diversity:”, yang artinya bersatu dalam keanekaragaman, sebuah ungkapan yang
menggambarkan cara menyatukan secara demokratis suatu masyarakat yang didalamnya
diwarnai oleh adanya berbagai perbedaan. Dengan semboyan bhineka tunggal ika tersebut
segala perbedaan dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang menghambat
persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya yang dapat dijadikan
sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.

Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan semboyan bhineka tunggal ika,


diperlukan pandangan atau wawasan multikulturalisme. Multikulturalisme adalah pandangan
bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama dengan kebudayaan lain,
sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat sebagaimana kebudayaan lainnya.
(baidhawy. 2005:5). Perwujudan dari multikulturalisme adalah kesediaan orang-orang dari
kebudayaan yang beragam untuk hidup berdampingan secara damai. Disini diperlukan sikap
hidup yang memandang perbedaan di antara anggota masyarakat sebagai kenyataan wajar
dan tidak menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan untuk berkonflik. Disamping itu
perlu memandang kebudayaan orang lain dari perspektif pemilik kebudayaan yang
bersangkutan, dan bukan memandang kebudayaan orang lain dari perspektif dirinya sendiri.
Oleh karena itu multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-
kebudayaan lain dan mencoba memahaminya secara penuh dan empatik sehingga dapat
menghargai kebudayaan-kebudayaan lain disamping kebudayaannya sendiri.

 Contoh Wujud Integrasi Nasional, antara lain sebagai berikut:

a. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah


Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini

12
Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27
provinsi). Setiap anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil
budaya di provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan
sebagainya.

b. Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman,
tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.

c. Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau
mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar
menari legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari
semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga
terdapat bangunan tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu
masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk
agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu
agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.

BAB III

PENUTUP

13
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan masalah, maka dapat disimpulkan yaitu :

1. Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Intergasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-
unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian
fungsi. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki
kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-
pranata sosial.
2. Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara.
Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk
membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan.
3. Faktor Pendorong Integrasi Nasional adalah faktor sejarah, keinginan untuk bersatu di
kalangan bangsa Indonesia, rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, rasa
rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara dan faktor Penghambat Integrasi
nasional adalah masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam), wilayah
negara yang begitu luas, besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, adanya paham
“etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-
kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
4. Problematika dalam integrasi nasional dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu
geografi, demografi, kekayaan alam, ideologi, politik,
5. Upaya yang dilakukan dalam integrasi nasional adalah menanamkan nilai-nilai
Pancasila, menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya tindakan KKN,
meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari
ancaman luar, penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan
implementasi butir-butir Pancasila, menumpas setiap gerakan separatis secara tegas
dan tidak kenal kompromi dan membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur
masyarakat, TNI dan Polri dalam memerangi separatis.
6. Perwujudan integrasi nasional di indonesia yaitu dipakainya semboyan bhineka
tunggal ika, yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu adanya. Semboyan
tersebut sama maknanya dengan istilah “unity in diversity:”, yang artinya bersatu
dalam keanekaragaman, sebuah ungkapan yang menggambarkan cara menyatukan
secara demokratis suatu masyarakat yang didalamnya diwarnai oleh adanya berbagai
perbedaan. Dengan semboyan bhineka tunggal ika tersebut segala perbedaan dalam

14
masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang menghambat persatuan dan
kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya yang dapat dijadikan sumber
pengayaan kebudayaan nasional kita.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu dengan integrasi nasional negara indonesia
dapat mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada di indonesia, sehingga tidak adanya
konflik perpecahan yang terjadi dikarenakan perbedaan semata.

15

Anda mungkin juga menyukai