Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN HASIL KAJIAN

SISTEM PENGELOLAAN RUANG LAUT


DAN SUMBER DAYA KELAUTAN

KEDEPUTIAN BIDANG PENCEGAHAN


DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TAHUN 2014
Daftar Isi
1. LATAR BELAKANG
2. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN RUANG LAUT DAN
SUMBERDAYA KELAUTAN
3. KONDISI TERKINI RUANG LAUT DAN SUMBERDAYA
KELAUTAN
4. TEMUAN POKOK
5. PROGRAM INTERVENSI
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
• Indonesia Mempunyai Sumber Daya laut yang besar dengan 17.480
pulau, dan panjang garis pantai sebesar 95.181 km.
• Wilayah pesisir Indonesia mengandung sekitar 2.500 spesies
moluska, 2.000 spesies krustasea, 6 spesies penyu, 30 spesies
mammalia laut, dan lebih dari 2.000 spesies ikan. Luas terumbu
karang mencapai 32.935 kilometer persegi atau sekitar 16,5% dari
luas terumbu karang dunia, serta terdiri atas 70 genus dan lebih
dari 150 spesies karang.
• Tata kelola laut saat ini belum maksimal dan cenderung diabaikan
dan tidak dikelola untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
• Permasalahan dalam tata kelola laut ini dapat menimbulkan
potensi kerugian keuangan negara sehingga harus diperbaiki
PENDAHULUAN
II. Masalah Umum Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Indonesia
• Ancaman masuknya kapal asing ke dalam wilayah laut teritorial
Indonesia.
• Persoalan sosial dan ekonomi seperti konflik sosial akibat
perebutan fishing ground diantara para nelayan serta tingkat
kemiskinan nelayan yang masih tinggi.
• Persoalan lingkungan antara lain : tingginya pencemaran laut,
kerusakan habitat mangrove akibat pengembangan tambak,
limbah dari berbagai industri termasuk dari industri perikanan,
limbah pemukiman, penangkapan ikan dengan racun dan bahan
peledak, keramba ikan yang tidak terkontrol, kegiatan pariwisata
laut yang tidak bertanggungjawab.
• Persoalan alami lingkungan laut seperti banjir dan naiknya
permukaan laut, abrasi, perubahan lingkungan global (climate
change), serta tsunami menambah luas kerusakan di laut.
PENDAHULUAN

Kontribusi PNBP Sektor Perikanan dan Nilai Produksi Sektor


Perikanan Luat
Tahun 2008 sampai dengan 2013.

Tahun
Rincian 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nilai Produksi Perikanan Laut 46.598.552.733.000 49.527.135.768.000 59.580.474.171.000 64.452.537.439.000 72.016.210.109.000 77.334.050.000.000

PNBP SDA Perikanan 77.404.162.800 92.039.435.895 91.785.569.110 183.802.161.080 215.766.602.000 229.350.562.720

% PNBP vs Nilai Produksi 0,17% 0,19% 0,15% 0,29% 0,30% 0,30%


PENDAHULUAN
III. Pengaduan Masyarakat terkait Korupsi di Sektor Kelautan

Tahun
URAIAN Jumlah
2010 2011 2012 2013 2014
Laporan Terima 25 23 36 18 29 131

Laporan terkait :
APBD, APBN, BUMN, Dana Alokasi Khusus, Dana Bantuan Sosial
Kemasyarakatan, Informasi Kekayaan Pejabat, Lelang/Pengadaan Barang
dan Jasa, Pelaksanaan Proyek, Pelayanan Publik, Penanganan Perkara
Hukum, Pengelolaan Aset/Keuangan , Perdata, Pertambangan,
Pertanahan, Pidana Umum, Swasta
PENDAHULUAN
IV. Tugas dan Kewenangan KPK serta Pengelolaan Sumberdaya Kelautan
Indonesia
• Rencana Strategis KPK 2011-2015 Fokus pelaksanaan tugas antara lain perbaikan
sektor strategis terkait kepentingan nasional (national interest) meliputi
Ketahanan Energi dan Lingkungan (energi, migas, pertambangan dan
kehutanan), Ketahanan Pangan, Penerimaan Negara (pajak, bea dan cukai,
PNBP), Bidang Infrastruktur serta Kesehatan dan Pendidikan.

• Tugas dan Kewenangan KPK (Fungsi Monitoring: Pasal 14 UU No. 30 tahun


2002)
PENDAHULUAN
V. Tujuan Kajian
Kajian Sistem Ppengelolaan Ruang Laut dan Sumberdaya Kelautan bertujuan untuk:
• Memetakan permasalahan terkait dengan sistem pengelolaan ruang laut dan
sumberdaya kelautan di Indonesia yang berpotensi korupsi.
• Merumuskan saran perbaikan untuk mengatasi permasalahan terkait dengan
pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan Indonesia.
• Memantau perumusan tindak lanjut terhadap saran perbaikan dalam rangka
mengatasi permasalahan pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan di
Indonesia.
VI. Ruang Lingkup Kajian
Kajian difokuskan pada hal berikut:
• Penetapan batas wilayah laut Indonesia yakni batas laut teritorial, zona
tambahan dan zona ekonomi eksklusif.
• Pengelolaan tata ruang laut Indonesia, termasuk pemanfaatan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil.
• Pengelolaan sumberdaya kelautan Indonesia, khususnya berkaitan dengan
sumberdaya perikanan.
PENDAHULUAN
VII. Asumsi dan Sifat Kajian

a. Dokumen kebijakan dan regulasi yang dianalisis dalam kajian ini mengacu pada
UU No. 27 tahun 2007 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 1 tahun 2014 2014
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No. 30 tahun
2004 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 45 tahun 2010 tentang Perikanan,
dan UU No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan. `
b. Data statistik yang digunakan merupakan data statistik yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan, tahun 2012 sampai dengan November
2014.
c. Data yang bersumber dari pemerintah daerah yang digunakan adalah data yang
diperoleh dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Kalimantan Barat,
Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Bangka Belitung.
d. Kajian ini terbuka untuk penambahan dan penajaman terhadap aspek-aspek
yang termuat didalamnya, terutama jika terdapat penambahan data dan
informasi. Karenanya hasil kajian ini masih terbuka untuk dikembangkan dan
didiskusikan, layaknya dokumen yang bertumbuh (living document).
PENDAHULUAN
VIII. Jadwal Pelaksanaan Kajian
No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan
1. Pengumpulan Data Awal Januari-Februari 2014
2. Penyusunan Term of Reference Februari 2014
4. Pengumpulan data dan Informasi di Kementerian Kelautan dan Maret, Agustus, September,
Perikanan Oktober, Desember 2014
5. Pengumpulan data dan informasi di Provinsi Kepulauan Riau Maret 2014
6. Pengumpulan data dan informasi di Provinsi Kalimantan Barat Maret 2014
7. Pengumpulan data dan informasi di Provinsi Bangka Belitung Juni 2014
8. Pengumpulan data dan Informasi di Provinsi Jawa Tengah Agustus 2014
9. Pengolahan data dan informasi Juli s.d Oktober 2014
10. Penyusunan laporan Oktober-Desember 2014
11. Pembahasan di internal KPK Desember 2014
12. Penyempurnaan laporan Desember 2014
13. Paparan Hasil Kajian ke pihak Eksternal 24 Desember 2014
PERMASALAHAN
PERMASALAHAN

