PEMBAHASAN
2.1.Trauma Muskuloskeletal
Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang
mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab.
Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan
penyebab utama dari trauma muskuloskeletal.
Seorang perawat dituntut untuk mengetahui bagaimana perawatan
klien dengan trauma muskuluskoletal yang mungkin dijumpai di jalanan
maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit.
Pengangan untuk klien dengan trauma muskuloskeletal memerlukan
peralatan serta ketrampilan khusus yang tidak semuanya dapat dilakukan
oleh perawat. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan difungsi
struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau
disanggahnya.
2.2.MekanismeTrauma
Menentukan mekanisme terjadinya trauma merupakan hal yang
penting karena dapat membantu kita dalam menduga kemungkinan trauma
yang mungkin saja tidak segera timbul setelah kejadian. Trauma
musculoskeletal bisa saja dikarenakan oleh berbagai mekanisme. Ada
beberapa macam mekanisme trauma diantaranya:
a. Direct injury
Dimana terjadi fraktur pada saat tulang berbenturan langsung
dengan benda keras seperti dashboard atau bumper mobil.
b. Indirect injury
Terjadi fraktur atau dislokasi karena tulang mengalami benturan
yang tidak langsung seperti frkatur pelpis yang disebabkan oleh
lutut membentur dashboard mobil pada saat terjadi tabrakan.
c. Twisting injury
Menyebabkan fraktur, sprain, dan dislokasi, biasa terjadi pada
pemain sepak bola dan pemain sky, yaitu bagian distal kaki
tertinggal ketika seseorang menahan kaki ke tanah sementara
kekuatan bagian proksimal kaki meningkat sehingga kekuatan yang
dihasilkan menyebabkan fraktur.
d. Powerfull muscle contraction
Seperti terjadinya kejang pada tetanus yang mungkin bisa merobek
otot dari tulang atau bisa juga membuat fraktur.
e. Fatique fracture
Disebabkan oleh penekanan yang berulang-ulang dan umumnya
terjadi pada telapak kaki setelah berjalan terlalu lama atau berjalan
dengan jarak yang sangat jauh.
f. Pathologic fracture
Dapat dilihat pada pasien dengan penyakit kelemahan pada tulang
seperti kanker yang sudah metastase.
2.2.2 Dislokasi
a. Definisi
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan
tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lain.
(Sjamsuhidajat,2011)
Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi
tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan
anatomis. (Brunner & Suddart, 2002)
Dislokasi sendi adalah fragmen fraktur saling terpisah dan
menimbulkan deformitas. (Kowalak, 2011).
Dislokasi adalah deviasi hubungan normal antara rawan yang
satu dengan rawan yang lainnya sudah tidak menyinggung satu
dengan lainnya. (Price & Wilson).
Jadi, Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang
dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen
tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Sebuah sendi yang ligamen-ligamennya pernah
mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor. Akibatnya
sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila
dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi
sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha
pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik
penyembuhannya.
b. Klasifikasi Dislokasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya (Brunner &
Suddart) adalah:
1. Dislokasi congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan, paling sering terlihat pada pinggul.
2. Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit sendi
dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang
3. Dislokasi traumatic, kedaruratan ortopedi (pasokan
darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan
disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.
Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya (Brunner & Suddart)dapat
dibagi menjadi :
1. Dislokasi Akut, Umumnya terjadi pada shoulder, elbow,
dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar
sendi
2. Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma Dislokasi pada
sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan
patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Disloksi berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi Sendi Rahang .Dislokasi sendi rahang dapat
terjadi karena :Menguap atau terlalu lebar dan terkena
pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu. Pergeseran kaput humerus dari
sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial
glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi
posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku. Merupakan mekanisme cederanya
biasanya jatuh pada tangan yang dapat menimbulkan
dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas
berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-
tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari. Sendi jari mudah mengalami
dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi
tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat
mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau
punggung tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan
Interphalangeal. Merupakan dislokasi yang disebabkan
oleh hiperekstensi-ekstensi persendian.
6. Dislokasi Panggul. Bergesernya caput femur dari sendi
panggul, berada di posterior dan atas acetabulum
(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum
(dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella. Paling sering terjadi ke arah lateral,
reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah
medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan
lutut perlahan-lahan.Apabila dislokasi dilakukan
berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.
c. Manifestasi Klinis
1. perubahan kontur sendi
2. perubahan panjang ekstremitas misalnya dislokasi
anterior sendi panggul.
3. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
4. Deformitas pada persendiaan : Kalau sebuah tulang
diraba secara sering akan terdapat suatu celah.Hilangnya
tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi
dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.
5. Gangguan gerakan (kehilangan mobilitas normal) : Otot-
otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang
tersebut.
6. Pembengkakan : Pembengkakan ini dapat parah pada
kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
7. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi : Sendi bahu,
sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal
paha servikal.
8. Kekakuan
d. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien
tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin
terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut.
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.\
Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama
pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya
kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi.
Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum
glenoid robek atau
Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
Kelemahan otot
e. Penatalaksanaan Dislokasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan dislokasi
adalah imobilisasi pasien pada posisinya saat
pertama kali ditemukan.
