Anda di halaman 1dari 3

Membuka Paradigma Baru Wakaf Tunai di Indonesia bersama CIMB Niaga

Syari’ah dan Platform E-Salaam Menuju Kesejahteraan Umat

Oleh. Nur Laili Mar’atus Solikhah

Wakaf tunai atau wakaf uang mulai dikaji lebih serius pada awal tahun 2002 dengan
keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai wakaf uang. MUI merasa perlu
melakukan pengkajian ulang mengenai definisi wakaf untuk membuka wacana fiqih yang
lebih segar di Indonesia. Definisi Wakaf yang disepakati dewan fatwa MUI yakni :

“menahan harta yang dapat dimanfa’atkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya,
dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual,
memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah
(tidak haram) yang ada”1

Sehingga melalui fatwa MUI tahun 2002 tersebut menetapkan bahwa wakaf
tunai/uang hukumnya boleh dengan mempertimbangkan syarat bahwa nilai pokok wakaf
uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.

Jika kita menoleh dengan sejarah wakaf uang diberbagai Negara yang menerapkan
wakaf sebagai tombak perekonomian umat, maka Indonesia termasuk Negara yang terhitung
baru, hal ini disebabkan oleh pandangan mayoritas umat muslim Indonesia yang memegang
Madzab Syafi’i, dimana Imam Syafi’i dalam pendapatnya menolak adanya wakaf dirham
(uang), ketidakbolehan ini disebabkan karena dirham (uang) akan lenyap ketika dibayarkan
sehingga tidak lagi berwujud. Jika kita tarik lagi pada pendapat Imam Syafi’i mengenai
wakaf, Imam Syafi’i juga menentang adanya kebolehan perubahan peruntukan wakaf, seperti
tidak boleh menjual masjid secara mutlak sekalipun masjid itu roboh, akibatnya wakaf tidak
memberi manfaat apa-apa kepada masyarakat.

Dalam kedua hal tersebut, terlihat bahwa Imam Syafi’i menekankan pendapatnya
mengenai pentingnya menahan eksistensi benda wakaf, bahwa benda wakaf tidak boleh
hilang, padahal subtansi ajaran wakaf itu tidak semata-mata terletak pada pemeliharaan
bendanya, tapi jauh lebih penting adalah nilai manfaat dari benda tersebut untuk kepentingan
kebijakan umum dengan tidak menghilangkan eksistensi benda wakaf itu sendiri. Hal ini

1
Surat Keputusan (SK) Komisi Fatwa MUI Pusat tentang Wakaf Uang tertanggal 11 Mei 2002/28 Shafar 1423.
tidak lepas dari sebagaimana yang kita tahu bahwa Imam Safi’i memiliki kehati-hatian yang
tinggi diantara Madzab – Madzab yang lain.

Jika Madzab Syafi’i menolak, maka Madzab Hanafi memberikan definisi yang
berbeda, Imam Hanafi membolehkan wakaf tunai sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi
al-Urfi (Adat kebiasaan yang baik) karena sudah banyak dilakukan dimasyarakat saat itu,
bahkan telah dipaktikan pada pembangunan beberapa masjid di Arab Saudi, seperti
pembangunan kembali Masjid Nabawi. Juga atas dasar hadits dari Abdullah bin Mas’ud, r.a :

“apa yang dipandang baik oleh kaum muslim, maka dalam pandangan Allah adalah
baik…”3418.

Cara melakukan wakaf tunai menurut Imam Hanafi adalah dengan menjadikannya
modal usaha dengan cara mudharabah atau mubadha’ah, sedangkan keuntungannya
disedekahkan kepada pihak wakaf, sehingga eksistensi dari benda wakaf tetap terjaga.

Kelemahan dari wakaf tunai adalah ketika pengelolaan itu gagal dan menyebabkan
eksistensi benda wakaf itu lenyap, sehingga pengelolaan wakaf tunai sangat bergantung pada
Nazhir (pengelola dana wakaf). Buruknya manajemen adalah salah satu penyebabnya, maka
wakaf seyogyanya dikelola oleh Nazhir profesional. Munculnya bank-bank syari’ah
menimbulkan optimisme dikalangan umat islam dan kaitannya dengan pengelolaan harta
(dana) wakaf secara produktif, sebab pengelolaan wakaf harus dilakukan secara profesional,
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam perkembangannya kekinian di Indonesia, wacana wakaf tunai telah menjelma


nyata dalam implementasi produk-produk funding lembaga keuangan syari’ah, seperti CIMB
Niaga Syari’ah yang pada tahun 2016 memunculkan program baru mengenai perencanaan
wakaf dalam bentuk Program Tabungan iB Mapan Wakaf yang berkerjasama dengan
sejumlah Badan dan Lembaga Wakaf seperti Yayasan Daarul Qur’an Nusantara, Yayasan
Dompet Dhuafa Republika, Rumah Wakaf dan Wakaf Al-Azhar. Nasabah bisa melakukan
setoran rutin setiap bulan dengan akad Mudharabah (bagi hasil) dan pada saat jatuh tempo,
jumlah dana serta jumlah dana serta hasilnya dapat diperuntukkan sebagai wakaf uang untuk
pembiayaan program-program wakaf yang dikelola oleh Badan dan Lembaga Wakaf.

Dengan berkembangnya era digital, CIMB Niaga Syari’ah menggandeng Platform E-


Salaam untuk memudahkan para nasabah khususnya umat Islam melakukan transaksi Wakaf,
Zakat hingga Pendaftaran Umrah dalam sekali tekan. Hal ini ditujukan untuk menumbuhkan
kesadaran akan berbagi dan berinfestasi untuk Umat.

Peluang terbesar wakaf tunai di Indonesia adalah fakta bahwa masyakat mayoritas
kita adalah seorang muslim, yang sekaligus menjadi tantangannya adalah mengubah pola dan
kecenderungan konsumsitif dengan filter moral kesadaran akan solidaritas sosial. Kelebihan
yang lain, bahwa siapa saja bisa menjadi wakif (pemberi wakaf) karena tidak ada batasan
berapa banyak uang dan tidak harus menunggu jadi hartawan untuk bisa memperoleh amalan
jariyah. Dana wakaf tersebut akan menjadi modal sosial abadi yang bisa terus dimanfaatkan.
Hasil wakaf itu bisa membantu lembaga pendidikan, kesehatan dan sosial keagamaan, baik
dalam pendirian maupun pembiayaan, hal ini menimbulkan harapan terciptanya kemandirian
ekonomi dan kesejahteraan sosial tanpa harus berpangku pada anggaran pemerintah yang
semakin terbatas.

Anda mungkin juga menyukai