No. Permasalahan Jumlah Temuan


1 Permasalahan Terkait Batas Wilayah Laut Indonesia 5
2 Permasalahan Terkait Tata Ruang Wilayah Laut Indonesia 10

3 Masalah terkait Ketatalaksanaan Pengelolaan Sumberdaya 27


Kelautan
4 Masalah Kelembagaan 15
5 Permasalahan Regulasi 12

TOTAL 69
PERMASALAHAN

No. Permasalahan Temuan


A Permasalahan Terkait 1 Penarikan batas wilayah laut Indonesia yang hanya
Batas Wilayah Laut menggunakan garis pangkal kepulauan dapat
Indonesia mendelegitimasi luas wilayah laut Indonesia.
2 Revisi penarikan titik-titik garis pangkal (basepoint)
telah mengurangi sebagian luas laut teritorial
Indonesia.
3 Belum semua segmen perbatasan laut Indonesia
dengan negara tetangga telah selesai ditetapkan.
4 Belum ada kesepakatan luas wilayah laut dan daratan
Indonesia yang diterima secara bersama oleh lintas
kementerian.
5 Tidak ada informasi yang pasti terkait dengan
keberadaan dan identitas pulau-pulau kecil yang ada
di Indonesia.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan
B Permasalahan 1 Belum ada pengaturan secara khusus terkait tata ruang
Terkait Tata Ruang wilayah laut Indonesia untuk di atas 12 mil laut.
Wilayah Laut
2 Peta dasar tentang Lingkungan Laut Nasional (LLN) dan
Indonesia
Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) belum tersedia dalam skala
yang lebih operasional/detail/besar.
3 Belum tersedia informasi yang memadai terkait kondisi laut
seperti: bathimetri, hidrologi, dan sebagainya, yang
diperlukan dan penyusunan RZWP-3K, RPWP-3K, dan RAPWP-
3K.
4 Tidak semua Pemerintah Daerah telah memiliki RSPWP3K,
RZWP3K, RPWP3K, dan RAPWP3K.
5 Kompleksitas permasalahan pengelolaan pulau-pulau kecil

6 Kompleksitas persoalan penerapan desentralisasi dalam


pengelolaan wilayah laut oleh pemerintah daerah (provinsi
dan kabupaten/kota).
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan

B Permasalahan 7 Tidak terdapat integrasi data spatial untuk penggunaan ruang


Terkait Tata Ruang laut untuk berbagai kepentingan seperti pertambangan,
Wilayah Laut perhubungan, perikanan, dan sektor lainnya.
Indonesia

8 Belum terdapat sistem data untuk monitoring bangunan


disekitar pesisir dan di atas laut.

9 Belum terdapat mekanisme kadaster laut.

10 Kompleksitas masalah terkait pengendalian pencemaran dan


kerusakan ekosistem pesisir dan laut.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan
C Masalah terkait A. Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan data dan
Ketatalaksanaan informasi sumberdaya perikanan tangkap.
Pengelolaan 1 Tidak akuratnya data dan informasi yang dicatatkan dalam
Sumberdaya Kelautan database hasil tangkapan ikan.
2 Tidak ada kepastian akan akurasi data dan informasi
terkait potensi sumberdaya perikanan.
3 Tidak akuratnya data dan informasi berkaitan dengan asal
penangkapan ikan
4 Tidak optimalnya sistem perizinan yang ada saat ini dalam
menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan dan daya
dukung lingkungan

5 Belum terdapat sistem data dan informasi yang


terintegrasi terkait dengan perizinan di sektor
sumberdaya alam, khususnya untuk aktivitas yang
menggunakan ruang pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan
C Masalah terkait B. Ketatalaksanaan Perizinan SIUP/SIPI/SIKPI Perikanan Tangkap.
Ketatalaksanaan
Pengelolaan
1 Permasalahan terkait Integritas layanan publik.
Sumberdaya
Kelautan
2 Hasil observasi yang dilakukan oleh tim pemantau layanan publi KPK
tahun 2014, menunjukkan sejumlah persoalan dalam pelayanan
pengurusan SIUP/SIPI/SIKPI.

3 Terdapat indikasi tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya dalam
proses pengurusan SIUP/SIPI/SIKPI.
4 Terdapat perusahaan Kapal Ikan Asing yang memperoleh
SIUP/SIPI/SIKPI, tercatat bukan sebagai perusahaan penangkapan ikan
atau pengangkutan ikan.

5 Terdapat perusahaan yang mengoperasikan eks kapal ikan asing yang


memperoleh SIUP/SIPI/SIKPI , yang tidak memiliki NPWP atau NPWP
tidak tercatat.

6 Tidak semua perusahaan yang mengoperasikan eks kapal ikan asing


yang memperoleh SIUP/SIPI/SIKPI telah melakukan kewajiban
pelaporan pajak (SPT).
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan
C Masalah terkait C. Ketatalaksanaan Izin Lokasi dan izin Pemanfaatan Pesisir dan Pulau-pulau
Ketatalaksanaan Kecil.
Pengelolaan 1 Terhambatnya kegiatan pemberian izin lokasi pemanfaatan ruang dari
Sumberdaya Kelautan sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil
secara menetap.
D. Ketetalaksanaan PNBP Perikanan Tangkap : PNBP dalam bentuk PPP dan
PHP
1 Formula perhitungan tarif PHP dan PPP yang tidak optimal
2 Besarnya pungutan PPP ditentukan berdasarkan rumusan tarif per gross
tonne (GT) menurut jenis alat tangkap dilakukan dengan ukuran (GT)
kapal perikanan yang dipergunakan.
3 Besarnya pungutan PHP ditentukan sesuai dengan ukuran skala
perusahaan.
4 Lemahnya mekanisme pembayaran PNBP.
5 Harga patokan ikan yang menjadi dasar perhitungan PHP yang tidak
memadai.
6 Tidak dilakukannya evaluasi secara periodik terhadap produktivitas kapal.

7 Pengalokasian pemungutan PNBP di bidang perikanan tangkap, sebagian


untuk penerimaan daerah.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan
C Masalah terkait E. Ketatalaksanaan Perizinan Pelayaran
Ketatalaksanaan Adanya pungutan dalam proses pelayanan terkait dengan
1
Pengelolaan pemberian izin kapal yang mencakup antara lain pemberian
Sumberdaya Kelautan registrasi kapal, sertifikat statutory (keselamatan, keamanan,
manajemen, perlindungan lingkungan, lambung timbul, surat
ukur, dan sebagainya), dan sertifikat kelas (sertifikat lambung
kapal, sertifikat mesin dan listrik, serta sertifikat kelengkapan
lainnya).
2 Terdapat indikasi adanya perubahan data gross tonase dan
ukuran kapal.
3 Terdapat indikasi adanya tindak pidana korupsi terkait penerbitan
izin operasional transhipment bongkar muat komoditas.

4 Terdapat indikasi tindak pidana dalam bentuk pemerasan dalam


jabatan pada saat proses pengurusan Izin Pengoperasian Kapal
Asing (IPKA).
5 Belum terdapat sistem informasi berbasis teknologi informasi
untuk monitoring arus lalu lintas barang dan kapal.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan

C Masalah terkait F. Ketatalaksanaan Pemberian Hibah dan Bantuan


Ketatalaksanaan Sosial: INKAMINA, PUMP, dan PUGAR
Pengelolaan 1 Mekanisme cek silang (crosscheck) terhadap penerima
Sumberdaya bantuan tidak berjalan optimal.
Kelautan
2 Pembinaan terhadap penerima bantuan yang masih
lemah
3 Belum ada sinergi yang kuat lintas pihak dalam
mendorong optimalisasi program pemberdayaan
masyarakat nelayan/pesisir.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan

D Permasalahan A. Kompleksitas masalah kelembagaan dalam rangka


Kelembagaan penegakan hukum dan kedaulatan di wilayah perairan dan
wilayah yurisdiksi Indonesia.
B. Terdapat sejumlah permasalahan lintas sektor terkait
dengan masalah pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan laut.
C. Terdapat sejumlah permasalahan lintas sektor terkait tata
ruang wilayah laut.