Jangan coba meluruskan atau mengurangi dislokasi
kecuali jika ada seorang ahli.
Lakukan imobilisasi pada bagian atas dan bawah
sendi yang dislokasi untuk menjaga kestabilan
waktu transport.
Mungkin satu-satunya dislokasi yang paling berbahaya pada
ektremitas bawah adalah dislokasi pada lutut, sedangkan
dislokasi pada pergelangan, siku, bahu, panggul dan
pergelangan kaki masih dapat ditoleransi 2 atau 3 jam tanpa
adanya bahaya kerusakan permanen.
Bagaimanapun juga ketika menolong pasien dengan dislokasi
lutut dan tidak ada pulsasi pada bagian distal. Maka harus
dikoreksi dalam waktu 1 atau 2 jam setelah terjadi trauma. Dan
seharusnya waktu sejak terjadinya kecelakaan hingga sampai
ke rumah sakit tidak lebih dari 1 jam.
2.2.3 Sprain
a. Definisi
Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek, biasanya
disebabkan memutar secara mendadak dimana sendi bergerak
melebihi batas normal. Organ yang sering terkena biasanya
lutut, dan pergelangan kaki, cirri utamanya adalah nyeri,
bengkak dan kebiruan pada daerah injuri.
2.2.4 Strain
a. Definisi
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan,
peregangan berlebihan, atau stres yang berlebihan. Strain adalah
robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan kedalam
jaringan (Brunner & Suddart).
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot
di sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain
tidak ada deformitas atau bengkak. Strain lebih baik ditangani
dengan menghilangkan beban pada daerah yang mengalami
injuri.
Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi
ekstremitas dan evaluasi dilanjutkan di ruang gawat darurat.
b. Etiologi
Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara
mendadak, seperti pada pelari atau pelompat.
Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara
mendadak.
Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena
penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-
ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
c. Manifestasi Klinis
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
Nyeri
Spasme otot
Kehilangan kekuatan
Keterbatasan lingkup gerak sendi.
Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh
karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang.
d. Klasifikasi Strain
Derajat I/Mild Strain
Derajat i/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat
penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit
muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan
ringan pada otot/ligament (Chairudin Rasjad).
a. Gejala yang timbul :
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/bila ada beban
pada otot
b. Tanda-tandanya :
Adanya spasme otot ringan
Bengkak
Gangguan kekuatan otot
Fungsi yang sangat ringan
Komplikasi
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
c. Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan
otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar.
d. Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian
istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang
dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
Derajat II/Medorate Strain
Derajat ii/medorate strain yaitu adanya cidera pada unit
muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang
berlebihan.
a. Gejala yang timbul
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/apabila ada
tekanan otot
Spasme otot sedang
Bengkak
Tenderness
Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b. Komplikasi sama seperti pada derajat I :
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
Terapi :
Immobilisasi pada daerah cidera
Istirahat
Kompresi
Elevasi
d. Perubahan patologi :
Adanya robekan serabut otot
Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya
tekanan/penguluran mendadakyang cukup
berat. Berupa robekan penuh pada otot dan
ligament yang menghasilkan ketidakstabilan
sendi.
a. Gejala :
Nyeri yang berat
Adanya stabilitas
Spasme
Kuat
Bengkak
Tenderness
Gangguan fungsi otot
b. Komplikasi :
Distabilitas yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan
terpisahnya otot dengan tendon.
d. Terapi:
Imobilisasi dengan kemungkinan
pembedahan untuk mengembalikan
fungsinya.
e. Komplikasi
Strain yang berulang
Tendonitis
f. Penatalaksanaan
Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat
penyembuhan
Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan
mengontrol pembengkakan.
Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau
kering diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang
akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam
sedangkan mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam.
Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau
lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk
menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram
akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah
diberikan perawatan konservatif.
2.2.5 Kontusio
a. Definisi
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan
tumpul,mis pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner &
Suddart).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau
pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak
dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan
seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan)
b. Etiologi
Benturan benda keras :
Pukulan.
Tendangan/jatuh
c. Manifestasi Klinis
Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena
rupture pembuluh darah kecil, juga berhubungan
dengan fraktur.
Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan
yang luas dan kehilangan darah yang banyak (Brunner &
Suddart).
d. Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
Tinggikan daerah injury.
Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30
menit setiap pemberian) untuk vasokonstriksi,
menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman.
Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24
jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan
sirkulasi dan absorpsi.
Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan
bengkak.
Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4
jam bila ada indikasi (Brunner & Suddart).
Menurut Agung Nugroho penatalaksanaan pada cedera
kontusio adalah sebagai berikut:
Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk
menghentikan pendarahan kapiler.
Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan
mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang
rusak.
Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan
maupun pertandingan berikutnya.
b) Pertolongan :
- Dipasang ransel verban.
- Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
- Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui
punggung ke ketiak kanan.
- Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak
kanan disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya
diberi peniti/ diikat.
- Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 13. Kanan atau kiri : Ransel perban
2) Fraktur Femur (patah tulang paha).
Pertolongan :
- Pasang 2 bidai dari :
a.Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki.
b.Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.
- Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang
patah.
- Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk
mengurangi pergerakan.
- Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 14. Pemasangan bidai pada fraktur femur