D. Terdapat sejumlah permasalahan lintas sektor terkait


reklamasi wilayah pesisir

E. Terdapat sejumlah permasalahan lintas sektor terkait


dengan pengelolaan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau terluar.
F. Terdapat sejumlah permasalahan lintas sektor terkait dengan
konservasi sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan
D Permasalahan G. Terdapat sejumlah permasalahan internal kelembagaan di Kementerian
Kelembagaan Kelautan dan Perikanan.
H. Masih terdapat tugas pemerintah yang diamanahkan oleh UU Perikanan
berupa yang belum dilaksanakan, seperti persetujuan kapal penangkapan
ikan yang melakukan penangkapan di wilayah yurisdiksi negara lain, sesuai
dengan pasal 27 ayat (4).
I. Beban kerja unit yang berada pada Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen KP3K,
dan Ditjen PSDKP memiliki beban kerja yang berlebih karena kekurangan
pegawai pada unit tertentu.
J. Terdapat permasalahan kepatuhan internal di lingkungan Ditjen Perikanan
Tangkap
K. Beban tanggung jawab pengelolaan belanja negara relatif besar.

L. Terdapat temuan BPK terkait pengelolaan keuangan negara pada 3 Ditjen


di KKP.
M. Terdapat penilaian integritas pada 3 unit eselon I yang perlu ditingkatkan

N. Terdapat instrumen sistem pengendalian internal pemerintah


dilingkungan KKP yang perlu ditingkatkan.
O. Terdapat Instrumen pencegahan korupsi yang harus ditingkatkan.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan

E Permasalahan A. Terkait UU Kelautan


Regulasi
1 Terdapat sejumlah aturan perundang-undangan sebagai
pelaksana UU Kelautan yang harus diselesaikan.

2 Didalam UU Kelautan, terdapat beberapa kekurangan


dalam pendefinisian dan penulisan/teks

3 Terdapat sejumlah hal penting yang belum diatur dalam


UU Kelautan
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan
E Permasalahan B. Terkait UU Perikanan
Regulasi
1 Tidak semua aturan pelaksana UU Perikanan telah disusun

2 Beberapa permasalahan substansial muncul dalam aturan


pelaksanan UU Perikanan seperti, PP No. 30 tahun 2008
sebagai pelaksanaan pasal 8 UU Perikanan.
3 Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30
tahun 2012 menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 26 tahun 2013 tentang Usaha Perikanan
Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia, menghasilkan sejumlah perubahan substansial,
akan dasar perubahan tidak disampaikan.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan

E Permasalahan C. Terkait UU Pesisir dan pulau-pulau kecil


Regulasi
1 Terdapat sejumlah aturan pelaksana UU pesisir yang belum
disusun
2 Terdapat beberapa permasalahan substansial dalam aturan
pelaksana UU pesisir.

3 Terdapat sejumlah hal penting yang harus diperhatikan dalam


penyusunan aturan pelaksana UU Pesisir

4 Terdapat kekosongan hukum dalam penyusunan Rencana Tata


Ruang Nasional.
PERMASALAHAN
No. Permasalahan Temuan

E Permasalahan D Terkait UU Pelayaran


Regulasi

1 UU Pelayaran mengamanatkan sejumlah peraturan pelaksana


yang harus disusun.

2 Terdapat sejumlah hal yang belum termuat dalam UU


Pelayaran.
GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN
SUMBERDAYA KELAUTAN INDONESIA

Kompleksitas permasalahan yang muncul dalam penataan ruang


laut dan pengelolaan sumberdaya yang didalamnya,
mengharuskan adanya upaya simultan dan sistematis untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Bagian ini merupakan usulan
untuk mengatasi permasalahan yang muncul seperti halnya yang
dijelaskan pada Bab III, dan berbagai permasalahan lainnya yang
tidak terangkum dalam kajian
Sifat Kegiatan

• Penyelamatan sumberdaya kelautan merupakan tugas bersama


semua elemen bangsa. Dalam hal ini, KPK hanya menjalankan
fungsi sebagai trigger mechanism dengan menggunakan peran
koordinasi dan supervise pemberantasan korupsi sesuai dengan
amanat UU No. 30 tahun 2002. Karenanya KPK mendorong
pelibatan banyak pihak dalam kegiatan serta mengakselerasi
berbagai bentuk upaya yang dapat membantu penyelematan
sumberdaya kelautan Indonesia. KPK dalam hal ini juga
menggunakan pendekatan pencegahan yang lebih ofensif dengan
mengedepankan perbaikan sistem dan pembangunan budaya anti
korupsi. Kegiatan ini juga merupakan gabungan dari berbagai pola
perbaikan sistem yang telah dilakukan KPK selama ini yakni
kegiatan pemantauan terhadap tindak lanjut atas hasil kajian serta
kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan berbagai sektor
sumberdaya alam selama ini. Upaya perbaikan di sektor kelautan
merupakan satu kesatuan dengan upaya penyelematan sumberdaya
alam yang ada di darat.
Tujuan Kegiatan
1. Penegasan dan penegakan kedaulatan serta hak berdaulat Negara
Kesatuan Republi Indonesia atas wilayah laut melalui penegasan
batas wilayah laut Indonesia, pengaturan pengelolaan ruang laut
dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalamnya.
2. Mendorong perbaikan tata kelola sektor kelautan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat, dengan memperhatikan aspek
keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum,
kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan,
desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan.
3. Perbaikan sistem pengelolaan ruang laut dan sumberdaya
kelautan untuk mencegah korupsi, kerugiaan keuangan negara dan
kehilangan kekayaan negara.
Lokus dan Fokus Area Kegiatan
1. Pusat
a. Penetapan dan penegasan batas wilayah laut Indonesia
b. Penyempurnaan dan pelengkapan aturan perundang-undangan
c. Pengembangan kapasitas kelembagaan
d. Pengembangan peta wilayah laut Indonesia yang terintegrasi
e. Pengembangan sistem data dan informasi
f. Perbaikan sistem ketatalaksanaan perizinan dan pengelolaan penerimaan
negara
g. Integrasi sistem perencanaan nasional (program-keuangan-keruangan)
h. Pelaksanaan kewajiban para pihak

1. Daerah
a. Penyusunan dan penyempurnaan tata ruang kawasan
b. Penataan Izin
c. Pelaksanaan kewajiban para pihak
d. Pemberian dan perlindungan hak-hak masyarakat
Sasaran Kegiatan
Secara khusus sasaran kegiatan difokuskan pada 5 hal berikut:
1. Pengembangan sistem data dan informasi yang terintegrasi termasuk
database, perizinan, monitoring dan evaluasi.
2. Mendorong perbaikan tatakelola di sektor kelautan
3. Mendorong kepatuhan para pihak dalam melaksanakan kewajibannya.
4. Melakukan harmonisasi terhadap aturan perundang-undangan yang terkait.
5. Meningkatkan kapasistas kelembagaan terutama kelembagaan yang
berhubungan langsung dengan pengelolaan sumberdaya kelautan.
6. Menjamin perlindungan dan pemberian hak-hak masyarakat dalam
pengelolaan sumberdaya kelautan seusai dengan yang ditetapkan oleh UUD
1945 dan aturan perundang-undangan lainnya.
Instrumen Pelaksanaan Kegiatan
1. Rencana Aksi Kegiatan untuk Pemerintah Pusat.
Rencana aksi dalam hal ini berupa uraian terhadap setiap fokus area perbaikan di tingkat
pemerintah pusat yang terdiri dari rincian rekomendasi, penanggung jawab, rencana aksi,
ukuran keberhasilan, jangka waktu pelaksanaan, status capaian progres, dan keterangan
pelaksanaan kegiatan. (Lampiran: Rencana Aksi Pemerintah Pusat gerakan nasional
penyelamatan sumberdaya kelautan Indonesia)

2. Rencana Aksi Kegiatan untuk Pemerintah Provinsi.


Rencana aksi dalam hal ini berupa uraian terhadap setiap fokus area perbaikan di tingkat
pemerintah provinsi yang terdiri dari rincian rekomendasi, penanggung jawab, rencana
aksi, ukuran keberhasilan, jangka waktu pelaksanaan, status capaian progres, dan
keterangan pelaksanaan kegiatan. (Lampiran: Rencana Aksi Pemerintah Provinsi Gerakan
Nasional Penyelamatan Sumberdaya Kelautan Indonesia)

3. Rencana Aksi Kegiatan Pemerintah Kabupaten/Kota.


Rencana aksi dalam hal ini berupa uraian terhadap setiap fokus area perbaikan di tingkat
pemerintah kabupaten/kota yang terdiri dari rincian rekomendasi, penanggung jawab,
rencana aksi, ukuran keberhasilan, jangka waktu pelaksanaan, status capaian progres, dan
keterangan pelaksanaan kegiatan. (Lampiran: Rencana Aksi Pemerintah Kabupaten/Kota
Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Kelautan Indonesia).
Instrumen Pelaksanaan Kegiatan
4. Format pelaksanaan kegiatan untuk Pelaku Usaha. Fokus area kegiatan pelaku usaha
berupa pelaksanaan kewajiban sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan.
Pelaku usaha diminta untuk melakukan self-assessment terhadap pelaksanaan kewajibannya
selama ini, dan kemudian disampaikan kepada pemerintah sebagai pemberi izin untuk
dievaluasi. (Lampiran: Format Pelaksanaan Kegiatan untuk Pelaku Usaha).

5. Format pelaksanaan kegiatan untuk CSO. Peran CSO dititikberatkan sebagai kekuatan
penyeimbang dari informasi yang disampaikan oleh pelaksana rencana aksi. Dalam hal ini,
CSO akan diposisikan sebagai salah satu sumber informasi realisasi pelaksanaan rencana aksi
sekaligus sebagai mitra penyampaian informasi kepada public terkait dengan rencana aksi
yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Peran CSO sangat dibutuhkan dalam memantau
proses pelaksanaan renacana aksi dan kondisi riil yang terjadi di lapangan. (Lampiran: Format
pelaksanaan kegiatan untuk CSO).

6. Format pelaksanaan kegiatan untuk Aparat Penegak Hukum. Posisi aparat penegak hukum
hadir untuk memastikan bahwa setiap pihak melaksanakan rencana aksi/rencana kegiatan
berjalan sesuai dengan koridor aturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,
aparat penegak hukum akan melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan tindak lanjut atas
hasil evaluasi dan monitoring pelaksanaan rencana aksi/rencana kegiatan yang memerlukan
penegakan hukum. (Lampiran: Format pelaksanaan kegiatan CSO).
Peranan Para Pihak
Pemerintah Provinsi
a. Melaksanakan rencana aksi pemerintah
Pemerintah Pusat
provinsi
a. Menyiapkan data dan informasi yang
b. Melakukan pelaporan rencana aksi
mendukung terlaksananya kegiatan
pemerintah provinsi
b. Melaksanakan rencana aksi pemerintah
c. Melakukan koordinasi pelaporan terhadap
pusat
rencana aksi pemerintah kabupaten/kota
c. Melakukan pelaporan pelaksanaan rencana
d. Melakukan monitoring dan evaluasi
aksi
pelaksanaan rencana aksi kabupaten/kota.
d. Melakukan monitoring dan evaluasi
e. Melakukan monitoring, evaluasi, dan tindak
terhadap pelaksanaan rencana aksi
lanjut atas hasil kewajiban pelaku usaha
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangan pemberian izin
e. Melaksanakan tindak lanjut atas hasil
evaluasi pelaksanaan rencana aksi
Pemerintah Kabupaten/Kota
pemerintah pusat, dan rencana aksi
a. Melaksanakan rencana aksi pemerintah
pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang
kabupaten/kota
menjadi kewenangan pemerintah pusat.
b. Melakukan pelaporan rencana aksi
f. Melakukan monitoring, evaluasi, dan tindak
pemerintah kabupaten/kota
lanjut atas hasil kewajiban pelaku usaha
c. Melakukan monitoring, evaluasi, dan tindak
sesuai dengan kewenangan pemberian izin
lanjut atas hasil kewajiban pelaku usaha
sesuai dengan kewenangan pemberian izin
Peranan Para Pihak
Pelaku Usaha KPK
• Melakukan pelaporan pelaksanaan kewajiban 1. Melakukan koordinasi dan supervisi
kepada pemberi izin terhadap pelaksanaan rencana aksi dan
rencana kegiatan oleh para pihak terkait.
Civil Society Organization (CSO) 2. Melakukan monitoring dan evaluasi atas
• Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan implementasi rencana aksi.
rencana aksi dan kewajiban para pihak 3. Fasilitasi untuk pengembangan integritas
• Melaporkan kepada aparat penegak hukum jika dan sistem pencegahan korupsi pada
terjadi pelanggaran hukum dalam pelaksanaan lembaga terkait.
rencana aksi dan kewajiban para pihak 4. Kampanye, sosialisasi, dan edukasi untuk
hal-hal yang mendukung kegiatan.
Aparat Penegak Hukum 5. Deteksi dan profiling terhadap actor dan
• Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan faktor yang menghambat proses
rencana aksi dan kewajiban para pihak terutama pelaksanaan kegiatan.
untuk mendeteksi tindakan-tindakan yang 6. Kolaborasi dengan berbagai pihak untuk
melanggar hukum. mendorong akselerasi pelaksanaan
• Melakukan upaya hukum terhadap setiap bentuk kegiatan.
pelanggaran hukum berkenaan dengan 7. Pengembangan sistem pelaporan
penggunaan ruang laut dan pengelolaan progress kegiatan berbasis teknologi
sumberdaya di dalamnya informasi
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Rencana
Kegiatan

a. Membangun kesepahaman dengan para pihakn (Desember 2014 s.d. Januari


2015)
b. Pengumpulan/pelengkapan data dan informasi (Januari 2015)
c. Pengembangan/penyempurnaan instrument dan rencana kegiatan (Januari s.d.
Februari 2015)
d. Kick of Meeting (Maret 2015)
e. Implementasi rencana aksi dan format pelaksanaan kegiatan (Maret 2015 s.d
November 2016)
f. Monitoring implementasi rencana aksi (Maret 2015 s.d. November 2016)
g. Evaluasi implementasi rencana aksi (Juni 2015, Desember 2015, Juni 2016,
Desember 2016)
h. Tindak Lanjut atas hasil monitoring dan evaluasi (Maret 2015 s.d Desember
2016).
Kesimpulan
• Hasil kajian terhadap sistem pengelolaan ruang laut dan
sumberdaya kelautan yang dilakukan oleh Direktorat
Penelitian dan Pengembangan, Kedeputian Bidang
Pencegahan KPK di tahun 2014 menunjukkan sejumlah
permasalahan muncul di sektor kelautan. Permasalahan
hadir mulai dari penetapan batas wilayah laut, penataan
ruang laut, hingga pengelolaan sumberdaya yang ada di
dalamnya. Permasalahan batas wilayah laut dapat dilihat
dari kesalahan penetapan penggunaan garis pangkal
kepulauan saja yang dapat mendeligitimasi wilayah laut
Indonesia, revisi penggunaan garis pangkal yang justru
mengurangi luas laut Indonesia, penetapan segmen
perbatasan laut dengan negara tetangga yang belum selesai,
data luas wilayah darat dan laut yang masih berbeda-beda,
dan keberadaan dan identitas yang tidak pasti tentang
pulau-pulau kecil Indonesia.
Kesimpulan
• Dalam penataan ruang sejumlah permasalahan juga muncul
terutama terkait dengan pengaturan tata ruang laut nasional,
penyusunan rencana zonasi ruang laut, peta dasar lingkungan laut
dan lingkungan pantai yang belum operasional, penataan ruang
laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, desentralisasi dalam
pengelolaan ruang laut, pengendalian pencemaran dan kerusakan
ekosistem. Dari sisi ketatalaksanaan, sejumlah permasalahan
ditemukan terkait dengan proses perizinan, pengelolaan PNBP, dan
pemberian bantuan sosial/hibah kepada masyarakat.

• Permasalahan tersebut di atas tidak terlepas dari sejumlah


permasalahan yang muncul terkait dengan aturan perundang-
undangan yang belum disusun, kesalahan tekstual dan kontekstual
dalam aturan perundang-undangan, hingga permasalahan substansi
dari aturan perundang-undangan tersebut. Permasalahan semakin
kompleks karena adanya permasalahan kelembagaan lintas sektoral
dan permasalahan kapasitas kelembagaan pemerintah, seperti
yang terjadi di internal Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kesimpulan
• Permasalahan tersebut di atas akan menjadi ganjalan jika bangsa ini ingin
mendorong akselerasi pembangunan di sektor kelautan. Indonesia sebagai
poros maritim yang menjadi fokus pemerintahan saat ini, hanya akan tecapai
jika ada upaya bersama dari semua elemen bangsa untuk menyelamatkan
sektor kelautan. Upaya bersama tersebut harus simultan dalam berbagai
aspek, baik di tataran kebijakan maupun di tataran implementasi, serta
melibatkan pemerintah pusat dan daerah secara intensif. Tentunya elemen
bangsa lain seperti Civil Society Organization (CSO), pelaku usaha dan aparat
penegak hukum harus dilibatkan sebagai bagian dari pemangku kepentingan.

• Persoalan yang sedemikian kompleks, mengharuskan kita untuk memilih
prioritas area perbaikan. Sebagai langkah awal, perbaikan dan penyempurnaan
aturan perundang-undangan, pengembangan kapasitas kelembagaan,
penetapan dan penegasan batas wilayah laut Indonesia, pengembangan peta
wilayah laut Indonesia yang terintegrasi, pengembangan sistem data dan
informasi, integrasi sistem perencanaan nasional, dan pelaksanaan kewajiban
para pihak bisa menjadi pilihan. Di tingkat daerah, pemerintah juga dapat
didorong untuk berfokus pada penyusunan dan penyempurnaan tata ruang
kawasan, penataan izin, pelaksanaan kewajiban para pihak, serta pemberian
dan perlidungan hak-hak masyarakat.
Kesimpulan
• Dengan menetapkan fokus kegiatan yang demikian, maka diharapkan satu
per satu permasalahan yang membelit sektor kelautan dapat diurai. Tentu
saja upaya tersebut tidak akan terjadi tanpa adanya komitmen yang kuat
dari pemerintahan yang sekarang. Sebab bagaimana pun juga, fungsi
pencegahan KPK hanya hadir sebagai trigger (pemicu) perbaikan tata
kelola pemerintahan, untuk mencegah korupsi sebagai upaya
penyelamatkan kekayaaan negara, agar dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat saat ini dan akan datang sesuai amanat UUD
1945.
Ada korupsi, lawan & laporkan
1. Uraikan kejadian
2. Pilih pasal yang sesuai
3. Penuhi unsur-unsur TPK
4. Sertakan bukti awal (bila ada)
5. Sertakan identitas diri (jika berkenan)
6. Kirim ke KPK :
– SURAT : Kotak Pos 575, Jakarta 10120
– Email : pengaduan@kpk.go.id
– KWS : http://kws.kpk.go.id
– Telepon : (021) 2557 8389
– Fax : (021) 5289 2454
– SMS : 0855 8 575 575 / 0811 959 575
PENANDATANGANAN KOMITMEN KORSUP MINERBA
“KORUPSI DI SEKTOR SUMBER DAYA ALAM, TIDAK HANYA PERSOALAN
KERUGIAN KEUANGAN NEGARA, TETAPI MERUPAKAN
KEGAGALAN NEGARA DALAM MENGELOLA SDA
UNTUK MENSEJAHTERAKAN RAKYATNYA”

Terima kasih

BERSAMA KPK BERANTAS KORUPSI


LAMPIRAN
Daftar Koordinat Geografis Titik-titik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia,
berdasarkan PP No. 38 tahun 2002
sebagaimana telah diubah oleh PP
No. 37 tahun 2008.
Jenis-Jenis Garis Pangkal

Berdasarkan
PP 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia

No. Garis Pangkal Definisi


1. Garis Pangkal Lurus Kepulauan; Garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada Garis Air Rendah pada titik
terluar pulau terluar, dan karang kering terluar yang satu dengan titik terluar pada
Garis Air Rendah pada titik terluar pulau terluar, karang kering terluar yang lainnya
yang berdampingan.
2. Garis Pangkal Biasa; Garis Air Rendah sepanjang pantai yang ditetapkan berdasarkan Datum Hidrografis
yang berlaku
3. Garis Pangkal Lurus; G aris lurus yang ditarikantara titik-titik terluar pada Garis Air Rendah yang menonjol
dan berseberangan di mullekukan pantai tersebut.
4Garis Penutup Teluk; Garis lurus yang ditarik antara titik-titik terluar pada Garis Air Rendah yang paling
. menonjol dan berseberangan pada mulut teluk tersebut.
5. Garis Penutup Muara Sungai, Garis Lurus sebagai penutup pada muara sungai, atau terusan
Terusan dan Kuala;
6. Garis Penutup pada Pelabuhan. Garis-garis lurus sebagai penutup daerah pelabuhan, yang meliputi bangunan
permanen terluar yang merupakan bagian integral sistem pelabuhan sebagai bagian
dari pantai.
Jenis-Jenis Garis Pangkal

Penjelasan Penggunaan garis pangkal dalam UU 6 Tahun


1996 Tentang Perairan dan UU 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan

Keterangan dalam UU 6 Tahun 1996 Keterangan dalam UU 32 Tahun 2014


Menggunakan garis pangkal lurus kepulauan Menggunakan Garis Pangkal Kepulauan sesuai
sesuai dengan pasal 5 yaitu :
dengan Pasal 5 ayat (1) “Indonesia merupakan
1) Garis pangkal kepulauan Indonesia ditarik
dengan menggunakan garis pangkal lurus negara kepulauan yang seluruhnya terdiri atas
kepulauan. kepulauan-kepulauan dan mencakup pulau-pulau
2) Dalam hal garis pangkal lurus kepulauan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak besar dan kecil yang merupakan satu kesatuan
dapat digunakan, maka digunakan garis wilayah, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pang-kal biasa atau garis pangkal lurus.
3) Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana historis yang batas-batas wilayahnya ditarik dari
dimaksud dalam ayat (1) adalah garis -garis garis pangkal kepulauan”
lurus yang menghubungkan titik-titik terluar
pada garis air rendah pulau-pulau dan
karang- karang kering terluar dari kepulauan
Indonesia.
Jenis-Jenis Garis Pangkal

Garis Pangkal Lurus

Garis Pangkal Kepulauan


Hasil Simulasi perubahan luas laut territorial yang berkurang
akibat adanya penambahan titik dasar baru di Tg Ngeres Langu
dan Batu Tugur.
Status Penyelesaian Batas Laut NKRI Dengan Negara
Tetangga.
Pembakuan Nama Pulau-pulau Di Indonesia
Pembakuan Nama Pulau-pulau Di Indonesia
Ruang lingkup UU pesisir
Contoh Peta Spatial Yang Dibutuhkan Dalam
Penyusunan Perda RZWPK Kabupaten Lombok Tengah
Daftar Kabupaten/kota yang Sudah Memiliki
Perda RZWP-3-K

No. PROVINSI KABUPATEN / KOTA PESISIR NOMOR PERDA


1 Banten 1 Serang No. 2 Tahun 2013
2 Jawa Tengah 2 Pekalongan No. 17 Tahun 2009
3 Kota Pekalongan No. 4 Tahun 2010
3 Jawa Timur 4 Gresik No. 8 Tahun 2011
4 Sulawesi Selatan 5 Sinjai No. 30 Tahun 2012
5 Sulawesi Tenggara 6 Kota Kendari No. 5 Tahun 2013
6 Sulawesi Utara 7 Bolaang Mongondow No. 5 Tahun 2013
8 Kota Bitung
7 Kalimantan Selatan 9 Banjar No. 3 Tahun 2013

8 Kalimantan Timur 10 Berau No. 8 Tahun 2014

9 Papua 11 Sorong No. 26 Tahun 2013

10 Maluku Utara 12 Kota Ternate No. 36 Tahun 2011


Sasaran Pembangunan Pulau-Pulau Kecil
Oleh KKP
Contoh Permasalahan Batas Wilayah Laut oleh
Beberapa Kabupaten/Kota di selat Madura

• Laut di Indonesia dikelola oleh daerah otonom (UU No.32/2004). Sebanyak 324 dari
497 kabupaten/kota memiliki wilayah pesisir. (Kemendagri, 2010).
• Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 mil untuk
provinsi dan 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota (Pasal 18
UU No.32/2004) belum sepenuhnya terwujud.
Kadaster Laut
No. Masalah Keterangan
1. Definisi Definisi Kadaster Kelautan (Permanent Committee for GIS Infrastructure for Asia and the
Kadaster Pacific PBB: PCGIAP, 2001)

Kadaster adalah sistem yang memungkinkan adanya pencatatan batas-batas dan


kepentingan di laut, yang diatur secara spasial dan didefinisikan secara fisik, terkait juga
dengan batas-batas hak dan kepentingan lain yang bertampalan/bersebelahan, bukan
bertujuan mendefinisikan batas-batas internasional tetapi lebih ke arah bagaimana
mengadministrasikan sumber daya kelautan sebuah Negara dalam konteks UNCLOS 1982

2. Manfaat Tersedianya informasi mengenai hak-hak pemanfaatan ruang perairan laut, seperti :
Kadaster
 Informasi mengenai pemilik hak dari suatu ruang perairan laut
 Informasi mengenai hak-hak yang melekat pada ruang perairan laut tersebut (jenis
dan lamanya hak yang diberikan, batasan-batasan pemanfaatan, dan tanggung jawab)
 Informasi mengenai ruang perairan laut itu sendiri (posisi geografis, ukuran dan
dimensi, nilai atau harga, serta atribut lainnya sesuai keperluan)
3. Objek-Objek  Bangunan Atas Air (Pemukiman, Hotel, Tempat Ibadah, Restoran, dll), Sumber Energi
Kadaster Terbarukan, Sumber Daya Minyak dan Gas, Budi Daya (Rumput Laut, Mutiara, Kerang,
Kelautan dan Ikan), Konservasi (Taman Laut Nasional), Perkapalan, Penangkapan Ikan, Rekreasi,
Pipa dan Kabel Bawah Laut, Harta Karun Bawah Laut, Pembuangan Sampah, Kultur
Adat
Peta Rawan Bencana
Jenis Izin/dokumen dalam pengurusan
SIPI/SIKPI/SIUP
Jenis Izin Usaha Penangkapan Ikan
1. Usaha Penangkapan Ikan
2. Usaha Pengangkutan Ikan
3. Usaha penangkapan dan pengangkutan ikan oleh satu perusahaan
4. Usaha Perikanan Tangkap Terpadu
Tabel Ringkasan Hasil Survey
Integritas Sektor Public Pada
Pelayanan Pengurusan
SIUP/SIPI/SIKPI Tahun 2014
Daftar Permasalahan Pengurusan Perizinan SIUP/SIPI/SIKPI Berdasarkan Hasil
Observasi Layanan Public KPK Tahun 2014
Statistik Pengaduan Masyarakat Terkait Kelautan Dan Perikanan Tahun
2010 Sampai Dengan 2014.

Tahun
URAIAN 201 201 201 201 Jumlah
2010
1 2 3 4
25
Laporan Terima 23 36 18 29 131
20
Laporan Selesai Verifikasi 20 36 18 27 121
10
Laporan Selesai Telaah 14 16 4 7 51
10
Laporan File 6 21 14 20 71
*Satu pengaduan dapat lebih dari satu telaahan

Rekapitulasi Pengaduan Masyarakat


50

40

30

20

10

-
Laporan Terima Laporan Selesai Laporan Selesai Telaah Laporan File
Verifikasi

2010 2011 2012


Hasil Perhitungan Terkait PNBP SDA Perikanan Vs Nilai
Produksi Perikanan

Tahun
Rincian 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nilai Produksi Perikanan Laut 46,598,552,733,000 49,527,135,768,000 59,580,474,171,000 64,452,537,439,000 72,016,210,109,000 77,334,050,000,000

PNBP SDA Perikanan 77,404,162,800 92,039,435,895 91,785,569,110 183,802,161,080 215,766,602,000 229,350,562,720

% PNBP vs Nilai Produksi 0.17% 0.19% 0.15% 0.29% 0.30% 0.30%


Peran Pemda Dan Pusat Dalam Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Laut Dan Pesisir
Kronologis Dan Pengaduan Masyarakat Terkait Reklamasi Teluk
Benoa Bali
No Tanggal Keterangan

1 27-Jul-11 penerbitan perpres no 45 tahun 2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan sarbagita. Yang di dalamnya mengatur kawasan teluk benoa sebagai
kawasan konservasi perairan (pasal55)
2 12-Sep-12 MOU antara TWBI dan UNUD terkait kajian kelayakan dengan dalih Tri Dharma Perguruan Tinggi.
3 18-Sep-12 TWBI mengajukan surat permohonan kepada UNUD untuk pembuatan kajian kelayakan dan AMDAL.
4 1-Oct-12 Penandatanganan surat perjanjian kerjasama antara PT TWBI dan LPPM UNUD untuk pembuatan kajian kelayakan

5 5-Nov-12 PT. TWBI mengajukan surat permohonan audiensi kepada Gubernur Bali dengan nomor 009/TWBI/L/XI/2012.
6 12-Nov-12 LPPM UNUD melakukan presentasi pertama dokumen studi kelayakan di BAPPEDA Bali.
7 5-Dec-12 Presiden menerbitkan Perpres No 122/2012 tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang di dalamnya mengatur bahwa
Reklamasi tidak dapat dilakukan di kawasan konservasi dan alur laut (pasal 2 ayat (3)
8 14-Dec-12 LPPM UNUD melakukan presentasi kedua dokumen studi kelayakan di BAPPEDA Bali.
9 20-Dec-12 DPRD Bali menerbitkan rekomendasi untuk tindak lanjut kajian kelayakan oleh LPPM UNUD dengan nomor 660.1/142781/DPRD. Rekomendasi
inilah yang menjadi dasar dikeluarkannya SK 2138/02-C/HK/2012.
10 26-Dec-12 Gubernur Bali menerbitkan SK 2138/02-C/HK/2012 tentang Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan
Teluk Benoa. Tidak ada publikasi apapun mengenai hal ini.
11 1-Jan-13 Setelah penerbitan SK I tsb, mulai santer diberitakan di beberapa portal berita bisnis bahwa sebuah konsorsium multinasional akan
membangun sirkuit F1 di Teluk Benoa
12 3-Jul-13 Kementerian Kelautan dan Perikanan mengesahkan Peraturan Menteri dengan nomor 17/PERMEN-KP/2013 yang mengizinkan reklamasi di
zona konservasi non inti. Tidak ada publikasi apapun mengenai hal ini.
13 3-Aug-13 Presentasi oleh tim LPPM UNUD dalam dialog terbuka di kantor Gubernur. Dalam dialog ini Gubernur menyatakan tidak akan ngotot
mempertahankan rencana reklamasi jika hasil studi kelayakan menyatakan tidak layak.
14 12-Aug-13 DPRD Bali menerbitkan rekomendasi bernomor 900/2569/DPRD kepada Gubernur Bali untuk meninjau ulang dan/atau Pencabutan SK
Gubernur Bali nomor 2138/02-C/HK/2012.
15 14-Aug-13 Sabha Desa, Desa Pekraman Tanjung Benoa menyatakan penolakannya terhadap rencana reklamasi di kawasan teluk benoa. Surat penolakan
seluruh rencana reklamasi No. 01/SD-TB/VIII/2013 ditandatangani oleh Sabha Desa, 4 Klian Banjar, 4 Kepala Lingkungan, 4 Kertha Desa,
Organisasi Kepemudaan, Lurah Tanjung Benoa, Ketua Lpm Dan Bendesa Adat Tanjung Benoa.
16 16-Aug-13 Gubernur Bali mencabut SK 2138/02-C/HK/2012, namun menerbitkan SK 1727/01-B/HK/2013 tentang Izin Studi Kelayakan Rencana
Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa dan mendorong supaya kajian kelayakan sebagai bagian dari
usaha reklamasi diteruskan.
17 19-Aug-13 Draft laporan final studi kelayakan oleh LPPM UNUD yang menyatakan reklamasi Teluk Benoa layak bersyarat.
18 20-Aug-13 Rapat koordinasi tim pengulas studi kelayakan oleh LPPM UNUD, hasilnya: reklamasi tidak layak.
19 23-Aug-13 ForBALI melaporkan Gubernur Bali dan DPRD ke Ombudsman atas dugaan maladministrasi atas keluarnya SK Reklamasi Teluk Benoa
Tata Cara Analisis Kelembagaan Pada Kementerian Kelautan
dan Perikanan
1. Form A (A1 dan A2): Aturan pelaksana yang harus disusun sebagaimana amanat UU No. 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 45
tahun 2009 tentang Perikanan dan UU No. 27 tahun 2007 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Fokus review oleh Tim Ahli:
a. Apakah aturan pelaksana (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan/Keputusan Menteri) sebagaimana yang diamanatkan
oleh UU Perikanan dan UU Pesisir, sudah tersedia atau belum?
b. Hal apa saja yang menghambat proses penyusunan aturan pelaksana perundang-undangan di atas?
c. Aspek-aspek apa saja yang seharusnya diatur dalam aturan pelaksana undang-undang, namun belum masuk ke dalam substansi aturan
perundang-undangan yang sudah diterbitkan?
d. Langkah-langkah apa yang sebaiknya diambil oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan kementerian terkait lainnya untuk
menyelesaikan/menyempurnakan aturan pelaksana undang-undangan perikanan, pesisir dan pulau-pulau kecil?
e. Penilaian ahli secara umum : untuk skala 1 sampai dengan 5, dimanakah posisi KKP saat ini terkait dengan ketersediaan aturan
pelaksana? (1 untuk aturan pelaksana yang belum tersedia/mencukupi, dan 5 untuk aturan pelaksana yang sudah tersedia/mencukupi).
2. Form B (B1 dan B2): Kesesuaian Tugas dan Wewenang dengan Amanat UU Perikanan dan UU Pesisir:
a. Apakah tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh setiap unit telah sejalan/sesuai dengan amanat undang-undang perikanan, pesisir dan
pulau-pulau kecil?
b. Tugas/fungsi/wewenang yang menjadi amanat UU perikanan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang belum terbagi dalam Tupoksi organisasi?
c. Apakah struktur organisasi yang ada saat ini telah mencukupi untuk melaksanakan amanat undang-undang perikanan, pesisir dan pulau-
pulau kecil?
d. Apa usulan untuk struktur organisasi yang dapat mendorong pelaksanaan amanat UU yang lebih efektif/efisien?
e. Langkah-langkah apa saja yang dapat diambil untuk mendorong kesesuaian tupoksi organisasi dengan amanat aturan perundang-
undangan?
f. Penilaian ahli secara umum : untuk skala 1 sampai dengan 5, dimanakah posisi KKP saat ini terkait dengan kesesuaian tugas dan
wewenang dengan amanat UU? (1 untuk tupoksi organisasi yang tidak sesuai dengan amanat UU, dan 5 untuk tupoksi organisasi yang
sudah sesuai dengan amanat UU).
3. Form C : Analisis beban kerja
a. Apakah beban kerja di setiap unit saat ini berlebih/kurang?
b. Langkah-langkah apa saja yang dapat diambil untuk menyeimbangkan beban kerja?
c. Penilaian ahli secara umum : untuk skala 1 sampai dengan 5, dimanakah posisi KKP saat ini terkait dengan beban kerja? (1 untuk beban
kerja rendah, dan 5 untuk beban kerja tinggi)
Tata Cara Analisis Kelembagaan Pada Kementerian Kelautan
dan Perikanan
1. Form H: Keberadaan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)
a. Apakah SPIP yang sudah dikembangkan saat ini telah mencukupi?
b. Apa usulan untuk meningkatkan kemampuan SPIP yang ada?
c. Langkah-langkah apa saja yang dapat diambil untuk meningkatkan/memperbaiki SPIP yang ada?
d. Penilaian ahli secara umum: untuk skala 1 sampai dengan 5, dimanakah posisi KKP saat ini terkait dengan keberadaan SPIP? (1 untuk
keberadaan SPIP yang tidak mencukupi, dan 5 untuk keberadaan SPIP yang sudah mencukupi).
2. Form I : Keberadaan instrument pencegahan korupsi
a. Apakah instrument pencegahan korupsi yang sudah dikembangkan saat ini telah mencukupi?
b. Apa usulan untuk meningkatkan kemampuan instrument pencegahan korupsi yang ada?
c. Langkah-langkah apa saja yang dapat diambil untuk meningkatkan/memperbaiki instrument pencegahan korupsi yang ada?
d. Penilaian ahli secara umum : untuk skala 1 sampai dengan 5, dimanakah posisi KKP saat ini terkait dengan keberadaan instrument
pencegahan korupsi? (1 untuk keberadaan instrument pencegahan korupsi yang tidak memadai, dan 5 untuk keberadaan instrument
pencegahan korupsi yang sudah memadai).
3. Analisis terhadap UU Kelautan:
a. Aturan pelaksana apa saja yang harus segera dibuat sesuai dengan amanat UU Kelautan?
b. Struktur organisasi seperti apa yang sesuai untuk menjalankan amanat UU Kelautan?
c. Tugas dan fungsi organisasi yang seperti apa yang harus diemban oleh struktur organisasi tersebut?
d. Langkah-langkah strategis apa saja yang harus diambil untuk mengembangkan kelembagaan organisasi yang menjadi pelaksana amanat
UU Kelautan?
A. Tata Cara Review oleh Ahli
1. Setiap ahli menerima form isian hasil self assessment unit di KKP yang telah diverifikasi pihak inspektorat jenderal, beserta dokumen
pendukungngnya.
2. Setiap ahli melakukan penilaian terhadap form isian dengan memperhatikan setiap aspek penilaian (Bagian F).
3. Hasil penilaian dicatatkan pada setiap form, sebagaimana pada file Lampiran-Review Pakar dan disampaikan ke KPK.
4. Hasil penilaian dari masing-masing ahli, didiskusikan secara bersama oleh Tim Ahli dan KPK.
No
. Unit Catatan Ahli *
DJ Perikanan Tangkap terdiri dari : 1 SETDITJEN, 5 Direktorat, 1 UPT, 7 PPS, 13 PPN.
Direktorat Jenderal Perikanan
A. Tangkap Dengan Total beban kerja 648.287,08 ditambah beban kerja PPS dan PPN
1. Sekretarian Direktorat (1) SETDITJEN : dari jumlah beban kerja 157.949, membutuhkan pegawai 117,20 dan
Jenderal jumlah pegawai yang ada 129. Dengan demikian KELEBIHAN PEGAWAI 11,80.
(2) DIT.Sumber Daya Ikan : dari jumlah beban kerja 93,442, membutuhkan pegawai 71,9
a. Bagian ..... dan jumlah pegawai yang ada 60. Dengan demikian KEKURANGAN PEGAWAI 11,9.
(3) Dit.Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan : dari jumlah beban kerja 81,910,
membutuhkan pegawai 63,01 dan jumlah pegawai yang ada 56. Dengan demikian
i. Subbagian..... KEKURANGAN PEGAWAI 7,01.
(4) DIT. Pelabuhan Perikanan : dari jumlah beban kerja 56.703, membutuhkan pegawai
2. Direktorat.... 87,24 dan jumlah pegawai yang ada 72. Dengan demikian KEKURANGAN PEGAWAI 15,74.
(5) DIT. Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan : dari jumlah beban kerja 156.470,
membutuhkan pegawai 117,59 dan jumlah pegawai yang ada 101. Dengan demikian
dst... KEKURANGAN PEGAWAI 17.
kelembagaan DJ perikanan Tangkap memiliki beban kerja 670.243, dengan jumlah
Direktorat Jenderal Kelautan, pegawai yang ada 574 dan kekurangan pegawai sejumlah 78. berarti cukup banyak
B. Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil kekurangan pegawai dengan beban kerja yang ada.
Kekurangan pegawai tertinggi pada DJ Perikanan Tangkap dengan 1 SETJEN dan 5
1. Sekretarian Direktorat Direktorat kekurangan 59 Pegawai. Ini tentunya akan mengganggu kinerja bila tidak
Jenderal diimbangi dengan jumlah zpegawai yang tersedia.
a. Bagian .....
i. Subbagian.....
2. Direktorat....
dst...
Direktorat Jenderal Pengawasan DJ Pengawasan Sumberdaya kelautan dan perikanan memiliki beban kerja 940.582 (setjen
Sumberdaya Kelautan dan dan 5 Direktorat) ditambah beban dari 5 (lima) Pengkalan PSDKP sejumlah 1200.547.
C. Perikanan memiliki kekurangan pegawai sejumlah 271 (jumlah yang sangat banyak. Akan tetapi bila
1. Sekretarian Direktorat dilihat, bahwa kekurangan pegawai terbesar adalah pada Direktorat Kapal pengawas
Jenderal sebesar 209 pegawai. Ini perlu dipertimbangkan, jika kekurangan tenaga pengawas akan
a. Bagian ..... berakibat pada lemahnya pertahanan perairan Indonesia.
i. Subbagian.....
2. Direktorat....
dst...
Langkah-langkah untuk menyeimbangkan beban kerja : terjadi ketidak berimbangan beban kerja antara Direktorat-Direktorat
yang ada, dimana tertinggi beban kerja 157.949 dan PPS Kendari tertinggi beban kerjanya yaitu, 165.719 dan kekurangan
pegawai tertinggi pula yaitu 41,48. DIT. Kapal Pengawas beban kerja terlalu Besar (568.744) dengan kekurangan pegawai 209,
berada pd Ditjen Pengawasan Sumberdaya Perikanan&Kelautan
Peraturan Perundang-Undangan Terkait Kelautan Yang
Harus Dipersiapkan
Perlu dibentuk 1 (satu) UU baru, 1 (satu) revisi UU, 9 (sembilan) PP baru, dan 2 (dua) Keppres baru

1. Pembentukan UU tentang Zona Tambahan Indonesia (Hal 6, pasal 8, ayat 3).


2. Revisi UU No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Hal 6, pasal 9, ayat 3).
3. Pembentukan PP tentang Kebijakan Pembangunan Kelautan (Hal 8, pasal 13, ayat 4).
4. Pembentukan PP tentang Industri Maritim dan Jasa Maritim (Hal 12, pasal 27, ayat 5).
5. Pembentukan PP tentang Pendirian Bangunan Laut (Hal 14, pasal 32, ayat 5).
6. Pembentukan PP tentang Kebijakan Budaya Bahari (Hal 15, pasal 36, ayat 4).
7. Pembentukan PP tentang Pusat Fasilitas Kelautan (Hal 16, pasal 38, ayat 2).
8. Pembentukan PP tentang Perencanaan Ruang Laut (Hal 18, pasal 43, ayat 5).
9. Pembentukan PP tentang Izin Lokasi di Laut dan Tata Cara Sanksi Administratif (Hal 19, pasal 47, ayat 4).
10. Pembentukan Keppres tentang BAKAMLA (Badan Keamanan Laut), badan tunggal yang menangani masalah pertahanan-
keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut. (Hal 22, pasal 59, ayat 3).
11. Pembentukan Keppres tentang Kebijakan Nasional di Bidang Keamanan dan Keselamatan di wilayah perairan (Hal 23, pasal
64).
12. Pembentukan PP tentang Kebijakan Tata Kelola dan Kelembagaan Laut (Hal 24, pasal 69, ayat 4).
13. Pembentukan PP tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan Kelautan (Hal 25, pasal 70, ayat 5).
Kekosongan Hukum Rencana Tata Ruang Laut Nasional

Anda mungkin juga menyukai